Terpaksa Menolong Teman
Aku menelan ludah melihat Laras mengulum penis Al. Pipi Laras merah merona entah malu atau nafsu karena ada aku di kamar mereka. Al pun yang tadinya malu-malu sekarang bereaksi tanpa ragu. Dibelai rambut istrinya sambil mengerang nafsu.
Dinginnya AC di kamar mereka seolah tak ada pengaruhnya padaku, keringat makin deras sejalan dengan naiknya libidoku. Hanya orang gila yang tidak terangsang oleh aksi yang mereka peragakan. Apalagi aku di sini merupakan tamu undangan. Memang dipersilakan untuk mengamati apa yang mereka lakukan. Lebih tepatnya harus mengamati dan menikmati apa yang mereka peragakan.
Semua ini berawal dari hutangku ke Al 6 bulan yang lalu. Aku dan Al merupakan teman baik sejak SMA. Sampai kami berdua kerja dan memiliki istripun kami masih sering berjumpa, walau tidak sesering waktu SMA. Aldi sukses di sebuah BUMN sedangkan aku masih berusaha meniti karir di perusahaan swasta. Sampai akhirnya setengah tahun yang lalu perusahaanku bangkrut. Seorang manager keuangan menggelapkan dana mencapai 18 miliar yang harusnya digunakan untuk membayar para suplier. Semua aset perusaan disita dan para karyawan di phk tanpa pesangon.
Aku memutuskan untuk berbisnis kayu, karena bahan yang melimpah di tempatku dan juga pasarnya jelas menguntungkan. Satu satunya kendala adalah modal. Tanah warisan orang tuaku masih berusaha kujual karena kalau digadaikan nilai terlalu kecil. Satu bulan berlalu, tabunganku sudah hampir habis, tanahku tidak laku dan cari hutang untuk modal susah.
Akhirnya dengan mematikan ego dan menggerus rasa keengananku aku datangi Aldi untuk mencari pinjaman dengan jaminan sertivikat tanah yang kupunya. Aldi tidak mau menerima jaminanku tapi akan memberi pinjaman sebanyak apapun yang aku mau. Inilah alasan utama keenggananku.
“Udah ambil aja, kalau aku di posisimu sekarang Ton, kamu juga bakal bantu aku kan” katanya.
“Dalam waktu dua tahun duit ini bakal kubalikin beserta bagi hasilnya Al”
“Udah, itu pikirin nanti aja” timpalnya lagi.
Bisnis kayuku berjalan lancar, lebih lancar dari perkiraanku. Aku mulai berpikir untuk melunasi hutangku enam bulan lebih cepat dari waktu yang kujanjikan.
Tiba tiba kemarin Aldi menelponku, nada suaranya terdengar ragu dan cemas.
“Ton, besok ke rumahku ya. Ada yang harus kita bicarakan secara langsung”
Jantungku serasa berhenti berdetak “Aldi butuh uang dan jika aku harus mengembalikan semuanya, aku akan mulai lagi dari nol” pikirku.
“Kalau nggak besok bisa nggak Al” kucoba untuk mengulur waktu.
“Tolonglah Ton, aku bener-bener perlu ketemu” katanya.
Saat Al sudah berkata tolong, berati ini sudah sangat gawat, dan aku sangat tidak tau diri kalau masih mau mengulur ngulur waktu pertemuan.
“Baik Al aku akan datang, kalau perlu sekarang aku langsung ke rumahmu”
“Besok aja Ton, aku masih harus berdiskusi dengan istriku dulu” kata Al yang kemudian berpamitan dan menutup telponnya.
Aku mulai menyusun rencana untuk mencari pinjaman untuk tambahan pelunasan hutangku ke Al. Namun kenyataannya sampai aku kerumah Al aku belum mendapatkan tambahan uang untuk pelunasan hutangku.
Kuketuk pintu rumah Al sekali dan aku langsung masuk dengan langkah lesu. Al sudah menunggu di sofa tempat kami biasa nonton bola. Wajahnya lebih lesu dari wajahku, kulitnya pucat seperti tidak tidur sepanjang bulan. Aku makin merasa bersalah tidak dapat melunasi hutangku.
