Tusukan Penis Perkasa
Aku dan Laras baru selesai mandi bersama dan akan berganti pakaian, saat ponselku berdering, ternyata telepon dari isteriku yang tadi berangkat ke Australia.
Cerita Sex: Tusukan Penis Perkasa – Ist
“Dari siapa Yah…?” tanya Laras sambil memakai bh.
“Bunda” jawabku
“Terus Laras gimana, Yah…?” tanya Laras nampak khawatir.
Aku memberi isyarat agar dia tenang. Setelah tekan tombol ‘yes’ aku aktifkan speaker-phone agar Laras bisa mendengar pembicaraan kami. Dalam kondisi sekarang ini aku tidak ingin Laras merasa aku merahasiakan sesuatu dari dia. Bagaimanapun hari ini adalah hari pertama aku selingkuh dengan Laras, aku tidak ingin mengacaukan saat-saat seperti ini. Laras kembali memakai seragam sekolahnya walaupun agak kusut.
“Sore Bun, nginap dimana?” tanyaku
“Di Causeway 353 Hotel” jawab isteriku.
Setelah berbasa-basi dengan istriku, aku memberi tau kalau aku bersama Laras. Dari dulu istriku ingin mempunyai anak perempuan, tapi tidak mau hamil lagi. Laras yang sering datang ke rumah di luar jadwal pertemuan anak asuhku membuat Laras dan isteriku menjadi sangat dekat. Mungkin bagi Laras, kami adalah orang tuanya, sedangkan bagi isteriku, dia seperti mendapatkan anak perempuan kandung. Isteriku sudah sering mengusulkan agar Laras tidur di rumah saja supaya bisa mengawasiLaras sampai rencana kami mengirim Laras ke Australia untuk kuliah terlaksana.
“Oh iya, Bun. Ini ada Laras” kataku lagi sambil meraih tangan Laras.
Laras tadinya menolak tapi aku segera memberi isyarat agar dia tenang dan wajar.
“Laras…? Hei… apa kabar Sayang…?” tanya isteriku pada Laras
“Baik Bunda…”
Lumayan lama Laras bicara dengan isteriku. Berkali-kali Laras melirik minta persetujuanku untuk menjawab pertanyaan isteriku. Ternyata benar dugaanku, isteriku merasa senang setelah tahu ada Laras di rumah. Salah satu pesannya kepadaLaras adalah mengawasi dan menjaga menu makananku.
Akhirnya isteriku memberi tahu Laras kalau setelah lulus nanti, kami berencana mengirim Laras ke Australia untuk kuliah disana. Dia juga minta Laras pindah ke rumah kami. Sejenak Laras bengong tak percaya sampai aku ikut bicara meyakinkan Laras.
“Makasih Ayah” kata Laras setelah telepon ditutup sambil memeluku dengan erat dan menciumi wajahku.
“Laras tak pernah membayangkan kalau bisa kuliah ke luar negeri”
“Itu karena usaha Laras sendiri. Ayah lihat Laras nilai rapotnya sangat bagus, jadi sayang kalau hanya kuliah disini.” Jawabku.
“Sekarang kita makan dulu untuk merayakan berita gembira ini.”
Aku angkat telepon antar ruang dan bicara dengan Ayu untuk menanyakan apakah pakaian Laras sudah dikirim dari rumah asuh. Ternyata pakaian Laras sudah sampai dan diletakkan di ruang keluarga. Aku suruh Laras mengambil tasnya. Setelah Larasberganti pakaian kami berangkat menuju mall yang baru di buka di jalan Pemuda. Mall dengan hotel ini cukup megah. Setelah makan di salah satu cafe, aku ajak Larasberbelanja pakaian, sepatu, dan kosmetik. Laras bingung ketika memilih, rupanya dia baru pertama kali mengenal baju, parfum, dan lain-lain yang harganya di atas satu juta rupiah.
Selama ini penghuni rumah asuh ku hanya dibelikan pakaian yang sederhana, walapun bukan murahan. Harganya tidak sampai tiga ratus ribu satu stel. Kosmetik yang dibelikan isteriku mereka hanya merek lokal, jadi harganya tidak terlalu mahal. Akhirnya aku bantu dia memilih barang-barang yang akan dibelinya, salah satunya adalah lingerie dengan tali di bahu. Aku bayangkan Laras pasti sangat seksi memakai lingerie ini. Ketika membayar belanjaan Laras, aku baru tahu, dia membeli lotion untuk vagina juga. Aku tersenyum ketika Laras terlihat malu ketika aku ketahui dia membeli lotion vagina.
Hampir jam sembilan malam kami sampai di rumah. Satpam yang membukakan gerbang memberi tahu kalau para pembantu dan tukang kebun sedang asyik nontonTV di paviliun belakang, sehingga kedatangan kami tidak mereka sadari. Kami langsung ke kamar tidurku.
“Laras boleh tanya sama Ayah?” kata Laras tiba-tiba.
“Boleh. Kenapa?”
“Apa Bunda nggak marah, kalau tahu Ayah menghabiskan uang banyak buat Laras?”
“Kenapa mesti Bunda marah, Sayang? Laras dengar sendiri di telepon tadi. Bunda juga sayang sama Laras. Ayah dan
Bunda tidak punya anak perempuan, itu sebabnya Bunda ingin Laras tinggal di sini, bukan di rumah asuh… Ayah sama Bunda sudah lama ingin mengangkat Laras menjadi anak secara resmi. Hanya karena rumah asuh itu dikelola Bunda, agak sulit prosedurnya. Akhirnya Ayah sama Bunda memutuskan agarLaras tinggal disini, resmi sebagai anak atau tidak sudah tidak penting lagi” kataku menjelaskan.
