PERTAMA KALI

PERTAMA KALI

CERITA SEX GAY,,,,,

Didiet

Didiet seorang duda beranak 3. Hidupnya pas-pas-an tapi ga kenal lelah bekerja untuk kehidupan anak-anaknya yang masih sekolah. Udah pasti kehidupannya ga jauh dari kerja sepagian ampe malam. Sang Istri udah pasti ga pernah merasakan hubungan suami-istri yang sempurna dan… sering mencari ‘pemuas’ dahaga sampe akhirnya pernikahan mereka bubar… Sang istri dapet suami kaya yang bisa memuaskannya setiap saat dengan harta dan seks. Didiet akhirnya ditinggal dengan ke-3 anaknya.

Didiet ga terpengaruh, diapun tetap kerja sampai akhirnya berjaya diusianya yang ke-38. Posisi penting dalam sebuah perusahaan minyak terkenal diraihnya dan semakin sukses sehari-harinya. Yang paling hebat, Didiet tetap hidup sederhana dan menjaga serta mengajarkan norma-norma kehidupan yang sempurna bagi ke-3 anaknya dibantu oleh ibu dan ayahnya.

Suatu hari Didiet terhenyak setelah “ngocok” sebelum tidur… “Kenapa hidup gue hambar ya?”… Onani adalah teman setianya hampir setiap malam belakangan ini. “Kenapa gue ga tergugah untuk nyari bini baru, padahal yang diem-diem ataupun terang-terangan datengin gue banyak?”… Dalam keadaan telanjang di tempat tidurnya, Didiet memperhatikan dadanya yang bidang dan mulus bergemuruh naik turun, putingnya yang padat dan keras terlihat puas, perutnya yang ga gemuk ga kurus yang lagi mengkilat karena keringat dengan bercak-bercak putih kental yang berserakan. Diapun mengangkat tangannya meraba bicep padatnya dan pergelangan tangan serta melihat bulu keteknya yang tumbuh rapih, tidak terlalu lebat dan basah… Dia juga melirik ke kontolnya yang masih kenyal dan lengket, berukuran proporsional dengan badannya yang setinggi 178 dengan berat 75 tergeletak tak berdaya di pahanya yang kokoh disela-sela hutan hitam nan rindang yang tertata rapih dibawah perutnya yang menggoda… Sumpah… seorang pria yang menawan dan menggoda… ga ada abisnya!

%%%

Ary

Ary seorang pria yang tidak beruntung. Diusianya yang ke-35, udah 2 kali gagal nikah. Calon istrinya maupun ibu mertuanya selalu menuntut lebih karena calon suami atau mantunya seorang tehnisi perminyakan yang handal dan mapan. Layaknya cowo bergaya urakan, udah pasti hal-hal yang ribet paling sering dihindari. Karir yang dirintis sejak tamat sekolahpun membuat perawakan Ary bak super technician…

Pekerjaan dan aktifitasnya juga menggambarkan seorang super technician… seminggu di ibukota, 2 minggu di lepas pantai, 3 minggu dikota-kota lainnya yang menggoda, 1 minggu di negara tetangga, 1 bulan ke kantor-kantor di manca negara untuk pelatihan dan seterusnya. Tempat-tempat yang menambah pengalaman seks bebasnya dengan beragam perempuan. Perawakannya juga ga kalah beradu dengan karirnya. 175/70, padat berisi dan penuh lekukan hasil olah raga di tempat kerja yang menuntut energi, gelanggang olah raga yang membentuk jiwa dan raga sempurna dan arena kasur yang diisi dengan beragam adegan pembakaran kalori, lemak dan sebagainya.

Suatu hari Ary kebangun kaget dan perempuan yang semalam dipake abis-abisan layaknya sebagai pelampiasan birahi, dan kekesalan terhadap calon istri dan ibu mertuanya sudah lenyap. Secarik kertas ditemukan… “Kalau nanti malam mau tempur lagi, telepon saya ya… Rudalmu ga boleh dianggurin! – Santi”. Ary bete setelah membuang kertas itu… “Kenapa hidup gue hambar ya?”… Satu tangannya yang kekar meraba puting kenyal pada dadanya yang bidang. Tangan satunya yang ga kalah kekar meraba kontolnya yang legit, besar dan panjang. “Kenapa gue ga punya seorang istri yang memiliki gue secara utuh, malah gonta-ganti perempuan yang sibuk dengan badan gue doang?”…

&&&

“Cabin Crew slides door bars to automatic please”… Sang penerbang berkata.

“I finally have a private 19-hours on my own”, gumam Didiet yang duduk di kursi 17K.

“Welcome onboard Singapore Airlines SQ 22 to Newark… The flying hours to Newark will be 18 hours and 14 minutes and we expect to arrive at …”… sang pramugari sedang mengumumkan perhelatan 19 jam, sementara Ary yang duduk di kursi 38A bergumam, “Gila… 19 jam bengong dan nahan horny…”.

Setelah penerbangan dimulai, keduanya hanyut dalam kesibukan masing-masing tapi setelah 12 jam diudara, rasa bosan mulai mengusik. Didiet terbangun dan berjalan ke belakang mencari snack ringan. Sambil menungging memandang keluar jendela dan mengunyah makanan ringan, Ary pun ga lama masuk ke area snack bar dan menabrak Didiet tepat dibagian pantatnya. Keduanya kaget dan serempak berkata:

Ary: “eh… maap, hmmm I mean sorry”.

Didiet: “oh… maap, hmmm I mean sorry”.

Ary & Didiet: “loh, orang Indonesia?” dan merekapun tertawa bersama antara kaget, malu dan antusias.

Terjadilah percakapan seru bagaikan sahabat lama. Dari pekerjaan, hobi, topik umum sampai kehidupan keluarga yang akhirnya terjadi keheningan setelah sama-sama membahas pernikahan.

Ary: “Eh, maap ya tadi ditabrak, lagian ngapain nungging-nungging gitu dibalik gorden?”.

Didiet: “Ya elo yang grasak-grusuk masuk sini, sadar dulu baru jalan”.

Ary: “Maklum, kebiasaan grasak-grusuk, dah 15 jam diem”.

Didiet: “Pantesan…”.

Pier 17

Didiet: “Meeting yang ga bermutu yang pernah gue alamin selama ini. Ga jauh dari negosiasi, tawar-menawar dan ga bisa decide. Mendingan gue jalan bareng loe daritadi yang pastinya lebih seru. Ngapain kita nih sekarang?”

Ary: “Gue laper. Makan yuk?”

