Pembalasaann…..
Salam agan-agan semua…..
Neubi mau bagi-bagi cerita nih…
Ditunggu koment-koment yaa…..
Pagi itu, sekitar jam 8.00, aku pergi ke Glodok, masa liburan ingin nostalgia melihat “kota” Jakarta, selama ini aku jarang ke arah sana. Dengan menumpang bus patas AC, aku ke sana, kalau bawa mobil selain susah cari parkir, capek kalau harus selalu injak kopling, tahu sendiri khan kodok tuaku, keras banget koplingnya. Suasana masih berdesakkan bersama-sama dengan orang pergi ke kantor.
Bus Patas AC, yang mestinya cePAT terbatAS, penuh sesak, segarnya AC digantikan oleh semerbak parfum berbagai jenis, mirip dengan department store yang khusus menjual parfum. Masih teringat saat dulu Bus ini muncul pertama kali, sopir menggunakan dasi, full music, AC yang sangat dingin, berhenti hanya pada halte tertentu, penumpang tak diijinkan berdiri, dengan jarak antar bus diatur sedemikian rupa melaui radio komunikasi sehingga jaraknya tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh, selain itu selalu berjalan di jalur cepat. Harga karcisnya masih 900 (pakai karcis lho, inget dulu masih sekolah harus berdesakkan-desakkan untuk mendapatkan “karcis pelajar” di bawah tugu lapangan banteng; sekarang hanya bus luar kota saja yang pakai karcis).
Jalanan mulai macet, tetapi aku bersyukur kemacetan ini membuatku bisa mengamati sekitar lebih lama. Setelah masuk kawasan Harmoni, aku mulai melihat-lihat kawasan itu, di pojok kanan, masih berdiri megah hotel Mxxxxx, yang selalu terisi “mahluk halus” setiap kamarnya, dan dengan ramah akan menyapa kita, untuk masuk dan melakukan aktifitas tak lebih dari dua jam, aku jadi ingat saat dulu pertama kali menginjakkan kawasan ini, saat ditraktir temen ke tempat ini.
Tak lama sebelah kiri ada gedung bekas terbakar, musibah saat kerusuhan dulu, Kxxx Cxxxx; dengan simbol gambar kartu raja, rasanya belum “komplit” jadi buaya kalau belum masuk sini, jadi inget waktu masuk dulu, eh uangnya kurang, kasian deh lu. Jadi cari ATM di kawal oleh room boy.
Sebelah kanan lagi, ada “Pxxx Pxxxx”, ini merupakan tempat “wajib” bagi para hidung belang, terlintas; dahulu bagaimana merahnya wajahku saat pertama kali diplonco oleh rekanku, di sinilah pertama kali aku telanjang di hadapan lawan jenisku.
Tak jauh dari situ, terhampar di kanan dan kiri, amusement centre. Di sebelah kanan ada beberapa lorong (jalan kecil), dengan papan nama cukup jelas terlihat dari jalan Gajah Mada, yakni jalan yang kulalui, beberapa nama yang cukup terkenal untuk para hidung belang, seperti “Kxxxxxx”, “Mxxxxx Mxx”, “Bxxxxxx Mxxxx”, dan lain-lain, nama yang aku ingat karena meninggalkan kesan yang ringan dan yang lucu.
Tak lama sampai lah aku di kawasan Glodok.
“Kiri, bang,” kataku.
Bus tidak berhenti, masih jalan perlahan, aku sudah disuruh turun. Masih inget dulu saat masih sekolah, ada yang teriak:
“Tunggu, tunggu, perempuan bunting turun,” kata kondektur kepada sopir bus, untuk menghentikan laju kendaraannya.
“Kaki kiri turun dulu!” ucapnya lagi.
Maklum sudah lama nggak naik bus. Jadi inget semboyan dulu, kuturunkan kaki kiriku, belum selesai kaki kananku menyentuh tanah, bus sudah melaju, saat keseimbanganku doyong ke kanan segera ku tahan dengan kaki kananku, uh dasar. Maklum sih, rebutan ruang kosong di jalan macet!