“Iya sih, tapi…” kata-kata Laras terhenti. Aku tersenyum dan tetap diam menunggu Laras melanjutkan kata-katanya.
“Kita sudah seperti suami isteri… Ayah, Laras sudah mengkhianati Bunda” kata Laras lagi.
Ada keraguan dan penyesalan nampak di nada suaranya.
“Sudahlah Laras. Semuanya sudah kita lakukan dengan penuh kesadaran. Kita menikmati hari ini dengan penuh gairah dan kenikmatan. Bunda juga menyusuh Laras tidur di sini untuk menemani Ayah.” kataku untuk menenangkannya. “Kalau nanti Laras tinggal disini, pati Bunda juga akan membelikan Laras baju, sepatu dan lain-lain. Nah, sekarang Laras istirahat dulu. Besok Ayah antar ke sekolah.”
Laras menjawab dengan anggukan kepalanya sambil tersenyum yang dipaksakan lalu segera menyiapkan buku-buku pelajaran buat sekolah besok. Selesai menyiapkan buku dan seragamnya, Laras minta ijin untuk ke kamar mandi. Kali ini dia wanti-wanti agar aku tidak ikut.
“Iya deh… Ayah tunggu disini” aku tertawa mengiyakan. Aku tahu, Laras pasti akan menggunakan lotion vaginanya.
“Awas kalau ayah ngintip. Nanti nggak dikasi yang asyik-asyik…” kata Laras sambil melotot lucu.
Setelah keluar dari kamar mandi, aku minta untuk memakai lingerie yang baru aku belikan. Aku duduk di sofa untuk mengamati Laras melepas pakaiannya dan mengambil lingerie barunya. Laras menatapku sambil tersenyum. Nampaknya dia menyukai lingerie yang aku belikan. Tangannya meraih karet spandek celana dalamnya. Dengan gerakan matanya, Laras minta pendapatku apakah melepas celana dalam atau tetap dipakai.
Aku memberi isyarat agar dia melepas celana dalam dan branya, karena lingerie itu terdiri dari rok pendek dan G-string. Laras memenuhi permintaanku. Bra dan celana dalamnya dilepaskan lalu memakai lingerie barunya. Setelah memakai lingerie, aku minta Laras memakai make up yang tadi aku belikan. Dia hanya menyapukan bedak di wajahnya, lalu mengoleskan lipstick tipis di bibirnya.
Aku benar-benar terpesona setelah Laras memakai lingerie barunya serta berdandan tipis seperti ini. Dia nampak sangat cantik dan seksi. Lingerie itu berbentuk terusan yang terbuat dari broklat pink transparan. Lingerie itu hanya menutup tubuh Laras mulai dari puting payudaranya sampai pangkal paha. Ada dua utas tali di bahu kanan dan kiri untuk menahan lingerie itu agar tidak terlepas. Lingerie itu memamerkan lekukan tubuh Laras dari dengan sempurna dan tidak terkesan norak. Bagian atas menampakkan bahu laras yang lembut dan agak bidang, nampak seksi. Payudaranya yang terlihat bagian atasnya nampak menonjol dan terangkat. Payudara seorang gadis yang baru mekar. Sedangkan bagian bawahnya memperlihatkan kedua paha dan kakinya yang panjang dan bersih mulus.
Laras mendekati aku dengan bergaya seperti peragawati. Badannya lenggak-lenggok sengaja memancing birahiku, yang sudah bangkit sejak dia melepaskan pakaianya. Setelah kira-kira satu meter di depanku lenggokan tubuh Laras makin erotis. Gerakannya gemulai, pinggulnya bergerak dengan seksi, tangannya memegang rambutnya lalu diangkat ke atas. Kembali Laras meliukkan tubuhnya dengan tangan tetap menahan rambutnya. Aku benar-benar gemas dan terangsang menikmati gerakan Laras. kemudian tangannya memegang payudaranya lalu memijit dan meremas payudaranya sendiri, sambil sesekali mendesah.
“Ayah… Laras cantik kan…?” tanya Laras sambil terus meremas payudaranya. “Ayah suka Laras berpakaian seperti ini…? Ayah juga suka Laras memakai make up…?”
“Kamu cantik sekali Sayang.” Aku memujinya. Bukan untuk merayunya, tapi aku benar-benar tulus waktu mengatakannya. “Benar-benar cantik, juga seksi. Dengan lingerieini, keindahan tubuh Laras benar-benar tampak”
“Ah, Ayah bisa aja…” jawab Laras sambil duduk di pangkuanku dengan manja. “Laras jadi malu nih…” kedua tangannya memeluk leherku
“Lho, kenapa…?”
“Masa Laras dibilang seksi…” kata Laras sambil mendekatkan kepalaku di payudaranya.
Aku segera menggigit puting Laras dari luar lingerie. Tanganku aku lingkarkan di pinggangnya dan menyibakkan lingerienya bagian belakang dari bawah untuk meraih pantatnya
“Aahh… Ayah suka nakal sih…?” kata Laras di sela desahan nafasnya yang mulai memburu. Kepalaku diremas sambil diciumi.