Didiet: “Yuk…”

Kalau komunikasi mereka didengar, sepintas, gaya komunikasi mereka cenderung sebagai pasangan. Mungkin karena mereka sama-sama dewasa, di negeri asing, senasib ato sepenanggungan. Disela-sela makan dan ngobrol panjang lebar, tiba-tiba Ary berkata: “Gue rasa aktifitas –itu- yang belum pernah kita masing-masing alamin”, sambil melihat pasangan lesbian yang bermesraan. Didiet nganggepin: “Maksud loe bertiga dengan mereka gitu?”…

Ary melihat Didiet dengan penuh heran sekaligus terkesima. “Emang loe belon pernah nyoba bertiga gitu?”, dan dijawab dengan gelengan polos Didiet. ‘Yeee… ketinggalan jaman!’. Seperti biasa, pembahasan berlanjut dengan kalimat-kalimat yang mengundang kontol mereka berdua bergeliat. Tanpa disadari, masing-masing sering membetulkan posisi duduk maupun posisi daging tumbuh diselangkangan.

Ary: “Loe ngaceng ya?”

Didiet: “Loe juga yang bikin. Sama kan? Dari tadi topiknya ga jauh dari selangkangan!” Ary : ‘Sama-sama horny gini mau digimanain lagi? Salah sendiri ditanggepin’.

Didiet: ‘Kayaknya gue butuh nih… ga tahan…’

Ary: ‘Mo dimana dan ama sapa?”

Didiet: ‘Tugas loe nyari buat gue… dimana, ya dikamar gue ato loe sama aja! Cariin yang Asia. Gue ga mau ama Bule, takut kalah – hahahaha’.

Ary: ‘Asia disini mahal lagi. Kalo duit ga masalah buat loe, ya gue cariin, tapi kalo masalah, mendingan cari yang lain’.

Didiet: ‘Selain Asia mendingan apa? Asal ga blonde dan putih bule. Ga napsu gue’.

Ary: ‘Gue sih Asia udah pastinya…’, sambil terbelak kok nekat, baru sadar belakangan dan takut diterima lain oleh Didiet.

Didiet hanya bengong menatap Ary. Otak berpikirnya berkata bahwa Ary gila ngomong nyablak tapi kok menarik. Sementara hati kecilnya berkata kalo mungkin maksud Ary mengenai aktifitas lesbian itu maksudnya aktifitas seks sejenis yang mereka belum pernah alamin.

Ary terdiam sementara Didiet mencoba bersuara: “Jadi maksud loe tadi…, hmmm, maksud loe tadi ngewe ama cowo juga gitu?”. Ary hanya tersenyum kecut ga karuan. Didiet berlanjut mengatakan bahwa dia ga sadar sampe penawaran Ary terakhir dan sekarang terbesit bahwa hal itu yang belum pernah dicoba – dipikirinnya aja ga pernah selama ini. Akhirnya pembicaraan mereka lebih serius berandai-andai rasa apa yang akan teralami.

Didiet: ‘Gue ngaceng ngomongin ini. Loe gimana?”

Ary: ‘Sama’

Didiet: ‘Hmmm… mau nyoba?”

Ary: ‘Loe?’

Didiet: ‘Gue kan nanyain loe!’

Ary: ‘Ga ada salahnya gue nanya balik kan? Tapi kalo loe mo nyoba… loe diposisi apa? Cewe ato Cowo?’

Didiet: ‘Dua-duanya. Nyobain kan harus tuntas’

Ary: ‘Anjing loe… gue ga kepikiran jadi cewe loh!’

Didiet: ‘Gue kan nyoba ama cowo. Siapa yang bilang loe cewe?’

Ary: ‘Maksud gue…’

Didiet: ‘Ga usah nge-les Ry. Nyobain dua-duanya ga salah. Udah terlanjur atau ga sama sekali’

Ary: ‘Ga mau nyoba ama yang lain dulu’

Didiet: ‘Mendingan gue diperawanin loe daripada orang lain. Dan mendingan gue perawanin loe duluan daripada orang lain. Ga rela gue, udah buka-bukaan goblok gini terus ngasih tau orang ketiga. Bisa ancur status gue yang ada. Lagian kalo emang ga suka, ya… malunya ama loe doang’.

Ary: ‘Kalo suka?’

Didiet: ‘Selama loe juga suka, ya… lanjutin aja kali?’

Ary: ‘Kalo ga suka?’

Didiet: ‘Belon dicoba kan?’

Ary: ‘Tempat loe ato tempat gue?’

Didiet: ‘Jauhan mana dari sini ya? Se-enggak-enggak-nya masih bisa dipikirin sebelum kita nyampe kamar’

Ary: ‘Shit… loe serius ?’

Didiet: ‘Gue ga bisa nelen ludah gue sendiri nih. Pamali. Kalo sampe loe ga serius, selesai makan kita bubar aja, anggap ga pernah ketemu. Bukannya apa, biar aman dan tentram aja hidup loe dan hidup gue’.

Ary: ‘Tapi loe ga boleh nyari orang lain buat nyoba’

Didiet: ‘Sialan loe, udah bikin gue ngaceng masih ngelarang pula! Kalo ampe nyoba terus sama-sama suka, yang ada loe yang posesif lagi – hahaha’.

Ary: ‘Loe bikin gue pusing sekarang. Kayaknya mulut gue terlalu ngerocos nih’.

Didiet: ‘Bisa di konfirmasikan setelah percobaan terjadi apa bener mulut loe ngerocos apa ga’

Ary: ‘Terus gue konfirmasi apa ?’

Didiet: ‘Suka atau ga suka… Bener kan ?’

Millenium Hilton

Sepanjang perjalanan ke kamar Didiet, Ary mulai keringet dingin. Biasanya si jago ngewe ini ga pernah was-was dengan pasangan yang akan dibawa ketempat tidur. Tapi saat ini Ary hanya terdiam, otaknya mumet mikirin untuk membatalkan, tapi hasrat kejantanannya gengsi untuk mundur malah cenderung penasaran. Didiet lebih tenang walaupun sama-sama berpikir panjang. Dalam perjalanan mereka lebih banyak diam tapi sesekali jalannya oleng pundak mereka bertabrakan dengan tidak sengaja. Disela-sela pikiran mencekam, masih juga saling menilai badan calon lawan petualangan seks terbaru dalam hidup mereka.

Sesampainya di hotel masing-masing mengambil posisi. Didiet duduk di tempat tidur memandang ke TV Plasma 42”, Ary duduk di kursi kerja sebelah tempat tidur. Ary melihat postur Didiet dan mencoba melihat keseksiannya. Sementara Didiet berusaha melihat siluet Ary dari bidang-bidang berkaca di kamar itu. Akhirnya Didiet berdiri dan menghampiri Ary dan menyudutkan posisi Ary dengan mencondongkan posisi berdirinya ampe Ary terpojok ga bisa bergerak.