Aku menuju, jembatan toko, nggak belanja hanya lihat-lihat saja, hingga sampai di pertokoan Glodok, yang di depannya banyak penjual cd. Berbagai macam jenis film baik yang “aksi” atau yang “membuat ereksi” terpampang di lapak-lapak penjual vcd.
“Bos, vcd, bos, yang main orang bandung boss,” tawar si pedagang, kulihat covernya, persis seperti yang di internet. Aku lalui saja, pura-pura nggak butuh, padahal aku memang ingin beli.
“Bos, vcd, bos, ratu goyang boss, asli indonesia, murah bos, hanya 35 aja,” tawar pedagang lain.
Hari masih pagi, jadi belum banyak pembeli barang-barang elektronik. Aku berjalan terus hingga ke ujung, akhirnya aku jalan ke belakang, dan akhirnya aku naik ke lantai dua. Belum banyak perubahan gedung, saat pertama kali aku ke sini sekitar awal tahun delapan puluhan, yang tetap hanya aromanya, ada dupa cina, terkadang bau keringat antara pembeli dan pejual.
Saat di lantai dua, aku ditawari vcd, yang sama, harganya hanya sepuluh ribu saja, kemudian dia juga menawarkan beberapa film yang lain, dengan harga cukup murah, aku mencoba menawar, dan akhirnya diberi, dan aku beli semua.
Setelah capek, keliling, aku ingin ke toilet. Saat aku mau keluar untuk memasukkan uang logam ke dalam kotak,
“Pak, hapenya jangan ditaruh di saku depan, pak. Banyak copet di sini, hampir setiap hari ada saja yang kecopetan hape,” katanya, segera kumasukkan HP-ku kedalam saku celana.
“Terima kasih mas!” kataku
Waduh, panggilan alam nih, perutku mulai berbunyi, aku keluar dari kawasan Glodok, dan menuju ke seberang di bawah “jembatan toko”, dulu ada rumah makan padang sederhana, eh ternyata masih ada. Saat aku pesan makanan nampak si Bapak yang dulu selalu melayani pembeli sudah mulai tua dan hanya sebagai kasir saja, waktu telah berjalan.
Usai makan aku nyebrang lagi, mencari bus ke arah Kampung Rambutan. Waktu menunjukkan jam 13.00, sudah agak jarang penumpang, tetapi tidak kosong, kebanyakan penumpang yang melakukan bisnis, bukan pegawai seperti tadi pagi. Aku masuk dari pintu depan, kucari tempat duduk di bagian depan yang berisi dua orang.
Kebanyakan penuh, hingga aku mendapatkan bangku ke dua dari pintu belakang, yang berisi hanya dua orang. Belum lama aku duduk, saat bus berjalan perlahan sudah ada seorang pria tinggi besar duduk di sampingku. Tidak berapa lama bus penuh dengan penumpang, hanya penuh tempat duduk, belum ada yang berdiri.
Tidak lama banyak pedagang asongan yang menjajakan dagangannya, belum selesai menjajakan, pengamen mulai membawakan sebuah lagu, kemudian saat pengamen selesai, diisi lagi dengan membawa sajak. Bus hampir tak pernah kosong dengan orang yang mencari sesuap nasi.
Saat tiba di depan Hayam Wuruk Plaza,
“Mas, coba lihat tas hitamnya!” katanya.
“Apa urusannya anda melihat tasku?” kataku.
“Saya polisi,” katanya sambil berdiri dan membuka sebagian jaketnya, dan menunjukkan borgol.
“Mana tanda pengenal anda?” tanyaku. filmbokepjepang.com
“Kamu ini melawan petugas,” katanya agak keras sambil berdiri hingga sebagian penumpang memalingkan wajah ke sumber suara, aku pun mencoba berdiri, tetapi ada cerobong ac, hingga tidak bisa berdiri tegak, kemudian ada dua pria berwajah kasar berjalan cepat dari belakang dan dari depan, menutup jalanku.