“Istriku hamil lagi Ton” ujarnya membuka pembicaran.
“Wah selamat Al, si Tia belum setahun udah punya adek” sejenak aku ikut senang temanku dapat momongan lagi, namun lesu kembali setelah sadar inilah alasan Al membutuhkan uangnya kembali.
“Eerr, sorry Al aku baru bisa mbalikin uangmu setengahnya ” kataku lirih.
“Lho bukannya kamu baru mau balikin 2 tahun lagi? tanya Al sambil mengernyitkan dahi.
“Kamu manggil aku kesini bukan buat nagih utang?”
Senyum Al yang biasa mucul sebentar.
“Bukan itu alasanku minta kamu kesini” katanya. Pucat di wajahnya agak pudar menyadari kesalahpahaman ini.
“Aku sudah bicara pada istriku dan aku benar benar minta tolong padamu Ton. Cuma kamu yang bisa nolong aku. Aku maklum kalau kamu nolak permintaanku tapi aku tidak bisa minta tolong selain sama kamu.”
“Pasti kutolong Al, kalau aku di posisimu kamu juga pasti bakal nolong aku jugakan”
“Aku ingin kamu berhubungan sama istriku” katanya lirih.
Otakku berusaha mencerna kata-katanya. Tidak mungkin yang dimaksud oleh Al adalah berhubungan intim. Kalau berhubungan baik, sepertinya hubunganku dengan Laras baik-baik saja. Aku cuma pernah memecahkan vas bunga kesayangannya sekali. Itupun tak sengaja tidak mungkin dia masih marah. Kecuali karena aku dulu berjanji untuk menggantinya namun sampai sekarang belum kuganti.
“Baik Al, aku akan minta maaf sekarang ke Istrimu dan vas yang pecah itu akan kuganti” kataku tegas.
Koq jadi vas” tanya Laras yang tiba tiba muncul entah dari mana.
Wajah Laras juga pucat, meskipun tidak sepucat suaminya.
Laras menarik nafas panjang dan mulai bicara.
“Begini mas Toni, Laras mau berhubungan badan sama mas Toni” wajah Laras langsung merah padam setelah mengutarakan maksudnya.
Aku mulai sadar, mereka berdua tidak bercanda ataupun mau memainkanku.
Tapi kenapa? Tanyaku yang langsung terbayang wajah istriku yang cemberut.
Alasanya panjang Ton, dan aku butuh bantuanmu segera. Jika kamu merasa jenggah kita bisa mulai pelan pelan. Kamu bisa liat kami melakukannya kemudian kamu bisa ikut. Tolonglah Ton, paling tidak kamu lihat dulu” mohon Al kepadaku.
Aku tidak sanggup lagi mendengar perkataan temanku yang sebelumnya hampir tidak pernah minta tolong.
Dan di sinilah aku, menyaksikan temanku dan istrinya yang cantik jelita.
Wajah Laras makin terlihat cantik waktu mengulum penis Al. Jarinya yang lentik juga lihai mengkombinasikan kocokan dan kuluman. Walaupun payudara Laras tidak sebesar milik istriku namun bentuknya yang bulat sempurna membuatnya sangat sensual. Sekujur kulitnya juga putih mulus, sehingga dengan mata yang agak sipit Laras sering dikira keturunan Cina. Perutnya yang rata pasti membuat orang tidak menyangka bahwa setahun yang lalu dia baru saja melahirkan.
Kocokan dan sedotan Laras makin kencang. Aku dapat melihat Al sudah tidak kuat lagi menahan kenikmata. Tubuh Al mengejang, kelegaan terpancar dari wajahnya yang pucat. Laras memastikan dengan tekun tidak ada setetespun sperma yang tidak masuk ke mulutnya. Sambil memandangku Laras menelah semua sperma yang ada dimulutnya. Istriku tidak pernah mau menelan spermaku. Aku iri dengan Al
Penisku makin mengeras melihat Laras menelan sperma suaminya. Dia meninggalkan Al yang langsung tertidur setelah klimaks. Aku hanya bisa terdiam ketika Laras berdiri di depanku. Dibimbingnya kedua tanganku ke kedua payudaranya yang bulat sempurna. Secara naluriah tanganku meremas payudaranya yang kenyal dan memelintir puting coklatnya. Nafasnya agak tertahan menikmati rangsangan di payudaranya. Saat kesadaraan mulai menguasainya, di copotnya celana jeans dan celana dalamku. Menunjukan penisku yang menjulang. Aku masih terduduk diam. Hanya tanganku yang masih memainkan kedua putingnya.