“Ry, kalo kita pikirin terus, ga bakalan ada hasilnya. Mendingan kita putuskan. Lanjut ato ga?”

Sambil gemeteran, Ary maju dan mencium bibir Didiet.

Didiet gemeteran merasakan bibir Ary yang perlahan mulai melumat bibirnya dan sesekali mengulumnya. Kaki Didiet lemas dan pelan-pelan bersujud didepan Ary tanpa melepaskan ciuman maut yang sudah lama tidak dirasakannya. Tangan Ary mulai melingkar di leher Didiet dan keduanya merasakan sensasi raba-meraba yang tidak pernah dialami sebelumnya. Perlahan Didiet mulai menjulurkan lidahnya kedalam mulut Ary dan disambut balik. Tangan Didiet pun mulai bergerilya di dada Ary yang padat dan telapaknya mulai merasakan kedua puting Ary yang mengeras sambil sesekali berhenti untuk meraba lebih intens. Keduanya tetap berpagutan tanpa keinginan untuk melepaskan satu dengan lainnya.

Kedua tangan Didiet mulai bergerilya diperut Ary yang memiliki gelembung2 kecil padat dan terus menelusuri bagian punggung dan turun ke daerah pinggul… Ary melepaskan ciumannya dan menengadah keatas, sementara Didiet perlahan membuka seluruh kancing baju Ary… “hmmmm…”, Ary melenguh tak berdaya. Didiet mulai menciumi kaos dalam Ary dan terbuai dengan aroma wewangian yang tercampur dengan aroma alami badan Ary. Sambil perlahan mengangkat kaos Ary dan Didiet menciumi perut dan perlahan keatas sampai bibirnya menyentuh puting kiri Ary yang keras. Ary pun berteriak kecil merasakan sensasi seksualitas terbaru. Didiet mulai menciumi seluruh badan Ary setelah kaosnya terbuka dan mulai merasakan sensasi bulu-bulu halus disekujur perut dan dada Ary.

Otomatis tangan Didiet membuka bajunya tanpa melepas kesibukan dibadan seorang pria yang baru pertama kali dirasakan seumur hidupnya. Tidak berapa lamapun keduanya sudah bertelanjang dada dan keduanya berhenti beraktifitas dan saling meneliti badan teman baru mereka.

Dilihat secara nyata, keduanya memiliki postur yang bersaing. Postur besar Didiet yang terbentuk secara alami dan memiliki keseksian pria jantan, sementara postur besar Ary yang terolah dan memiliki keseksian pria metroseksual. Kontan, keduanya saling tertarik dengan barang baru didepan mata masing-masing. Ary berdiri dan keduanya langsung menerjang bibir lawannya dan sekali lagi berpagutan dan berkuluman dengan ganas tapi menggairahkan. Tanpa ragu-ragu, keduanya berusaha membuka ikat pinggang, kancing celana dan retsleting masing-masing sambil berciuman dengan dahsyat… sampai Ary yang pertama kali menggenggam kontol Didiet yang udah keras dan basah karena pre-cum. Didiet ga mau kalah, dicengkramnya kontol Ary yang merekah keras dan banjir… Sambil menjilat telinga Ary, Didiet berbisik, “gue udah ngebayangin kontol loe sejak loe nabrak gue dipesawat. Keras dan besar”… pelan-pelan ya Ry…”.

Setelah keduanya lepas dari pakaian masing-masing, mereka berpelukan dan tetap berciuman, tetapi keduanya gemeteran… Rasa baru dalam kehidupan seksual mereka dan mereka merasakan pelukan yang berbeda dari sebelumnya. Dua tubuh jantan berdempetan dihiasi dengan aroma jantan yang ga bisa diceritakan dengan kata-kata.

Ary mulai memberanikan diri menciumi dada Didiet, dan menjilati puting kanan yang mengeras sementara tangan kirinya meraba putting Didiet sebelah kiri… “hhmmm… enak banget Ry, udah lama gue ga begini dan baru sekarang gue merasakan sensasi jilatan… terusin Ry… jangan stop…”. Tapi Ary terus turun menjilat perut Didiet sampai ke bulu kemaluan yang mengeluarkan aroma khas. Ary terbuai sambil menlenguh dan tanpa pikir panjang langsung menjilat kepala kontol Didiet yang bengkak sampai kepangkalnya. Ary merasakan sensasi baru bersamaan dengan rasa aneh yang membuat tingkat birahinya meninggi. Mendengar keluhan Didiet, Ary ga sanggup langsung mengulum kontol padat Didiet dan berusaha untuk memasukan seluruhnya kedalam mulut. Kecanggihan Ary membuat Didiet menggelinjang hebat. “Aaaahhh… anjing loe hebat banget. Gue akuin mulut ngerocos loe hebat. Terus Ry… enak banget… aaaahhhh…”.

Didiet ga mau klimaks duluan. Dia menarik Ary untuk berdiri dan mendorong mereka berdua keatas ranjang king size yang bersih dan nyaman. Didiet langsung menindih Ary dan ga mau kalah menjilati dada, perut dan terus ke daerah selangkangan Ary. Didiet pun terbuai dengan aroma alami Ary dan membuatnya semakin birahi tinggi. Tanpa menjilat batang kontol Ary, Didiet langsung menghisap kontol Ary yang besar dan panjang… Mulutnya hanya sanggup menghisap kontol Ary sampai batas garis sunatan Ary yang menggoda. Tapi tanpa pikir panjang, Didiet pun menghisap kontol Ary abis-abisan… Ary ga mau sabar menikmati keindahan seks mereka, diapun berputar arah membuat posisi 69 dan melakukan hal yang sama dengan Didiet. Tangan merekapun ga tinggal diam, mulai meraba buat pantat lawan seksnya dan sesekali mengarungi belahan pantat dan jari-jarinya mengelus lobang anal dan scrotum pasangan seks masing-masing… Sambil menghisap, “hmmm…. hmmm…. hmmm”, semakin keras lenguhan mereka tanda mencapai klimaks, tapi keduanya tetap setia dengan kelamin pria didalam mulut masing-masing….