Aku segera berpikir keras, kalau aku melakukan tindakan yang konyol, bisa jadi aku diteriakin maling. Banyak penumpang melihat ke diriku, detik-demi detik, aku berpikir secepat Intel Titanium. Akhirnya segera kutekan tombol HP-ku “Si Emen” dan memutar hingga antenanya di bagian bawah, agar microphone-nya bisa menangkap pembicaranku, tanpa diketahui oleh mereka, sehingga On-Line dengan beberapa rekanku sekaligus. Mereka akan mendapatkan nomorku, tetapi tanpa suara yang nggak jelas, atau direspon mereka tetapi aku tidak merespon panggilan mereka hanya ada beberapa suara ketukan saja, artinya bisa jadi aku dalam bahaya (atau tertekan karena tidak dikunci!).
“Ayo cepat keluar ikut ke kantor,” kata yang pria yang belakang.
Dengan keyakinan HP-ku sudah online, aku segera keluar dari bus. Saat keluar dari bus, mereka membuat formasi mengurung, satu di depanku, yang dua ada di kanan dan kiri, sementara di belakang adalah tanah kosong dengan pagar biru. Kalau aku lari, bisa konyol.
Si pria yang di kanan, memberhentikan taksi; yang tidak terkenal dan kemungkinan tidak ada radio panggilnya; aku dimasukkan di kursi belakang dan diapit oleh dua orang, yang satu duduk di bagian depan, samping pengemudi taksi. Tidak ada tanda pengenal pengemudi taksi, juga tak ada radio komunikasi, wah kacau nih.
Begitu melewati perempatan Harmoni ke arah Pasar Baru, aku segera mengatakan (agar suaraku bisa masuk melalui HP-ku)
“Itu pos Polisi di perempatan Harmoni,” kataku.
“Tidak, kita ke kantorku saja,” kata yang depan sambil menunjuk ke kaca depan, tampak sekilas gambar tato. Wah ini sih polisi gadungan.
Aku di interogasi singkat, setelah merebut tas hitamku yang berisi vcd.
“Kamu tentara?” katanya.
“Bukan!” jawabku, mungkin melihat potongan rambutku serta sepatu bootku.
“Coba lihat KTPnya!” katanya.
Saat KTP kuserahkan, pria satunya merebut dompetku, dan tampak di lengan bagian dalam juga ada gambar tato. Wah ini sih penodongan. Tak lama mereka berdua memeriksa seluruh badanku, mulai dari betis, hingga ketiak, mereka pikir aku polisi atau tentara, mereka takut mungkin aku membawa sangkur atau senjata api, termasuk bagian kelaminku pun kena rabaannya, ih jijey, homo kali nih orang, dari pandanganku koq nafsu bener nih orang sama aku, amit-amit deh.
Setelah melewati Pasar Baru, berhenti di lampu merah, di jalan Gunung Sahari. (Ini khan arena tempat berantem lawan “captun” dulu, nggak tahu sekarang; sempet-sempetnya masih bernostalgia). photomemek.com Tiba-tiba di samping kanan taksiku berhenti sepeda motor bebek, dikendarai seorang pria dengan rambut gondrong dengan helm wanita dan menggunakan kaca mata hitam serta kumis yang tebal namun rapi, tampak di telinga bagian kanan ada kabel handsfree ke HP “Si Emen” di pinggangnya, sambil menggigit bibir bagian bawahnya. Sepertinya aku kenal, eh iya dia khan, si Roy.
Aku ganti menggigit bibir bagian bawahku, untuk merespon pesan bahwa aku menerima pesannya. Dia membalas dengan mengangkat dagu ke arahku, sambil pura-pura menggaruk aku menoleh ke samping kiri, tampak seorang pengendara sepeda motor warna hitam dengan helm hitam tertutup dengan kaca cukup gelap menggunakan jaket kulit hitam, dia melihatku dan menundukan kepala, akupun melakukan hal yang sama, kalau lihat dari motor, jaket serta helmnya, aku tahu ini sih, si Ari.
