YOUNG N DANGEROUS
| SESAMPAINYA DI RUMAH NEVO, KAMI LANGSUNG MEMBOPONG NEVO KELUAR DARI MOBIL. DI DALAM, KAMI TELAH DISAMBUT
oleh pembantu Nevo yang agak terbelalak melihat kondisi majikannya. Kami membawa Nevo ke dalam kamarnya
dan merebahkannya di tempat tidur, selanjutnya secepat kilat mbok Surti mengambil alih tugas kami,
membersihkan luka tusuk di perutnya, lalu mengamati luka itu lebih seksama.
“Yang ini sih ndak terlalu dalam Mas..!” sahut mbok Surti, tampaknya ia telah biasa mengurus majikannya
itu, “Malahan ndak nembus sama sekali kok Mas!” lanjutnya kemudian.
Kami membiarkan Mbok Surti mengurus luka majikannya itu, dan meninggalkan mereka berdua. Di ruang tengah
yang besar itu, tampak televisi flattron 37″ dengan seperangkat audio setnya, speakernya dimana ya?
Ooo..itu dia.. dua buah speaker kecil bermerk BOSE di dua sudut atas ruangan.
Ratih tampak sudah terbiasa berada di dalam rumah pribadi Nevo, yang telah meninggalkan rumahnya sejak 6
bulan terakhir.
“Dasar anak orang kaya!” pikirku.
“Nih!” seru Ratih pendek sambil menyodorkan segelas teh panas kepadaku.
“Thanks” jawabku singkat, kuhirup teh itu.
“Ya ampun! Pahit sekali!” Segera terasa bulu kudukku meremang, merindingku menjalar mulai dari leher
hingga ke kaki, bahkan kulit kepalaku pun terasa merinding.
Ratih tersenyum aneh menatapku, wajahnya masih tertunduk meniup teh panasnya sendiri, sambil matanya
menatap ke arahku tajam.
Memang, kedengarannya aneh kan? Minum teh panas kok merinding? Akan saya jelaskan.
Dulu, ketika aku masih SMA aku telah tertarik dengan dunia klenik, dunia gaib, atau dunia supranatural,
atau apapun lah sebutannya. Aku sempat berguru ke sana kemari, hingga akhirnya kutemukan guru yang paling
cocok denganku. Ia adalah diriku sendiri.
Dari dulu aku percaya bahwa ketika seorang manusia lahir, ia tidaklah sendiri, ia selalu ditemani oleh
gurunya, yang biasanya adalah sukma atau spirit leluhurnya. Nah, kebetulan spirit di dalam tubuhku ini
memiliki minuman kegemaran, yaitu teh pahit panas. Yang mana setiap kali aku minum, auranya akan selalu
memasuki tubuhku untuk ikut menikmati. Weird ya? Well, masing-masing orang memiliki kepercayaannya
masing-masing.
Ok.. Lanjut! Well, selanjutnya aku langsung terlelap dengan keasyikanku menikmati minuman tersebut di
sofa, seakan tidak ada minuman lain yang lebih nikmat dari itu. Ratih juga duduk di sampingku sambil
kedua tangannya memegang gelas tehnya, kakinya ditekuk, berusaha mengusir dinginnya AC, boots tingginya
telah dilepaskannya sebelum ia meyeduh teh di pantry. Ketika aku sedang menghirup lagi minuman nikmat
itu, kulirik Ratih di sisiku. Ia tengah menatapku dengan pandangan yang sangat lembut, keibuan.
“Enak tehnya Yang Mulia?” tanyanya.
Entah mengapa, aku merasakan situasi saat itu seperti pernah kualami sebelumnya, Deja Vu! Seketika itu
juga kurasakan gelombang tenaga di dalam tubuhku menjalar dalam bentuk sensasi milyaran pasir yang
berseliweran di tubuhku. ceritasexterbaru.org Aku melotot kaget, dan berusaha menahan getaran-getaran aneh pada tubuhku,
kuletakkan gelasku di atas meja dengan sangat hati-hati, dan kuhempaskan tubuhku kembali di sofa. Tubuhku
meregang, pandanganku kabur dan beberapa saat kemudian kurasakan bagian dalam leher hingga wajahku
bergetar, hingga terdengar seperti orang yang tengah mendengkur, tapi tidak terputus-putus, seperti
seekor kucing yang sedang purring.