Meledaklah kontol-kontol kenyal didalam mulut yang membuat mereka mencapai puncak kenikmatan seks, cairan putih kental yang asin, pahit dan manis mengalir deras ke dalam usus masing-masing. Merekapun berusaha menghilangkan sisa-sisa pengeluaran seolah-olah menghilangkan jejak kenikmatan yang mereka perbuat. Keduanya pun terlentang tak berdaya dan untuk beberapa saat, kamar mewah itu hening hanya terdengar berita CNN yang samar-samar terdengar diwarnai dengan aroma gairah dalam kamar itu.

“Gue suka Diet”…

“Gue juga Ry”…

“Tapi gue takut Diet”…

“Kenapa?”…

“Hmmm… takut ketagihan”…

“Jangan mikir jauh-jauh dulu”…

”Sumpah… enak banget… dan gue ga nyesel nyobain ama loe pertama kali”…

“Ternyata rasa loe ga beda-beda amat ama punya gue”…

‘Tapi punya loe lebih asin… gara-gara lobster yang loe makan tadi kali ?’

‘Sinting loe… Ada rasa kopi ekspresso double loe tuh’

Mereka berusaha santai dengan candaan, tapi hati kecil masing-masing bergumul antara panik, puas, pengen berpaling satu dengan lainnya, tapi pengen lagi. Kontol Ary lemes tapi mulai mengeras perlahan, demikian dengan kontol Didiet yang bercahaya sedikit merah keunguan tapi bernuansa padat.

Ary: “Gue mandi dulu ya”…

Didiet : ‘OK, jangan lama-lama ya. Lengket nih’…

Ary membalikan posisi tubuhnya dan mendekatkan bibirnya ke telinga Didiet, “Barengan?”. Didiet segera bangun menuju kamar mandi sambil menarik tangan Ary. Keduanya jalan berangkulan selayaknya pasangan homo yang udah lama bersama. Ary membuka pintu shower, sementara Didiet melepaskan diri mengisi bathtub. Tubuh telanjang mereka sama-sama menarik perhatian satu dengan lainnya. Setelah kran air panas dan dingin berjalan mengisi bathtub semi bundar, Didiet pun memasuki shower dimana Ary sedang membilas. Didiet mengambil sabun dan mulai mengusap punggung Ary dengan sensual, selayaknya menggerayangi tubuh sekal Ary. Dada, perut, selangkangan, pantat, belahan pantat. Ary berbalik dan melakukan hal yang sama terhadap Didiet. Ga ada kata-kata yang keluar dari mulut masing-masing, tapi mata nanar pada pandangan masing-masing. Didiet yang memiliki postur lebih besar membalikan badan Ary lagi dan memeluk Ary dari belakang. Kontolnya yang sudah siap bertempur perlahan-lahan diselipkan kebelahan pantat Ary… “Diet… pelan-pelan ya… gue takut sakit”. Sambil menciumi punuk Ary yang sedikit tertunduk, “Gue janji… tapi kalau sakit loe bilang ya jadi gue ga terusin”.

Ary menunggu proses intimasi baru dengan was-was. Penetrasi terlama yang pernah dia alami tapi birahi membuatnya sabar menunggu. Perlahan kepala kontol Didiet mulai mengoyak cincin lobang kenikmatan Ary… Rasa aneh, sakit, panas, penasaran beradu dipikiran Ary. Rasa penasaran, pemaksaan, birahi dan klimaks beradu dipikiran Didiet.

“Aaaaaaaaah”, Ary berteriak kencang sejalan dengan amblesnya kepala kontol Didiet. Setengah kaget, “Sakit Ry? Gue tarik lagi?”… “Jangan Diet, terusin…” sambil mengelus pantat Didiet sembari mendorong perlahan.

“Aaaarrrrgggg”, teriakan Ary lebih pelan tapi penuh makna. Kontan Didiet semakin birahi mendengar teriakan Ary yang mulai berbeda. Dengan perlahan tapi pasti, Didiet mendorong batang kontolnya yang keras, batang yang sudah lama hanya digenggam dengan tangannya sendiri.

“Diem dulu Diet. Jangan ngapa-ngapain’.

‘Sakit Ry ?’

‘Ga tau Diet… Beda… Ga tau ! Jangan gerakin Diet. Please’.

Pelukan Didiet semakin kencang. Pelukan yang hanya dirasakan oleh sepasang kekasih yang baru saja melewati masa kangen yang dalam. Pelukan yang diartikan pasangan sebagai pelukan hangat dan berarti. Ary hanya berusaha menyenderkan kepalanya ke Didiet, sementara Didiet mulai menciumi leher jantan Ary yang menengadah keatas… Sungguh posisi sensasi bagi mereka berdua.

Didiet mulai merasakan cengkeraman lobang Ary yang semakin relaks. Didiet pun tanpa ragu-ragu mulai menggerakan pantatnya perlahan maju mundur. Sesekali Ary berdesis dan dijawab dengan desisan Didiet. Kadang diselingi dengan rintihan kecil Ary dan dijawab dengan lenguhan birahi Didiet.

‘Kencengan dikit Diet…’

Tanpa ragu-ragu, Didiet mulai mengenjot kontolnya yang berdenyut. “Aaaaaahhhh….”, keduanya saling bersambutan dengan rintihan, lenguhan yang menunjukan tingkat birahi tinggi… Setiap kontol Didiet menabrak G-spot Ary, keduanya mengeluarkan suara gaduh. Ga berapa lama, Didiet memeluk Ary dengan kencang sambil merintih nikmat. “Aaaaaaahhhhh…..”, Ary pun meneriakkan hal yang sama selang beberapa detik. Keduanya mencapai klimaks ke-dua di New York. Ary merasakan semprotan peju panas di lobang pantatnya, sementara Didiet merasakan orgasme tinggi bersamaan. Didiet juga merasakan tubuh Ary yang bergetar dalam hitungan detik dan langsung lemas tak berdaya. Dengan susah payah Didiet menahan bobot Ary yang lunglai…

“Plop…” suara kecil terdengar pada saat Didiet melepaskan pelukannya. Didiet segera membalikan badan Ary yang terlihat lemas, memeluknya dan menciuminya dengan perasaan yang berbeda. Kali ini ada rasa cinta diantara ciuman ringan Didiet.

Mereka pun berpindah ke bath tub yang airnya mulai penuh. Didiet memasang sistim whirl pada bathtub sambil menuntun Ary yang lemas. Pelukan Didiet ga pernah lepas sampai keduanya sedikit tertidur sambil berendam di air hangat.

