REBUTAN BATANG PENISKU
Sedangkan Varisin seangkatan denganku tapi dari fakultas psikologi, pacarnya adalah salah satu temanku yang sedang belajar di luar negeri, sifatnya periang dan humoris, kadang-kadang suka bercanda kelewatan, tingginya skitar 160 cm, bodinya langsing, berambut lurus sebahu, wajahnya putih licin dengan hidung mancung, dia dan aku termasuk beberapa dari segelintir orang yang dekat dengan Ganes.
Malam itu langit sudah gelap kira-kira jam 19:00, kami sudah selesai berbelanja dan sedang menuju tempat parkir bertingkat. Tempat itu sudah sepi dan gelap karena aku kebetulan parkir di tingkat agak atas jadi jarang ada kendaraan. Suasana di sana cukup menyeramkan hanya diterangi lampu remang-remang. Tiba-tiba kami dikejutkan oleh 2 orang preman berpenampilan sangar yang menghadang jalan kami.
“Hei babi, tunggu dulu kalo mau lewat serahin dulu duit yang kalian punya, ayo!” kata yang kurus gondrong itu.
“Wah gile bawa cewek juga nih dia, cakep-cakep lagi, eh cewek mau main sama kita nggak!” timpal temannya yang berambut cepak. Aku segera bergerak menepis tangan si cepak ketika hendak mengelus pipi Ganes yang tampak ketakutan.
“Hei, hei.. kalau mau duit aku ada tapi jangan macam-macan sama temanku!” bentakku padanya.
Rupanya mereka tidak terima dan si gondrong mengeluarkan pisau lipatnya dan menyerang ke arahku, aku menghindar dan menangkap pergelangan tangannya, kupuntir dengan jurus aikido yang kupelajari sejak SMA, “Ci Ganes, Varisin, cepat masuk ke mobil dan lari, jangan tunggu aku!” seruku pada mereka seraya memberi kunci mobil pada Ganes, mereka segera masuk ke mobil dan kudengar mesin sudah dinyalakan tapi bukannya lari malah menungguku.
“Heh bangsat, mau jadi jagoan loe, ayo kita hajar dia dulu Wan baru kita kerjain cewek-ceweknya,” kata yang gondrong pada temannya. Si cepak menerjang ke arahku tapi kutendang perutnya sampai terhuyung-huyung ke belakang.
“Ayo masih berani maju?” tantangku dengan memasang kuda-kuda. Yang cepak itu masih belum kapok, dia mengeluarkan pisaunya dan mencoba menusukku, kami sempat terlibat pertarungan seperti dalam film-film action.
Tanganku sempat tersabet pisau dan membuat luka gores sepanjang kira-kira 10 cm, namun aku berhasil merebut pisau si gondrong dan kupatahkan pergelangan tangannya, sementara yang cepak terkena tinjuku pada mulutnya sehingga terlihat darah pada bibirnya.
Sebenarnya aku mulai kewalahan tapi aku mencoba tetap tenang dengan menggertak mereka dengan pisau yang kurebut sambil berdoa dalam hati, kami terdiam sesaat lalu mereka perlahan-lahan mundur, membalikkan badan dan kabur entah kemana, akhirnya berguna juga ilmu bela diri yang kupelajari selama ini. Aku segera masuk mobil, kusuruh Ganes segera tancap gas, dengan wajah masih tampak tegang dia segera menjalankan mobil dan keluar dari situ.
Varisin berkata padaku, “Ihh tangan kamu berdarah tuh, kamu nggak apa-apa?”. Varisin membantu mengobati lukaku dengan peralatan P3K di mobilku.
“Miko, kamu nggak apa-apa, kita ke rumah sakit ya,” sambung Ganes.
“Ah nggak usah kok cuma luka gores aja, nggak sampai kena tulang lagi, tinggal diobatin dan diperban sendiri aja, kalian tenang sajalah, harusnya aku yang terima kasih pada kalian, kalian sudah aku suruh kabur dulu tapi malahan nungguin, kalau aku kalah tadi gimana coba!”