“Tapi Laras suka kan…?” kataku menggodanya. Dia hanya tertawa menggoda.
“Suka banget…”
Aku berdiri sambil mengangkat tubuh Laras. Dia aku gendong lalu berjalan mengitari kamarku yang berukuran lima kali tujuh meter persegi. Sambil berjalan, aku senandungkan lagu Everything I Do, I Do It for You yang biasa dinyanyikan Bryan Adam. Tangan Laras melingkar di leherku, bergayut manja. Aku berjalan sambil mengayun-ayunkan tubuh Laras seperti menina-bobokan seorang gadis kecil. Nampaknya dia menikmati sekali ayunan tanganku. Matanya setengah terpejam dengan mulut merekah. Aku dekatkan mulutku ke bibirnya, lalu perlahan aku gigit bibirnya lalu aku hisap dengan lembut.
“Aahh…” Laras mendesah ketika lidahku menjilat langit-langit mulutnya.
Kami berciuman sambil menggendong tubuh Laras. Desahan dan erangan Laras bersaing dengan suara kecupan bibirku pada bibirnya. Lalu kami saling lumat dan saling hisap. Aku bawa Laras ke tempat tidurku dan aku baringkan dia, sementara lidahku terus menghisap dan mengait lidahnya. Aku ingin mencoba suasana baru dalam persetubuhanku dengan Laras.
Perlahan aku buka tali lingerie yang mengikat bahunya dengan mulutku. sesekali mulutku mengecup pundaknya sambil lidahku menjilat-jilat pundak Laras yang lunak tapi kenyal itu. Tali terlepas, tapi lingerie itu masih melekat pada tubuh Laras. kembali mulutku menurunkan sedikit lengerienya sampai dadanya terbuka, lalu aku kulum putingnya. Lidahku berputar dan mengait puting Laras yang sudah bertambah kenyal dan sekitar puting itu berubah berbintil-bintil.
Foto Jilbab Bu9il >>> www.orisex.com
Nafsuku sudah mendekati puncak. Aku ingin menikmati Laras dengan cara lain. Aku berubah menjadi liar dan kasar. Kasar namun tidak sampai membuat Laras merasa sakit. Aku ingin memuaskan nafsuku dengan caraku sendiri. Dengan penuh semangat dan cepat aku cium leher Laras. Melihat kekasaranku, Laras agak terkejut. Aku semakin liar dan rakus menetek payudaranya. Rupanya Laras ikut terbawa suasana. Nafasnya terengah-engah terdengar di sela-sela erangannya.
“Sshh… Ayah… aahh… sshh”
Dengan tak kalah liar dia merengkuh kepalaku dan mencari-cari bibirku, lalu melumat bibirku sambil memasukkan lidahnya ke dalam mulutku. kupeluk Laras dengan erat sambil beradu lidah. Kami saling hisap dan saling sedot sambil saling mengait-kaitkan lidah dengan penuh nafsu dan liar. Aku menumpukan berat badanku pada tubuh Laras, sehingga tubuh kami saling melekat dengan erat. Kulepas ciumanku pada bibir Laras, lalu aku susuri leher Laras, kemudian berpindah ke payudaranya kembali. Dengan kasar aku cium dan aku hisap payudara dan putingnya. Laras menggelinjang seperti ingin berontak melepaskan diri dari pelukanku. Aku tahu Laras tidak ingin aku yang mengendalikan permainan. Laras menginginkan dia yang mengendalikan permainan seperti tadi siang.
Laras ternyata memang tipe wanita agresif, selalu ingin menguasai permainan seks yang dilakukan. Dalam setiap berhubungan sex, wanita seperti dia tidak hanya ingin dibuat orgasme dan dipuaskan, tapi juga ingin memuaskan pasangannya. Wanita seperti dia juga dengan mudah muncul birahinya, seperti waktu melihat aku telanjang dada tadi siang.
Tapi aku tak peduli. Aku tidak memberi kesempatan kepadanya untuk bertindak lebih jauh. Aku masih ingin mengendalikan permainan ini. Kedua tanganku meremas-remas payudara Laras. Mulutku menyusuri perutnya yang rata dan kenyal. Lidahku merayap dipermukaan kulit perutnya yang halus dan licin karena ludahku. Kecupan dan jilatan lidahku makin cepat, liar dan kasar. Aku merangkak mundur sehingga bibirku menyentuh perut bawahnya, tepat di atas vagina, lalu aku jilat dan aku kecup sambil menghisapnya.
Laras melenguh dan menggelinjang. Aku ingin memberi tanda pada perut bagian bawah ini. Segera aku kecup lalu kusedot dengan kuat sambil menggigit pelan. Laras mengerang ketika aku menghisap dan menggigit perutnya. Beberapa saat kemudian, nampak bercak merah karena pembuluh darah di bagian itu melebar. Lima buah cupang aku letakkan berjajar membentuk huruf V di perut Laras.
Setelah puas memberi cupang di perut bagian bawah, aku melepaskan lingerienya, tidak dengan tanganku, tapi tetap dengan mulut dan gigiku. Ada sensasi lain yang aku rasakan ketika bibirku menyentuh kulitnya saat melepas lingerie itu. Sensasi lain dengan kalau aku sekedar mencium seluruh tubuhnya. Sensasi sentuhan bibirku pada kulit Laras saat melepas lingeri juga dirasakan Laras. Berkali-kali suara lenguhan dan desisan kami bersahut-sahutan. Demikian pula saat melepas G-string yang melekat di selakangannya. Bibirkuku pun bersentuhan dengan vagina Laras. Kami kembali merintih, mengerang dan mendesah.