Selama berendam, Didiet memeluk Ary dengan mesra tapi tangan satunya sedang mengelus cincin lobang seksnya sendiri menyiapkan lobang yang cukup untuk kontol Ary yang besar dengan jari manis dan tengahnya. Beberapa saat kemudian Ary terbangun dan mulai membalas ciuman-ciuman kecil yang mesra tapi penuh birahi. 2 kontol padat kembali bangun dan siap beraksi. Beragam cara dilakukan keduanya untuk dapat mengulum kontol di dalam bathtub sampai akhirnya Didiet duduk diatas pangkuan Ary. Perlahan digeseknya pantat Didiet diatas kontol Ary yang ngaceng menantang, sesekali dicobanya untuk memasukan batang kemaluan Ary.

“Aaaaaaaahhhh…..”, Didiet berteriak penuh kenikmatan, sementara Ary hanya menatap Didiet. Ary mulai menjilat puting Didiet yang berada tepat didepan bibirnya. Didiet berusaha terus menekan posisi duduknya dipangkuan Ary. “Ooooooh Ry… gede banget kepala loe”, sambil meringis kesakitan. “Jangan dipaksa Diet, udah banyak yang gue sakitin, jangan sampe loe berdarah”. Didiet berhenti dan menunduk untuk mencium bibir Ary.

Ary mengajak Didiet untuk berganti posisi. Didiet sekarang tiduran dipinggir bathtub. Kaki kirinya tetap terendam air dan kaki kanannya diluar bathtub. Manuver itu terjadi dengan kepala kontol Ary yang tetap terbenam di lobang Didiet. Pelan-pelan Ary mendorong pantatnya, “Aaaarrrrgh, sakit banget… shit!… kontol loe gede banget Ry… gue ga sanggup”.

Ary: ‘Gue keluarin ya’

Didiet: ‘Ntar dulu…’

Ary: ‘Jangan dipaksa Diet’

Didiet: ‘Diem loe… Ssssssss. jangan bergerak dengan cara apapun’

Ary ga bisa nahan, birahinya udah memuncak melihat postur Didiet yang terlungkup dengan posisi menggoda. Posisi perempuan-perempuan Ary yang mengadopsikan posisi kamasutra. Ga menghiraukan ocehan Didiet, Ary terus mencoba menusukan kontolnya yang tegang kedalam lobang Didiet.

Didiet: ‘Pelan-pelan Ry. Ssssssssssss. Anjing sakit banget. Tambahin lotion biar licin’

Ary: ‘Aaaaahhhhhhh…’, sambil mendorong pantatnya sekuat tenaga setelah mengoleskan lotion didaerah sambungan mereka berdua.

Didiet: ‘Aaaaaaargh…. ooooohhhh…. sakit banget’, terasa perih bercampur panas.

Ary: ‘Sakit Diet?’

Didiet: ‘Sakit banget!’

Tiba-tiba kontolnya lemas tak berdaya dan dengan sendirinya meluncur keluar dari lobang kenikmatan Didiet. Sekilas Ary melihat bercakan merah pada kontolnya. Dengan panik Ary berteriak, “Diet, loe berdarah… shit!”, sambil mencuci kontolnya di dalam bathtub dan segera mencari handuk kecil untuk membersihkan lobang seks Didiet. Didiet terdiam dan merasa panik juga.

Situasi tegang, dan merekapun segera mengeringkan badan masing-masing. Gaya jalan mereka berubah, dari yang biasa jalan penuh percaya diri, sekarang keduanya seperti tertatih-tatih berjalan menghampiri tempat tidur. Ary mencari obat yang layak digunakan didalam koper Didiet tapi tidak menemukan apapun. Akhirnya kembali mengambil handuk kecil yang sudah dibasahi air dingin untuk mengompres Didiet. Didiet berbaring terdiam ditempat tidur dengan mata berkaca-kaca selayaknya orang panik. Keduanya masih dalam keadaan telanjang bulat.

Didiet: ‘Ry, kita ga kepikiran pake kondom nih. Loe negatif kan?’

Ary: ‘Iya Diet. Gue ga kepikiran sama sekali. Gue ga tau Diet, ga pernah ngecek selama ini. Loe ?’

Didiet : ‘Gue juga ga pernah ngecek. Tapi gue ga pernah ML setaun lebih’

Ary: ‘Mudah-mudahan ga ada apa-apa ya Diet. Sorry Diet, gue asli ga inget dan maapin gue Diet kalo loe ampe berdarah gini. Gue ga pernah kepikiran bakal alamin kejadian sore ini’.

Didiet: ‘Loe nyesel?’

Ary: ‘Nyesel nyoba nerobos loe iya, tapi ngalamin beginian hari ini ga. Terus terang, gue suka Diet’.

Didiet: ‘Gue juga suka, tapi sori banget loe ga bisa nyobain penetrasi ke gue. Sakit banget Ry, mungkin kegedean tuh adik loe itu. Lagian kepalanya lebar banget’.

Didiet mencoba mencairkan suasana setelah melihat raut muka Ary yang sedikit pucat dan panik. Kali ini Ary ga tergugah untuk bercanda, tapi dengan serius menatap Didiet yang sedang dalam posisi terlungkup.

Didiet: ‘Ntar malem pindah sini aja. Check out dari hotel loe terus tinggal bareng gue’.

Ary: ‘Loe ga pa pa?’

Didiet: ‘After what we did? Ntar lagi ya? hehehe’.

Ary menghampiri Didiet dan memeluknya. Pelukan yang berbeda. Sekilas terlihat keterikatan yang mereka alami sore ini dan ada desiran yang berbeda setelah percobaan yang mereka lakukan. Keduanya tertidur dalam keadaan telanjang, berpelukan.

Didiet menggeliat dan serta merta Ary kaget terbangun.

Ary: ‘Kenapa Diet?’.

Didiet: ‘Hmmmm…’.

Didiet mengatur posisi tidurnya agak miring menghadap ke Ary, dan Ary pun mengatur posisi tidurnya sehingga posisi mereka terbentuk bagaikan pasangan hetero sedang berpelukan.

Didiet: ‘Gue kok merasa nyaman begini ya?’.

Ary: ‘Inget… ini hanya sebatas coba-coba. Jangan macem-macem loe’.

Didiet: ‘Buset dah, loe dah nyobain gue masukin ke elo kan? Dan loe suka kan?’

Ary: ‘Gue belon sukses bro, jangan egois’

Didiet: ‘Bukan masalah egois, masalah alami neh’.

Ary : ‘Shit… itu karena loe dah lama ga ngewe’.

Didiet: ‘Emang gue butuh lobang, dan lobang loe emang keren abis deh’.

Ary: ‘Sialan loe, loe coba gue dulu, baru loe bilang nyaman apa ngga’.

Didiet : ‘Jangan sewot sayang… kamu akan mendapatkan kenikmatan berikutnya’.

