Rasa Pantat
enjoy kirim cendol jika berkenan
All credits go to Feynman15 –A Taste of What’s to Come- with edit.
Semua yang mengenalku mengatakan aku adalah bumbum lovers. Aku suka sama pantat.. bokong.. burik.. hiks.. silit.. hahaha.. tambah jelek aja istilahnya, yap.. aku bisa bilang bahwa aku adalah pecinta pantat. Ada sesuatu yang mendesak; yang terlarang tentang itu. Dan itu membuatku gila. Ini adalah ceritaku tentang aku dan sepasang bongkahan lemak perempuan itu, yang kudapatkan dari perempuan yang bisa dibilang… “Terlarang”.
Setelah lulus SMA aku cukup beruntung karena bisa kuliah sambil menyambi kerja sebagai guru les. Kerjaanku pergi ke rumah mereka, ngajarin kimia, matematika.. makin tekun makin tidak karuan.. bodo amat lah.. yang penting aku digaji.
Dari salah satu anak didik yang kuajar, ada seorang cewek SMA anaknya Pak Ketua RW. Namanya Indah. Aku gak akan lupa hari dimana aku berhasil mencium bau lubang pantatnya…
Indah adalah seorang gadis Jawa tulen. Cukup tinggi, yang tertinggi lah di keluarganya, sekitar 172cm. Padahal baru ulang tahun ke-18, dan aku 26 tahun saat itu, tapi tingginya cuma terpaut beberapa cm saja dariku. Nggak langsing –agak gemuk-; hmm.. montok. Pinggul seksi, susu ukuran C, dengan rambut yang tidak terlalu panjang terurai menutupi dadanya. Dan matanya! Oh men… Itu bukan mata yang bisa ditemuin di dunia yang fana ini. Kalau menjadi modelnya Om Wisanggeni dan Om Borjuang, pasti banyak yang kasih GRP deh. Tapi Indah nggak pernah ngerasa bahwa dirinya seksi.
Dia yaa… anak Pak RW, Jawa tulen. Nggak pernah pesta-pesta, ngerokok, karaokean aja jarang. Tapi aku tau, di umurnya yang hampir 2 dekade, pasti ada rasa ingin berontak dari “rutinitas alim” sehari-hari. Dia hanya butuh alasan supaya nggak mencoreng nama baik bapaknya.
Dan untukku.. aku butuh alasan buat mencium pantatnya. Aku sudah menjadi guru lesnya selama beberapa bulan, dan hasratku menjadi semakin horny setiap kali aku di sana. Kadang aku nyuruh Indah buat meraut pensilnya di meja ruang tamu supaya aku bisa melihatnya nungging dari belakang dan.. imajinasimu aja deh.. aku kayaknya sudah terbiasa nyuruh Indah ngeraut pensilnya karena suatu hari dia ngerasa kalau sering diperhatikan dari belakang.
“Liat apa Kak?” tanyanya.
“Ha? Enggak kok.. kenapa?
“Indah mengangkat alis dan memutar bola matanya dan dengan nada mengejek bilang, “Ayolah.. aku bukan idiot. Aku tau apa yang Kakak liatin dari aku,”
*deg*
“Ngelilat apa, Indah?”
Tepat setelah aku tanya, dia ngelakuin sesuatu yang aku gak pernah bayangkan –ya mengharapkan sih-. Indah berdiri dan terang-terangan menjatuhkan pensilnya ke belakang.
“Oops,” katanya sembari menunduk ke bawah dan memperlihatkan aku (lagi) bongkahan pantatnya. Tititku ngaceng dalam sepersekian detik.
“Liat inihh…” katanya sambil menepuk pantatnya dan tertawa renyah.