“Miko, kamu masih anggap Cici ini temanmu nggak sih, kamu pikir kita tega ninggalin kamu sendirian kayak gitu!” kata Ganes dengan ketus dan menatap tajam ke arahku.
“Udah Ci, lagi nyetir jangan marah-marah, Miko kan tadi kuatir keselamatan kita juga, uuhh.. kamu sih asal omong!” Varisin mencoba menenangkan sambil menyikut dadaku, aku diam saja daripada ribut sama cewek, bukannya takut tapi bikin pusing apalagi mendengar omelan Varisin kalau lagi bawel.
Sesampainya di kost, aku menyuruh mereka istirahat saja supaya tenang, aku sendiri segera masuk kamar. Kira-kira jam 9 malam, aku sedang membaca tabloid Bola, pintuku diketuk, ternyata yang datang Ganes dan Varisin yang sudah memakai pakaian tidur.
“Loh, ngapain kalian berdua ke sini malam-malam begini?” tanyaku.
“Kita cuma mau berterima kasih barusan itu, kamu tadi hebat banget deh Le, mirip Jet Lee aja aksinya,” puji Varisin dengan tersenyum.
“Boleh kami masuk, ngobrol-ngobrol sebentar?” tanya Ganes.
Akhirnya kupersilakan mereka masuk juga mumpung belum ada yang lihat.
“Gimana lukamu Le, sori banget ya demi kita kamu jadi gini, kalo nggak ada kamu nggak tau deh gimana nasib kami,” kata Varisin sambil memegangi lenganku yang sudah diperban.
“Ah luka kecil, nggak lama juga sembuh kok, kalian tenang deh.”
“Le, kamu hebat deh tadi, makannya kita ke sini rencananya mau membalas budi nih, kami ada hadiah kecil buat kamu,” sahut Ganes.
“Oh, nggak usah Ci, kita kan temen kok pake hadiah-hadiahan segala.”
“Eee, harus diterima lho kalo nggak aku nggak mau omong sama kamu lagi nih!” sambung Varisin setengah memaksa.
“Ya, iya deh, aku terima aja biar kalian puas, makasih loh.”
“Tapi loe tutup mata yah, soalnya ini surprise loh,” katanya lagi.
“Wah, apa sih pake rahasia segala, ya udah deh, aku merem nih,” kataku.
Aku bersandar di ranjang sambil memejamkan mata, kudengar suara tirai ditutup dan Ganes berkata, “Awas jangan ngintip ya, ntar batal loh hadiahnya!” disambung dengan suara Varisin ketawa cekikikan.
Akhirnya aku merasakan salah seorang duduk di sampingku dan meraih tanganku.
“Sudah siap?” ternyata suara Ganes.
“Sudah, boleh buka mata belum Ci?”
“Tunggu bentar lagi.” jawabnya.
Tanganku disentuh & diusapkan pada suatu benda kenyal olehnya. Betapa kagetnya aku ketika meraba benda itu ternyata adalah payudara wanita.
Segera kubuka mata dan benar saja, Ganes duduk di samping kiriku tanpa sehelai benangpun dan menumpangkan tanganku di payudaranya, sementara Varisin yang juga sudah polos mematikan lampu kamar dan menyalakan lampu meja sehingga suasana menjadi remang-remang.
“Nah kalo gini kan jadi romantis suasananya.” katanya.
Benar-benar kaget bercampur terangsang aku saat itu, aku baru pertama kalinya melihat mereka polos. Tubuh Ganes ternyata benar-benar aduhai, perut rata, paha jenjang yang mulus, bulu kemaluan yang rapi dan lebat, dan payudaranya lumayan besar dan kencang, benar-benar mirip dengan Vivian Hsu yang sering kulihat gambar-gambar bugilnya.