Ketika gelombang itu berangsur mereda, kudapatkan tubuhku telah berada di sebuah kamar berukuran sedang,
dengan tempat tidur yang sangat empuk, dengan bed cover yang lembut, sebuah lampu meja yang tidak menyala
berdiri di dekat sumber cahaya di dalam ruangan itu, sebuah lilin. Telingaku terdengar dengungan aneh,
sepertisuara “Hmm..” yang panjang sekali. Tidak perlu kuperiksa lagi, aku yakin tubuhku telah dirasuki
oleh sebuah kekuatan lain. Aku beranjak bangun dan duduk di atas ranjang. Di hadapanku tampak Ratih yang
tengah berlutut, tanpa busana! Dan pada saat yang bersamaan aku merasa bahwa cewek ini pernah kukenal
sebelumnya, bahkan sangat kukenal, tapi aku tidak tahu kapan, dimana, siapa dia sebenarnya.
Ia berlutut dengan sangat anggun, kedua telapak tangannya diletakkan di atas paha mulusnya, tubuhnya
sangat indah, kulitnya kuning langsat, lehernya jenjang, bahunya tidak terlalu lebar dan juga tidak
terlalu sempit, payudaranya indah membulat tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, pinggangnya
ramping sekali, perutnya rata, di bagian bawah pusarnya tampak bulu-bulu halus membentuk garis ke arah
bawah sekitar daerah pubis yang juga tampak halus, aku belum begitu yakin karena agak terhalang oleh
tangannya.
Terlihat Ratih kini tengah memperhatikan wajahku dengan sangat teliti, dan baru sadar kemudian bahwa aku
pun telah telanjang. Kudapati kejantananku telah berdiri tegak. Aku terperanjat dan berusaha menutupi
tubuhku dengan tanganku karena aku tidak mendapati pakaianku di sekitarku. Ratih membiarkan kekikukkanku,
dan tetap menatap wajahku.
“Yeah.. I’m sure! You’re the one!” katanya belum dapat kumengerti.
“Selamat datang kembali, Yang Mulia!” lanjutnya.
Segera kukonsentrasikan pikiranku untuk mengetahui apa yang tengah terjadi, kupejamkan kedua mataku, dan
mulai menerawang ke alam lain. Kutemukan diriku adalah seorang lelaki berusia sekitar 35-an, dengan
pakaian tradisional Jawa, Sunda atau apa ini? Belum pernah kulihat pakaian seperti ini, ikat pinggang
dari emas murni, bertelanjang dada, bagian bawah tubuhku terbalut kain dengan pola batik aneh yang belum
pernah kulihat seumur hidupku (aku belajar sejarah seni dan budaya Indonesia Lama di kampusku dulu),
sebilah keris yang juga aneh, tidak pipih seperti keris-keris pusaka pada umumnya, dan sebatang tongkat
emas dengan bola pada ujungnya yang terbuat dari batu akik berwarna ungu kemerahan. Di kepalaku
bertengger sebuah topi (mahkota) berbentuk trapesium memanjang ke atas dan terpotong memiring. Setelah
mengerti kugeleng-gelengkan kepalaku dan kembali ke alam manusia.
Ketika kubuka mataku kembali, aku sadar bahwa Ratih adalah istriku di kehidupanku sebelumnya!Aku
tersenyum, “Maafin aku Rat, aku ‘lupa’..”, sahutku perlahan, tidak terasa air mataku menetes hangat di
pipiku, wajahku terasa panas, dan dadaku terasa sesak, kulihat Ratih pun berkaca-kaca, hidungnya memerah,
dan kami menghambur saling berpelukan.