Saat lampu hijau, segera Ari melesat lebih dahulu, sementara Roy, berjalan perlahan menjaga jarak. Beberapa saat kemudian HP pria yang mengaku polisi berbunyi, dan
“Siap pak, ya, saya menuju lokasi pak,” katanya.
“Baik pak, segera pak,” katanya lagi.
Wah, jangan-jangan ke markas mereka, bisa kacau nih rencana, pikirku dalam hati.
Dengan kondisi seperti ini aku agak tenang dan mengikuti apa yang mereka inginkan. Aku baru ingat saat pembelian vcd tadi, dia sengaja memberikan harga yang cukup murah, nggak tahunya dia salah satu komplotan yang ikut menjebak, dan akupun baru ingat dia mempunyai HP di pinggangnya, kemungkinan besar tanpa mengikutiku dia cukup menghubungi rekannya yang ada di pinggir jalan tadi, bila perlu nunggu aku sampai selesai makan. Cerdik juga, komplotan ini.
Taksi lurus menuju ke arah Kemayoran. Kemarin aku dengar berita belum lama ini di daerah ini terjadi pembunuhan, akibat korban tidak memberikan uang yang diminta. Saat melalui bekas bandara itu, aku lihat ada motor dua tak dengan kecepatan tinggi, si Ari sedang mendahului taksiku.
Kemudian melalui jalan-jalan kecil dan melalui di bagian belakang ITC Cempaka Putih, saat itu dia mengambil kartu ATM-ku dan menanyakan passwordnya; dia memaksa untuk berdamai dengan cara memberikan sejumlah uang, oleh sebab itu kartu ATM-ku diambilnya, kemudian menuju ke ATM yang berjarak dua puluh meter dariku. Aku masih di dalam taksi dengan dua orang penodong, yang akan mengambil uangku melalui ATM menggunakan topi (agar tidak terekam di kamera ATM). Segaja aku mengikuti mereka guna mendapatkan barang bukti, bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, toh beberapa rekan sudah siaga.
Dari kaca spion di sebelah kanan sopir, kulihat agak jauh di belakang Roy sedang bicara sendiri, kemungkinan melalui fasilitas handsfree. Sementara Ari ada beberapa meter di depan dekat tukang rokok, tak lama dari kaca spion dalam taksi, aku lihat ada Montera hitam, masuk ke pelataran parkir bank, dengan nomor polisi 4 dari kota Pasuruan berakhiran RI.
Koq jadi ngumpul, pasti itu mbak Nawang SARI, dengan potongan rambut pendek dan dengan kacamata hitam, sementara disampingnya samar-samar aku lihat, mbak Ila, dengan rambut dikuncir ekor kuda (karena dia menoleh ke kiri memperhatikan sebelah kiri mobil untuk masuk ke perparkiran). Suasana agak sepi saat itu.
Tak lama Pria yang memakai topi kembali ke taksi, dan memerintahkan taksi untuk jalan. Saat ia keluar, Montera hitampun ikut keluar, tetapi tidak mendahului taksi. Saat mobil berjalan, kira-kira beberapa ratus meter sebelum lampu merah Coca-Cola, By Pass.
Dengan gerakan yang sangat cepat, Ari mencoba menyalib dari kanan ke kiri dan bersenggolan dengan taksi yang kutumpangi, dan segera bangkit menghampiri supir taksi. Roy ada di sebelah kiri taksi dengan senjata api genggam, membuka pintu kiri depan dan memerintahkan penumpangnya agar segera masuk ke Montera. Di kanan taksi, Montera berhenti mendadak, dari dalam Montera keluar Dudung dengan senjata api genggam di tangan, dan memerintahkan penumpang taksi untuk masuk ke Montera, termasuk diriku.
Semua kejadian sangat cepat dan jalanan agak sepi waktu itu, saat semua penumpang taksi telah masuk semua segera Montera melarikan diri. Tinggal Ari dan Roy di lapangan, kulihat dari kaca belakang mobil nampak Roy memberikan ongkos taksi yang ditinggalkan penodong tadi.