Tubuh Varisin tidak kalah menarik walaupun payudaranya tidak sebesar Ganes, mungkin hanya 34 dengan puting merah muda dengan bulu kemaluan yang lebat pula.
“Loh, kok.. kok begini sih, terima kasihnya kelewatan deh kayaknya,” kataku sedikit gagap dan jantungku berdebar kencang karena aku belum pernah main dengan perempuan lain selain pacarku sendiri.
“Tidak Le, kamu memang pantas menerimanya, jadi hutang budi ini impas,” jawab Ganes lalu dia membuka ikat rambutnya sehingga rambut panjangnya tergerai bebas sedada.
“Wah, Ci liat, mukanya merah tuh, dia malu sama kita kali,” kata Varisin sambil tertawa.
“Nggak usah malu Le, kita kan temen dekat bukan orang lain,” kata Ganes seraya membelai pipiku dan mencium bibirku. Imanku langsung runtuh karena perlakuan mereka, begitu bibirnya menempel di bibirku segera kusambut dengan tarian lidahku di mulutnya
Lidah kami saling beradu dengan penuh nafsu, tanganku sudah mulai memijat-mijat buah dadanya dan mulai turun meraba-raba paha mulusnya naik lagi ke kemaluannya dan kuberikan sentuhan halus pada klistorisnya.
Ganes yang biasanya pendiam dan lemah lembut itu, malam itu begitu liar & penuh nafsu jauh dari yang sehari-hari. Varisin tidak tinggal diam, dia memelorotkan celana trainingku dan CD-ku sehingga barangku yang sudah tegang menyembul keluar.
“Wah besar juga nih, pantes si Vivi betah sama lu Le,” godanya. Dijilatinya senjataku dengan penuh nafsu, lalu dimasukkan ke mulutnya dan diemut-emut seperti seperti permen lolipop. Sementara ciumanku pada Ganes sudah mulai turun ke dagunya, lalu ke leher.
Kusibakkan rambut panjangnya ke samping kiri lalu kujilat-jilat leher kanannya, kugigit pelan sambil menyapunya dengan lidahku. Nafas Ganes sudah mulai kacau matanya terpejam sambil mendesah dan meremas-remas rambutku, aku sendiri merasakan sensasi hebat pada batanganku yang sedang dikulum Varisin, baru pertama kalinya kurasakan kenikmatan bercinta dengan dua wanita.
Tanganku mulai naik dari kemaluannya menuju dadanya dan lidahku turun menuju sasaran yang sama, akhirnya kutangkap dada kanannya dengan tanganku dan dada kirinya dengan mulutku, disaat yang sama juga tangan kiriku mengelus-elus pantatnya yang indah itu. Puting yang ranum itu kusedot dan kutarik-tarik dengan mulutku dan dada kanannya kuremas-remas sambil memencet putingnya.
Setelah beberapa saat kurasakan barangku mau meledak karena kuluman Varisin.
“Sin, Sin udah stop dulu.. aku udah nggak tahan nih!” kataku terbata-bata.
Akhirnya dia menghentikan kegiatannya dan berkata, “Lu gitu ah, masa mainnya sama Ci Ganes terus, kamu nggak suka Varisin ya, ntar aku bilangin loh ke Ko Hendy (pacar Ganes) biar digebuk hehehe..”
“Sori dong Sin, abis kan tadi Ci Ganes yang mulai dulu, jadi dia yang duluan dapet.”
“Ya udah, biar adil kita undi saja siapa yang lebih dulu melayani Miko, gimana Sin?” Ganes memberi usul. Mereka berdua suit dan yang menang adalah Ganes.
“Yah, Varisin kalah, ya udah Cici duluan deh, jahat ah!” kata Varisin mencibir pada Ganes.