Terasa kembali terisi kekosongan yang ada selama ini. Kekosongan yang tidak pernah kusadari, rasa apa
itu. Mengapa aku tidak pernah puas dengan hidupku, mengapa mudah sekali aku bosan berpacaran, mengapa
gelisahku tiap malam menyulitkanku beristirahat. Rasa bahagia yang meluap-luap terasa dalam dadaku. Getar
tubuh Ratih yang menahan tangisnya membuatku semakin terlelap dalam sensasi haru yang meledak-ledak.
Setelah semua mereda, kudorong tubuhnya sehingga aku dapat melihat wajahnya, tampak basah oleh air mata
dan keringatnya menahan tangis tadi. Kuangkat dagunya agar ia menatapku. Ia hanya mampu memandang
bibirku, wajahnya cantik sekali, rasa rindu menyeruak ke dalam dadaku, dan segera kukecup bibirnya dengan
sangat cepat dan bergairah ia membalasnya, rasa rindu ini begitu menggelora, memaksaku untuk mendekapnya
erat. Kami jatuh berpelukan di atas ranjang itu, sambil terus berciuman. Kulit tubuh telanjang kami
saling bergesekan, menambah sensasi yang seakan baru sama sekali.
Tubuh Ratih begitu hangat bersentuhan dengan tubuhku. Kami bergulingan di atas ranjang tersebut. Kakinya
yang panjang memeluk pinggangku, serta tangannya memelukku dengan kuat, seakan ingin membenamkan tubuhnya
kedalam tubuhku. Aku pun membalasnya, kupegang kepalanya sambil sesekali kubelai, dan kujilati lehernya
yang jenjang. Ia mendengus keras seakan belum pernah diperlakukan seperti ini sebelumnya.
Aku terus menjilat turun ke bawah, dan ketika wajahku berpapasan dengan payudara indahnya, aku memandang
sebentar ke arah matanya, ia hanya melirik sayu ke arahku, dadanya naik turun mengatur nafas, tiada
kata-kata yang terlontar dari mulut kami. Hingga secara sangat mendadak kulumat puting kanannya dengan
cepat, kuhisap sambil kumainkan lidahku pada permukaannya. Sontak tubuhnya menegang, dadanya dibusungkan
seolah ingin memberikan lebih kepadaku. Jemari kiriku bermain dengan sangat lincah di atas puting
kirinya, ia memeluk kepalaku, dan aku berhenti.
Kembali kutatap matanya, ia tersenyum nakal, kugeser wajahku dari payudara kanannya, perlahan sekali,
kusentuhkan daguku sedikit pada permukaan kulit dadanya, kucium lembut belahan dadanya, perlahan sekali,
dan wajahku berhenti pada payudara kirinya, aku masih hafal benar bahwa sensasi terbesarnya adalah pada
puting kirinya. Kujulurkan lidahku menyentuh puting kirinya, perlahan sekali, bahkan seperti hampir tidak
menyentuh. Tubuhnya terkejut-kejut menerima perlakuanku. Kupandang kembali matanya sambil kujilat
sebentar-sebentar putingnya. Semakin lebar senyumnya. Dan semakin keras kejutan pada tubuhnya. Kukulum
puting itu sebentar dan segera kulepaskan kembali sambil kuhisap cepat.
“Aah!” ia menjerit kecil.
Pinggulnya bergerak-gerak naik turun di bawah sana seakan ingin mendesakkan tubuhnya ke arah tubuhku. Aku
tersenyum kecil, dan kusentuhkan batang kejantananku pada lipatan pahanya, dan kugeser perlahan sekali.
Langsung kakinya memeluk pinggangku kembali dan pinggulnya bergerak-gerak mencari kejantananku untuk
segera disentuhkan pada kewanitaannya. Aku menghindar, dan ketika ia sibuk mencari-cari, kembali
kudaratkan mulutku pada putingnya dengan cepat, dan langsung menjilat di dalam dengan gerakan memutar dan
menekan-nekan.
