Siap-siap! Setelah Hong Kong, Ditjen Pajak Bidik Harta WNI di Singapura
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan akhirnya punya kewenangan mengakses data harta Warga Negara Indonesia (WNI), yang menjadi nasabah perbankan di Hong Kong. Setelah Hong Kong, Ditjen Pajak membidik Singapura dan Brunei.
Demikian disampaikan oleh Dirjen Pajak, Ken Dwijugiasteadi, kepada Putri77.com, Minggu (19/6/2017).
“Negara yang harus bilateral itu hanya Hong Kong, Singapura, dan Brunei. Hong Kong sudah, ya tinggal dua negara tetangga itu saja. Saya maunya sebelum lebaran sudah selesai,” kata Ken.
Bila kerja sama ini disepakati, maka Ditjen Pajak akan mudah melacak WNI yang menyimpan uang di perbankan setempat.
Untuk kerja sama dengan Hong Kong, informasi keuangan yang diperoleh akan digunakan untuk melengkapi basis data perpajakan yang dapat digunakan untuk menguji tingkat kepatuhan perpajakan sehingga diharapkan dapat mendorong kesadaran Wajib Pajak Indonesia untuk memenuhi kewajiban perpajakannya secara sukarela, terutama melaporkan penghasilan dan aset keuangannya di luar negeri.
Perjanjian pertukaran informasi keuangan secara bilateral antara Indonesia dan Hong Kong ini dimungkinkan setelah pada 8 Mei 2017, Pemerintah Indonesia menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan (Perppu Nomor 1/2017) yang mengatur mengenai wewenang Direktorat Jenderal Pajak untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan dari Lembaga Keuangan di seluruh Indonesia dan wewenang Menteri Keuangan untuk melaksanakan pertukaran informasi keuangan dengan otoritas yang berwenang di negara atau yurisdiksi lain.
Hong Kong sendiri telah menyatakan komitmennya untuk melaksanakan AEOI secara resiprokal dengan negara atau yurisdiksi mitranya dan akan bertukar informasi pertama kali pada tahun 2018. Hong Kong juga telah mengesahkan peraturan domestik (legal framework) untuk pelaksanaan AEOI yaitu Inland Revenue (Amendment) (No. 3) Ordinance 2016 yang berlaku efektif mulai 30 Juni 2016.
Penting bagi Indonesia untuk dapat melaksanakan AEOI dengan Hong Kong karena berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Hong Kong menempati peringkat keempat sebagai negara asal investasi terbesar di Indonesia, yaitu sebesar US$ 2,2 miliar dalam 1.137 proyek pada tahun 2016.
Selain itu, berdasarkan data hasil program Amnesti Pajak, Hong Kong menempati urutan ketiga jumlah dana repatriasi sebesar Rp 16,31 triliun dan urutan ketiga deklarasi harta luar negeri sebesar Rp 58,15 triliun.
Indonesia membuktikan komitmen global dalam memerangi kecurangan pajak yang dilakukan perusahaan multinasional dan individu super-kaya dengan tidak melaporkan penghasilan dan harta mereka yang berada di negara lain. (