Diarahkannya penisku ke liang kewanitaanya yang sudah sangat basah. Dalam sekali percobaan penisku menancap sempurna kedalam liang vaginanya. Lenguhan tertahan keluar dari mulut Laras. Sejenak dia diam dalam posisi mendudukiku.
Berlahan Laras mulai menaik turunkan pantatnya, desahan mulai keluar dari bibir mungilnya. Aku menikmati setiap gerakan yang dia lakukan. Payudaranya juga tidak kalah semangat naik turun di depan wajahku. Kuremas dan kumainkan puting payudara kirinya sementara puting kanannya kuhisap hisap dengan rakus. Aku dapat merasakan ASI dari putingnya. Desahan laras makin kencang tiap kuhisap putingnya.
“Gigit kecil kecil” desahnya
Kugigit kecil kecil kedua putingnya sesuai kemauanya.Gerakan pinggulnya makin cepat dengan variasi maju mundur dan berputar. Tiap kugigit putingnya, makin kencang pula gerakan pinggulnya.
Aku sudah merasakan spermaku akan segera keluar saat jeritan tertahan Laras dan semua gerakanya tiba tiba berhenti.
Laras telah orgasme, sejenak otaknya tidak memikirkan apapun selain kenikmatan yang telah diraihnya.
Aku yang sudah hampir orgasme berdiam sejenak menikmati ekspresi orgasme Laras sambil merasakan kedutan kedutan nikmat dari vaginanya.
Namun itu tidak berlangsung lama, nafsuku mengambil alih. Meminta haknya untuk mendapatkan orgasme dari vagina Laras. Kuangkat badan Laras, kududukan di atas meja jati yang ada di pojok kamar. Kupompa penisku kedalam vagina Laras yang masih berkedut.
Sensasi kedutan vagina Laras membuatku melayang. Mata sayu Laras memandang cermin yang memperlihatkan kami berhubungan badan. Aku mencapai orgasme 5 menit kemudian. semua spermaku keluar di dalam vaginanya. Kedutan vaginanya yang makin kencang seolah berusaha memastikan semua spermaku keluar di dalam.
Kulihat Laras mengalami orgasme keduanya bersamaan dengan orgasmeku. Pupil matanya naik, hanya menyisakan bagian putih mata saja.
Kunikmati momen ini, karena hal seperti ini tidak akan terulang untuk kedua kalinya.
Bersambung
Aku mengecap kopi yang dibuat oleh Laras. Samar samar terasa rasa asam di antara rasa manis dan pahit. Kafein didalamnya membantuku kembali ke dunia nyata. Tempat dimana pikiranku jernih dan dapat berpikir logis.
Setengah jam yang lalu aku benar benar kehilangan akal sehatku. Libidoku memang naik ketika melihat Al dan Laras bercinta, namun akalku masih bisa membuat diriku diam untuk tidak melakukan apapun. Ketika Laras menelan sperma Al sambil tatapan matanya tertuju ke arahku, akal sehatku sudah tidak bekerja dengan semestinya. Akalku ikut mendorong libidoku dengan fantasi bercinta yang selama ini ku impikan.
Sekarang di depan mataku Laras masih asik menikmati pizza yang dipanasinya dari microwave. Dia hanya mengenakan kaos hijau kedodoran yang sedikit menutupi vaginanya.
Sekilas kulihat spermaku masih merembes di belahan vaginanya yang mulus. Sepertinya dia terlalu terburu buru sampai tidak sempat membersihkan spermaku dari bibir bawahnya.