“Tenang Sin kamu juga ntar kebagian kok, Miko kan kuat, ya nggak,” kata Ganes sambil melirik padaku. Kini Ganes berbaring terlentang di ranjang dan Varisin duduk di tepi ranjang menunggu. www.filmbokepjepang.net Kuciumi sekujur tubuhnya mulai dari bibir dan sesampainya di kemaluan, kuangkat kedua kakinya ke bahuku sampai tubuhnya setengah terangkat lalu kudekatkan wajahku ke pangkal pahanya. Bulu-bulu lebat itu kusibakkan dengan jariku dan kujilati belahan di tengahnya.
Lidahku bermain-main dengan ganas di daerah itu membuat tubuh Ganes mengelinjang-gelinjang disertai suara-suara rintihannya. Tidak kuhiraukan lagi bahwa gadis ini sebenarnya adalah seniorku dan kuanggap kakak angkatku yang harusnya kuhormati, yang terpikir saat itu hanyalah nafsu dan nafsu yang makin membara.
Mendadak kurasakan sebuah tangan dengan jari-jarinya yang lembut menggenggam batang kemaluanku yang nganggur. Pemilik tangan lembut itu adalah Varisin yang tidak tahan hanya menjadi penonton.
Dikocoknya batang kejantananku lalu dimasukkan ke mulutnya dan diemut-emut, sementara lidahku terus bekerja di liang kewanitaan Ganes, tanganku membuka bibir kemaluan yang rapat itu sampai kulihat tonjolan kecil di tengahnya, dan kumasukkan lidahku lebih dalam lagi agar bisa menjilat benda itu. Rintihan Ganes makin menjadi-jadi sambil meremas-remas sprei dan Varisin berpindah menciumi payudara Ganes.
Sesaat kemudian kedua paha Ganes mulai menjepit kepalaku, badannya tertekuk ke atas. “Oh, Miko.. akhh.. ah!” Erangan itu diiringi menyemburnya cairan hangat berwarna bening membasahi mulutku, setelah itu kuturunkan badannya dan Varisin membantuku menjilati cairan yang masih tersisa di kemaluan Ganes sampai bersih, tubuh Ganes mulai melemas kembali.
“Miko, kamu waktu main sama Vivi juga seperti ini ya, permainanmu bagus sekali,” puji Ganes padaku.
“Ah biasa aja kok Ci,” sahutku sambil memiringkan tubuhnya dan kuarahkan batangku ke lubang yang sudah basah itu. Sedikit demi sedikit batang itu mulai tertancap di lubang itu diikuti desisan Ganes sampai akhirnya dengan susah payah akhirnya mentok juga batangku di kemaluannya yang sempit itu.
Setelah itu aku mulai memacu badanku maju mundur sambil meremas-remas payudaraya dan Varisin menjulurkan lidahnya untuk beradu dengan lidahku. Sungguh nikmat sekali rasanya menikmati pijatan-pijatan dinding liang kewanitaan Ganes sambil memijat payudaranya dan bermain lidah dengan Varisin, sekali-sekali Varisin juga menjilati leher dan telingaku. Benar-benar aku merasakan diriku bagaikan seorang kaisar yang sedang dilayani selir-selirku saat itu.
Beberapa saat kemudian aku merasa mau keluar dan berkata, “Ci, mau keluar sebentar lagi nih.”
“Siram di mulut.. ohh.. ahh.. di mulut Cici!” katanya lirih.
Akhirnya kami klimaks bersama dan kusuruh dia membuka mulut untuk menyemprot spermaku. Cairan putih kental membanjiri mulutnya sampai menetes di sekitar bibirnya, Varisin pun ikut menjilati spermaku yang masih berlepotan di batangku. Ganes sekarang tergolek lemas dengan sisa-sisa sperma masih membekas di bibir, dagu, dan lehernya, sesudah mengatur nafas dia tersenyum padaku dan berkata,
“Bisa-bisa besok pagi Cici nggak bisa kuliah gara-gara kecapean nih,” jarang-jarang dia tersenyum begitu, padahal wajahnya semakin manis kalau lagi senyum.