Tangan Didiet pun mulai menggerayangi daerah sensitif Ary, daerah bagian bawah perut Ary yang merupakan daerah penuh dengan otot-otot kejantanan yang menahan posisi batang kenikmatannya. Tangan Didiet cukup lihai membuat Ary merasakan sentuhan birahi. Otomatis mereka berciuman kembali. Kali ini ciuman mereka berbeda, penuh perasaan, kenikmatan dan keintiman yang belum pernah mereka rasakan selama ini. Bagaikan pengalaman pertama berhubungan seks, dan memang benar, karena hubungan seks sejenis. Ary mulai mendominasikan suasana, Ary mulai menciumi sekujur tubuh Didiet, terus kesetiap lekukan tubuh merasakan sensasi bau tubuh cowo yang baru pertama kali dia rasakan. Birahi tinggi membuat mereka berdua ‘high flyer’, sampai Ary memberanikan diri menjilati biji kontol Didiet sambil menaikan kaki Didiet perlahan-lahan.

Ary menarik handuk kecil yang masih diposisikan sebagai kompresan lobang kenikmatan Didiet, ternyata pendarahan sudah berhenti, dan antara ragu dan maju terus, perlahan Ary mulai menjilati paha bagian dalam Didiet dan perlahan mengarahkan lidahnya ke bagian lobang kenikmatan Didiet.

Didiet: ‘uggggh… Ry, kamu yakin?’

Ary ga menggubris pertanyaan Didiet, malah lidahnya terus bermain dipermukaan lobang lembab hasil kompresan.

Didiet: ‘Aaaaaaah… enak banget Ry. Tapi jangan dipaksa Ry….’

Pelan-pelan malah Ari mulai menusukan lidahnya ke dalam lobang Didiet. Didiet : ‘Ry, gila loe, gue ga maksain loe jilat ya Ry, tapi suer, enak banget’

Ary : ‘Lemesin aja ya Diet, jangan kejang’.

Didiet: ‘Terusin Ry, masukin lagi’.

Dengan tetep tenang, Ary bekerja dengan giat berusaha memainkan lidahnya seperti kalau dia memainkan vagina teman seks cewe-cewenya. Perlahan jari telunjuknya juga mengorek lobang Didiet dengan lembut dan penuh perasaan, sehingga lobang itupun terasa releks. Didiet berusaha berputar untuk menangkap kontol Ary yang sangat tegang. Pada saat posisi mendapatkan posisi untuk menangkap kontol Ary dengan mulutnya, Didiet terkesima melihat batang kenikmatan yang ia juga miliki. Dipegangnya kontol Ary, ditatapinya dengan seksama, sesekali diciumi, dijilat dan diisap, sehingga timbul perasaan yang sangat beda bagi Didiet. Disaat yang bersamaan, Ary udah berhasil memasukan 2 jarinya ke lobang kenikmatan Didiet, tanpa disadari oleh Didiet.

Tiba-tiba Ary beranjak dari tempat tidur mengambil body lotion yang tersedia di kamar mandi. Sambil berjalan, Ary mengoleskan body lotion itu disekujur kontolnya yang mengeras bagaikan besi. Sampai di sisi tempat tidur, Ary pun mengatur posisi Didiet untuk telentang, mengalaskan bantal dibawah pantat Didiet dan mengatur posisi untuk siap menghujamkan rudalnya ke lobang kenikmatan Didiet.

Didiet: ‘Ry, gue pengen banget ngerasain’.

Ary: ‘Jangan tegang ya Diet, nyantai aja’.

Didiet: ‘Ya Ry, pastiin gue rasain pertama kali dan menikmatinya’.

Ary pun perlahan-lahan menusukan kepala kontolnya yang besar, dan tanpa disangka kepala itu masuk dengan lancar cenderung keset. Didiet menutup matanya merasakan sensasi-sensasi baru sambil mencoba terus menahan sikap tenang dan releks.

Ary: ‘Sakit Diet?’

Didiet: ‘Udah masuk?’

Ary: ‘Kepalanya udah’

Didiet: ‘Hah, rasanya seperti jari loe yang masuk’.

Ary: ‘Anjing loe, barang segede gini’.

Didiet: ‘Maksud gue seperti tadi jari loe masuk. Tapi terusin aja Ry, gue masih nyantai’.

Ary mendorong badannya terus kedepan dan berusaha untuk membuat tusukan yang tegas namun penuh perasaan sambil terus mengucurkan body lotion dan memijit daerah selangkangan Didiet.

Didiet : ‘Aaaaaaaaaaaaaaaah…’

Ary : ‘Sakit Diet ?’

Didiet : ‘Rasanya beda, enak banget Ry, terus ngarahin kebawah Ry’

Ary : ‘Hah ? keluarin ?’

Didiet : ‘Bukan, tusuk kearah bawah, enak banget tadi’

Ary langsung teringat pengalaman sebelumnya waktu kontol Didiet menembus keperawanannya dan menabrak daerah G-spotnya. Sungguh pengalaman baru buatnya dan suatu kejadian yang ingin diulang kembali. Nampak Ary berkeringat, badannya mengkilap dan lekukan tubuhnya yang atletis semakin menunjukan tubuh seorang pria tulen. Didiet berusaha membuka mata, namun setiap matanya akan terbuka, bersamaan dengan ditabraknya daerah prostat, g-spot pria, oleh Ary. Sekonyong-konyong mereka berdua mendengus liar, mengeluh birahi seirama dengan dorong badan Ary.

Didiet: ‘Terus Ry, terus…. enak banget’

Ary: ‘Gila Diet, emang enak banget, cengkraman loe enak banget Diet’

Didiet: ‘Kontol loe dahsyat Ry’.

Ary: ‘Sakit ga Diet?’

Didiet: ‘Ga Ry, terus, kencengan dikit’

Ary mengatur posisinya sehingga dorongan badan birahinya menabrak badan Didiet yang udah mulai berkeringat juga. Didiet memeluk Ary dengan kuat, dan mereka berciuman liar disela-sela deru napas birahi dua cowo yang baru pertama kali merasakan nikmatnya seks sesama jenis.

Ary: ‘Gue ga tahan lama Diet, asli baru kali ini gue nyerah. Baru elo yang membuat gue ngecret cepet’

Didiet : ‘Tahan Ry, mumpung gue ga ngerasain sakit sedikitpun’.

Ary: ‘Tapi gue ga bisa tahan Diet, cengkraman loe sadis’.

Didiet: ‘Please Ry, tahan biar barengan lagi keluarnya’.

Ary: ‘Kocok kontol loe juga biar cepet. Asli gue ga bisa tahan’.