“Aaah! Aaah.. oow!” jeritnya sambil berusaha untuk melepaskan kulumanku.
Tampaknya ia sangat kegelian, dan ketika kulepaskan, kembali ia membusungkan dadanya memintaku untuk
mengulanginya, dan memang kuulangi lagi, kembali ia berusaha melepaskan kulumanku, begitu seterusnya.
“Aaah! Nom! Gila kamu! Diapain sih? Aaah!” ia menjerit-jerit keenakan.
Aku terus melakukan kegiatanku, sambil kubelai-belai rambutnya, wajahnya berpaling ke kiri dan kanan,
mencari-cari jemariku. Setelah kusodorkan jemari tangan kananku, segera ia melumatnya, dan dikulumnya
dengan hisapan yang sangat kuat. Kehangatan dalam mulutnya sangat merangsangku, kulirik ke atas, kulihat
ia sedang melakukan blowjob dengan jari tengahku. Tangannya sibuk mencari pantatku, dan ketika ia
berhasil meraihnya, langsung ditekannya ke arah pinggulnya.
“Shh.. sebentar sayang.. bentaar..” sahutku menyabarkannya. Ia berhenti sambil berusaha mengatur nafasnya
yang tersengal-sengal, tidak terasa nafasku pun sudah mendengus-dengus menahan birahi.
Dengan tergesa kuselipkan tanganku di antara tubuh kami, terus ke selangkanganku, memegang kejantananku,
dan mendesakkannya ke dalam kewanitaannya. Ia membantunya dengan menopangkan tangannya pada pundakku, dan
mengangkat tubuhnya sedikit sehingga aku bisa melesakkan kejantananku dengan lebih mudah. Kutekan
kejantananku melesak ke dalam kewanitaannya, ketika bagian kepala kejantananku mulai terjepit kuat oleh
kewanitaannya, perlahan kudorong pinggulku untuk semakin mengamblaskannya. Tidak terlihat halangan di
dalam sana, berarti ia telah tidak perawan lagi, dan ketika kejantananku amblas semua, ia mendesah lirih
panjang dengan mulut setengah terbuka, wajahnya berpaling ke samping, dengan matanya menatap kosong ke
depan.
“Bagus ya! Selama ini udah latihan rupanya!” kataku sambil tersenyum menyadari dirinya telah tidak
perawan lagi.
“Abis kamunya juga sih.. nnhh.. yang kelamaan datengnya.. hh..” jawabnya dengan nada seperti orang yang
sedang menahan sesuatu.
Sekali lagi kutekan kejantananku ke dalam tubuhnya, hingga kurasakan gelombang tenaga aneh yang menyebar
dari antara kedua kemaluan kami ke dalam tubuhku.
“Do you feel that.. hh.. Nom? Aaahh..! Do you feel that?” sahutnya setengah berteriak.
Aku hanya menganggukkan kepala sambil memejamkan mataku, berusaha untuk tidak melewati sensasi nikmat
ini.
Terasa kembali titik-titik pasir tadi di dalam tubuhku, hangat tertebar. Kudiamkan kejantananku tanpa
bergerak hingga sensasi itu mereda. Ketika suasana tubuh kami agak santai, kukedutkan kejantananku di
dalam kewanitaannya, seperti sedang menghentikan pipis. Ia membelalak sambil tersenyum, dan membalasnya
segera. Kembali kukedutkan dua kali, dan ia membalasnya dua kali pula. Kami langsung terbahak-bahak
menyadari lucunya kelakuan kami itu.
Kugelitik pinggangnya dan ia semakin tergelak dan mendekapkan wajahku ke dadanya. Setelah tenang, kutatap
matanya dalam, ia membalasnya dengan senyum terindahnya, senyum lugu seorang wanita yang merasa bahagia.