Setelah orgasme keduanya selesai, Laras kemudian mengenakan baju Al yang terletak sembarangan di lantai. Ketika dia keluar kamar, aku mengikutinya dengan pakaian seadanya menuju dapur. Di situlah dia membuatkan aku kopi sembari
memanasi pizza-nya. Laras masih makan, mungkin ini sudah potongan kelimanya.
Aku belum pernah melihat dia makan selahap ini. Efek bercinta dengan dua lelaki sepertinya membutuhkan asupan makanan yang lebih banyak daripada seharusnya.
“Mas Toni pasti masih kurang ya” kata Laras memecahkan keheningan di dapur.
“Nggak koq, ini juga kopinya belum habis”
“Mas Toni pura pura tulalit ya. Sinta sering cerita lho kalo mas Toni itu paling sedikit keluar dua kali. Sinta juga pernah cerita kalau dia pernah telat berangkat kerja gara-gara Mas Toni kuat main sampai subuh”.
“Aku gak habis pikir kalian cewek cewek koq bisa-bisanya cerita urusan ranjang ke orang lain” kataku sambil geleng geleng”
“Kan sharing mas, biar bisa muasin suami. Sinta juga sering cerita kalau mas Toni selalu minta Sinta buat nelen sperma habis dioral, tapi dianya gak pernah mau. Makanya aku tahu mas Toni bakal nafsu kalo liat aku nelen spermanya mas Al, padahal sebelumnya aku gak pernah nelan sperma mas Al lho”
“Iya sih, aku sering minta Sinta nelen spermaku tapi gak selalu juga koq. Aku juga gak mau maksa, daripada gak dapat jatah sama sekali”
“Kopinya sudah mulai terasa belum mas?”
“Sudah dari tadi, semuanya jadi jernih sampai aku bisa liat spermaku masih ngalir dari bibir bawah kamu.”
“Tu kan mas Toni mancing mancing, itu kopi penambah gairah punya mas Al. Kalau mas Toni udah mancing mancing berati kopinya sudah bereaksi”.
Perhatian Laras tertuju ke arah selakanganku. Penisku yang hanya tertutup celana kolor dalam kondisi tegang sempurna. Bahkan tanpa kopi All penisku sudah tegak dari tadi karena baru keluar sekali. Kopi yang kuminum dengan tujuan melemahkan semangat penisku malah menjadi vitamin penguatnya. Sebaiknya aku segera pulang dan menikmati istriku sendiri sebelum akal sehatku mengkhianati aku lagi.
“Sebentar ya mas” kata Laras sambil menuju kulkas dan mengambil es krim dari dalamnya.
Di taruhnya es krim di atas meja lalu dia berlutut di depanku. Akalku mulai berkelahi dengan nafsuku.
Laras mulai menurunkan celana kolorku. Aku reflek menaikan lagi celanaku.
“Mas Toni nggak mau spermanya ditelen?”
“Mau” kataku singkat. Kali ini akalku malah ikut menyemangati nafsuku untuk memuaskan hasrat yang tidak pernah diberikan istriku.
Laras menurunkan lagi celanaku yang tadi kuangkat. Penisku berdiri menantang di depan wajah Laras. Dengan agak ragu ragu dilepasnya celanaku dan dibuang sembarangan oleh dia.
Di ambilnya es krim di atas meja dan di oleskan di penisku. Dingin es krim membuat penisku nyaman. Laras mulai menjilati es krim yang ada di penisku. Sensasi dingin dan hangat hangat basah menyelimuti penisku. Di taruhnya lagi es krim di ujung penisku kemudian dikulumnya.
Aku belum pernah melakukan hal seperti ini dengan istriku. Belum lagi gerakan lidah Laras yang sangat atraktif. Lidahnya bergerak selaras dengan setiap sedotan dari mulutnya.
Kocokan dan sedotan Laras makin liar, dia sudah lupa dengan eskrim yang dia bawa. Seliar apapun Laras mengoral penisku tak pernah sekalipun kurasakan mengenai giginya.
Kupegangi kepalanya agar bisa ikut menyelaraskan dengan kenikmatan dipenisku.
“Mentokin Ras” kataku padanya.