Setelah seluruh tubuh Laras terbuka, dengan cepat aku pagut vagina Laras yang sudah basah berlendir. Lidahku dengan mantap menjilat dan bergetar pada klitorisnya, lalu vagina Laras aku hisap dan aku kilik-kilik dengan lidahku. Vaginanya mengeluarkan aroma berbeda dari tadi siang atau tadi sore. Itu karena Laras memakai lotion untuk vagina yang dia beli di mall. Aroma wangi menyusup hidungku membuat aku makin bersemangat untuk mengulum vagina dan klitorisnya.
“Ahh… sshh” hanya itu kata-kata yang berkali-kali keluar dari mulut Laras, tak ada yang lain.
Laras benar-benar menikmati permainanku. Badannya menggelinjang bergerak seperti ular yang menari karena mendengar tiupan seruling. Lidahku aku getarkan dengan cepat menyentuh bibir vagina Laras bagian dalam, sambil sesekali aku masukkan dan aku getarkan di dalam lubang vaginanya yang sangat sempit. Sesekali pula aku sedot saat kurasakan lendir vaginanya meleleh keluar sambil memasukkan klitorisnya ke dalam mulutku. Lalu aku masukkan hidungku ke dalam vaginanya. Sambil aku tekan, hidungku aku gesekkan di dalam lubang vagina Laras. sementara itu lidahku menjilat kulit antara anus dan vaginanya.
“Auw…sshh… Ayaahh…” Laras menjerit saat lidahku menjilat kulit antara anus dan vaginanya. Sejenak dia bergetar, lalu Laras mengangkat badannya seperti akan duduk. Mulutnya mendesis dan mengerang.
“Ssshh… Laras diapain Yah… ?” tanya Laras di sela-sela desisan bibirnya. “Aahh… nikmat bangeettt…” katanya lagi lalu kembali terlentang dan bergerak liar. Aku tak menjawab.
Aku lebih peduli dengan vagina dan klitoris Laras. Lebih peduli pada kulit antara anus dan vaginanya. Aku terus menjilat dan menghisap. Membiarkan Laras menikmati setiap rangsangan yang aku berikan.
Kedua kaki Laras aku angkat dan aku lipat di perutnya dengan posisi membuka, sehingga pantatnya terangkat dan vagina serta anusnya nampak sangat jelas. Ledir yang meleleh tampang cukup banyak dan deras. Vaginanya tampak berkedut-kedut pelan, klitorisnya menonjol ke depan seperti penis kecil yang sedang ereksi. Sedangkan anusnya yang berkerut ikut berkedut pula. Anusnya basah mengkilat karena terkena lelehan cairan vaginanya.
Aku tusukkan hidungku ke lubang anus Laras lalu aku goyangkan sambil aku tekan. Tercium bau khas anus bercampur wangi lotion vagina membuatku nyaman muntuk terus menjilat dan memasukkan lidahku. Mungkin bagi orang lain jijik menjilat anus partner seksnya, tapi bagiku bau itu menimbulkan sensasi tersendiri, apalagi bercampur dengan lotion vagina. Lidahku dengan cepat menari mengorek anus Laras. Bibirku mengecup dan dan menjepit kerut-kerut anusnya kuat-kuat. Tak kuduga. Laras dengan cepat mencapai orgasme yang pertama malam ini. Tubuhnya meliuk-liuk tak terkendali lalu mengejang dengan kuat, mulutnya mendesis-desis.
“Aahh… Ayah… Laras dapet lagi… aahh…” Laras berteriak kencang.
Tangan Laras mencengkeram kepalaku lalu rambutku diremas. Aku berhenti sejenak mengamati Laras. Mata Laras terpejam dengan nafasnya terengah-engah. Kedua betis dan pahanya menjepit kepalaku ketika aku susupkan kembali di antara kedua pahanya. Aku teruskan jilatanku pada anusnya, namun tidak secepat dan sekaras tadi. Perlahan dan lebut seluruh permukaan lidahku aku oleskan ke anusnya beberapa kali, lalu aku ganti menghisap lembut dan pelan klitorisnya. Aku ingin Laras dapat menikmati orgasmenya sepanjang mungkin. Aku merangkak menindih Laras. dengan lembut dan pelan aku kecup payudaranya. Laras memeluku lalu mencium bibirku. Dia agak kaget mencium bau anusnya yang masih menempel di bibir dan lidahku, lalu tersenyum sambil memejamkan mata.
“Ayah nggak jijik mencium dan menjlat anus Laras?”
“Enggak tuh…” jawabku. Laras menjawab dengan memelukku lalu mencium bibirku dengan ganas.
“Kalau gitu Laras juga enggak jijik.”
“Enggak jijik apa?”
“Ada deh… eh tapi Ayah nakal terus…?”
“Nakal gimana Sayang?”
“Laras inginnya Ayah yang ejakulasi, bukan Laras yang orgasme duluan”
“Ya sudah… sekarang terserah Laras.” kataku lalu berbaring di samping kanannya sambil menyusupkan tangan kiriku di bawah kepalanya, lalu memeluknya.