Deru napas mereka benar-benar liar, goncangan dan ritme persetubuhan mereka stabil, namun penuh nafsu yang membara.

Ary: ‘Aaaaaaaaaaaaaaaah, enak banget… enak banget….’

Pertahanan Ary jebol, dan Didiet bisa merasakan semburan cairan yang kental yang bertubi-tubi di lobang kenikmatannya. Ary pun jatuh tertidur di dada Didiet. Dada seorang duda berumur yang masih bisa menggoda gender sesamanya. Kontan, aroma kamar tidur itu penuh dengan aroma seks, panas bercampur semburan AC dan gerah karena dua pria tulen yang sedang beradu keringat.

Dibawah sadar, Didiet memeluk Ary yang tertidur diatasnya, mengusap punggung Ary dan menciumi kening Ary perlahan penuh denganaktifitas kasih sayang. Ary setengah tertidur.

Didiet: ‘Ry, bangun. Udah jam 11 malem’

Ary: ‘Hah? gue ga jadi check out’

Didiet: ‘Tidur sini aja ya, besok pagi balik ke hotel buat ganti baju en terusin kerjaan loe’.

Ary: ‘Jadi pulang bareng?’

Didiet: ‘Jadi, besok gue ganti flight gue dulu nyamain ama loe lagi.’

Ary : ‘Extend yuk Diet’

Keesokan paginya Didiet terbangun dalam keadaan masih telanjang dan ditutupi selimut. Ia merasakan ada sesuatu yang aneh di kontolnya. Ditariknya selimutnya dan terlihat secarik kertas yang tercoblos kontolnya. Di kertas itu tertulis : ‘Gue mau ini lagi ntar malem. Gue cabut duluan ya. I felt in love with this’. Ada tanda panah mengarah ke lobang bekas coblosan kontol Didiet.

Didiet: ‘Gila nih orang’.

Didiet pun terbenam dalam pikiran yang mumet. ‘Kayaknya gue suka hasil percobaan ini. Gue ga nyesel ketemu nih orang. Dan kayaknya gue suka ama Ary…. Hmmm… ga ga. Masa gue jadi jatuh cinta ama Ary? Mungkin hanya suka dengan seks ama Ary. Tapi, gue suka ngeliatin badannya. Baunya juga enak tuh anak, menggairahkan… Mmmmh. Kok gue jadi bingung begini ya’.

Dalam perjalanan kembali ke hotel, Ary berjalan pelan sambil melamun dan berkonsentrasi dengan pavement block yang padat karena peak hours. ‘Ga nyangka tuh bapak beranak punya naluri seks liar juga. Udah menghasilkan anak gitu masih sexy juga dan menarik ternyata ya? Aaah, mungkin karena dia bisa mengimbangi naluri seks gue, tapi asli gue kok keleper-keleper hanya sanggup 2 kali gitu semaleman. Balik Jakarta juga udah sibuk sendiri-sendiri kali ya. Udah ah, kok jadi dipikirin’…

Langkahnya semakin cepat, tapi perlahan kembali melambat. ‘Cewe baunya wangi dan sensual. Didiet baunya standar, maskulin dan napsuin. Masa baru sekali aja gue langsung suka ama cowo?. Jangan-jangan gue salah langkah nih. Mendingan udahin aja deh, berpisah dan selesai’.

Seharian dalam kesibukan masing-masing, pikiran mereka berdua selalu kembali ke kejadian semalam, dan selalu kembali berhadapan dengan visualisasi wajah lawan seks mereka semalam. Setiap kali berusaha menangkis pikiran mereka, setiap saat semakin membuat mereka ingin cepat bertemu sore harinya.

Didiet: ‘Kenapa Hpnya Ary ga bisa dihubungi ya? Jangan-jangan ketinggalan lagi’.

Didiet bergegas kembali ke hotel. Dibatalkannya acara dinner malam itu dengan mitranya dengan alasan kurang sehat. Sementara itu, di kamar hotel, Ary hanya mondar-mandir disamping tempat tidur sambil melihat kopernya yang sudah tertata rapih untuk check out. Dalam pikirannya dia ragu untuk beranjak ke hotel Didiet, bersamaan dengan keinginan yang sangat tinggi untuk segera bertemu Didiet.

Didiet dengan penuh kekhawatiran duduk di kamarnya menunggu kabar dari Ary. Channel TV terus dipindah-pindahkan tanpa konsentrasi pada salah satu tayangannya. Hampir 2 jam duduk melamun menunggu tanpa ada tanda-tanda kedatangan Ary. Akhirnya Ia bergegas keluar kamar hotel untuk menuju ke hotel Ary. Dengan tergesa-gesa Didiet berjalan cepat keluar hotel, sampai disudut tikungan, Didiet pun tidak dapat mengelakan tabrakan dengan orang yang berjalan tergesa-gesa. Tabrakan tak terhindari dan ternyata Ary yang sedang berjalan cepat menarik kopor, membawa tas laptop dan backpacknya. Mereka berdua terjatuh ditengah keramaian malam kota New York. Setelah kesadaran mereka kembali normal, mereka pun tertawa dan saling membantu untuk berpijak kembali di bumi.

Ga berapa lama, secara otomatis mereka berpelukan dan berciuman di tengah keramaian itu. Terdengar tepukan tangan dan gemuruh orang-orang disekeliling mereka. Dengan muka merah padam, keduanya bergegas kembali ke hotel Didiet. Di dalam lift, mereka terdiam dan tiba-tiba secara bersamaan mereka mendobrak keheningan lift tersebut.

Didiet: ‘Ry’

Ary: ‘Diet’

Didiet: ‘Loe duluan’

Ary: ‘Loe duluan’

Ary: ‘Gue suka percobaan kita semalem’

Didiet: ‘Gue juga’

Ary: ‘Tapi gue suka karena percobaannya ama loe Diet’

Didiet: ‘Gue juga’

Ary: ‘Gue ga suka loe cuma sibuk menjawab gue juga terus-terusan’

Didiet: ‘Tapi emang gue susah ngomonginnya’

Ary: ‘Tapi loe bisa usaha ngomong yang lain kan?’

Didiet: ‘Hmmmm… gue… susah Ry’

Ary: ‘Usaha Diet, biar selesai suasana aneh ini’

Didiet: ‘Gue pengen lagi’

Ary: ‘Ya udah pasti gue juga, ngapain gue check out dan gabung dikamar loe?’

Didiet: ‘Tapi perasaan gue kok aneh ya’

Ary: ‘Kenapa? Antara mau dan tidak?’