Laras pun menurut dengan cara menelan seluruh penisku ke dalam mulutnya. Kutahan kepalanya sejenak saat kurasakan kepala penisku menyentuh kerongkonganya. Kulihat air mata di sudut matanya. Kulepaskan lagi kepalanya agar Laras dapat mengatur temponya sendiri. Kurasakan lagi ujung penisku si kerongkongannya, kali ini Laras sendiri yang menahannya agak lama.
Laras melakukanya beberapa kali sampai akhirnya aku merasa akan orgasme.
“Aku mau keluar Ras” kataku.
Dia hanya mengangguk kaku sambil tetap mengoralku.
Kutahan kepala Laras dengan kedua tanganku. Kugerakkan pinggulku dengan cepat, tiap dorongan pinggulku selalu membuat ujung penisku mengenai kerongkongannya.
Kenikmatan menjalar dari pangkal penis menuju ujung penisku, kemudian membuat seluruh badanku bergetar menahan nikmat. Spermaku keluar tanpa kendali di mulut istri sahabatku. Ini adalah oral sex paling nikmat yang pernah kurasakan. Orgasmeku terasa sangat lama sampai aku lupa penisku masih di mulut Laras.
Kutarik penisku yang mulai melemas dari mulut Laras. Laras menunjukan mulutnya yang penuh sambil tersenyum ke arahku. Ditelannya seluruh spermaku dalam satu tegukan.
Melihat Laras menelan spermaku penisku langsung bangkit dari kelelahanya. Ku angkat Laras ke sofa, dia hanya diam menurut. Kuambil sisa eskrim yang dia gunakan untuk melumuri penisku. Kulumurkan eskrim di vaginanya, kujilat dan kusedot sampai bersih. Kulumurkan lagi, namun kali ini sampai penuh di dalam liang vaginanya. Laras menggelinjing merasakan sensasi dinginnya. Di dalam vaginanya es krim itu cepat sekali meleleh. Kujilat dan kusedot cairan eskrim yang meleleh itu hingga benar benar bersih, sampai cairan eskrim tergantikan oleh cairan kewanitaan.
Kulumeri kedua payudaranya. Kujilat sampai bersih hingga terlihat payudaranya mengkilap oleh bekas jilatanku. Kucium bibir Laras dan kumainkan klitorisnya sampai cairan kewanitaan makin membanjiri vaginanya.
“Masukin mas” pintanya.
Kuangkat pinggulnya, agar aku bisa melakukan doggy. Kupompa penisku ke vaginanya dari belakang dengan cepat. Rambut hitamnya kujambak pelan dan kujadikan pegangan.
Erangan kenikmatan jelas terdengar tiap penisku menghujam vaginanya. Baru lima menit berjalan vagina Laras terasa berdenyut denyut kuat memberi sensasi kenikmatan yang berbeda dengan waktu Di oral.
Makin kupercepat gerakan pinggulku untuk memaksimalkan rasa nikmat yang kurasakan.
“Mas Toni, aku keluar” desah Laras.
Denyutan di vagina Laras makin kuat ketika dia mengalami orgasme. Kutelentangkan badan Laras agar aku bisa menggunkan gaya misionaris.
Vaginanya masih berdenyut kuat. Aku tidak ingin menyia nyiakan momen ini untuk mendapatkan orgasme. Posisi misionaris membuat penisku menghujam lebih dalam sehingga seluruh penisku mengalami pijatan yang sama.
Kupercepat gerakan pinggulku. Orgasme Laras masih belum selesai. Saat kurasakan orgasme, bukannya mencabut penisku dari vaginanya aku malah menghujamnya makin dalam dan menysmburkan spermaku ke rahimnya. Lagipula kedua kaki Laras menahan pinggulku mencegah penisku keluar dari vaginanya.
Kami terdiam pada posisi ini cukup lama. Hanya penisku dan vaginanya yang bergerak, berdenyut merengkuh kenikmatan. Mukanya merah, namun senyumnya merekah indah.
Kami berdua duduk di atas sofa tanpa busana.
“Kenapa kalian tiba tiba jadi liar begini” tanyaku.
Wajah Laras memerah lagi sebelum menjawab pertanyaanku.
Bersambung…