Perlahan Laras bangkit lalu menindih tubuhku, lalu dengan ganas dan liar dia mencium sekujur tubuhku. Leherku basah kuyup karena jilatannya. Hebat sekali gadis ini. Tujuh kali orgasme dalam sehari masih memiliki tenaga dan nafsu yang luar biasa dalam berhubungan sex. Mau tak mau aku membadingkan dengan isteriku yang hanya mampu bertahan dua kali orgasme sekali bersetubuh, kemudian menunggu dua atau tiga hari baru berhubungan sex lagi. Tapi Laras benar-benar tinggi stamina dan nafsunya. Laras tetap saja masih liar, menjilat-jilat tubuhku, dan meremas putingku dengan bibirnya. Putingku digigit-gigit dan dihisap bergantian kiri dan kanan.
Sementara, penisku yang sudah tegang sejak mengamati Laras berganti pakaian dengan lingerie, dimasukkan kedalam vaginanya. Laras memang tidak menggoyangkan pantatnya untuk mengocok penisku, tapi gerakannya waktu menjilat dan mengisap tubuhku membuat pantatnya juga bergerak, sehingga penisku serasa dipilin dan dipijat vagina Laras. Ingin aku mengimbangi gerakan Laras, tapi setiap aku merespon, Laras melarangku.
“Ayah diam dulu ya… biar Laras yang muasin Ayah…”
Akhirnya aku diam menikmati permainannya yang semakin agresif dan liar. Aku hanya menggeliat dan mendesis nikmat. Laras memundurkan badannya, sehingga penisku terlepas dari vagina, namun bibir dan lidahnya tetap menjilat dan meremas kulit dada dan perutku. Bibir dan lidah Laras diseret dan bergeser di permukaan kulitku, lalu berhenti dan berputar-putar di tempat, diseret dan bergeser lagi, berkali-kali. Perpindahan lidah dan bibir Laras makin ke bawah ke aras penisku.
Ketika sampai di pangkal penisku, lidahnya menekan dan menari-nari membasahi batang penisku. Kemudian lidah Laras mengitari selakanganku sebelah kiri dan kanan lalu berhenti di bagian bawah menjilat, mengecup dan memijat scrotumku dengan lembut sehingga aku melayang dibuatnya. Tiba-tiba Laras menjadi liar ketika dengan penuh nafsu, penisku dilahapnya lalu dihisap dan dipuntir dengan lidahnya.
“Ssshh… Laras… sshh…” aku mendesis dan mengerang.
“Nikmat kan Yah…?” kata Laras ketika berhenti menghisap penisku.
“Iyyyaa… Terusin Sayang…aahh” aku minta Laras untuk meneruskkan aksinya.
Sebenarnya, tanpa kusuruh pun Laras pasti terus mengulum dan mengocok penisku dengan mulut dan lidahnya, karena begitu selesai mengucapkan kata-kata itu, Laras dengan sigap langsung mengulum penisku kembali dengan intensitas lebih tinggi.
Tangannya menggenggam pangkal penisku sambil digerakkan seolah sedang memutar gas sepeda motor dibarengi dengan gerakan mengocok dengan erat dan mantap namun lembut, sehingga penisku terasa nikmat sekali. Beberapa saat kemudian, aku sudah hampir ejakulasi. Laras mempercepat kocokannya dan memperkuat hisapannya. Namun tiba-tiba dilepaskannya penisku dari mulutnya. Bibirnya menyusuri pangkal pahaku, lalu berputar-putar di pahaku bagian dalam. Kakiku kemudian diangkat sehingga tubuh dan kakiku membentuk sudut sembilan puluh derajat.
Kemudian Laras meneruskan jilatannya sambil menyeret lidahnya dipermukaan kulit paha belakangku, lalu pantatku menjadi sasaran lidahnya. Giginya mengigit-gigit pelan pantatku dibarengi dengan hisapan dan jilatan lidahnya. Laras tidak berhenti di pantatku. Belahan pantatku pun ikut dijilat, dikecup dan dihisapnya. Anusku juga tak lepas dari korekan dan pijatan lidah Laras, sementara tangannya terus mengosok penisku.
“Uhh… ssshh” hanya itu kata-kata yang mampu aku ucapkan menikmati jilatan, hisapan dan kecupan Laras di anusku.
Baru kali ini seumur hidupku pantatku dijilat orang, apalagi sekarang dijilat dan dihisap gadis muda yang cantik seperti Laras. Aku benar-benar puas atas permainan Laras. lama sekali dia menjilat anusku sampai-sampai aku kembali hampir ejakulasi. Penisku yang ada dalam kocokan Laras terasa berkedut hebat, tapi dia berhenti mengocok penisku dan menjauhkan mulutnya dari anusku.
“Laras… Masukin penis Ayah ke dalam…” kata-kataku terhenti.
Aku berharap agar Laras segera mengulum penisku, namun lagi-lagi Laras membuat aku semakin penasaran. Laras malah menjilat betisku.
“Sabar Ayah… ejakulasinya nanti dulu ya…” kata Laras sambil tersenyum mengejek.
Aku makin penasaran. segera aku raih kepala Laras dan aku sodorkan ke penisku, namun Laras mengelak dengan gesit.
“Eit… sabar dong… Ayah nikmatin aja dulu seperti siang tadi Laras menikmati permainan Ayah… hihihi…” kata Laras sambil tertawa.
Rupanya dia ingin membalas, ketika tadi siang orgasmenya aku tunda sampai beberapa kali.
Selesai berkata begitu, lidahnya lincah menari menyusuri betis belakangku, lalu lipatan lututku. Jilatan Laras terus turun ke arah telapak kakiku. Memang, geli dan nikmat rasanya, namun tentu saja lebih nikmat jika Laras mengisap penisku, bukan betis, lipatan lutut atau telapak kakiku. Kekecewaan karena ejakulasiku yang tertunda dua kali membuat penisku sedikit mengendur, walapun masih cukup keras untuk masuk ke vagina Laras. Rupanya Laras tahu kalau penisku jadi sedikit mengendur.
Laras berhenti menjilat telapak kakiku, lalu merangkak menindih tubuhku. Tubuhnya dengan ketat menghimpit tubuhku. Payudaranya melesak karena menekan dadaku, sedangkan vagina dan klitorisnya digesek-gesekkan di penisku. Kembali penisku ereksi dengan sempurna. Tegang, keras, dan kekar. Dengan sekali gerakan pinggulku, ujung penisku sudah menempel di mulut lubang vagina Laras. aku angkat pantatku agar penisku segera melesak kedalamnya, namun vagina Laras benar-benar sempit, sehingga aku kesulitan dan gagal memasukan penisku. Nafsuku benar-benar memuncak, ingin segera terpuaskan.
“Ayah… kok enggak sabaran sih…?” kata Laras sambil tertawa ketika aku gagal memasukkan penisku. “dibilang nanti ya nanti dong… Ayah sabar ya…” katanya lagi
“Laras… ayo dong… Ayah udah nggak tahan, Sayang…” kini aku yang merengek minta segera dipuaskan oleh Laras.
Laras menjawab permintaanku dengan mengulum putingku. Bibir dan lidahnya kembali menjilat-jilat dadaku, leherku dan melumat bibirku. Penisku yang sudah hampir meledak terjepit vaginanya. Laras menggerakkan pantatnya, penisku pun dikocok bibir vaginanya. Bibir vagina dan klitoris Laras yang basah terasa hangat mengocok, menjepit dan meremas penisku. Aku hampir gila diperlakukan Laras seperti ini.
“Uh… ssshh…” Laras mendesis sambil menggigit bibir bawahnya sambil memejamkan matanya erat-erat.
Rupanya gesekan penisku di klitoris dan vaginanya telah membuat Laras terangsang hebat dan tak mampu membendung nafsunya sendiri. Nampak sekali gerakan Laras sudah tak teratur. Akhirnya Laras mengendurkan pelukannya. Penisku diraihnya lalu dikocok sebentar sebelum dimasukkan ke dalam vaginanya. Dengan susah payah, akhirnya setengah penisku amblas ke dalam vagina Laras. Laras berusaha memasukkan semua penisku ke dalam vaginanya dengan menduduki penisku, lalu mengangkat pantatnya dan menekannya ke bawah.
“Ayaahh… ssshh… aahh” Laras mendesah dan mengerang ketika akhirnya penisku masuk semuanya ke dalam vaginanya.
Dengan pelan dan lembut Laras bergerak memutar pinggulnya. Putaran dan goyangan laras membuat penisku terasa dipijat dan diremas. Lalu aku merasakan sesuatu yang belum aku rasakan selama bersetubuh dengan Laras atau dengan isteriku. Aku merasakan penisku disedot dengan kuat beberapa kali, lalu seperti dikocok biasa, kemudian disedot lagi beberapa kali, lalu biasa lagi… Aku tatap mata Laras yang terpejam menikmati persetubuhan yang kami lakukan. Aku merasa melayang. Berkali-kali sedotan vagina Laras membuatku segera menuju ejakulasi. Aku berusaha menahan, karena Laras saat ini belum meunjukkan tanda-tanda akan orgasme. Tiba-tiba Laras mencabut penisku dari vaginanya, lalu duduk sambil tangannya meremas dan mengocok penisku.
“Jangan buru-buru dikeluarin Ayah… Ayah tadi janji sama Laras…”
“Janji apa sayang…” aku benar-benar lupa apa yang suydah aku janjikan kepada Laras.
“Masa lupa Yah…”jawab Laras tanpa memberi penjelasan apa janjiku, Laras mengulurkan kedua tangannya menyuruh aku bangkit. Setelah aku duduk, Laras membelakangi aku dan nungging.
“Dari belakang Yah… Laras ingin disetubuhi dari belakang”
“Oh… Laras… kamu bukan gadis kelas 3 SMA… kamu benar-benar wanita. Wanita dewasa yang matang dan selalu ingin mencoba yang baru…” kataku dalam hati.
Tanpa menunggu lebih lama segera aku merangkak mendekati Laras dan memegang pantatnya. Dengan pelan aku masukkan penisku ke dalam vaginanya. Laras menyambut penisku dengan tidak sabar. Dihentakkannya pantatnya ke belakang dengan keras dan cepat. Vagina Laras yang sudah sangat basah dan agak melebar karena terangsang hebat, serta posisi doggy ini membuat penisku tak terlalu sulit memasuki vaginanya. setelah masuk semuanya Laras memutar pantatnya. Penisku serasa dipilin-pilin, diremas dan dipijat.