Sontak serangan panik menyerang tubuhku. Sebanyak darah yang mengalir ke arteri burungku, sama jumlahnya yang mengalir ke otakku. Sialan, aku harus apa?! Dia pasti bakal melapor ke orang tuanya. Dan aku akan dipecat.. minimal. Untung-untung kalau nggak dilaporin ke Komnas HAM. Aku harap Cuma sekedar dipecat, jadi aku bisa pergi ke kota lain dan memulai lembaran baru sebagai “Guru les yang bersahabat, sekarang sudah tidak cabu lagiii!” Tapi kleengg.. habis ini pasti dia bakal lapor ke Papanya yang merupakan Pak RW, dan akan dibahas di rapat kelurahan dan akhirnya seluruh desa akan mengetahui bahwa aku adalah orang yang sedikit bocor di kepalanya. Aku seakan bisa berempati dengan Angelina Sundal ketika dia ditangkap basah oleh KPK.
“Hmm maksudmu gimana ya Indah? Aku nggak nge–”
“Udah diem aja, nggak usah ngelak. Sante, Kak.. aku juga bakal kena masalah sama kayak Kakak…” katanya.
“Nggak yakin deh,” ujarku pasrah.
Indah duduk dan matanya yang seindah berlian hitam itu kini menatapku. “Kakak punya sesi ngajar anak lain habis ini?” tanyanya.
Sekarang aku bisa merasakan aliran darah vena yang mengalir ke jantungku dan keluar sebagai darah arteri. Jantung, burung, cerebellum (betul nggak sih? Maaf kalau istilahnya salah). Aku nervous; anxious! Aku butuh alasan buat keluar dari semua ini, dan aku awalnya berencana kalau ada jadwal dadakan sehingga harus segera mengakhiri sesi lesnya Indah, tapi entah kenapa yang keluar malah, “Anak yang berikutnya dibatalin. Aku free sampe jam 7 malem,”
Indah semakin mendekat ke arahku, seakan mulut kami akan berpagutan tapi itu hanya di cerita stensilan. Dia mendekat ke telingaku dan berbisik… “Mama Papa nggak akan nyampe rumah sampe jam sembilan,”
Burungku gak bisa lebih tegang daripada ini, dan Indah jelas bisa melihat ada yang nyembul dari celana jeansku, seakan ingin berontak.
“Kemana arah pembicaraan kita, Ndah..” tanyaku gelagapan.
“Jadi apa yang Kakak paling suka dari aku?” tanyanya.
Aku menelan ludah dan menarik nafas dalam. “Ehhmm.. Ini bukan Indah yang aku kenal,” Kataku sambil menghela nafas.
“Indah yang Kakak kenal udah capek jadi Indah yang baik, alim… Cant’ we…just have a little fun?” Dia ngomong pakek bahasa Inggris.
Yup! FIX! Aku dah gak bisa tahan lagi. Satu-satunya suara menyerukan di kepalaku “ENTOTIN!” dari segala arah. Aku menatapnya dengan tatapan penuh nafsu.
“Yang paling Kakak suka? Sini biar Kakak tunjukkan,” ujarku.
Aku menggandeng tangannya Indah dan membawanya naik tangga ke kamarnya di lantai dua. Aku menutup pintu di belakangnya sambil dia duduk di pinggiran kasur, dan dengan tatapan tajam baik dari mata maupun tonjolan di selangkanganku.. aku berkata.
“Lepas celana pendek itu, sekarang juga,” perintahku.
Senyuman sinis terpancar dari mukanya ketika ia melepas celana pendek denimnya dan celana dalam ungu dalam beberapa detik. Aku bergerak mendekatinya, memutarnya membelakangiku, dan mendorongnya supaya sedikit menunduk.
“Nungging..” kataku.
“Ohh.. Indah nggak pernah senakal ini, Kak,” katanya melenguh. Indah merambat naik ke kasurnya, dengan kedua tangan dan kaki bertumpu; doggy style. Bokong cokelatnya sekarang berada sejajar dengan kepalanya. “Apa yang akan Kakak lakukan ke Indah?” tanyanya.
Aku nggak bilang sepatah katapun. Sebaiknya, aku mendekat di belakangnya dan berlutut, dan membuka lebar-lebar bumbumnya dan memperlihatkan lubang sunhole cokelat yang belum pernah dijamah tangan pria. Aku mendekatkan hidungku ke lubang anusnya dan menghirup dalam-dalam bokongnya. Aku masih bisa mencium bau parfum Indah, tapi rasa yang khas yang tak terdapatkan dimanapun di dunia ini lebih menonjol berasal langsung dari sunhole-nya. Ya Tuhan kotor banget, jijik. Tapi aku gak peduli. Ini yang aku mau sejak awal aku berkenalan dengannya. Aku menjulurkan lidah ku dalam-dalam dan menjilat seluruh permukaan sunholenya, dan menelannya.
