Veri, Harapan Baruku
CERITA SEX GAY,,,,,,
Veri, Harapan Baruku
Semenjak kita bertemu, dunia dipenuhi keajaiban
Terima kasih pada Tuhan yang telah mempertemukan kita
Beribu-ribu kebahagiaan dan rasa cinta
Semua terajut dan teranyam dalam memori indah
Semenjak kita bertemu, dunia nampak sangat indah
Terima kasih pada nasib yang telah menyatukan kita
Bersama kita menjelajahi dunia dan mencari arti cinta
Cerita Gay http://ceritakita.hexat.com
Waktu berlalu, dipenuhi kenangan-kenangan indah
Walau laut mengering dan gunung-gunung roboh
Walau langit runtuh dan bumi terbelah
Kita akan tetap bersama, bergandengan tangan
Cinta kita tumbuh tiap hari, semoga tanpa halangan
Bersama, menyaksikan matahari terbenam di ufuk barat
Bersama, bernyanyi di bawah terang bulan
Bersama, menjalin kasih dan cinta
Semoga aku dapat di sisimu dan mencintaimu selamanya..
*****
Aku kembali ditinggal oleh pria yang kucintai; hatiku kosong dan hampa. Di saat itulah, Veri melangkah masuk. Takdir memang aneh. Saya sudah mengenal Veri sejak beberapa bulan yang lalu, tapi saya tidak mengontaknya karena saat itu saya sedang menjalin hubungan dengan mantanku yang ke-4. Saat aan, mantanku yang ke-5, mencampakkanku, aku merasa sangat sedih dan berputus asa. Bahkan dulu saya hampir saja bunuh diri..
Entah kenapa, di malam saat akan terbang ke Arab, saya merasa sangat membutuhkan seseorang. Dan orang yang lewat di benakku adalah Veri! Berbekal nomor HP-nya, kutelepon dia. Untunglah, Veri masih mengenalku. Kami dulu memang saling mengenal tapi belum pernah bertemu, maka saat itulah kami memutuskan untuk bertemu.
Pertemuan kami terjadi beberapa hari setelah saya menghubunginya. Tepatnya hari Selasa tanggal 21 September 2004, sore hari. Tanggal 21 kebetulan merupakan tanggal ulang tahunku; aku bertemu dengannya tepat 8 bulan setelah hari ulang tahunku. Dengan mengendarai mobilnya, Veri datang ke rumahku. Saya berdiri di depan jalan, menunggunya.
Jujur, saya merasa seperti orang bodoh karena saya tidak tahu kapan dia akan datang dan mobil mana yang merupakan mobilnya. Tapi untunglah, semenit kemudian, sebuah mobil model minibus warna biru tua datang menghampiri. Seorang pria memberi tanda arah padaku. Kuikuti saja mobil itu masuk ke dalam gang rumahku, tapi masih takut kalau saya salah mengenali orang. Untung saja klakson lalu berbunyi. Yakinlah saya bahwa itu Veri.
Agak gugup, saya masuk dan naik ke dalam mobilnya. Kami bersalaman. Veri nampak ganteng dan berwibawa dengan kemeja birunya. Senyumannya mengembang dan membuatku langsung jatuh hati. Kami singgah di rumahku sebentar. Veri tidak canggung saat bertemu orangtuaku, bahkan bisa ngobrol akrab. Saat kami hanya berduaan saja, Veri merengkuhku.
Dengan penuh gairah, bibirnya menciumku bibirku. Aku menerima dan membalas ciumannya. Rasanya sangat nikmat. Aku sangat merindukannya karena pria terakhir yang menciumku adalah aan dan saat itu sudah sebulan lamanya saya tidak menerima kasih sayang dari seorang pria dalam bentuk ciuman, belaian, dan pelukan. Maka saat Veri mencumbuku, aku luluh dan lumer di dalam pelukan Veri.