“Ahh… Ayaahh….” Laras menjerit. “Nikmat sekali…aahh ssshh”
Aku raih payudara Laras yang bergoyang-goyang karena gerakannya untuk mengocok penisku. Kuremas dan kupilin putingnya, sambil terus bergerak maju mundur mengocok penisku di dalam vagina Laras. Dengan posisi doggy ini membuat tulang vagina Laras yang bagian depan mengesek batang penisku bagian bawah. Nikmat dan nikmat. Itu yang aku rasakan ketika penisku keluar masuk dalam vagina Laras yang bergerak dan berputar.
Entah kenapa aku yang tadi sudah hampir ejakulasi kini aku merasa sangat segar dan kuat. Tak sedikit pun tanda-tanda aku akan segera ejakulasi. Mungkin karena dengan posisi doggy ini aku merasa dapat mengendalikan persetubuhan, bukan dikendalikan oleh Laras, sehingga aku masih mampu bertahan. Apalagi aku melihat Laras menikmati persetubuhan dengan gaya yang pertama dia lakukan. Aku makin merasa nyaman dan mampu bertahan untuk tidak ejakulasi dengan cepat.
Dengan mantap dan kencang aku sodokkan penisku ke dalam vagina Laras. tubuh Laras tergundang-guncang maju mundur karena goyanganku. Kedua tanganku memegang dan pantat Laras. empat jari tangan kanan dan kiri meremas pantat Laras, sedangkan jempolku aku selipkan di belahan pantatnya, mengorek dan mengelus anusnya.
“Ayah… nikmat sekali…” kata Laras sambil menoleh ke belakang dan berusaha melihat apa yang aku lakukan terhadap anusnya.
“Iya… Sayang… Ayah juga merasa nikmat…”
“Jempol ayah… sshh… aahh… Jempol ayah…” Laras mendesiskan kata-kata dengan cepat sambil terengah-engah.
“Hmmm…? Kenapa… ? Nikmat kan…?”
“Iya… aahh… ssshh…” Laras makin mendesis dengan mata melotot. “Masukin Ayah… Masukin penis Ayah di anus Laras… Cepat Ayaahh…” Laras berteriak kesetanan.
Rupanya dia ingin melakukan anal seks. Laras benar-benar gadis yang luar biasa di bidang seks. Dia nampaknya selalu ingin mencoba hal-hal yang baru. Sedangkan aku, ini pertama kali aku melakukan anal sex. Aku belum pernah memikirkan untuk melakukan anal sex, sementara isteriku juga tak pernah meminta. Memang kami melakukan hubungan sex dengan berbagai macam gaya, tapi yang namanya anal sex belum pernah kami coba lakukan. Kami tidak pernah mengeksplor anus waktu melakukan foreplay. Sejenak aku ragu, tapi Laras kembali meminta untuk melakukan anal sex. Perlahan aku lepaskan penisku dari vagina Laras.
“Kenapa berhenti Ayah…?” tanya Laras “Kalau gitu cepat masukin penis Ayah dalam anus Laras…” kata Laras sambil meremas dan mengocok vagina serta klitorisnya sendiri.
Aku turun dari tempat tidur untuk mengambil botol lubricant gel yang biasa aku gunakan untuk bersetubuh dengan isteriku. Karena dia sudah mengalami menopause, lubricant gel ini sangat menolong untuk membuat vagina isteriku basah. Kelenjar yang mengeluarkan cairan vaginanya tidak produktif lagi. Kami gunakan lubricant gel agar isteriku tidak kesakitan waktu bersetubuh. Dengan demikian isteriku dapat menikmati persetubuhan yang kami lakukan.
Kuminta Laras untuk nungging lagi. Perlahan aku elus anus Laras sambil sedikit-demi sedikit aku masukkan jariku agar otot-otot anusnya mengembang. Aku tahu, Laras akan kesakitan karena anusnya dimasuki penisku untuk yang pertama kali. Bagaimanapun juga otot anus berbeda elastisitasnya dengan otot vagina yang lebih mudah melebar saat dimasuki penis. Aku mencim dan menjilat anus Laras dengan lahap guna memberi rangsangan. Dengan jilatanku, aku berharap Laras akan merasa nikmat sehingga pada saat aku lakukan penetrasi, Laras tidak akan begitu kesakitan.
“Aahh… aahh… sshh… Ayah… cepat masukin dong…” Laras merintih dan merengek agar aku cepat-cepat memasukkan penisku.
Rupanya Laras benar-benar penasaran untuk menikmati anal sex.
“Iya Sayang…” jawabku sambil terus menjilat dan mengorek anus Laras dengan lidahku. “Sabar sebentar… tunggu sampai anus Laras bener-bener siap menerima penis Ayah.”
“Auw… ssshh nikmat. Ayah… masukin sekarang dong…”
Aku tidak mau langsung memasukkan penisku ke dalam vagina Laras. aku tidak ingin dia terlali kesakitan karena pertama kali melakukan anal sex. Aku meraih botol lubricant gel lalu memasang tabung aplikatornya. Perlahan aku tusukkan tabung aplikator ke dalam anus Laras sambil menekan botol itu.
“Ups… sshh ya… gitu dong Ayah… penisnya dimasukin”
Laras tidak menyadari kalau yang aku masukkan kedalam anusnya bukan penis melainkan aplikator. Setelah cukup gel yang masuk ke dalam anus Laras, aku tuang dan aku oleskan pada telunjuk tangan kananku. Kemudian telunjukku yang basah karena lubricant gel perlahan-lahan aku tusukkan ke dalam anus Laras, aku tarik sedikit, lalu aku tusukkan lebih dalam lagi.
“Ahh… terusin Yah…”
Dengan perlahan aku kocok jariku di anus Laras, sementara tanganku yang lain meremas vagina Laras. Klitorisnya aku pilin-pilin dan pencet dengan lembut dengan jempolku, sedangkan dua jariku memasuki lubang vaginanya lalu bergerak keluar masuk di dalam vaginanya. Dua lubang sumber kenikmatan seksual Laras aku korek, aku tusuk-tusuk. Pantatnya aku jilat dan aku gigit-gigit pelan. Laras terus merintih dan mendesah menikmati setiap remasan, kocokan dan gigitanku. Anus Laras sudah siap sekarang, karena jariku dengan leluasa dapat keluar masuk memompa anusnya. Perlahan penisku yang sudah sangat keras dan tegang aku tempelkan di pantatnya. Jariku terus mempompa anus dan vaginanya.
“Kok belum masuk sih…? Tadi yang masuk apa dong Yah…” tanya Laras setelah tahu penisku belum menyentyh anusnya
Perlahan telunjuk kananku aku lepas dari anus Laras. Kembali aku tuang lubricant gel lalu aku oleskan di penisku. Perlahan penisku aku coba masukkan ke dalam anusnya. Susah sekali memasukkan penisku, walaupun lubrikan gel cukup membantu. Laras mengerti kesulitanku lalu menoleh ke belakang.
“Sshh… Aahh… Susah masuknya ya Yah?” tanya Laras lalu dia merendahkan bahunya dan membuka lebar-lebar pahanya sehingga posisinya semakin nungging, pantatnya dan anus membuka lebih lebar.
“Sabar ya Sayang…” kataku. “Agak sakit nanti pada awalnya”
“Iya… Yah… nanti pasti sakit, tapi sesudah itu jadi nikmat” kata Laras sambil tersenyum.
Aku paksa penisku agar bisa masuk ke dalam anus Laras dengan mendorongnya kuat-kuat.
“Auw…” Laras menjerit kesakitan saat seperempat bagian penisku berhasil memasuki lubang anusnya. “Sakit sekali Yah…”
Aku berhenti sejenak untuk membiarkan otot anusnya melebar secara alami agar tidak terlalu menyakitkan bagi Laras.
“Kenapa berhenti Ayah…?” tanya Laras sambil menggoyangkan pantatnya.
“Supaya Laras tidak kesakitan…” jawabku.
“Terusin dong yah…” kata Laras lalu mendorong mundur sehingga penisku tertekan dan melesak beberapa senti lagi ke dalam anusnya. Akibatnya sungguh luar biasa bagiku.
Pantat Laras yang berputar membuat penisku serasa dijepit dengan ketat oleh benda yang kenyal sambil diremas-remas. Nikmat. Sungguh nikmat!
“Aahh…” kami mengerang hampir bersamaan.
“Sakit Sayang?” tanyaku mendengar Laras merintih
“Sakit sedikit … tapi nikmat sekali, Ayah” kata Laras. Kemudian Laras dengan semangat menggoyangkan pantatnya.
Mendengar desahan dan erangan Laras yang dapat merasakan nikmat saat penisku bergoyang karena gerakan pantatnya, aku tarik penisku keluar sedikit lalu aku masukkan lagi dengan pelan tapi mantap. Setelah tiga empat kali penisku keluar masuk, aku tekan dengan sedikit keras sehingga penisku melesak sepenuhnya ke dalam anus Laras.
“Auw…” Laras kembali menjerit
“Sakit Sayang…?”
“Enggak…” kata Laras sambil dengan semangat dia memutar pantatnya mengimbangi gerakan maju mundur yang aku lakukan. “Ahh… Nikmat sekali Ayah… sshh… aahh… sshh…”
Aku membungkuk untuk meraih klitoris Laras lalu memilin dengan dua jariku, sementara tanganku yang lain meremas-remas payudaranya. Kami mengerang bersahut-sahutan. Belum lima menit, tubuh Laras mengejang sambil mengerang keras.
“Ayaahh… auw… aahh…” teriakan Laras mengagetkan aku. Laras meliukkan badannya, pantatnya disodok-sodokkan ke belakang dengan keras dan cepat.
“Kenapa Sayang…?” aku bertanya karena mengira dia kesakitan.
“Laras…aahh…ssshh… Laras orgasme lagi….”
Aku tak menduga Laras sudah orgasme. Rupanya benar informasi yang aku baca, anal sex lebih nikmat, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Dengan anal sex, penis terjepit lebih kencang sedangkan bagi wanita, sodokan penis di dalam anus dapat dengan mudah mendorong otot-otot usus besar menekan G-spot. Itu sebabnya kenikmatan yang ditimbulkan luar biasa. Demikian pula Laras. Hari pertama melakukan persetubuhan disertai dengan anal sex.
Hal ini rupanya yang menyebabkan Laras dengan mudah memperoleh puncak kenikmatan. Laras ambruk tersungkur di atas tempat tidur sehingga penisku terlepas dari anusnya. Sebenarnya aku juga hampir ejakulasi, kalau saja Laras dapat bertahan lebih lama sedikit lagi. Laras membalik tubuhnya hingga terlentang, nafasnya memburu terengah-engah sedangkan matanya terpejam.
“Nikmat sekali Ayah…” katanya lalu diam tidak bergerak sampai beberapa saat.
“Ayah-bener-bener hebat…” katanya lagi.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Bagikan ke Pinterest