“Ya Tuhan enakkk….,” kataku. Aku menjilat dan mejilat dan menelan segala rasa yang aku kecap. Pantatnya berasa kayak pantat… yaa.. pantat yang tak terjamah selama 18 tahun. Ya ampun jijik banget, gak bermoral, dan aku gak pernah merasa se-pengen ini mencium lubang tempat kotoran manusia keluar. Setiap detiknya…. aku habiskan dengan sepenuh hati. Indah sesedikit melenguh kegelian.. “uuwuuhihihi..hehe..”
Indah masih tetap mendesah pelan, dan tersentak “Aawhh..” “Ya Tuhan, Kak.. kakak SEGITU sukanya sama pantatku?”
“Cok.. iya. Pakek banget.” Kataku sambil kutersukan jilatan ke lubang sunhole cokelatnya.
Kakinya mulai gemetaran. “Yaampun Kak, kakak jorok banget… terusin,” ehmm.. Indah menggongong kayak anak anjing, dan melebarkan pantatnya selebar yang ia bisa. Sekarang sunholenya berkedut-kedut.
Basah dan mulai terbuka, aku menjulurkan lidahku dalam-dalam lagi ke dalam permukaan sunhole dan mengobok-obok isinya searah jarum jam. Ini udah kayak ngentot anal cuman pakek lidah. Aku berhenti cuman buat mengambil nafas dan menelan apa yang aku jilat. Sambil menggelinjang, Indah akhirnya berbalik dan dalam hitungan detik kita sudah make out –berpelukan dan berciuman- dengan binal dan ganasnya di atas kasurnya. Indah mengobok-obok isi mulutku.. dan menenggak apa yang telah kurasakan dari pantatnya ke dalam tenggorokannya.”Mmmmm,” katanya. “Pantatku rasanya enak ya. Nggak heran Kakak gila banget di belakang tadi,” Kita berdua tertawa dan ambruk tiduran di kasur, dengan rasa pantat yang masih mengecap di mulut.
“Gimana kalau kita jangan udahan dulu?” Ujar Indah sambil ngelihat jam dindingnya yang masih menunjukkan pukul enam petang. Kontolku yang awalnya mengkerut sudah menegang dan menyenggol sikunya. Azan maghrib berkumandang, kami berdua tertawa cekikikan… Hihihi..
Sudah 3 minggu lebih sejak pengalaman taster pantat itu. Dan telah banyak yang berubah antara aku dan Indah…
Aku memarkir mobilku di garasi rumahnya dan membunyikan bel pintu. Indah menjawab, dan menyapaku dengan tatapan penuh nafsu. Aku menutup pintu di belakangku. Kami tidak mengatakan sepatah kata. Aku menurunkan celanaku dan mengekspos ereksi majus yang telah kutahan-tahan sejak di perjalanan ke rumahnya. Matanya terbelalak dan tersenyum. Indah berjalan beberapa langkah ke kirinya dan menyandarkan punggungnya pada karpet yang menyelimuti tangga. Senyum sumringah kecil terpampang di wajahnya.
Dan lagi, tanpa kata. Indah hanya melihatku, dan membuka mulutnya sedikit sambil dengan gaya penuh nafsu menggigit bibirnya sedikit. Aku mengambil beberapa langkah pada anak tangga dan mulai memasukkan kontol ngacengku ke dalam tenggorokannya. Sambil kedua tangannya memegangi pinggangku, aku menusukkan burungku keluar-masuk mulutnya, diselimuti oleh ludah yang keluar dari lidahnya, kadang biji pelerku kena dagunya. Satu-satunya suara yang terdengar di rumah saat itu hanyalah bunyi “ceplek ceplek” burungku yang keluar masuk mulut yang ia pakai untuk mencium tangan ayah-ibunya di pagi hari ketika mau berangkat sekolah. Indah berusaha menahan lenguhannya dan mempertahankan kondisi sepi ini, tapi itu justru membuatku semakin horny, jadi aku semakin bersemangat untuk menggenjot mulutnya dengan beringas. Akhirnya aku menarik kontolku keluar dari mulutnya dan dibarengi dengan suara nafas Indah yang tersengal-sengal.