Didiet: ‘Bukan. Ini soal loe’

Ary: ‘Hahaha… gue rasa gue harus narik kata-kata gue semalem. Ternyata perasaan gue tentang kenyamanan itu sama Diet’

Didiet berusaha membuka kunci kamarnya, tapi terlihat tangannya gemetar dan ga sukses memasukan kunci kamarnya.

Ary : ‘Kemaren loe memasukan sesuatu dengan sempurna, masa buka pintu aja gemeteran gitu ?’

Didiet: ‘Loe bikin gue gemeteran’

Ary: ‘Sini gue bukain, loe urus aja gemeteran loe itu’

Tanpa basa-basi, Ary membuka retsleting celana Didiet di gang kamar hotel tanpa peduli kalo sewaktu-waktu bisa saja orang lewat. Cara Ary membuka penuh dengan percaya diri dan dalam sekejap, Ary berjongkok di depan Didiet yang dalam kondisi tercengang. Diraihnya batang kontol Didiet dari dalam celana dan dimasukannya ke mulut Ary dengan sigap. Didiet sibuk memaksakan membuka pintu kamar karena takut kepergok orang lain bercampur dengan perasaan birahi yang naik dengan kencangnya. Pintu akhirnya terbuka setelah beberapa isapan Ary yang membuat Didiet kelojotan.

Begitu pintu terbuka, berhamburlah mereka berdua masuk ke kamar. Dengan sigap pintu dibanting, keduanya sibuk berusaha membuka baju, celana dan seluruh barang2 yang menempel di badan mereka, sambil sesekali saling membantu dan sesekali berusaha untuk berciuman. Dalam hitungan detik, keduanya sudah kembali bertelanjang bulat, berusaha memeluk, berciuman, saling mendorong ke tempat tidur.

Didiet berusaha menjilat dada Ary, putingnya yang mengeras, turun terus ke perut dan selangkangan. Disaat yang bersamaan Ary juga berusaha menciumi Didiet, menjilat putting Didiet, mencari kontol yang tegang sampai pada akhirnya mereka bisa membentuk posisi 69. Dua mulut beradu dengan 2 kontol yang tegang, berurat dengan aliran darah yang kencang, perlahan menghasilkan precum yang rasanya semakin mendongkrak nafsu birahi mereka berdua.

Geliatan-geliatan di tempat tidur mereka menjadikan suasana kamar yang membara, dua pria yang sudah bertahun-tahun menjalani kehidupan seks normal, namun mereka berubah sibuk merasakan tubuh seseorang yang memiliki anatomi yang sama. Disela-sela berciuman bibir, mereka pindah ke telinga, turun ke leher, balik ke bibir, ke bicep dan kadang ke daerah mendekati ketiak lawannya. Keduanya melakukan gerakan-gerakan yang bersautan dan membuat birahi mereka semakin menjadi-jadi.

Ary: ‘Diet, masukin ke gue lagi Diet. Cepetan, gue pengen lagi’

Sambil terus berciuman, Didiet mendorong Ary berjalan menuju kamar mandi. Diraihnya body lotion dan sambil terus mengeksplorasi wajah mereka berdua dengan ciuman, Didiet mengoleskan kontolnya yang sudah tegak menegang keras dengna lotion. Pelan-pelan Didiet membalikan badan Ary dan Ary berusaha menahan badannya di wastafel kamar mandi. Didiet terus menciumi punuk Ary sambil pelan-pelan menghunus pedang dagingnya ke dalam lobang kenikmatan Ary. Dengan tingkat kesulitan yang rendah, seluruh batang kenikmatan Didiet terbenam total di lobang Ary dan dengan segera digenjotnya kontol Didiet keluar masuk lobang Ary. Keduanya bergumam tanpa kejelasan, melenguh tanda nafsu birahi diiringi dengan irama tabrakan daging selangkangan Didiet dengan pantat Ary.

Ary: ‘Ah… ah… ah… terus Diet, enak banget… Ngentot terus Diet jangan brenti’

Didiet; ‘Ah…. ah…. ah…’

Didiet meraih paha kiri Ary dan pelan-pelan diangkat keatas sementara tangan kanannya memeluk Ary dari belakang. Posisi tersebut membuat gerakan Didiet semakin ganas dan bergairah karena dorongan kontolnya semakin menunjukan kemudahan keluar masuk lobang Ary yang licin akibat campuran lotion dan precum Didiet yang cukup membanjir. Ary berusaha berdiri tegak, tapi selalu kembali menuduk. Hampir setengah jam Didiet mengentot Ary dengan jantannya.

Ary: ‘Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah’.

Cairan kenikmatan Ary tersembur keluar dengan sendirinya tanpa ada stimulasi dari luar. Benar-benar murni ejakulasi dikarenakan sodokan-sodokan Didiet ke area g-spot didalam lobang kenikmatan Ary. Ary ternyata tidak sadar untuk menahan ejakulasi itu.

Didiet: ‘Aku mau keluar juga Ry’

Ary : ‘Keluarin di mulut aku ya Ry, jangan didalem sana. Aku pengen minum cairan kamu yang’

Didiet semakin terbakar mendengarkan kalimat Ary yang penuh makna, kalimat yang diartikan sebagai perasaan, nafsu sekaligus cinta’

Didiet : ‘Ry, mau keluar sekarang’

Ary langsung mendorong Didiet, berjongkok didepan Didiet dan meraih kontol Didiet yang mulai berdenyut ga karuan dengan mulutnya. Dalam hitungan detik bersamaan dengan seluruh kontol Didiet di dalam mulutnya, Ary merasakan semburan-semburan cairan Didiet yang langsung ditelan tuntas. Ary terus menghisap kontol Didiet sampai kering tanpa setetes air kenikmatan tersisa. Merekapun berpelukan untuk menenangkan ketegangan seksual yang baru terjadi dengan dahsyatnya.

Didiet: ‘Apa maksud yang tadi Ry?’

Ary: ‘Yang apa?’

Didiet: ‘Ada kata yang diakhir permintaan nafsu loe tadi’.

Ary: ‘Ga ada ah’, sambil belaga ga ada apa-apa dan terus memeluk Didiet.

Didiet: ‘Gue suka ama loe, dan mungkin gue akan jatuh cinta ama loe bentar lagi’.

Ary: ‘Mungkin atau pasti’.

Didiet: ‘Tergantung loe aja sekarang’.

Ary: ‘Ngaku aja Diet’.

Didiet: ‘Ok, gue pasti akan jatuh cinta ama loe’.

Ary: ‘Gue juga, dan gue kalah ama loe Diet’.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts