ROMANSA JEPARA

 

Salam Semprot.
Mohon mangap kalo Nubi ‘kembali mengotori’ di sini.

Nubi cuma pingin menghibur.. berbagi cerita yang sempat Nubi save dan edit..
serta yang Nubi anggap ‘asyik n layak’ dishare di Forum Tercinta ini..
plus sekalian Nubi belajar posting n bikin trid di SF ini.
Lagian memang ceritanya asyik, kog.
Cuma sayangnya.. hingga kini Nubi ga tau siapa ‘Maestro’ penulisnya.

Untuk Penulis Asli Cerita.. -Siapapun itu..- Nubi juga mohon mangap.. telah menyebarkan karyanya tanpa izin.
Bukan kenapa-napa.. cuman lantaran emang Nubi ga tau siapa yang nulis.
Juga karena ‘keterbatasan’ Nubi berselancar di dunia maya belaka, yang ‘menghambat’.

Sebab.. menurut Nubi.. sayang rasanya kalo sebuah ‘Karya yang Bagus’ ga dishare atau dinikmati di ‘Tempat yang Bagus’ juga.
Mudah-mudahan.. dengan share ini.. siapa tau Nubi jadi bisa kenalan dengan penulis aslinya. Haha..

Lagian juga.. “Sebuah karya yang telah dipublikasikan.. adalah milik audiens..!
plus.. telah memiliki ‘ruh-nya’ sendiri”.
–Menyitir pernyataan Rendra– Hehe..
——————

O ya.. sedikit PESAN NUBI buat Brada+Sista.. ALL SEMPROTERS..
baik SR –Silent Readers..– .. AR –Active Readers..– .. apalagi yang bergelar SUHU.
Jika berkenan ‘untuk berkomentar..’ Plis.. Jangan OOT..!
Apalagi yang berkesan menyerang TS tanpa alasan.

Belajarlah untuk lebih santun dan ga OOT dalam ‘menyampaikan suatu pendapat’ pada suatu Thread di FORUM ini..
alias TIDAK OUT OF TOPIC (Cukup Fokus Pada Cerita dan atau Teknik Penulisan serta yang berhubungan dengan hal tersebut saja).
Sebab.. sudah ada THREAD KHUSUS-nya masing-masing..!

Ga ada samasekali ‘kepentingan atau keuntungan pribadi’ yang Nubi dapat dari nge-posting CerPan yang menyertakan nama seorang almarhum Penyair Besar, Penyair Sedang atau Penyair Kecil..!
(Kok jadi Kayak Ukuran baju.. ya..? S, M, L.. LL, XL, XXLL.. hehe..) Apalagi yang berbentuk Materi.

Niat Nubi murni ‘sekedar sharing’ dan menghibur doang..!
Jadi.. Nubi TEKANKEN.. Nubi bukan plagiat..!

Kalo.. sekiranya.. jika.. andai.. umpama..
Ada yang Ga Suka dengan ATURAN memposting CerPan CoPas..
–meskipun sudah diedit dan dirapikan–
Silakan LAPORKAN ke Thread PELAPORAN. Udah tersedia dan ada Thread KHUSUS-nya, kok.

Plus.. sekalian bisa buat permohonan ke Om Momod dan Om Satpam supaya poin ke-4 dalam ATURAN atau RULES pemostingan..
(seperti di bawah ini..) diganti atau dihapuskan saja.

Untuk cerita yang copy paste dari website luar, jangan asal copy paste saja tapi liat dulu dan perbaiki bagian-bagian yang memang perlu diperbaiki, ditambah/dikurangi.
Dan tidak perlu menaruh link website cerita itu berasal !
Anda cukup bilang “cerita ini copy paste dari website/forum tetangga”.

Dengan alasan: Ga suka.. atau apaan kek. Whatever.

O ya.. terakhir:
So.. kalo masih ngeyel dan OOT ga karu-karuan..
Nubi saranin agar ngebuat aja BLOG, WEB atau SITUS sendiri.

Supaya Anda bisa bebas sebebasnya menikmati sendiri.. nulis sendiri.. posting sendiri.. baca sendiri.. komen sendiri..
balas komen sendiri.. dan Coli sendiri.. apapun itu.

Akhirnya.. met nge-reread aja dah, buat yang udah pernah baca..!
Semoga terhibur. Adios.

Aku seorang wirausaha muda yang tertipu habis-habisan oleh mafia importir dari Malaysia.
Usaha furniture rotan sintetisku yang baru mulai berkembang terjebak kredit macet bank.. akibat.. raibnya 5 container full produk eksport di negri tetangga.

Ibu Murni.. wanita baik hati itu orang yang telah memberiku kesempatan untuk bangkit dari kebangkrutan. Bu Murni dan suaminya pemilik show room furniture besar di kota Jepara.. membantuku dengan suntikan modal.. membangun ulang usaha rintisanku.

Sudah 3 tahun kerjasama bisnis kami berjalan baik.
Tapi aku malah terbawa situasi dan tidak mampu mengontrol diri.

Namaku Hardi.. usia 25 tahun. filmbokepjepang.sex Masih lajang.
Aku tumbuh dan besar dari sebuah yayasan yatim piatu.. setelah kedua orang tuaku wafat 20 tahun yang lalu.

Aku seorang yang energik.. supel.. dan cerdas.
Semua syarat untuk menjadi entreprenuer sukses ada pada diriku.

Hanya aku memiliki kelemahan soal mengelola syahwat dan fantasiku menyimpang.
Aku menyukai wanita setengah baya. Dan.. Bu Murni memenuhi semua ciri-ciri wanita idamanku.

Jujur saja.. pertamakali mengenal dan menjalin hubungan bisnis aku telah tergoda dengan
penampilanya.

Bu Murni wanita paruh baya berumur 45 tahun.
Tubuhnya tinggi sekitar 170cm dan besar.. lekuk tubuhnya sangat menarik.

Pinggangnya ramping untuk ukuran badannya yang besar.
Pinggulnya yang lebar dan padat meliuk dihiasi oleh bongkahan pantatnya yang bulat membusung.

Kesimpulannya.. keseksian tubuh Bu Murni bagaikan spanish guitar versi large.

Beliau menggunakan kaca mata dan wajahnya masih terlihat cantik.
Lehernya jenjang memanjang dengan rambutnya yang curly tergerai sebahu.. kulitnya putih bening.

Jika beliau mengenakan pakaian yang menjadi favoritku.. gaun bahan kaos merah dan rok abu-abu pas setinggi lutut.. menunjukkan pahanya yang panjang dan besar.. serta betisnya yang indah itu jantungku berdetak kencang.

Sudah terlalu banyak poto dan video tentang penampilan dirinya yang aku ambil secara diam-diam dengan blackberry tersimpan di dalam notebook di meja kerjaku.
Setiapkali selesai memperhatikan seluruh gambar dan video-video itu perasaanku makin menggila.

Sebenarnya pola pikir.. mental dan aktifitasku sehat. Keseharianku disibukkan oleh usaha
mengembangkan bisnis.. menjalankan strategi marketing yang cerdas dan efektif dan membangun
network.

Tidak jarang aku bertemu dengan wanita-wanita cantik yang kebetulan aku jumpai dalam perjalanan dan proses bisnis.. tapi mereka luput dari perhatian.

Setiapkali aku menjumpai Bu Murni di show roomnya atau ketika dia mengunjungi pabriku perhatianku bercabang.

Suami beliau seorang perfeksionis yang terkadang membuatku tidak nyaman.
Dia memiliki semua karakter pecundang yang sangat aku benci.
Usaha mereka ini sebenarnya totally dibesarkan dan hasil warisan dari suami Bu Murni yang pertama yang telah wafat.

Pak Jono.. seorang penderita diabetes akut dan tergantung oleh suntikan insulin.
Dari pernikahan yang kedua ini.. 15 tahun yang lalu.. Bu Murni tidak memperoleh anak.
Mbak Shinta.. anak perempuanya yang telah menikah dan memberikanya seorang cucu laki-laki berumur 5 tahun adalah anak dari suaminya terdahulu.

Mungkin karena aku cemburu.. atau memang karakter Pak Jono yang membuatku tidak nyaman.. tanpa merasa bersalah aku membiarkan diriku terjebak dalam fantasi tidak senonoh terhadap istrinya.

Lalu aku mengenal mbak Nonik.
Penjaja Jamu gendong asal Solo yang mulai rutin menjadi langganan pegawai-pegawaiku dipabrik semenjak 2 bulan yang lalu.

Well.. sebenarnya aku tidak suka minum jamu.. tapi aku concern dengan penampilan mbak Nonik.
Wanita berumur 35 tahun ini berpostur tinggi besar.. lemu.. sekilas mirip postur Ibu Murni.. tapi wanita ini lebih tinggi.. gemuk dan kulitnya agak gelap.

Wajahnya biasa saja.. hidung pesek.. pipi chubby.. rambut tidak terlalu terawat..
Secara keseluruhan parasnya memang tidak terlalu jelek.. hanya ndeso.

Tentu saja dia selalu mengenakan pakaian kebaya berikut kain selendang dan bawahan batik khas penjual jamu.. lekuk tubuhnya terlihat jelas.
Besar dan padat..

Sesekali aku teringat Bu Murni setiap menatap mbak Nonik.
Meski bagian bokongnya tidak sebanding dengan keindahan milik Ibu Murni.

Hingga pada suatu hari aku melihat wanita ini sebagai objek pelampiasan.
Dari obrolan-obrolan beberapa pegawai aku mengetahui.. ternyata mbak Nonik mengerjakan ‘side job’.

Sebagai seorang janda dengan 2 anak.. untuk menjalani kerasnya hidup dia melayani beberapa tawaran laki-laki hidung belang dengan harga tertentu.

Tapi tidak semua tawaran dia terima.. mungkin untuk mencari aman.. atau melakukanya hanya ketika dia menginginkanya.. atau juga di saat tuntutan materi yang mendesak.

Butuh waktu 1 bulan untuk meyakinkannya menerima penawaranku.
Dengan iming-iming imbalan yang cukup besar untuk amatir sekelas dia.. akhirnya mbak Nonik bersedia.

Sabtu sore.. aku menjemputnya di depan Indomaret.. somewhere di ujung kota Jepara untuk menjaga supaya tidak ada orang yang aku kenal.. baik pegawai.. relasi atau teman-temanku mengetahui kebejatanku.

Butuh perjalanan 1 jam lebih untuk mencapai sebuah resort lumayan lux di kota dingin nan sepi di Cilimus.. Kuningan.
Aku membooking mbak Nonik all night long.. hingga keesokan paginya.

Malam menjelang.. mbak Nonik baru saja selesai berpuas diri mandi dibathub.
Makanan telah tersaji di ruang tamu mini di dalam cottage.
Udara yang dingin menggigit membuat kami makan dengan lahap.

Aku memperhatikan wanita ini seksama.
Dengan rambut tergerai hingga ke bahu dan kimono biru gelap yang dikenakannya.. mbak Nonik terlihat cukup menarik.

Bukan sekali ini aku kencan dengan wanita nakal.. tapi obsesiku tentang Bu Murni membuat malam ini terasa beda.

Kami hanya mengobrol basa basi soal makanan dan cuaca.. tidak membahas apa yang akan terjadi malam ini.
Setidaknya kami sama-sama paham bahwa keberadaan kami di sini untuk alasan masing-masing yang personal.

Permainan dimulai satu jam kemudian.
“Sudah siap mbak..?” Ujarku tanpa basa basi.

“Yo wis.. siap kok mas..” Jawabnya santai.

Lampu ruang tamu dan belakang telah aku matikan. Hanya tersisa dua lampu tidur kecil di dua sisi ranjang.
Kami saling bertatapan dalam suasana redup.
Jantungku berdetak.. aku membayangkan wanita tambun di hadapanku ini adalah ibu Murni.

Aku menariknya duduk berdampingan di ujung ranjang. Aroma lehernya wangi.. aku mencium dan memainkan lidahku di sana.
Kemudian kedua tanganku menjamah bahu dan lingkaran pinggangnya.

Sekejap kemudian aku meraba dan mencium seluruh tubuh bagian atasnya dengan nafas memburu.
Mbak Nonik membaringkan tubuhnya.. masih dengan kedua kakinya menapak lantai ubin yang sedingin es.

Kimono itu telah terlepas ikatanya hingga terlihat bra.. bagian perut dan celana dalamnya.
Bagian yang masih menutup pahanya itu aku singkap. putri77.org Paha dan pinggul yang besar itu menantangku.

Kecupan-lecupanku langsung membalurinya.. bahkan onggokan selangkangan mbak Nonik tidak terlewatkan.
Tercium aroma khas vagina yang mulai mencair.

Ringkas cerita.. kami telah siap tempur.

Aku dalam posisi menindih sebagian tubuhnya dengan kemaluan berdiri di muka vagina mbak Nonik yang berbulu lebat dan besar.

Dengan tangan kiri.. aku mengarahkannya masuk.
Dalam.. sangat dalam.. hingga wanita yang usianya 10 tahun lebih tua dariku ini meringis..
Aku mendesis terpapar kenikmatan.

Selanjutnya aku menghajar mbak Nonik dengan beringas.
Mataku terpejam sambil menghentak-hentak kejantananku.. membayangkan wanita yang aku garap ini adalah ibu Murni.

Terbayang wajah cantiknya mengerang dan tengah dilanda kenikmatan bersamaku.

Awalnya masih terlihat semburat senyum di bibir mbak Nonik.
Tapi tak lama kemudian wajahnya berubah.

Kedua alisnya mengkerut.. gurat wajahnya seperti tengah menahan sesuatu yang membuatnya terpedaya.
Tubuh bongsor itu tergoncang-goncang hebat di bawahku.

Mungkin 10 menit telah berlalu.. keperkasaanku belum usai merambahi kewanitaannya.
Mbak Nonik berpeluh dan gelisah di bawahku.
Dia menikmati ranjang panas ini dengan daya tahan yang baik.

Aku adalah mesin seks sejati..
Seluruh wanita yang pernah aku gauli selalu menyerah dalam hitungan tidak lebih dari 10 menit.

Aku bagai banteng ketaton menghajar.. meliuk-liuk penuh tenaga..
Dan kejantananku bagai tonggak kayu.. keras mengaduk-aduk liang kenikmatanya.. secara bertubi-tubi tanpa jeda.

Akhirnya.. wanita ini terpaksa menyerah ketika kami berganti posisi..
Aku menghajarnya dari bawah. Hujaman penisku meruntuhkan pertahanannya..

Kucengkram keras bulatan pantat besar itu.. hingga selangkangan mbak Nonik tidak bisa bergerak.. terjajah garangnya senjataku.

Wanita ini menjerit melengking tinggi.. pinggul dan pantatnya mematung dan kejang.
Seraya kepalanya terhempas dalam dekapan di dadaku.
Aku malah menusuk dan menekan vaginanya lebih keras.

“Mass.. massssss.. uuuhhh.. aduuuuhh..!” Serunya sambil merintih.

Terasa vaginanya bergolak.. dan cairan hangat itu mengalir deras membasuh penisku.
Selanjutnya dia terkulai lemah di sampingku.

Dadanya yang besar naik-turun.. nafasnya tersengal.. matanya terpejam..
Wajahnya berkilauan oleh peluh yang masih mengalir dari dahi.

Aku bangkit berdiri.. mengenakan pakaian seadanya.. membiarkanya terkapar di ranjang.. beristirahat sejenak.

Tiga batang Marlboro putih telah kandas di asbak. 15 menit aku duduk di luar..
Udara makin terasa menggigit di pinggir kolam renang depan cottage.

Aku kembali masuk untuk menyelesaikan yang tadi tertunda sesaat.
Mbak Nonik baru saja keluar dari kamar mandi.. wajahnya sedikit segar tersapu air.. rambutnya kembali rapi terurai.
Kimono biru itu kembali tertutup rapat hingga ke leher.

“Dingiin banget ya mas..!?”
Serunya sambil menunjukan wajah menggigil.

“Iya mbak. Itu ada air panas.. kalo mo bikin teh atau kopi..” Jawabku.

Kami berdiri berhadapan.. wanita ini terlihat lebih besar dan tinggi dari diriku yang sedikit kurus.
Mbak Nonik menyodorkan secangkir teh hangat di depanku.. sambil menyeruput sedikit teh dari cangkir di tangannya.

“Mas kuat juga.. hehe.. Gak nyangka.. tak pikir sampeyan yang kalah duluan..” Lanjutnya.

“Aku baru 25 mbak.. jangan dipanggil mas..” Jawabku sambil mengulum bibir.

“Walah.. cah piyik toh.. Kok mau-maunya ngajak saya.. wis tuir ngono mas..”

“Hehe.. gak liat umur mbak.. kalo sudah nafsu yaa tetep aja..” Jawabku.

“Gimana.. bisa lanjut lagi..?” Lanjutku tanpa basa basi.

“Yaa iso.. mbak siap aja ngeladeni..” Jawabnya sambil tersenyum.

Mbak Nonik telah melepas kimononya.. pakaian itu terkulai di lantai.
Terlihat tubuh besarnya yang montok dari belakang.

Bagaimanapun tubuh Bu Murni lebih seksi.. Pinggangnya ramping.. dan bulatan pantatnya lebih menantang..
Tidak seperti wanita ini.. pinggangnya sedikit menggelambir.
Tapi setidaknya hasratku akan terpuaskan malam ini.

Jam 9 malam.. kami bersiap kembali dalam peraduan yang saru.
Mbak Nonik telah baring telentang.. tidak ada bra dan cd lagi menutupi.
Aku langsung menindih dan menjalari seluruh tubuhnya dengan ciumanku.

Wanita ini kembali bangkit gairahnya.. sementara senjataku siap mengacung keras.
Aku langsung membuka lebar kedua pahanya yang besar.. kedua tanganku menahanya dengan kuat pada kedua sisi tubuhnya.

Mbak Nonik membantuku.. menuntun kepala penisku menuju vaginanya.
Jleggh..
Dengan sekali menekan.. seluruh batang penisku itu masuk merangsek ke dalam liang vaginanya.

Mbak Nonik wajahnya kembali tegang.. aku membiarkanya terdiam beberapa saat.

Kembali terasa vagina itu basah. artikelbokep.com Kemudian tanpa membuang waktu aku menyodok-nyodok kejantananku dengan keras.

Jepitan kemaluan mbak Nonik segera membuatku kembali terbuai kenikmatan.
Makin nikmat makin cepat dan kasar.. aku menghentak-hentak selangkanganya.

Kedua tanganku berpindah mencengkram kedua sisi bantal di samping kepala mbak Nonik.
Kaki wanita tambun itu melingkar tergantung pada pinggangku.

Dia kembali merintih..
Sekejap saja aku sudah membuatnya makin belingsatan.

Tapi kali ini aku pun terpapar kenikmatan mendekati akhir.
Nafasku mendengus hangat.. dan bayangan wajah Bu Murni sekelebat menghinggapi benakku.. aku terpejam.

Rintihan mbak Nonik makin menjadi.. ritme gerakanku makin cepat.. jantungku meledak-ledak.. memburu puncak kegilaan.

Dan akhirnya aku meregang.. terasa aliran sperma itu bergerak naik..
Bayangan wajah Bu Murni makin terlihat jelas.. akhirnya ketika penis itu berhenti pada sodokan terakhir aku menggapai puncak.

Dan.. “Ahhhhhh.. ssshhh.. hoohhhh.. Buuu.. bu Murnii.. ooohhhhh.. ssshh..”
Aku mengerang hebat.. dan tanpa sadar menyebut nama wanita itu.

Cratt.. crattt.. cratt.. crett..!
Spermaku panas.. berkali-kali menghujam liang vagina wanita ini.. banyak.. sangat banyak..

Di bawahku mbak Nonik pun mengejang.. tangannya mencengkram pantatku.. dan menekan dengan kuat.
“.. Duuhhh.. massss.. uuhhh.. massss..”

Mulutnya merintih tiada henti.. matanya tegang menatap wajahku.
Cairan hangat kewanitaan mbak Nonik kembali mengalir melumuri batang penisku.
Kami kemudian terkulai lemas sambil berpelukan.

Terdiam beberapa saat… kemudian aku menjatuhkan tubuhku di sampingnya.
Satu dua tetes sisa cairan itu jatuh mengalir ke pangkal penisku. Jantungku masih berdegup kencang.

“Wahh.. siapa tuh mas yang disebut tadi..? Hayoo..!?” Seru mbak Nonik menggodaku.

“Yaaa.. wanita idaman saya mbak.. mirip-mirip mbaklah badannya..” Jawabku santai.

“Ealaaa.. ternyataaa .. Hehe..” Lanjutnya tanpa menyelesaikan kalimat.

“Yang tadi gak papa saya keluarin di dalem..?” Tanyaku.

“Gak papa mas.. rutin minum pil kok.. Biasanya saya gak mau kalo gak pake kondom..
Cuma dengan sampeyan.. gak tau kenapa.. pengen aja..” Jawabnya.

Sekejap saja Kami tertidur lelap.. tapi menjelang tengah malam kami terbangun.
Makan cemilan sambil ngobrol hingga jam 1.. selanjutnya pergumulan binal kami kembali terjadi.

Keesokanya menjelang tengah hari sebelum pulang.. kami kembali melakukan hubungan badan hingga tuntas..
Mbak Nonik menginginkan semprotan spermaku menyirami wajahnya..
Wanita itu terlihat puas.. entah apa yang ada di dalam benaknya.

Semenjak hari itu perzinahan kami terus berlanjut.. setidaknya satukali dalam sebulan kami bertemu.

Seperti ada peluang.. 2 bulan sesudah kencan panasku dengan mbak Nonik.. keluarga Bu Murni dalam prahara.

Seorang perempuan keturunan Cina dan anak perempuanya yang berumur 8 tahun.. mendatangi rumah keluarga mereka 2 minggu yang lalu.

Pak Jono tidak bisa mengelak.. bahwa mereka adalah bagian hidupnya yang selama ini tersembunyi dengan rapat.

Kekecewaan dan kemarahan Bu Murni tidak tertahankan.
Pernikahan mereka yang telah berlangsung sekian lama harus segera berakhir dengan tragis.

Perlahan dan pasti kedekatanku dengan beliau semakin erat.
Obrolan-obrolan kami tidak melulu soal bisnis.. aku telah menjadi limpahan cerita kesedihan wanita paruh baya ini.

Aku memanfaatkan situasi dengan siasat jitu.. agar Bu Murni bertambah simpati terhadapku.

Kerapkali.. setiap aku pergi beberapa hari keluar kota untuk perjalanan bisnis.. Bu Murni menghubungiku melalui pesan singkat.. sekedar bertanya kapan aku pulang.
Wanita ini makin membutuhkan kehadiranku.. artinya.. rencanaku berjalan dengan baik.

Cukup lama aku membiarkan situasi ini berlangsung hangat selama beberapa bulan.
Hingga ada saatnya aku mengambil keputusan untuk mengutarakan maksud hati.

Suasana malam minggu itu terasa tepat.. Bu Murni tengah seorang diri di rumah.
Anak semata wayangnye tengah berlibur bersama suami dan anaknya keluar negeri.

Aku datang ke rumah dengan membawa makanan jepang kesukaannya.
Kami mengobrol hangat selama beberapa jam.. membicarakan soal bisnis dan masalah pribadi beliau.

Saat menjelang aku pulang aku mulai mengutarakan proposal pribadi.
“Bu.. sudah berapa lama kita kenal..?” Ujarku memulai pembicaraan baru.

“Lumayan lama kan Di.. kenapa memangnya..? filmbokepjepang.sex Mungkin ada 2 tahun yah..?” jawabnya santai.

“Sudah terlalu banyak hal yang kita sharing untuk mengenal satu sama lain..” ujarku mulai mengarahkan obrolan.

“Iya.. banyak. Ibu beruntung kenal kamu.. kamu baik..” Ujarnya sambil tersenyum.

“Bu.. mohon maaf.. kira-kira kalo saya ngomong yang sangat personal.. ibu bisa terima gak..?”
Jawabku. Jantungku sedikit berdebar.

“Yaa monggo .. Toh selama ini juga kamu banyak kasih saran pribadi ke ibu..”

“Mmm.. kalo saya bilang saya tertarik dan suka dengan ibu.. gimana..?” Suaraku sedikit bergetar.

Ibu Murni terkejut dengan kalimatku.. wajahnya sedikit aneh.. tapi kedewasaannya mengalir keluar.

“Kamu ngomong apa toh Di..? Nggak-nggak aja..” Jawabnya santai sambil tersenyum.

“Saya serius kok Bu..”

“Hehe.. kamu salah kalo berpikir kaya gitu D..
Sudahlah.. mungkin pikiranmu lg kacau atau sedang capek.. makanya ngelantur..” Sambungnya.

“Nggak kok Bu.. Terus terang sudah sedari awal kita kenal.. saya sudah menyukai Ibu..
Maaf yaa bu.. saya tau sikap ibu selama ini ikhlas sama saya..” Lanjutku.
“Mungkin saya keterlaluan.. tapi saya berusaha jujur loh bu..”

Ibu Murni terdiam beberapa saat. Sikapnya yang anggun dan kalem membuatku salah tingkah.

“Yo Wis.. sudah malem Di.. Kamu pikir-pikir dulu apa yang baru kamu bilang.
Kamu baik.. ibu nganggep kamu seperti anak.. bukan cuma rekan bisnis lagi..” Jawabnya.

Aku hanya tersenyum pahit.. tapi kemudian mengangguk.

“Baiklah bu.. sudah malem. Mohon maaf kalo saya lancang..” Jawabku

“Nggak papa kok Di.. yo wis.. sampe sesok yo..”

Malam itu berakhir dengan kekecewaan..
Aku pikir semua siasatku berhasil dan mengharapkan jawaban yang beda dari beliau.

Mungkin memang tidak mungkin dia menerima perasaanku.. wanita ini jauh usianya di atasku.
Beliau harus menjaga martabatnya sebagai wanita terhormat. Bodohnya aku.

Malam menjelang tidur.. tiba-tiba Bu Murni mengirimkan SMS.
“Di.. ibu minta maaf untuk kesalahpahaman ini.. Ibu harap kamu ngerti.. dan hubungan kita tetap seperti biasanya..”

“Iya Bu.. saya paham.. Justru saya yang mohon maaf.
Ibu bantu saya di saat saya down.. sekarang saya sudah mapan.. dan usaha saya makin besar..
Saya berhutang budi.. dan harus membalasnya dengan baik.
Tapi mohon ibu pahami.. bahwa perasaan saya bukan karena materi..
Itu murni feeling saya sebagai laki-laki untuk wanita yang saya sayangi..” Jawabku.

“Iya Di.. ibu paham kok.. slamat tidur..”
———————

Satu minggu lebih kami tidak bertemu.
Di luar kebiasaan.. tapi satu duakali kami berbicara via telpon.. untuk urusan order dan supply barang.

Satu bulan berlalu.. aku mulai putus harapan untuk mendapatkan wanita idamanku ini.
Kami mulai jarang bertemu dan hanya berbicara untuk hal-hal yang penting soal bisnis.
Aku seperti laki-laki yang tengah putus cinta.

Terkadang aku sadar apa yang aku lalui ini adalah sebuah kebodohan.. menyimpang dan konyol.
Di tengah kegalauan ini aku masih satu duakali berkencan dengan mbak Nonik.
Wanita sederhana itu menjadi pelampiasan kekecewaanku.

Pernah satukali aku memaksakan kehendak.
Mungkin waktu itu mbak Nonik sedang tidak mood untuk melakukan hubungan intim.. aku sedikit memperkosanya di ruangan kantorku.

Dengan hanya menyingkap kain batik penutup tubuh bawahnya.. aku menggarap kewanitaannya dengan kasar dari belakang.

Spermaku berceceran di lantai ketika mbak Nonik berhasil menendangku ke belakang tepat di saat aku mencapai klimaks.
Semenjak hari itu wanita ini sulit untuk diajak bertemu.

Tapi.. tidak ada usaha gigih tanpa membawa hasil. Pada awal bulan kedua Bu Murni mulai berubah sikap.
Dia mulai intens mengirimku SMS.. terkadang juga makanan.. dan sesekali berkunjung ke pabrik.

Tanpa sungkan dia kembali menjadikanku curahan kegalauan hatinya.
Aku berusaha bersikap gentle.. seolah melupakan pristiwa sebelumnya.
Hubungan kami berangsur normal.

Satu minggu yang lalu.. akhirnya sesuatu yang aku impikan selama inipun terjadi.
Hari itu Jepara dilanda hujan badai sepanjang hari.

Aku terpaksa menunggu lebih lama di rumah Ibu Murni..
Jalan di ujung gang menuju jalan protokol tertutup runtuhan pohon.. dan air tergenang stinggi betis orang dewasa di sekitarnya.

Malam itu Bu Murni mengundangku makan malam.
Hanya ada pembantu dan sopir pribadi di rumah seperti biasanya.. merekapun telah tertidur.
Kami masih mengobrol di ruang tamu.. sudah jam 9.30 malam. Hujan masih turun deras di luar.

“Di.. kamu kapan mau nikah..? Umur sudah cukup loh.. bisnis kamu juga sudah mapan..”
Ujar Bu Murni memulai topik pembicaraan baru.

Aku hanya tersenyum..
“Belum ada yang cocok bu.. masih belum sreg..” Jawabku.

“Apa mau dicariin..? Tipe-tipe kamu seperti apa nih..?” Lanjutnya sambil tersenyum.

Wanita ini sangat cantik dengan senyum di bibirnya yang tipis dan mungil..
Kulitnya terlihat bercahaya pada pantulan sinar lampu dan baju merah hati yang dipakainya.
Rok abu-abu gelap setinggi lutut itu menambah keanggunanya. Terlihat lekukan betis dan pahanya yang besar dan indah.

“Loh Di.. kok ngelamun..?” Sergahnya menyadari aku tertegun beberapa saat.

“Eh iya bu.. tiba-tiba aja inget ada yang ketinggalan di kantor.. ibu nanya apa tadi..?
Ouw.. tipe saya yang seperti apa..?” Jawabku tergesa-gesa.

“Iya.. jadi yang seperti apa..? Ibu banyak punya keponakan loh.. cantik-cantik..” Lanjutnya.

“Mmm.. hehe.. bingung Bu. putri77.org Yaa.. nanti-nantilah jawabnya..” Jawabku ragu.

“Loh kok bingung.. yang penting itu sifat dan karakternya, Di.. Soal cantik itu bonus..
Tapi untuk anak muda kayak kamu.. pasti ngeliat penampilan dulu ya..? Hehe..”

“Yaa.. gak juga sih bu. Kalo saya cari yang bikin saya nyaman.. dan dewasa cara brpikirnya..” Jawabku.

“O gitu.. Yo wis.. nanti tak coba-coba cari yang cocok..” Lanjut Bu Murni.

“Yaa.. gak usah repot-repot bu..” Jawabku. Tiba-tiba saja kenekatanku timbul.

“Loh kenapa Di..?” Ujar Bu Murni.

“Yang saya mau dari dulu sudah ada sih, bu.. tapi kayaknya gak bakal terjadi..” Aku coba memancing.

“Lho.. lho.. siapa toh..? Kok kamu gak pernah cerita..?
Kamu ganteng dan sukses gini.. kok bisa-bisanya ditolak perempuan..?”

“Hehe..” Aku cuma tertawa kecil kemudian diam.

“Kenapa Di..? Kamu gak percaya diri.. atau mungkin orangtuanya jadi hambatan..?” Lanjutnya.

“Bukan Bu. Yang bersangkutan gak mungkin bersedia nikah dengan saya..” Jawabku makin nekad.

“Kenalin ke Ibu.. biar ibu coba bicara sama dia..”

“Hmmm.. sekali lagi gak usah repot-repot kok Bu.. ibu juga pasti kenal..” Jawabku penuh teka teki.

“Loh siapa..!?” Tanyanya heran.

“Wanita itu.. yaa ibu sendiri..!”
Jawabku nekat.. wajahku datar.. menunjukkan bahwa aku sedang serius.

Beliau terdiam.. mungkin tiba-tiba saja dia teringat ucapanku beberapa bulan yang lalu.
Tapi masih tersenyum walau dengan sedikit getir.

“Apa yang kamu cari dari Ibu.. Di..? Menjanda duakali.. usia ibu juga sudah mau 46..
Kamu masih muda.. jauh di bawah usia ibu.. Mungkin belum memahami sepenuhnya apa yang kamu rasa..” jawabnya.

“Saya sudah cukup dewasa bu.. Cinta juga gak kenal umur.
Ibu orang baik.. semua yang dekat dengan ibu pasti merasa nyaman.
Di luar perasaan berhutang budi.. saya dengan kejujuran hati menyayangi ibu..”

“Tapi kamu masih muda Di.. masa depan kamu masih panjang.
Jiwa kamu masih fresh.. penuh semangat. Sementara ibu sudah layu. Cuma ingin menikmati sisa hidup.
Kalau pun ibu terima.. Ibu tau kamu baik.. tapi ibu tidak bisa mengimbangi kamu..”

“Ngimbangin apa nih Bu..? Saya pikir saya sudah cukup dewasa melebihi umur..” Jawabku.

“Di.. orang nikah juga salahsatunya untuk alasan fisik.. dan maaf.. untuk kepuasan seks juga.
Lihat Ibu dengan jernih Di. Ibu sudah tua. Ibu pernah muda.. punya bayangan jelas apa yang ibu rasa di usia kamu sekarang..”

“Maaf kalo jawaban saya lancang.. Bener seusia saya lagi-lagi.. sedang-sedangnya tertarik soal itu.
Justru awal mula perhatian saya tentang ibu karena alasan itu..” Jawabku.

“Maksudnya Di..?”

“Ibu masih cantik.. dan maaf.. saya suka dengan fisik Ibu..
Laki-laki mana yang tidak suka melihat penampilan ibu..” ujarku mulai menebar ‘rayuan’.

“Saya gembrot gini Di..! Ada-ada aja kamu..” Sergahnya.

“Di mata saya seksi kok bu.. Kelaki-lakian saya kadang bangkit tiap melihat ibu..” kataku makin nekad..

“Maksud kamu Di..? “Jawabnya heran.

“Saya laki-laki normal.. maaf bu.. saya juga tertarik sama ibu secara seksual..”

“Mmmm.. apa kamu gak berpikir ini aneh Di..” Jawabnya.

“Buat saya tidak Bu..”

Beliau tersenyum.. tapi kemudian diam hingga beberapa saat. Wajahnya menatap ke luar jendela.
Hujan masih turun dengan derasnya.

Aku terbawa suasana.. seperti tidak bisa mengontrol diri. Aku beringsut mendekatinya.
“Kamu mau apa Di..?” Ujarnya kaget.

Tanpa menjawab aku langsung mencium bibirnya dengan lembut.. dia tersedak kaget.
Tapi aku belum ingin melepaskan bibirku..

Aku mengulum bibirnya beberapakali.. sebelum akhirnya melepaskannya.
Wajah kami masih berdekatan.. aku menatap matanya tanpa berkedip.

“Kamu keliru Di.. kamu salah besar..”
Ujarnya sambil bangkit kemudian berjalan menuju kamarnya meninggalkanku.

Aku dilanda kebingungan.. tapi ini sudah terlanjur terjadi. Aku buru-buru bangkit mengikutinya.
Belum selesai beliau menutup pintu tanganku sudah bergerak menahannya.. kemudian aku meloloskan tubuhku masuk ke kamar itu.

Tanpa membuang waktu.. aku langsung mendorongnya ke dinding di belakang pintu.
Aku langsung menghujaninya dengan ciuman panas di bibir.. bertubi-tubi.. tanpa jeda.

Tanganku bergerak menutup pintu sambil tetap menciumi bibirnya.
Ibu Murni seperti terhipnotis dengan apa yang terjadi.. beliau hanya terdiam.

Aku menatap wajahnya lekat-lekat dalam temaramnya kamar.

Kembali aku melumat bibirnya perlahan.. terus perlahan.. hingga gerakan bibirku menjadi liar.
Bu Murni bernafas tertahan.. ciumanku telah bergerak turun menjelajahi lehernya yang putih jenjang.

Tanganku menggapai pinggangnya.. sementara tangan yang lain meraba sebagian perut dan pinggulnya.
Bu Murni tetap bertahan tanpa reaksi. Aku makin berani.

Kali ini bagian belakang kuping dan tengkuknya aku luluri dengan lidahku.
Terdengar nafasnya mulai berat.
Ketika aku bergerak menciumi pangkal dadanya Bu Murni menahan wajahku dengan tangannya.

“Sudah Di.. cukup.. kamu kebablasan.. sadarlah nak..” Sergahnya tersengal.

Aku tidak mempedulikan ucapanya..
Belahan dada yang sedikit terlihat itu aku kecup dan sedikit tersedot mulutku.
Bu Murni merinding memegang tanganku.

Jemari tanganku menarik lebih lebar kerah kausnya. Terpampanglah lebar dada putih itu.. bra atasnya yang berwarna pink terlihat jelas.

Aku menciumi semua bagian itu dengan penuh hasrat.
Tangan kiriku meraba lembut bagian belakang pantatnya yang membusung besar itu. Jemariku meremasnya perlahan.

Sepertinya beliau hanya bisa terdiam pasrah.

Kemudian jemariku bergerak turun.. meraba pinggul dan paha kirinya.
Sesaat kemudian tanganku telah menerobos masuk ke dalam rok bawahnya. Jari-jariku gemetar.. ketika meraba naik menyingkapnya ke atas.

Ciumanku kembali beralih ke bibir mungil itu.. aku melumatnya penuh nafsu.
Wanita ini terengah-engah.

Kedua tanganku beralih bergerak melepas kaus yang menutupi tubuh atasnya.. kacamatanya telah kulepas.

Agak sulit.. mengingat beliau masih menahannya dengan mengapitkan kedua lenganya di samping.
Tapi akhirnya terlepas juga..

Kaus itu sempat menyangkut menutupi wajah dan kepalanya.. sehingga rambutnya yang panjang tersibak berantakan.

Begitu terlepas aroma wangi tubuhnya menyeruak keluar.
Syahwatku makin terbakar.

Payudaranya yang sudah turun dan mungil itu jadi jajahanku selanjutnya.
Setiap inchi bagian rahasia kewanitaannya tidak kulewatkan.

Kedua ujung payudara itu secara bergantian aku hisap.. Bu Murni memejamkan matanya sambil meringis.

Ruangan itu hanya diterangi lampu tidur di pinggir kepala ranjang.
Saatnya membawanya ke peraduan.

Aku menuntunnya pelan..
Semenatra itu Bu Murni seperti telah tercekam.. dan hanya mengikuti langkahku.. tanpa perlawanan.

Wanita cantik ini telah terbaring di ranjang..
Tubuhnya yang besar tinggi seperti menutupi sebagian besar ranjang..

Aku melihatnya dengan seksama. Ahh.. betapa beruntungnya aku malam ini.. pikirku.

Keningnya ku kecup dengan lembut.. wanita ini menatapku pasrah.
Bibirnya kemudian kembali kukulum.. sambil jemariku bergerak ke belakang pinggangnya.

Kancing rok itu telah terlepas.. namun agak sulit melepas kain itu. Sempat tertahan oleh besarnya kedua paha Ibu Murni.

Aku tertegun kagum melihat keindahan di bawahku.

Pinggang wanita ini ramping meliuk indah dikelilingi oleh perutnya yang rata.. dan pinggulnya yang lebar.. kencang.. putih mulus.
Kedua paha itu pun masih terlihat kencang tanpa cacat.

Rambut ikalnya tergerai menutup leher dan bantal di kepalanya.
Onggokan kewanitaan Bu Murni tertutup rapat oleh celana dalamnya yang ketat.. tercetak belahan vagina di ujung bawahnya.

Aku mencium lembut perut itu.. mencecar seluruh pinggul dan berakhir di permukaan kewanitaannya.
Aku memainkan-mainkan ujung hidungku di situ.

Aroma kemaluanya tercium. Aku makin bernafsu.

Wanita ini masih tetap tanpa reaksi melihat kegilaanku. Tatapannya penuh arti dan hanya terdiam.

Mata kami kembali bertautan beberapa saat. Jantungku berdetak sangat kencang.

Hina.. hinakanlah aku Bu.. Tapi malam ini adalah bukti keinginanku yang dalam tentang dirimu.
Nikmati saja gairah dan keinginanku.

Jemariku bergerak.. menarik lepas penutup terakhir kehormatanya.
Gundukan rambut halus itu membuat darahku berdesir hebat.
Bibirku bergerak mendekati. Ciumanku terasa hangat membaluri permukaan kewanitaannya.

Awalnya lembut.. selanjutnya lidahku bergerak liar menelusup masuk bagian klitorisnya.
Bau langu itu menyerang hidungku.. sungguh nikmat terasa pada indra pengecapku.

Bu Murni menggelinjang.. Selangkanganya terangkat dan bergerak ke sana ke mari.
Bibirnya merintih halus sambil.. jemarinya memegang kepalaku dengan kuat.

Aku meneruskan aksiku.. Makin lama makin tidak bisa melepaskan lumatanku pada bibir kewanitaannya.
Rintihannya berganti.. menjadi desahan-desahan gelisah dari mulut wanita itu.. Suaranya sedikit serak dan melengking.

Ingin rasanya menghantarkanya menuju kenikmatan akhir.. hanya dengan permainan oralku.
Tapi kejantananku berkehendak lain.

Aku beringsut berdiri.. melepas habis seluruh pakaianku di samping ranjang.
Ketika kemaluanku terlepas bebas berdiri dengan keras di hadapannya.. Bu Murni menutup wajahnya dengan tangan.
Seperti menyadari bahwa ancaman itu makin dekat.

Aku telah berada tepat di atasnya.. kedua lututku terlipat bersimpuh di antara kedua pahanya yang
terbuka lebar.
Tangan kiriku mengelus lembut batang kejantananku.. terasa makin keras mengacung.. dengan bagian kepalanya yang berkedut-kedut.

Bu Murni memperhatikan perbuatanku.
Matanya kemudian terpejam.. melihatku bergerak menuntunnya mendekati selangkangan.

Maafkan aku bu.. ujarku dalam hati.

Sedetik kemudian.. Clebhh.. Bagian kepala penisku telah menyentuh pangkal lubang vaginanya.

Pelan tapi pasti.. keperkasaanku menyeruak masuk lepitan belah vaginanya.. Rrrr.. terasa tubuh wanita cantik ini bergetar.

Deru angin di luar mengaburkan suara rintihan wanita tinggi besar ini.
Tubuhku masih menegang menahan tekanan pada penisku.
Bu Murni mencengkram kuat pinggiran ranjang dan bagian kanan bantalnya.

Tatapanku lekat menatap wajahnya.. mata kami bertemu.
Terlihat sorot matanya yang menunjukkan seolah dia tidak berkenan.. dan menyesal dengan apa yang tengah terjadi.

Tapi itu sudah terlambat.. Penisku telah menyumbat liang senggamanya.. yang menjepit erat.

Kemudian aku menarik keluar seluruh penisku.. wajahnya seperti terbebas dari rasa nyeri sesaat.
Tapi kembali dia mengkerutkan alisnya.. saat batang kejantananku kembali menusuk masuk.. menjelujuri lorong vaginanya.

Masih terasa sempit.. tapi bagian dalamnya telah mencair.
Aku menarik ulur penisku di dalam secara perlahan.

Setelah dirasa cukup lega.. aku kemudian menggenjot tubuhku dengan pasti.
Clebb.. clebb.. clebb.. clebb..

ckriit.. ckritt.. ckritt.. ckritt.. ckritt..
Ranjang mulai bunyi berderit setiapkali aku menohok selangkanganya.

Kedua tangan Bu Murni memegang kuat kedua belah lenganku yang melingkari punggungnya.
Wajah kami begitu dekat.. hingga setiap tarikan nafasnya yang berat terdengar jelas di telingaku.

Ciumanku kembali memapar bibirnya.. tapi kali ini wanita paruh baya ini membalasnya.. meski terasa sedikit ragu..
Bibir kami berpagutan beberapa saat.. hingga aku sempat menghentikan genjotan tubuhku.

Selanjutnya hentakanku menemui lawan yang berarti..
Bu Murni menampung tusukan kejantananku dengan menggerak-gerakkan selangkanganya ke atas dan ke bawah.
Tangannya kencang memeluk punggungku.

Sekitar 10 menit.. kami masih berpagutan dengan panas.. hujaman-hujaman penisku makin bebas beraksi.
Sesekali penisku terlepas keluar tapi dengan mudah kembali masuk tanpa perlu bimbingan.

Di bawah terlihat bulu-bulu kemaluan Bu Murni terbuncah basah oleh keringat.
Batang penisku yang besar perkasa terlihat garang menghantam lubang sempit Ibu Murni.

Permainan kami mendekati akhir.. Bu Murni mulai tidak terkendali.
Tangannya gelisah bergantian mencengkram kasur.. punggung dan pantatku.

Dan apa yang aku rasa tidak bisa terlukiskan saat itu.
Indah.. lautan kenikmatan itu seperti tiada batas.. wajah cantiknya yang berpeluh di bawahku seperti
bidadari yang telah lama aku impikan.

Sekejap.. ketika aku kian cepat melumat tubuhnya Bu Murni melepas desakan dari dalam dirinya.
Rintihannya membahana mengisi ruangan.. tangannya mencengkran tubuhku..

Aku terdiam.. tanpa bisa bergerak wanita itu menghentak-hentakan tubuhnya ke atas berulangkali.
Dan akhirnya..
“Uuuuuuhh.. duuuuh.. sshhhh.. aduuuuuh..!” Jeritnya di telingaku.

Sirat wajahnya seperti menangis.. lelehan kecil air liur itu menetes dari pinggir bibirnya.. dengan wajahnya tengadah menghadap kepala ranjang.

Tubuhnya kejang-kejang di bawah tindihanku.
Dan.. Srett.. srettt.. sreett.. Cairan kenikmatan itu membaluri batang penisku.. terasa hangat.

Aku ingin mencapainya secara bersamaan.. aku melepas pelukannya..
Kedua lengan indah dan besar itu tertekan jemariku yang kaku di atas kasur.

Tigakali aku mengayunkan kejantananku.. hingga akhirnya hasratkupun meledak.
“Shhhh.. bbuuuu.. ibuuu.. ssshh.. ohhhh..” Erangku keras di telinganya.

Aku memeluk erat tubuhnya.. pantatku terasa memikul beban berat ketika menekan selangkanganya tiada henti.

Sedetik kemudian cairan spermaku menyemprot keluar.. Cratt.. cratt.. Kemudian berhenti..
Crett.. crett..! Lalu kembali desakan hangat itu menerjang keluar.. menghujani liang vagina Bu Murni.

Setiapkali kepala penisku menyemprot.. kenikmatan itu berkali-kali membuatku melayang.. jeritku tiada henti hingga tetes terakhir.

Deru angin masih berdesau di luar.. hujan telah berhenti.
Tubuh kami terkulai berdampingan bersembunyi pada sinar lampu yang temaram.
Malam ini menjadi saksi romantisme dua manusia berbeda zaman.

Kami berbaring terdiam.. buliran keringat masih turun membasuh leher dan sebagian dada.
Masih tercekam oleh kenikmatan yang baru saja kami rasakan.

“Kita sudah melakukan kesalahan besar Di..” Bisik Bu Murni memecah kesunyian.

“Saya sadar ini seharusnya tidak terjadi Bu.. maaf.
Tapi saya tidak menyesal.. saya mencintai Ibu dan mau melakukan apa saja supaya ibu bahagia..”
Jawabku sambil menatap langit seraya jemariku mengelus lembut rambutnya.

“Ibu mungkin sudah tidak subur.. tapi masih rutin menstruasi tiap bulan Di.. gimana kalo ..?”
Beliau tidak melanjutkan kalimatnya.. suaranya tercekat.

“Dari awal.. yang saya coba mau jelasin ke ibu.. saya ingin kita nikah..”

“Tapi itu nggak mungkin Di.. Apa kata orang..? Apa kata anak dan mantu Ibu..?” Tukasnya lembut.

“Kenapa kita pusing dengan tanggapan orang..? Kita yang ngejalanin Bu..
Saya tunggu ibu sampai kapanpun untuk siap jadi istri saya..” Jawabku dengan yakin.

“Tapi liat kondisi kita Di..? Di usia kita.. bakal jadi cemoohan orang..”

“Saya tetap tunggu Ibu.. apa pun itu konsekuensinya..”

Wanita ini menarik nafas dalam dan melepaskanya dengan risau.
Aku mencium kening dan bibirnya yang mungil dengan lembut.

“Sudah malem.. saya harus pulang Bu.. semuanya pasti akan baik-baik saja..” Lanjutku.

Hujan dan angin kencang telah berlalu.. pohon di ujung gang telah berhasil di pinggirkan oleh warga sekitar.
Aku meluncur pulang ke rumah.. wajahku sumringah..
Mungkin aku telah membuat persoalan baru untuknya.. tapi jalanku terlihat lebih pasti untuk mendapatkan impianku.
————-

Hari-hari selanjutnya adalah cerita tentang semangat baru.
Bu Murni terlihat lebih ceria.. peristiwa malam itu tidak membuatnya membenciku.. bahkan hubungan kami makin berwarna.

Aku mencoba untuk bersikap gentle.. tidak berusaha untuk mempengaruhinya mengulangi lagi peristiwa itu.
Meski keinginan itu berkali-kali muncul setiapkali kami bertemu.

Satu bulan berlalu.. tidak ada tanda-tanda ada progress. Aku berusaha sabar menunggu.
Kami tidak pernah membahas kelanjutan percakapan kami malam itu.

Awal bulan selanjutnya aku mulai tidak sabar. Pagi sabtu itu aku menelponya.
“Pa kabar bu..?”

“Baik Di.. kamu gimana..? Ada apa nih pagi-pagi nelpon..?” Suaranya terdengar ceria di ujung sana.

“Saya dapet voucher liburan ke bali 2 hari dari distributor nih bu.. gimana kalo ibu ikut..?”

Wanita ini langsung tertawa kecil.
“Hardi.. Hardi.. Anak muda yah suka gak sabaran..” Jawabnya.

“Hehe.. maksudnya gimana nih bu..?”

“Mmm.. gini Di.. yaa mungkin satu dua bulan ini Ibu sudah merenung.. ibu juga menilai kamu..” Jawabnya.

“Trus gimana..” Jawabku tidak sabar.

“Kamu terlihat cukup sabar.. konsisten.. ibu juga berpikir kamu cukup aman..
Ibu ngerasa nyaman dengan kamu.. kecuali soal tawaran tadi yah..” Lanjutnya sambil kembali tertawa.

“Maaf bu.. soalnya mulai gak sabar..” Jawabku.

“Yaa ibu paham.. kamu masih muda..”

“Mmm ..” Lanjutnya seperti tertahan.

“Kenapa bu..? Lanjutin dong..”

“Jujur.. yang kita lakukan terakhir itu ..”

“Ibu menikmati..?” Sergahku.

Beliau terdiam sesaat.
“Iya. Jujur.. ibu menikmati.. Sudah terlalu lama Di.. Yang anehnya.. ibu jadi ngerasain semangat hidup baru..” Lanjutnya.

Hatiku berbunga-bunga.. jantungkupun berdegup lebih cepat.
“Kita segera nikah aja Bu.. Saya janji untuk bikin ibu tenang..” Jawabku tegas.

“Perlu waktu Di.. Kasih ibu waktu yang pas untuk bicara dengan Shinta.. Sekarang ibu masih takut..” Jawabnya.

“Saya selalu siap tunggu sampai kapanpun Bu..”

Pembicaraan berakhir.. hatiku diliputi kebahagiaan.
Aku memang berniat menikahi wanita ini.. tidak peduli dengan tanggapan-tanggapan miring orang di sekitar kami.
Aku mencintainya sepenuh hati.

Tapi memang jalannya masih panjang. Butuh kesabaran lebih.
1 bulan lagi berlalu.. belum ada kejelasan semenjak percakapan terakhir membahas kelanjutan hubungan kami.
Hatiku mulai gundah.

Siang itu cobaanpun datang.
Mbak Nonik.. wanita penjual jamu itu.. tiba-tiba muncul di depan pintu ruanganku.. aku sedikit kaget. Tubuhnya yang tinggi membuat kepalanya seolah akan menyentuh bagian atas daun pintu.. begitu dia masuk.

“Wahh.. kemana aja nih mbak..? Jangan-jangan sudah Tajir nih.. gak pernah muncul..
Atau jangan-jangan.. sudah dapet suami baru..?” Godaku.

“Bisa aja mas. Apa kabar nih..? Wahh tambah ganteng aja mas.. sudah nikah belum..?”
Jawabnya dengan mata yang berbinar.

Wanita ini terlihat sedikit lebih gemuk.. tapi kulitnya lebih bersih.
Pakaiannya yang mulai terlihat lusuh membungkus tubuhnya lebih ketat. Jakunku bergerak naik.

“Kerja di pabrik mas.. 4 bulan.. bosen saya balik lagi jual jamu.. hehe..” Lanjutnya.

“O gitu.. terus ada apa nih..? Saya masih gak doyan jamu loh..” Jawabku.

“Hehe.. bisa aja mas..”

“Yaa saya minta maaf kalo yang terakhir kemaren bikin mbak tersinggung dan marah..”
Aku teringat pertemuan trakhir kami di ruangan ini..
Aku memaksanya melakukan hubungan intim.. meski dia tidak menghendaki.

“Gak papa mas wis.. saya dah ngelupain kok..”

“Mau minum apa nih mbak..? Ai kulkas banyak juice macem-macem tuh.. ambil aja..” Tawarku dengan ramah.

“Iya kebetulan haus nih mas..”
Jawabnya sambil berlalu mengambil minuman di kulkas kecil di sudut ruangan.

Kemudian dia duduk di sofa tamu kecil di pinggir ruangan.
Aku masih duduk di meja kerjaku sambil membereskan beberapa berkas invoice.

“Anak-anak sehat mbak..?”

“Sehat mas.. mas sndiri gimana.. serius nih belum nikah juga..?” Jawabnya.

“Lha.. nanya itu lagi.. nikah dengan sopo mbak e..?”

“Dengan yang suka disebut dulu-dulu itu.. hehe..” Tawanya menggodaku.

“Oohh.. hehe.. nggaklah.. sudah lama gak ketemu mbak..” Jawabku.

Kemudian kami terdiam.. aku masih menyelesaikan apa yang aku lakukan.
Mbak Nonik terlihat gelisah.. minum berkali-kali dan memegang-megang botol minuman dengan tangan bergantian.

“Hmm.. gini mas.. saya lagi perlu uang..” Ujarnya memulai kembali pembicaraan.

“Ouw.. terus gimana mbak..? Aebentar yah.. dikit lagi..”
Aku segera membereskan map dan keluar ruangan..

menyerahkanya pada staffku di ruangan lain.

Aku kembali ke ruanganku.. mengambil minuman dan duduk di hadapannya.
“Perlu uang berapa mbak..? Aau saya pinjemin atau gimana..?” Aku menggantung kalimatku.

“Yaa.. untuk bayar sewa kontrakan mas.. Kalo mau minjemin ndak papa.. kalo mau yang lain juga ndak masalah..” katanya sambil tersenyum malu.

“Hehehe.. masih belum kapok sama saya mbak..?” Godaku lagi.

“Mas juga.. apa masih napsu sama saya..?” Jawabnya tersipu.

Aku tertawa kecil sambil terdiam menatap lantai ruangan.
Jujur.. aku sudah lama tidak bercinta. Aku begitu merindukan Bu Murni.. tapi entah sampai kapan aku harus menunggu.
Seharusnya aku mulai setia untuknya.. tapi aku tengah dirundung kegalauan.

“Kenapa mas.. kok diem..?”

“Gak papa mbak.. yo wis tak saya kasih uangnya.. tapi yaa itulah..” Jawabku.

“Itulah opo mas ganteng..” Serunya sambil tersenyum.

“Nanti sore jam 5.. tak tunggu di rumah yah..” Jawabku tanpa basa basi.

“Nggih.. Yo wis.. nanti tak samperi.. tak serpisno..” Jawabnya.

Aku merogoh dompet dan memberikan beberapa lembaran uang 100 ribu ke tangannya.

“Matur nuwun mas..” Jawabnya kemudian berlalu.

Jam 5 kurang mbak Nonik datang ke rumah.
Aku baru saja selesai olahraga lari di treadmill.. dengan hanya mengenakan celana pendek.

Wanita itu muncul dengan pakaian sedikit ngetrend.
Kaus tangan panjang hitam dengan celana jeans sebatas betis dan sepatu hak rendah.. rambut panjangnya tergerai sebahu.

“Waah kaya artis ae mbak..” Godaku.

“Hehe.. bisa aja mas.. wahh itu kenapa kok keringeten mas..?” Jawabnya.

“Abis olahraga mbak’e.. biar sehat.. persiapan juga untuk ketemu mbak..” Godaku.

“Walah.. kaya yang kuat aja..” Jawabnya.

“Nanti kita liat..” Seruku sambil melangkah ke dapur.

“Mo makan dan minum apa nih..?”

“Makasi.. sudah kenyang mas.. saya juga ga bisa lama-lama.. anak-anak sendirian di rumah.. takut kemaleman..” Jawabnya.

“Ow okay.. jadi maen langsung aja nih..?”

“Yaa terserah mas..” Jawabnya santai.

“Yo wiss.. ayo ke kamar mbak..”

Entah kenapa tiba-tiba aku ingin melakukanya di kamar mandiku yang besar dan mewah.
Ada bathtub besar di ujung ruangan.. keringatku masih mengucur deras.
Sebetulnya aku tidak begitu mood untuk seks sore itu. Tapi sekedar melepas stress dan menolong wanita ini.

“Jadi baju dilepas di kamar aja nih mas..?” Tanyanya.

“Iya mba e.. masa’ di kamar mandi.. nanti basah..” Jawabku sambil menepuk pantatnya yang besar.

Aku telah mendahului masuk.. tubuhku telah telanjang.
Aku membasahi sebentar tubuhku dengan air hangat dari shower. Tak lama mbak Nonik masuk.

Tubuhnya yang tinggi besar dan bahenol.. hanya mengenakan bra dan celana dalam berenda putih yang seperti terlalu kecil..
Terhimpit perutnya yang sedikit membusung ke bawah.

Dia melangkah mendekat perlahan.. terlihat kikuk. Cukup mengundang selera.

“Saya sebenarnya belum mood mbak.. jadi harus dirangsang dulu..” Ujarku.

“Yaa.. keliatan kok mas.. hehe..” Seraya melirik kejantananku yang masih terkulai.

Aku duduk di pinggir bathtub sambil menyender di dinding. Satu kakiku menapaki pinggiran atas bath tub. Mbak Nonik mendekat.. aku memeluk tubuh bongsornya sambil mendaratkan wajahku di dadanya yang besar.
Dia tertawa renyah.

Kemudian dia membungkukan badan.. mencium leher dan dadaku.
Sedotannya pada ujung nippleku membuatku merinding.

Setelah puas mempermainkan tubuh atasku.. mbak Nonik mulai meraba selangkangan.
Tangannya mengelus batang dan kantung semarku.

Sekejap saja aku sudah bergidik.
Perlahan-lahan penisku bergerak naik. Wanita ini tersenyum melihatnya.

“Walaah.. gede yo mas..!” Serunya.

Kemudian jemarinya mulai fokus mempermainkan batangku yang berdiri memanjang..
Dia mengocok-ngocoknya dengan lembut selama beberapa saat.

Aku mulai terbakar.
“Yo Wis mbak.. sekarang gantian..!” Seruku sambil berdiri.

Tubuhnya telah terjajar merapat ke dinding.. aku melepas beha dan menaruhnya di atas wastafel.
Kedua payudara itu langsung kulabrak dengan bibirku. Dia meringis kegelian.

Tanganku tidak tinggal diam.. bokongnya langsung kuremas-remas..
Sementara satu tangan yang lain memain-mainkan ujung jari tengahku pada bagian vaginanya yang masih terbungkus.

Sebentar saja bagian itu terasa basah.. mbak Nonik mendesah.
Tanpa membuang waktu aku melepaskan celana dalamnya.

Aku menyuruhnya dalam posisi menungging. Kedua tangannya bertumpu pada pinggir bathtub..
Tubuh besarnya membungkuk membelakangiku.. sementara pantatnya yang bahenol itu telah terpampang lebar di hadapanku..

Bulu-bulu vaginanya yang lebat menyeruak di antara himpitan paha belakangnya.
Nafsuku makin bangkit.

Penisku telah mengacung keras dengan urat-uratnya yang besar tepat di atas belahan pantat mbak Nonik.
Aku melebarkan posisi kedua pahanya.
Selanjutnya dengan sedikit mengangkat bongkahan pantatnya aku menyusupkan penisku di tengah-tengah selangkannya.

Bibir vagina itu telah basah.. tidak sulit untuk langsung menerobosnya masuk.
Jleb.. seluruhnya penisku telah amblas di telan lubang itu.

Aku mendesis merasakan nikmat.
Mbak Nonik menundukkan kepalanya.. seperti menahan sesuatu sambil mendesah.

Tanpa buang-buang waktu aku langsung menghantamkan keperkasaanku dari belakangnya berkali-kali.. Plok.. plok.. plok.. plok..!
Bunyi beradunya selangkanganku dengan buah pantat semoknya seolah bergema dalam ruang itu.

Sebentar saja kami sudah sama-sama lupa diri.
Makin kuat aku menghujam makin cepat mbak Nonik memutar-mutar pantatnya.

Nafas kami sama-sama memburu. Aku mencengkram punggung belakangnya dengan kuat.
Suara desahan kami saling bersautan.
Penisku terasa seperti diurut-urut dalam cengkraman dinding vagina mbak Nonik.

Mungkin karena sudah cukup lama aku tidak berhubungan intim.. atau mungkin karena suasana hati.. pertahananku tidak bisa bertahan lebih lama.

Kurang dari rekorku yang selalu bertahan di atas 10 menit.. jemariku dipinggangnya bergetar menahan sesuatu yang akan meledak di bawah sana.
Tapi aku tidak begitu saja menyerah.. wanita ini harus tersungkur di waktu yang sama.

Aku mempercepat ritme sodokan-sodokanku..
Tenaga terakhirku menghempas-hempas selangkanganya lebih buas.
Payudara itu tak henti kuremas dari dua sisi.

Dan benar saja.. wanita tambun ini menyerah lebih awal.
Goyangan pantatnya tiba-tiba saja terhenti dan tubuhnya bergetar-getar hebat.

“.. Uuugghhh.. mass.. maass.. edhuann.. auwww.. uhhhh..!”
Lengkingnya sambil tubuhnya mengejang mencengkram pinggir bathtub.

Cairan hangat itu seperti air seni yang menyirami penisku di dalam. Serr.. serr.. serr..

Aku pun telah mencapai akhir..
Sedetik setelah kepala penisku berkedut.. Cratt.. crett.. crett.. crett…
Spermaku meledak menyemprot liang vaginanya.

“Mmmmpphhh.. ahhhhh.. ahhhhhh.. ahhh..” Suaraku parau mengerang.

Kami seperti kesetanan mengejang secara bersamaan.
Selanjutnya kami berdiri terkulai bersender pada dinding kamar mandi.
Kulihat sisa-sisa spermaku mengalir turun dari selangkangan mbak Nonik membasahi pahanya.

Selesai mandi bersama kami menghabiskan waktu duduk sambil minum teh di sofa tengah.
Satu jam lebih berlalu. Mbak Nonik yang masih terlilit handuk membuatku kembali bernafsu.

Sebentar saja kami telah bersiap dalam posisi masing-masing.
Wanita ini seperti kecanduan melakukanya lagi tanpa banyak bicara.

Mbak Nonik duduk menghadapku di pangkuan.. sofa itu cukup kuat menahan beban kami.
Sebentar saja pantatnya telah naik-turun melahap penisku di bawah.

Permainan kami berlangsung cepat.
Aku mengambil alih peranan beberapa menit kemudian.. aku menghajar kewanitaannya dari bawah dengan hebat.
Hanya beberapakali mengayun aku terdesak untuk memuntahkan kembali spermaku.

Mbak Nonik pun tidak lebih kuat bertahan.. dia terisak ketika mencapai klimaks.
Lelehan cairan kami turun membasahi pinggiran sofa sesaat kemudian.
Petang itu pergumulan kami sangat memuaskan.
——————

Satu Minggu berlalu.. ada rasa sesal telah melakukan hubungan intim terakhir dengan mbak Nonik.. ketika mendengar kabar menggembirakan.. sekaligus mendebarkan dari Bu Murni.

Pagi itu beliau menelponku.. suaranya ceria dan lepas.
Dia mengabarkan bahwa anaknya.. Shinta.. telah menyetujui rencana kami untuk menikah.

Diapun sebenarnya terkejut.. karena Shinta tanpa beban mendukung niat ibunya..
“Yang penting Ibu yakin dan bahagia..” ungkap cerita wanita itu.

Dan kabar yang mendebarkan adalah bahwa dia telah terlambat menstruasi selama 2 bulan.. kemungkinan ada sesuatu yang salah.

Mungkin dia hamil. Aku serasa disambar petir mendengar kabar itu.
Tapi semuanya sudah kadung.. toh aku memang sangat berkeinginan untuk menjadikannya istri.

Satu bulan kemudian kami menikah.. dalam suana sederhana dan hanya dihadiri oleh beberapa orang terdekat.

Tidak ada yang mewakiliku dari pihak keluarga.. aku besar sebagai yatim piatu.. saudara ayah dan ibu terpisah jauh di kotakota lain.
Terlebih aku adalah lelaki yang terbiasa hidup dan mengambil keputusan sendiri sepanjang hidup.

Malam pertama kami tidak melakukan layaknya seperti pengantin baru.
Kami hanya memadu kasih.. berciuman dan berpelukan dengan mesra hingga tertidur.

Keesokan harinya kami bertolak ke Bali. Menginap di salahsatu hotel mewah di sekitar Kute.
Kami menghabiskan hari berjalan mengelilingi beberapa tempat wisata.

Malam menjelang.. kami seperti muda mudi yang tidak sabar menunggu momen di peraduan.
Malam itu Bu Murni mengenakan lingerie merah darah yang seksi.
Tubuhnya yang besar tinggi dan indah membuatku mabuk kepayang.

Percumbuan kami berlangsung romantis dan panas..
Kami seperti tidak membiarkan sedetikpun berlalu tanpa sentuhan dan ciuman penuh gairah.
Aku membiarkan diriku menjadi budak pemuja kecantikannya.

Dan persetubuhan kami berlangsung berkali-kali sepanjang malam.
Dunia serasa hanya milik kami berdua.

Setiap saat keperkasaanku menyentuh kewanitaannya Bu Murni membalasnya dengan rintihan dan pelukan penuh kasih.

Berkali-kali beliau membisikkan kalimat cinta di telingaku.. setiapkali aku menghantarnya pada puncak kenikmatan.

Satu tahun berlalu.. Bu Murni telah memberiku bayi perempuan mungil yang cantik.
Wanita ini begitu sabar menghadapiku.. bukan hanya soal karakterku.. tapi juga perihal kebinalan darah mudaku di dalam kamar.

Kisah mbak Nonik telah pula usai.. wanita itu kembali menghilang semenjak sebulan setelah kami menikah.
Mungkin dia tidak ingin menggangguku lagi..
Ada terbesit rasa kehilangan dalam hati. Bagaimanapun wanita itu pernah begitu hangat menemani..

Bersama istri dan bayi lucu ini.. petualangan hidupku akan berakhir hingga ajal memanggil.
Jepara I am In Love.

Related posts