“Hai,” akhirnya Indah memulai percakapan, sambil berusaha menarik nafas.
“Hai, manis. Kamu udah ngerjain PR yang kemarin?” Tanyaku memulai percakapan. Aku mulai berjalan –setengah telanjang- ke meja ruang tamu tempat kami biasa melakukan les privat, tapi Indah justru bertingkah seperti anjing kecil lucu yang butuh pelukan. Aku jadi harus kembali ke tangga tempat dia bertingkah dan menyambut senyuman di mulutnya dengan beberapa sodokan kilat ke belakang tenggorokannya. Indah bangun dan menciumku dengan mesra.
45 menit kemudian, sesi les telah berakhir, dan aku dan Indah punya sisa waktu satu jam sebelum aku harus pulang. Agak aneh memang, kami belajar sambil separuh telanjang.
.
“Kamu laper?” tanyaku.
Mata Indah seakan berada di kondisi setengah mabok ketika ia melihatku. Seakan mengajakku untuk masuk ke dalam selimut. Dan dengan logat Jawa-nya yang khas, ia menjawab.
“Indah lagi pengen makan es lilin, Kak Bek,” katanya kepadaku.
Bahkan ereksiku sudah keburu naik sebelum ia selesai menyelesaikan kata-kata “es lilin,”. Dan kita sama-sama tau kalau tidak sedang membicarakan Es Krim Paddle Pop.
“Hmm, kakak penasaran nih hari ini es krimnya rasa apa,” kataku.
Indah melompat ke arahku dan memeluk lenganku. “Ohhh, kalo gitu kita cari tau sekarang yuk? Indah dah sange berat.. eh maksudnya laper, hehe,” dan tanpa persetujuanku ia menarikku ke atas.
Dan di sinilah kita, sama-sama bugil berdua di atas ranjangnya. Indah berbaring ke samping dan aku memeluknya dari belakang. Ada “SESUATU” di dalam gadis remaja ini. Klee, maksudku aku tau aku udah menjadi teman seks rahasia yang saling menyukai bau pantat, yang bahkan aku nggak tahu apakah ada video porno dengan kisah seperti kami. Namun ketika aku melihat bongkahan pantat itu lagi, pikiran-pikiran tadi seakan hilang melayang masuk ke dalam lubang hitam pantat Indah. Ya Tuhan mengapa Kau memberikan cobaan sedemikian berat kepadaku…
Menganalisa situasi yang sedang terjadi, aku memutuskan untuk menganal bokong Indah. “Ehm.. kamu Indah sekali,” ujarku. “Indah kenapa, Kak?” ujarnya sambil menahan nafsunya. Aku cekikikan kecil, sambil memegang bokong kanannya dan menyentuh memeknya yang sudah mulai licin. Kukumpulkan pelicin-pelicin itu dan kuusapkan ke kontolku dan sedikit demi sedikit ke lubang anusnya Indah. Setelah cukup licin dan berkedut, perlahan kumasukkan kontolku ke lubang taek Indah. “eehhh.. Kakkk…” “…jangan berhenti,” lanjutnya. Dan 3cm lagi, kontolku sudah tidak kelihatan lagi ujung pangkalnya. Sambil menganu anu-nya, aku mulai menusukkan pusakaku ke dalam lubangnya.
Indah melenguh di setiap sodokanku, dan aku berganti posisi sehingga wajah kita saling berhadap-hadapan. “Ya Tuhan, ehhmm.. Enakggghh.. ngettt.. hari.. ini rasa apa kakgh…” Masih sempat aja anak ini bertanya-tanya.
Aku melepas sodokanku dan berdiri di pinggir ranjang dengan burung yang dipenuhi lendir pantat mengacung mendekati mulutnya.
Indah mendekatkan wajahnya ke calon pembuat menteri kabinet bersemprot. “Mmmmm, baunya kayak Hazelnut Caramel,” Indah tertawa kecil.
“Siap buat jadi taster pertama es lilin Kakak Bekgun, Indah?” tanyaku.
Indah menatapku dengan wajah polos anak SMA dan dengan cute-nya ia mengangguk. Tanpa diperintah ia kemudian mulai mengulum burung lendirku ke dalam cavum mulutnya. Tapi tidak ku genjot. Dia juga ga bakalan mau. Dan Indah sudah lebih dari senang untuk bisa menjilat “es lilin” rasa Hazelnut ini, karena ia benar-benar menjilatnya sampai tetes penghabisan. Terakhir ia menjilat bibirnya sendiri dan menggerakkan lidahnya di sekitar gusinya. Ia menelan dan menghela nafas lega.
“Omooo,” celotehnya. “Rasanya lezattt…. kenapa bisa seenak ini?”
“Kamu mau—”
“IYAA! Aku mau lagi lagi lagi, yah, Kak? Ya? Ya? Pleasee,” rengeknya.
Aku ulangi kejadian 3 paragraf di atas dan menggenjot pantat Indah dengan lebih bersemangat. “Aaahh.. euhh.. iyaa kak.. enak.. di situ.. terus….. kontolin Indah kak…” sedikitnya aku membayangkan kalau papanya mendengar anak perempuan yang dibanggakannya ini ngomong langsung di depannya, dan… ketika aku sudah mendekati klimaks, kucabut dan tanpa dikomando, Indah sudah memegang batang senangku dan mengulumnya seperti anak yang baru dibelikan permen.
“Oh, Indah suka es lilin,” katanya. Ia mulai menggigit bibirnya lagi dan menyadari bagaimana ekspresi wajahku ketika melihatnya.
“Oh, dimana sopan santun Indah?” Indah tertawa terbahak-bahak. “Mau share?” tanyanya.
Aku tersenyum dan duduk di sampingnya di pinggiran ranjang. Kami mulai berciuman, saling menukar lendir kenikmatan yang berasal dari pantat dan burungku bergantian. Rasanya nggak bisa aku deskripsikan. Coba saja sendiri. Setelah menginginkannya sejak lama, setelah berfantasi ria tentang mencium bokong Indah, sekarang aku terbiasa dengan baunya, dan aku mencintai aromanya ini lebih dari parfum termahal sekalipun. Ohh… bokong jawa… Memabukkan, mempesona, kompleks, dan intim. Dan akulah satu-satunnya yang mengenal Indah yang seperti ini. Nggak ada orang lain yang bisa berkomentar tentang Indah seperti aku barusan karena mereka nggak pernah merasakan bokongnya Indah. Mungkin teman-temannya yang jatuh cinta dengannya di sekolah memandangnya sebagai gadis yang harus dilindungi dan dibuat bahagia. Tapi aku tau betul kalau Indah harus dipuaskan dan Indah lebih dari senang untuk berbagi kepuasan itu denganku.
Aku kehilangan kesabaranku. Aku menggrepe bokongnya dan memasukkan jari telunjukku ke dalam pantatnya. Kucabut dan langsung kumasukkan ke mulutku. Aku gak tahan, aku hisap-hisap seperti aku menghisap putingnya kemarin sore. Kulakukan lagi, lagi, dan lagi. Aku kasih Indah coba juga. Lambat laun suara di kamar itu dipenuhi dengan suara jari yang dicabut dari bokong –dan kadang disertai dengan lenguhan nikmat-. Dan bau bokong menyelimuti dinding kamar.
Dan di situlah kami, berbaring kelelahan dan puas, dengan keringat mengucur deras. Tak terasa sinar matahari sudah mulai redup. Yang tersisa hanyalah kesunyian. Kesunyian yang damai….. hingga sebuah suara yang familiar di telinga Indah membangunkannya dari lamunan.
“Sialan, itu suara mobil Mama…”