“Sama Ci, saya juga gitu mungkin, sekarang Cici istirahat aja dulu deh, Varisin udah nggak sabar nih,” jawabku sambil merengkuh tubuh Varisin dalam pelukanku. “Sin, biarin Cici istirahat di ranjang dulu ya, kita mainnya di tempat lain dulu, oke..”
“Ya terserah kamu deh, asal jangan di luar kamar, kan malu,” katanya sambil memencet hidungku dengan nakal.
“Ya, iyalah masa di luar sih, dasar cewek sableng,” kataku sambil membantunya berdiri.
Kami berdiri berhadapan saling peluk tanpa mengenakan selembar benangpun, kutatap wajah dan matanya dalam-dalam, semakin dilihat semakin cantik.
Kurapatkan dia ke tembok, kukecup keningnya merambat ke telinganya dimana aku berbisik, “Sin, kamu pernah melakukan ini pada siapa saja?”
“Baru loe, Andry, dan bekas pacar aku di SMA, loe sendiri gimana Le, aku ini cewek keberapa yang luperlakukan begini?”
Aku terdiam sesaat lalu kujawab, “Selain Vivi dan Ci Ganes mungkin kamu yang ketiga dan terakhir bagiku Sin.”
“Kenapa loe bilang aku yang terakhir Le?”
“Ya, karena aku sudah berdosa pada Vivi, aku tidak mau menambahnya lagi.”
“Hihihi, ternyata masih ada juga pria lugu seperti kamu Le.”
Lalu dia berkata di dekat telingaku, “Jadi loe belum bisa membedakan antara seks dan cinta,” habis menyelesaikan kata-kata dia langsung mengulum telingaku dan kubalas dengan meraba punggung mulus dan pantatnya.
Kami saling raba bagian-bagian sensitif selama beberapa saat dan kini kuangkat kaki kanannya masih dalam posisi berdiri dengan bersandar di tembok.
Pelan-pelan kumasukkan batang kemaluanku ke liang yang sudah becek itu, benar-benar sempit milik Varisin ini, lebih sempit dari Ganes sehingga dia meringis kesakitan sambil mempererat cengkramannya di pundakku saat kumasukkan batangku.
“Aduhh.. ahh.. pelan-pelan Le, sakit.. ahh..!” Sedikit demi sedikit batangku sudah masuk setengahnya.
Kuhentikan gerakanku sejenak sambil berkata, “Sin, kamu siap?”
“Siap apaan sih.. aawww..sakitt!” jeritnya. Sebab saat dia bilang ‘sih’ kuhujamkan sekuat tenaga sisa batangku yang belum masuk sampai mentok dan kurasakan kepala batang kejantananku menghantam dasar kemaluannya dengan kuat sehingga tubuhnya tersentak dan matanya membelakak kaget, telapak tanganku sudah kusiapkan di belakang kepalanya agar ketika terkejut kepalanya tidak membentur tembok.
“Jahat loe, bikin kaget aku aja,” tanpa banyak bicara lagi kugerakkan pantatku maju mundur membuatnya mengerang-erang setiap kusentakkan tubuhku ke depan.
Dadaku saling bergesekan dengan dadanya. Sambil terus menggenjot kuciumi terus bibirnya sehingga erangannya tertahan, yang terdengar hanya suara, “Emmhh.. emmhh.. emhmm..”
Beberapa saat kemudian tubuhnya kurasakan seperti menggigil dan dia mempererat pelukannya, demikian juga aku makin erat memeluknya sampai kurasakan hangat pada batang kejantananku disusul keluarnya cairan bening dari liang senggama Varisin, cairan itu mengalir deras dari sumbernya terus turun ke pahanya dan sampai ke ujung kakinya.
Perlahan-lahan gerakanku melemah dan akhirnya berhenti, kuturunkan kakinya dan kulepaskan batangku yang masih menancap di kemaluannya. Tubuh Varisin yang sudah basah kuyup oleh keringat melemas kembali dan merosot sampai terduduk di lantai, keringat di punggungnya membasahi tembok di belakangnya. Kuambil tisu lalu kubersihkan cairan kenikmatan yang mengalir membasahi tungkainya.
Kami berdua terdiam sesaat memulihkan tenaga kami yang terkuras. Setelah kurasa segar kembali kuperhatikan dia yang masih terduduk lemas di lantai dengan kaki kiri ditekuk, mataku terpaku mengagumi keindahan tubuhnya membuat gairahku bangkit kembali.
“Ngapain sih loe, serem amat melototin aku kaya gitu,” katanya sambil menyilangkan kedua tangan menutupi dadanya. Tanpa menjawabnya kutarik lengannya lalu kubuat posisinya berdiri membelakangiku dengan kedua tangannya bertumpu di pinggir meja belajarku. “Aduh.. tunggu dulu Le, aku masih capek, loe jahat ih!”
Dengan segera kubasahi batang kejantananku dengan ludah lalu kumasukkan ke lubang pantatnya dengan paksa dan kuhentakkan biasa saja tapi dia malah menjerit histeris,
“Awww.. sakit, toloongg!” Jeritannya ini sempat membuatku kaget juga karena kencang sekali, aku takut sampai mengundang perhatian tetangga sebelahku, untungnya lokasi kamarku ini agak di ujung namun jeritannya tadi cukup luar biasa.
Aku melepaskan sebentar tusukanku dan mengintip dari jendela apakah ada yang datang ke sini, lega aku melihat koridor masih sepi tanpa suara dan kamar sebelahku juga sudah gelap, kurasa dia sudah terlelap.
Kudekati Varisin masih tetap dalam posisinya. “Aduh Sin, itu suara tolong dikecilin dong volumenya, gawat nih kalo ada yang tau, pake tolong segala lagi, bisa-bisa dikira ada pembunuhan.”
Dasar cewek bandel, dia malah sambil tertawa berkata, “Lucu tampang kamu lagi panik Le, masa kamu lupa si Ferry tetangga sebelah loe kan lagi pulang makanya aku kagetin loe, ini balasan waktu tadi ngagetin aku (ketika posisi berdiri), jadi kita seri hihihi!”
“Ooo jadi loe sengaja ya, awas loe ayo sini tunggu ya balasan aku ntar!” kataku menghampirinya. Dia malah berkelit sambil berlari kecil.
“Wek, sini tangkep kalo bisa,” ejeknya dengan menjulurkan lidah.
“Cewek bandel, awas kalo kena ya!”
“Lho kalian lagi ngapain, kok kayak anak kecil aja sih, dari tadi ribut terus,” kata Ganes yang sudah bangun.
“Ini Ci, aku lagi kasih pelajaran buat si bandel nih.”
Akhirnya kutangkap setelah dia terdesak di lemari pakaianku di sudut ruangan, kupeluk dia dari belakang, “Nah ketangkep loe sekarang, mau ke mana lagi.”
“Hihihi Miko ampun ah, jangan kasar-kasar!” dia masih tertawa-tawa ketika itu, lalu aku membuat posisinya seperti tadi lagi, kini kedua tangannya yang bertumpu pada lemari.
“Sekarang tau rasa nih balesan aku!” kataku dengan senyum penuh kemenangan.
Kutuntun batang kejantananku memasuki lubang pantatnya yang sempit, sedikit demi sedikit akhirnya amblas seluruhnya. Waktu kumasukkan suara tawanya perlahan-lahan berubah menjadi suara rintihan, senyumnya sirna berganti menjadi ekspresi kesakitan,
“Hi.. hi.. hi.. Miko udah ah, lepasin ah.. ahh.. jangan.. ahh.. sakit..!” Mendengar rintihan tak karuan itu nafsuku semakin bangkit, pinggulku segera bergerak maju mundur dengan ganas. Dasar sifatnya bawel, waktu bertempurpun dia masih sempat berceloteh sambil merintih, “Akhh.. kamu.. sadis.. ah.. ntar aku mau.. ohh.. lapor.. aakhh.. sama.. sama Vivi.. ahh!”
Pinggulnya ikut berpacu menyelaraskan dengan gerakanku, yang paling enak adalah saat sentakan kita saling berlawanan arah sehingga menambah tenaga tusukanku agar menancap lebih dalam, bila sudah begitu selalu histeris tapi tidak sehisteris waktu mengagetkanku tadi.
Payudaranya juga ikut berayun-ayun kesana kemari, kedua putingnya kutangkap dengan jariku, kupuntir, kutarik, dan kupencet tanpa menyentuh dadanya, aku sengaja berbuat begitu agar dia penasaran dan memohon padaku. Benar saja perkiraanku setelah beberapa lama kumainkan putingnya tanpa menyentuh dadanya dia mulai memohon.
“Le.. ahh.. kamu kok.. oohh.. cuma mainin.. aahh putingnya.. remas dadaku Le.. please!”
“Hehehe.. aku kan udah janji mau ngebales loe tadi, tunggu aja sampai saatnya nanti Sin, hehehe,” jawabku sambil tetap menggenjot lalu tangan kiriku menjambak rambutnya hingga kepalanya menengadah ke atas.
“Aaawww.. kamu.. kamu.. ahh.. jahat.. kasar.. awas ya nanti!” Puas hatiku menyiksa si bandel ini hingga tak berkutik memohon-mohon padaku. Menurutku bercinta dengannya lebih enak daripada Ganes yang agak pasif, Varisin cukup pintar mengimbangi gerakan-gerakanku, staminanya pun lebih baik sedangkan Ganes belum apa-apa sudah takluk, maklum Varisin ini orangnya rajin fitness.
“Uaah.. mau keluar Sin!” jeritku ketika mau mencapai puncak.
“Aku juga.. aahh.. ayo perdalam lagi.. ouchh!”
“Uahh..” begitu spermaku muncrat aku langsung berteriak dan meremas kedua buah dada Varisin dengan keras disusul pula oleh jeritannya.
“Aaakkhh sakiitt.. eenakk..!” Tanpa melepas batang kejantananku , kepalaku menyelinap ke balik ketiak kirinya, sasaranku adalah puting susu yang ranum itu. Mulutku menangkap benda itu lalu kusedot dengan gemas sementara tanganku masih meremas buah dadanya. Kubalikkan tubuhnya hingga kami saling berdiri berhadapan.
“Sin, kamu nggak menyesal melakukannya padaku?” tanyaku, dia hanya menggeleng dengan nafas yang masih memburu, tubuhnya licin mengkilap karena berkeringat. “Le aku capek berdiri terus, bantu aku ke ranjang dong,” pintanya.
Maka kugendong dia ke ranjang dengan kedua tanganku sambil bercumbu mesra, kubaringkan dia di sebelah Ganes yang sudah bangun, lalu aku duduk di tepi ranjang karena ranjangku tidak cukup berbaring 3 orang.
“Wuiih main sama Varisin ribut banget, sori ya ngebangunin Cici nih,” kataku pada Ganes.
“Eee.. loe yang sadis kok masih nyalahin aku, awas ya!” kata Varisin sambil menangkap kemaluanku dan menggenggamnya erat.
“Idiih.. idihh.. gitu ya, lepasin Sin malu tuh diliatin Ci Ganes!”
“Minta ampun dulu, kalo nggak kagak bakalan aku lepas nih!”
“Iya, sori.. sori deh yang mulia putri, sekarang lepas dong!” gila bukannya dilepas malahan dijilatinya batang kejantananku yang masih ada sisa-sisa sperma dan cairannya itu.
“Kalian kok berantem melulu sih, lucu ah!” kata Ganes lalu dia mendekati kami dan ikut menjilati batang kejantananku. Aku jadi merem melek keenakan menikmati permainan mulut mereka sambil mengelus-elus rambut indah Ganes.
Aku lalu menyandarkan badanku di ujung ranjang agar lebih nyaman, kedua gadis cantik ini kini berada di depanku sedang mempermainkan kemaluanku. Jilatan demi jilatan, emutan demi emutan membuatku menyemburkan kembali maniku namun kali ini sudah tidak banyak lagi yang keluar akibat terkuras pada ronde-ronde sebelumnya.
Dengan rakusnya mereka berebutan melahap cairan putih itu sampai habis bersih, pada bibir-bibir mungil itu masih terlihat percikan spermaku.
Mereka lalu menyuruhku telentang di ranjang, aku tidak tahu mereka mau apa lagi tapi kuturuti saja. Ganes lalu naik ke atas kemaluanku dan memasukkan batang itu hingga terbenam dalam kemaluannya, kemudian dia mulai bergoyang-goyang naik turun seperti naik kuda.
Varisin naik ke atas wajahku berhadapan dengan Ganes dan menyuruhku agar menjilati kemaluannya. Sambil kuelus-elus pantat yang mulus itu, lidahku menjelajahi liang kemaluannya, gerakan lidahku bervariasi dari berputar-putar membuat lingkaran, mempermainkan klitorisnya, menggigit lembut klistorisnya, menusukkan jari tengahku sampai mendorong-dorongkan lidahku ke liang itu.
Tanganku bargantian memijati kedua payudara Varisin dan mengelus paha serta pantatnya, suatu ketika kuraba payudaranya, tanganku juga bertemu tangan Ganes di situ, jadi masing-masing payudara Varisin dipijati 2 tangan.
Suara desahan mereka berdua memenuhi kamarku, terkadang suara itu berubah menjadi, “Emhh.. emhh.. emhh!” sepertinya itu suara mereka berdua sedang berciuman sehingga desahannya terhambat, aku tidak tahu persis karena waktu itu pandanganku tertutup tubuh Varisin.
Goyangan pinggul Varisin bertambah dahsyat ditambah lagi jepitan pahanya terkadang mengencang membuatku agak kewalahan mengatasinya, sementara Ganes yang tidak kalah gilanya makin mempercepat gerakannya sehingga terasa sedikit sakit pada buah pelirku akibat tindihannya.
Aku pun tak mau kalah, kubalas dengan menggerakkan pinggulku, kurasakan batang kejantananku sudah terasa licin dan hangat oleh cairan yang keluar dari liang kewanitaannya, bersamaan dengan itu terdengarlah jeritan histeris Ganes yang tidak lama sesudahnya disusul erangan Varisin dan tetesan cairan kenikmatannya ke wajahku.
Tubuh keduanya mengejang di atas tubuhku selama beberapa saat, kurasakan goyangan Ganes mulai melemah sampai akhirnya berhenti, Varisin turun dari wajahku dan langsung menjatuhkan diri di sampingku.
Kulihat tampang Ganes sudah kusut, rambut panjangnya berantakan sampai menutupi sebagian wajahnya dan tubuhnya sudah bermandikan keringat, dia jatuh telungkup di atasku, payudaranya menindih dadaku, empuk dan nikmat sekali rasanya, lebih enak dari ditindih bantal bulu angsa sekalipun.
Begitu w bahkan Ganes, gadis bagaikan gunung es itu sudah tidak perawan lagi, tapi aku tidak peduli soal itu yang penting kenikmatan yang kudapat waktu itu sangat hebat, lagipula liang kemaluan mereka masih sempit karena menurut pengakuan mereka jarang melakukannya karena pacar mereka tinggal terpisah jadi jarang bertemu.
Gara-gara permainan liar malam itu besok paginya aku tidak ikut kuliah jam 7 karena tubuhku pegal-pegal terutama bagian pinggang seperti mau copot rasanya, kumatikan wekerku dan meneruskan tidur sampai jam 10.00 ketika si bandel Varisin menggedor pintuku, “Wei.. wei.. bangun pemalas, semalam ngapain aja loe!” www.filmbokepjepang.net