Usai berciuman, kami duduk berdekatan, saling memeluk dan meraba. Saat itulah saya bertanya apakah Veri berniat mencari seorang kekasih ataukah dia hanya mau mencari teman seks saja. Dengan lembut, Veri menjawab bahwa dia sedang mencari kekasih, tapi dia belum bisa memastikan karena dia belum mengenalku. Aku agak kecewa tapi aku mengerti. Kami kembali bercumbu. Ah, alangkah aku sangat merindukan belaian seorang lelaki.
Veri mengingatkanku pada Aan. Mereka sama-sama Muslim dan pribumi, berumur 30 tahun, mempunyai model badan yang sama (dada lebar padat tapi perut agak gempal), bahkan berat badan mereka dan suara mereka nyaris sama! Veri nampak seolah-olah adalah ‘kembaran aan’. Dan mereka sama-sama tampan, meskipun masing-masing memiliki ketampanan khas masing-masing. Tapi alasanku menyukai Veri bukan karena dia adalah ‘kembaran aan’. Tapi karena saya membutuhkan kasih sayang dan Veri nampak ingin membaginya denganku.
Karena rumahku ramai, kami memutuskan untuk memadu kasih di luar saja. Sepanjang perjalanan, tak tahu hendak ke mana, kami berbincang-bincang. Veri menyebutkan bahwa mungkin kelak dia akan menikahi seorang wanita. Hatiku agak perih saat mendengarnya. Aku takut, kisah cinta tragisku dengan aan akan terulang kembali dengan Veri. Namun Veri telah mencuri hatiku; aku tak kuasa menolaknya.
Bagaikan ngengat yang tertarik ke arah api, aku membiarkan diriku jatuh cinta padanya. Aku sadar bahwa kelak nanti aku mungkin akan terluka karena terbakar api cintaku; sama seperti yang kualami dengan aan. Tapi dalam hati aku berharap dan berdoa semoga kisah cintaku dengan Veri tidak akan berakhir tragis seperti kisah-kisah cintaku yang lain.
“Aku suka ama kamu,” kata Veri tiba-tiba. Nada bicaranya kalem dan menghanyutkan. Matanya tetap tertuju ke depan, mengendarai mobilnya. Tapi saat ada kesempatan, Veri akan memalingkan wajahnya ke arahku dan menatapku dengan penuh cinta.
“Kamu lembut,” sambungnya.
“Kamu spesial dan aku sangat menyukaimu.”
Wajahku memerah seperti lobster rebus. Baru kali ini, ada seorang pria yang mampu meluluhkanku dengan kata-kata. Hanya pria romantis saja yang dapat berlaku demikian, dan aku sangat menyukainya. Veri hanya tersenyum saja melihatku salah tingkah. Tapi kubalas pujiannya dengan mengembangkan senyumku yang terindah. Berbeda dengan para mantanku, Veri tidak canggung mengekspresikan rasa sukanya dengan kata-kata dan perbuatan. Aku suka dia.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku, saya merasa sangat dimanja. Aku merasa seolah-olah menjadi bintang utama dalam sebuah film percintaan gay. Dengan penuh kasih sayang, Veri memintaku untuk bersandar di pundaknya. Mulanya saya ragu karena takut mengganggu (ingat, Veri sedang menyetir), tapi dia memaksa. Maka tanpa membantah, kusandarkan kepalaku di bahunya. Meskipun Veri tidak bisa membalas dengan belaian tangan, bagiku sudah cukup. Rasanya sungguh sangat menyenangkan.
Saat itu, entah kenapa, saya malah mau menangis. Kurasa, saya terlalu bahagia. Tapi nampaknya Veri tidak sempat melihat mataku yang agak berkaca-kaca. Kami tidak peduli bila orang-orang di luar mobil melihat kelakuan gay kami. Yang kami tahu, dunia hanya milik kami berdua saja; yang lain cuma ngontrak. Sepanjang perjalanan, saya berkhayal tentang kehidupan masa depanku bersama Veri. Ah, alangkah bahagianya diriku bila hal itu dapat terwujud. Tanpa terasa, akhirnya perjalanan berhenti di pantai Ancol.
“Tinggalkan saja kacamatamu di mobil. Kamu lebih manis tanpa kacamata,” kata Veri.
“Tapi nanti aku buta. Kalau aku menabrak sesuatu, bagaimana?” sahutku, tersenyum manis padanya.
“Gak apa-apa. Nanti kubimbing,” balasnya. Senyumannya manis sekali, tidak dapat kutolak.
Turun dari mobil, kulepas kacamataku sebentar. Veri menghampiriku dan kemudian melingkarkan tangannya di pinggangku. Oh, bahagianya. Baru kali ini saya diperlakukan istimewa oleh seorang pria! Dia membimbingku melewati hamparan pasir. Tangannya yang kokoh tetap terlilit di pinggangku. Bunyi deburan ombak terdengar sayup-sayup dari kejauhan.
“Kita ke toilet sebentar yuk,” ajaknya.
“Mau kencing”.
Toilet pantai Ancol kecil dan bersih, tapi dipungut biaya pakai. Di sanalah untuk pertama kalinya saya melihat batang kejantanan Veri. Untung saat itu sepi sehingga kami bisa leluasa kencing. Batang Veri masih setengah tertidur, namun tetap terlihat gagah. Sambil mengosongkan kandung kemihku, saya terus-menerus menatap alat kelamin Veri. Dan Veri pun demikian. Ingin rasanya saya berjongkok dan langsung melumat penisnya. Veri hanya tersenyum penuh arti.
Suasana pantai di malam hari memang gelap. Aku sama sekali tidak dapat melihat laut. Di sisi pantai, nampak banyak pasangan heteroseksual sedang bercengkerama. Mungkin Veri dan saya adalah satu-satunya pasangan homoseksual di sana. Kebetulan ada toko makanan di dekat pantai. Veri pun memesan Green Sands dan susu soda. Selama beberapa saat, kami duduk santai di sana, membicarakan banyak hal. Kami hanya minum dan saling memandang.
Mukaku kembali memerah. Baru kali ini ada pria yang benar-benar menyukaiku apa adanya, fisik dan mental. Diam-diam, saya menjadi semakin jatuh cinta kepadanya. Veri suka sekali merokok. Seperti lokomotif, dia mengepulkan asap dari mulut dan hidungnya. Sesekali, saat tak ada yang memperhatikan kami, Veri menciumku. Saya sangat menyukainya. Suasana pun sangat mendukung, sangat romantis.
“Kita ke mobil, yuk,” katanya tiba-tiba.
“Biar lebih enak.”
Aku tahu apa yang ada di pikirannya. Buru-buru, aku bangkit mengikutinya. Sebuah tonjolan besar menggembungkan bagian depan celana panjangku. Ingin sekali saya bercinta dengannya. Saat berada kembali di dalam mobil, Veri memegang tanganku dan memindahkannya ke atas tonjolan celananya. Astaga, keras sekali ereksinya. Kuremas-remas penisnya sambil tersenyum mesum. Aku ingin sekali bercinta dengannya, melanjutkan hidupku dan melupakakan aan. Untuk sesaat, aku hanyut di dalam mata Veri yang penuh cinta. Saya merasa sangat tenang, dan disayangi. Perasaan itu sungguh sangat indah..
Kami berkendara menuju tanah lapang di pojok area Ancol. Di sisi kiri dan kanan terlihat mobil-mobil berparkiran. Menurut Veri, di tempat inilah para pasangan asyik bermesraan di dalam mobil. Saya memang pernah mendengarnya tapi saya tidak menyangka akan mendapat kesempatan untuk mencobanya. Mobil kami, bergoyang-goyang melewati tanah yang tak rata, berjalan perlahan mencari tempat kosong.
Saat mobil Veri sudah terparkir, Veri bergegas pindah ke bangku belakang. Dengan cekatan, celana panjangnya diperosotkan ke bawah. Penisnya yang indah itu kembali dikeluarkan, membuatku kehabisan napas. Veri memberiku tanda untuk menghampirinya. Tanpa menolak, saya langsung pindah dan duduk di sampingnya. Celana panjang dan celana dalamku kulepaskannya, berikut sepatuku. Hawa AC mobil Veri yang memang agak dingin membuat sekujur tubuhku merinding karena kedinginan. Putingku agak mengeras akibat rasa dingin itu. Tapi pada saat yang sama, saya sedang kepanasan karena nafsu.
“Hisap batangku,” kata Veri sambil meraih kepalaku.
Maka untuk pertama kalinya, saya menghisap batang kejantanan Veri. Mulutku membungkus kontolnya dan air liurku membasahi permukaan kepala kontolnya yang sangat sensitif. Dan aku mulai menghisap, menjilat, menyedot. Kukerahkan semua kemampuan oral seks-ku agar Veri merasa puas.
“Hhoohh.. Aahh.. Oohh..” Veri mendesah-desah, tangannya meraba-raba punggungku.
Usahaku dihadiahi dengan cairan precum yang melelh kelaur dari lubang kencing Veri. Dengan rakus, kujilat habis semuanya. Mm.. Nikmat sekali. Air liurku terus membasahi kontol Veri, sebagian mengalir turun membasahi pangkal kontolnya yang rimbun dengan rambut kemaluan. Mulutku terus-menerus menghisap batang itu. SLURP! SLURP!
Veri menyetir kepalaku dan membawanya ke sepasang bola pelernya yang nampak menggiurkan. Kujilat-jilat sepasang bola itu sambil meraba-raba tubuh Veri. Ah, semua bagian tubuhnya terasa nikmat dan enak. Bola peler itu mulai mengkilat karena air liurku. Veri mengurut-ngurut bolanya sambil mendesah nikmat. Tanpa disuruh, aku kembali menyedot kontolnya. SLURP! SLURP! SLURP!
Namun beberapa saat kemudian, Veri memelukku kembali. Tangannya menjelajahi tubuhku sementara bibirnya memagut-magut bibirku. Oh, nikmatnya dicumbu olehnya. Saya tentunya tak mau kalah, kubalas rabaan dan ciumannya. Kami bergumul dengan penuh nafsu.
“Oh, Veri, aku sayang kamu,” desahku, membelai-belai rambutnya. Dan Veri membalasnya dengan sebuah ciuman lagi.
Tangan Veri menjelajahi tubuhku, di bawah kaosku. Jari-jarinya sibuk memain-mainkan putingku. Saya keblingsatan karena putingku sensitif sekali. Semenit kemudian, kaosku terlepas dari tubuhku sehingga aku benar-benar telanjang bulat di dalam dekapan Veri. Aku hanya memakai kaos kaki saja, tapi tentunya kaos kaki tak sanggup menutupi ketelanjangan tubuhku. Kontolku sendiri sudah tegak berdiri, basah dengan precum.
“Wah sudah telanjang bulat,” desah Veri, semakin terangsang melihatku.
Tangannya yang terampil langsung bergerilya menuruni punggungku dan bergerak menuju anusku. Jari-jarinya kemudian sibuk memain-mainkan lubang anusku. Aku hanya bisa mendesah diperlakukan seperti itu. Sepanjang saya mengenal pria homoseksual, Veri-lah pria pertama yang suka dengan “finger-fuck” atau “sodomi jari”. Pria-pria lain yang kukenal menolak dengan alasan kebersihan. Kembali pada ceritaku, Veri dengan bersemangat menyodomi anusku dengan jarinya. Jari itu nampak ahli sekali. Entah sudah berapa banyak anus yang pernah dimainkan jarinya, tapi saya beruntung bisa merasakan kenikmatan itu.
“Oohh.. Oohh..” desahku, keenakan.
Jari telunjuk Veri keluar-masuk dengan irama cepat membuatku serasa benar-benar disodomi. Sesekali Veri berhenti hanya untuk membasahi jarinya dnegan air, lalu kembali menyodomiku. Ah, Veri memang jago sekali membuat pria gay bottom sepertiku melayang-layang ke langit ke tujuh. Hanya dengan jari telunjuknya saja, saya sudah teler dengan nafsu, apalagi jika dia benar-benar menyodomiku dnegan batangnya. Wah, tak terbayangkan nikmatnya. Sementara itu, saya kembali menghisap kontol Veri. Precum kembali mengalir keluar dari kontolnya, kujilat habis tak bersisa. Rasanya licin di lidah dan agak asin. Enak sekali. SLURP!
“Hhoohh..” desahku lagi saat jari Veri masuk lebih dalam lagi ke dalam anusku.
“Kamu bawa kondom?” tanya Veri dan aku menggeleng.
Veri melepaskan jarinya dan mulai memposisikan tubuhku sedemikian rupa sehingga aku siap disodomi olehnya. Kurasakan kontolnya mengetuk-ngetuk lubang pembuanganku. Aku menopang tubuhku di atas pangkuan Veri dan menurunkan pantatku pelan-pelan. Aahh.. Tapi ukuran batang kejantanan Veri, meski tidak raksasa, namun cukup besar untuk anusku. Dan akibat tak adanya kondom dan pelumas membuat penetrasi semakin sulit. Berulang kali kami mencoba namun gagal.
“Kamu berbaring saja,” kata Veri.
Aku membaringkan tubuhku yang telanjang bulat di pojokan bangku mobil Veri. Sebenarnya aku tidak benar-benar berbaring karena badanku masih setengah duduk tapi juga hampir berbaring. Kuposisikan tubuhku sedemikian rupa agar anusku terekspos. Kurasakan udara AC mobil yang agak dingin menyapa anusku dan membuatnya berkedut-kedut. Oohh.. Kurasakan jari tangan Veri kembali menusuk-nusuk anusku. Nikmat sekali. Tangan Veri memang lebih besar dibanding dengan tanganku yang imut. Jarinya pun terasa besar. Saat jari itu menembus masuk.. BLES! Saya merasa seolah-olah batang kejantanannyalah yang sedang beraksi. Untuk sesaat, saya lupa dan membayangkan bahwa Veri sedang mneyodomiku. Aahh.. Nikmat sekali. Kupejamkan mataku dan kunikmati irama sodokannya sampai akhirnya saya membuka mataku dan bertanya..
“Itu jarimu atau batangmu?” Suaraku agak parau, masih terhanyut nafsu birahi.
“Jariku,” jawabnya sambil tersenyum mesum padaku.
Saya agak kecewa karena saya mengharapkan bahwa benda yang sedang beraksi di dalam anusku adalah batangnya. Tapi di sisi lain, saya merasa sangat puas karena saya sangat menikmati permainan jarinya itu sampai-sampai saya terkecoh. Veri sungguh pria yang sangat terampil dalam hal seksual. Tanpa dapat ditahan, saya memikirkan pria-pria yang pernah diajaknya bersetubuh dan saya menjadi agak cemburu. Tapi semua tak berarti lagi karena sekarang Veri bersamaku, dan bukan bersama mereka.
Veri tetap menyodomiku dengan jarinya, sementara mulutnya dengan lapar menciumiku. Kami berciuman selama beberapa saat, saling memagut-magut dan bertukar liur. Bagaikan es yang dipanggang, saya mencair dalam pelukan dan cumbuannya. Saya merasa sangat rapuh dan telanjang tapi sekaligus juga merasa sangat aman, dicintai, d an diinginkan. Hatiku berdebar saat Veri menyentuh-nyentuh tubuhku, mengagumi setiap lekukan.
Dengan lembut tapi juga bertenaga, Veri mengangkatku dan meletakkan tubuhku di bangku tengah. Tentunya sebelumnya sandarannya telah diturunkan terlebih dahulu. Kubiarkan Veri menikmati dan menelan ketelanjangan tubuhku dengan matanya. Kegelapan malam tak membuatnya mengurungkan niatnya untuk menggamati tekstur kulitku. Dengan cahaya dari HP-nya, Veri menerangi tubuhku dan menjelajahinya. Ini pertama kalinya saya bertemu dengan pria yang sangat memuja tubuhku dan sekaligus menyayangiku. Veri memang belum mengatakan bahwa dia menginginkanku dan mencintaiku namun saya dapat merasakannya. Saat Veri memeluk tubuhku erat-erat, kurasakan debar jantungnya seakan-akan mengatakan padaku bahwa dia mencintaiku.
Karena tak tahan dengan rangsangan yang diberikan Veri, saya bermasturbasi dan memaksa diriku untuk ngecret secepatnya. Namun semakin saya mendesak diriku, semakin lama orgasme itu sampai. Kurasa, penyakitku kambuh; saya memang susah ngecret jika sedang bersama orang lain. Karena saya gugup, mungkin. Bermenit-menit telah berlalu namun saya tak kunjung ngecret juga. Veri sampai heran melihatku.
“Kok belum keluar-keluar juga?”
“Gak tau. Gugup mungkin,” jawabku, frustasi.
Kupercepat kocokanku sambil memfokuskan pikiranku pada hal-hal yang berbau orgasme. Kubayangkan Veri sedang menyodomiku habis-habisan samai dia ngecret dan mmebanjiri isi perutku, lagi, lagi, dan lagi. Tapi hal itu tidak manjur; saya masih saja kesulitan mendaki puncak orgasme. Sementara itu, Veri memakai pakaiannya kembali. Dia tak tahan dingin. Sebenarnya agak janggal bagiku mengingat tubuh Veri lebih besar, gagah, dan tegap dibandingkan tubuhku yang langsing.
Seharusnya akulah yang tak tahan dingin. Dan sebenarnya aku agak kecewa karena saya sangat menikmati pemaandangan telanjang dari tubuhnya. Namun saya tak mau memaksanya; saya kasihan padanya. Meskipun kini dia berpakaian lengkap, bagiku, Veri tetap nampak seksi dan merangsang. Dan aku mulai jatuh cinta padanya. Yang kurasakan pada saat itu tidak hanya nafsu saja, tapi juga ada cinta yang tulus. Veri nampak sempurna di mataku. Dia sama sekali tidak tua walaupun umurnya terpaut 6 tahun lebih tua dibanding saya. Walaupun badannya biasa-biasa saja, di mataku, Veri nampak gagah, seksi, merangsang, dan sangat menggairahkan. Dan meskipun dia terus-menerus merokok seperti lokomotif, saya juga tidak keberatan. Aku benar-benar telah jatuh cinta padanya..
Kulihat Veri membasahi jarinya dengan air dari botol minumannya. Dia bersiap-siap untuk kembali menyerang anusku. Sengaja kukangkangkan kakiku lebar-lebar sambil menatap wajahnya yang tampannya itu.
“Aahh..” desahku saat jarinya mengklaim lubang pantatku kembali. Jari itu meluncur masuk tanpa halangan yang berarti.
“Hhoohh.. Hhoohh..” Tanagnku tetap sibuk mengocok batangku.
Kehadiran jari Veri di duburku menambah intensitas rangsangan; saya menjadi lebih bergairah. Tiba-tiba kurasakan orgasmeku mendekat dengan cepat seiring dengan semakin cepatnya irama sodokan jarinya.
“Aahh.. Aahh..”
“Mau tambah jari?” tanya Veri, menikmati geliat tubuhku yang sedang menahan kenikmatan.
“Iya,” jawabku, terengah-engah.
Dan sebuah jari lain masuk. Jadi, sekarang ada 2 jari Veri yang sedang asyik membor anusku. Oohh.. Nikmatnya tak terkatakan. Kubiarkan nafsu dan gairah mengontrol diriku. Aku sama sekali tak malu mempertontonkan tubuhku, ketelanjanganku, dan gairahku di hadapan Veri.
“Aarrggh!!” erangku. Tiba-tiba saja rasa sakit datang dari anusku, terjadi saat Veri memutar jarinya. Tapi rasa sakit itu membawa kenikmatan tersendiri.
“Hhooh.. Aahh.. Hhoohh..” desahku, penuh gairah, tetap mengocok kontolku.
“Aarrgghh!!” erangku lagi saat Veri kembali memutar jarinya. Dan aku tahu bahwa aku sudah tak dapat lagi menahan orgasme ini.
“Oohh.. Veri.. Mau keluar.. Hhohh..” Buru-buru, Veri mengambil beberapa helai kertas tissue dan menyiapkannya di dekat batang kemaluanku. Ah, orgasmeku pun tiba..
“Aarrgghh!! Oohh!! Uugghh!! Hhoohh!!” Seperti gunung berapi, kontolku berdenyut-denyut dan mengalirkan sperma kental. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Dengan sigap, Veri menahan aliran pejuhku dengan tissue. Tubuhku menggeliat-geliat, menikmati setiap detik dari orgasme yang kurasakan.
“Hhoohh..” Nikmat sekali. Saat semuanya usai, Veri menatapku dengan penuh cinta.
Matanya begitu indah meskipun agak susah untuk melihatnya karena gelap. Veri merebahkan tubuhnya di atas tubuhku dan memelukku. Kami berpelukkan dan berpegangan selama beberapa saat. Duniaku terasa indah karena Veri telah memasukinya. Memang benar duniaku baru saja hancur berantakan karena ditinggal oleh aan tapi Veri datang membawa harapan baru; sebuah harapan bahwa saya masih berharga dan istimewa. Pelukannya sungguh hangat dan menenangkan.
Saya hampir meneteskan air mata kebahagiaan tapi kutahan karena tak mau Veri melihatnya. Kupeluk tubuhnya yang hangat itu dan kuelus-elus rambut serta punggungnya. Dalam hati, saya berharap semoga Veri juga merasakan hal yang sama karena aku tak mau kehilangan pria sebaik dia di tangan pria atau wanita lain. Aku ingin menjadi miliknya seutuhnya dan aku juga ingin agar Veri menjadi milikku.
Dibandingkan para mantanku, Veri sangat memanjakanku. Saat aku ingin berpakaian, Veri malah memakaikan pakaianku. Aku merasa sangat dimanjakan dan diperhatikan. Dengan penuh kasih sayang, Veri membantuku mengenakan kembali celana dalamku, celana panjangku, kaosku, dan juga sepatuku. Setelah semuanya beres, Veri membopongku dan memindahkanku ke bangku depan. Aku jadi merasa tidak enak, tapi Veri hanya menjawab..
“Karena kamu spesial, kamu pantas untuk dimanjakan.” Astaga, pria ini sungguh romantis dan perhatian. Ini benar-benar kencan yang paling berkesan.
Kencan kami dilanjutkan sambil makan. Kami singgah di A&W sebentar. Aku dibelikan nasi dan ayam goreng sementara Veri cuma ngopi. Sebenarnya saya merasa tidak enak hati karena seolah-olah saya telah menyusahkannya tapi kata Veri dia ingin makan di rumah saja. Saat saya makan, Veri tak habis-habisnya menatapku. Tapi sesekali dia harus mengalihkan pandangannya ke tempat lain agar orang tidak mencurigai kami sebagai pasangan gay. Wajahku memerah setiap kali aku mendapatinya sedang menatapku. Kami berbincang-bincang dan aku tahu sedikit banyak tentang dia. Kata Veri, aku mirip tokoh film Everwood yang bernama Ephram. Walaupun malam itu sangat berkesan bagiku, tapi kami harus pulang.
Di tengah perjalanan, di luar dugaan, Veri menanyakan sesuatau yang sangat mengejutkanku..
“Maukah.. Maukah kamu jadi pacarku?” Nampaknya Veri gugup sekali tapi saya senang dia ‘melamarku’. Dan jawabanku tentu saja ya.
Kami berhenti sejenak hanya untuk saling berpelukan dan berciuman. Hatiku berbunga-bunga. Tak kusangka, ternyata Veri merasakan hal yang sama. Dan sejak malam itu, saya tak lagi sendiri. Saya dapat merasakan bahwa Veri-ku adalah pria yang sangat istimewa. Dialah harapan baruku dan hidup baruku. Kini di hatiku hanya ada Veri seorang dan untuknya akan kulakukan apa saja. Veri, jika kau membaca ini, aku sangat mencintaimu. Para pembaca Rumah Seks, doakan kami, yah :),,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
TAMAT