Kukecup dahinya, turun ke hidungnya, kami adukan hidung kami berdua, dan kudaratkan bibirku di atas
bibirnya. Bibir kami tidak terbuka dan hanya saling bersentuhan, kugesekkan permukaan bibirku pada
bibirnya, ia membalasnya, sementara kedutan demi kedutan semakin gencar di bawah sana.
Dan akhirnya perlahan, kutarik kejantananku keluar sedikit dengan gerakan yang sangat perlahan, responnya
luar biasa! Wajahnya mendongak ke atas, mulutnya setengah terbuka, matanya setengah menutup. Ketika itu
pula kukulum bibir bawahnya dengan sangat lembut, ia membalas dengan mengulum bibir atasku.
Nada suaranya bergetar menahan sensasi, “Aaahh..!”.
Kembali kudorong dengan sangat perlahan kejantananku kedalam kewanitaannya. Terasa sangat licin, lembab,
halus, hangat, dan sangat lembut menggesek permukaan kulit kejantananku. Ketika kutarik kembali, terasa
bibir-bibir kemaluannya agak terbetot keluar, karena ia sedang berusaha untuk mencengkeram kejantananku.
Pegangan tangannya pada punggungku terasa sangat keras, telapak tangannya tidak menempel pada punggungku,
melainkan punggung tangannya yang menekan keras.
Belum sempat kudorong kembali kejantananku, tiba-tiba ia menarik mundur pinggulnya, kejantananku
terlepas! terasa jepitan kewanitaannya terakhir pada kepala kejantananku.
Lalu kudengar ia berteriak keras sekali, “Aaakhh.. hh!”
Sekarang aku yakin benar bahwa Ratih memang istriku. Ia tidak pernah mau merasakan orgasmenya ketika
kejantananku sedang berada di dalam kewanitaannya. Ia memelukku dengan erat, kubiarkan ia menikmati
platonya, lalu tangannya bergerak ke bawah, mengelus-elus pantatku. Kupegangi kepalanya, kuperhatikan
wajahnya, alisnya berkerut, matanya terpejam keras dan mulutnya terbuka. She was so damn beautiful!
Ketika ia mulai tenang, ia menatapku dan mendadak dengan cepat sekali mebalikkan tubuhku sehingga ia
berada di atasku, menduduki pahaku, wajahnya menengadah ke atas, memejam dan tangan kirinya memegang
pangkal kemaluanku dengan telapak membuka, sementara telapak tangan kanannya diletakkan persis di atas
lubang kemaluanku. Dan tiba-tiba saja, kurasakan gelombang orgasme bergolak di dalam kantung
kejantananku, dan menyemburat melalui batang kemaluanku, terus menuju ke arah kepala kejantananku, lalu
Ratih menekan permukaan telapaknya pada lubang kemaluanku dan Beng! Kurasakan kehampaan yang sangat
nikmat, sunyi, putih. Sementara tubuhku terhajar oleh gelombang tenaga yang aneh sekali rasanya, namun
aku merasa seperti pernah mengalami ini sebelumnya. Another De Javu!
Ketika aku kembali kepada kesadaranku, kulihat Ratih tengah tersenyum memandangiku, tubuhnya berbaring
menyamping, kepalanya ditopangkan pada tangan kirinya, tangan kanannya pada dadaku, sementara kaki
kanannya memeluk pahaku.
“Earth calling Anom, come in Anom!” sahutnya meledek,
“Lama bener perginya, kemana aja sayang?” lanjutnya.
“Uuuhh..!” aku mendesah.
Kugelengkan kepalaku sedikit, dan berkata pelan, “Lagi dong!”
“Uwheenak aja!” jawabnya riang.
Kami kembali berciuman. Kini Ratih membaringkan kepalanya pada dadaku, jemarinya memainkan puting dadaku
perlahan. Kurengkuh punggungnya sehingga semakin merapatkan tubuhnya pada tubuhku, kakinya pun semakin
rapat memeluk pinggul dan pahaku, terasa geli sedikit karena sentuhan rambut pubisnya pada pinggulku.
Kami diam beribu bahasa, saling melamun sambil mambelai.- ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,