Montera segera menuju ke pusat pergudangan, setelah parkir, tak berapa lama, diikuti oleh Roy dan Ari. Segera kaki dan tangan para penodong diikat di Scraff Holder dengan borgol.
Mereka nampaknya shock, dengan kejadian tadi yang begitu cepat. Mbak Nawangsari segera turun dan memberikan tamparan yang cukup keras di kedua pipi masing-masing penodong. Nampaknya dia begitu gemes dengan ulah mereka. Ari mengambil dompet para penodong serta amplop berisi uang yang baru diambil dari ATM. Jumlahnya lima juta, persis dengan batas maksimum yang boleh diambil melalui ATM dalam sehari dari tabunganku. Ternyata mereka tidak membawa senjata tajam atau senjata api.
“Ampun bu, ampun pak,” rengek mereka.
“Udah mbak, jangan disakiti,” kata Roy sambil cengengesan.
“Kemarin temenku juga kena sama mereka, sepertinya mereka spesialis nodong pembeli VCD,” kata mbak Nawangsari, dia menggunakan rok kulit agak mini dan kaos ketat putih dan jaket kulit hitam, kontras dengan kulitnya yang putih bersih, tampak di paha dan sekitar betisnya ditumbuhi bulu-bulu halus.
Setelah diikat, mereka disemprot dengan air hydrant, Ari yang punya kerjaan nyiram penodong. Mbak Ila segera mengambil sangkurnya dari balik celana jins di bagian betisnya. Kemudian dia menyobek semua pakaian yang dikenakan oleh penodong, kemudian Ari menyemprot lagi, terutama pada bagian yang tadi tertutup oleh pakaian mereka.
Tampak kemaluan mereka mengkerut, sama seperti perasaan mereka. Setelah itu Scraff Holder dirobohkan oleh Dudung, hingga mereka terlentang basah kuyup.
Ari, Roy, dan Dudung segera membentuk ruang berbentuk huruf “U” dengan mendirikan Scarff Holder yang lain agar menjadi ruangan ukuran lima meter kali lima meter, dan menutup sekelilingnya dengan plastik warna biru (biasa digunakan untuk melindungi bangunan dari hujan), kemudian memasang lampu neon 2x40W sebanyak sepuluh buah, secara berdiri tegak bersandar pada plastik biru yang menutupi Scraff Holder, dua di kanan penodong paling kanan dan dua di kiri penodong paling kiri, sedangkan enam lagi di bagian atas kepala penodong, masing-masing dua lampu tiap kepala penodong.
Sambil mereka bekerja, terdengar para penodong memohon ampun. Setelah lampu terpasang dan dimasukkan ke sumber listrik ruang menjadi terang benderang. Setelah itu,
“Kita apain mereka?” kata mbak Ila.
“Bunuh aja deh, kita jual jeroannya, percuma dikasih ke polisi juga ntar begitu lagi,” jawab Roy.
“Jangan, kita panggil aja mbak Nining, ntar kita bikin seperti ini,” jawab Ari, sambil menunjukkan vcd yang aku beli.
“OK, setuju,” jawab mbak Nawangsari, sambil melepaskan celana dalamnya sambil berdiri dan melemparkan ke atas Montera, kemudian berjalan melangkahi kepala para penodong.
Ari segera menelpon Mbak Nining untuk segera bergabung, Saat itu waktu menunjukkan jam 16.00, setelah mbak Nawangsari selesai membuat para penodong ereksi (bisa-bisanya lagi tertawan koq ereksi, dasar lelaki), segera dia menutup mata para penodong dengan memasangkan kaca mata untuk pekerjaan las, yang sangat gelap.
Sementara itu Roy mengambil kamera dari dalam Montera dan menghubungkan ke sumber listrik, Dudung merangkai tripod untuk dudukan kamera.
“Sar, coba deh, kamu duluan,” kata Roy, sambil memfokuskan mbak Nawangsari yang sedang memakai cd-nya kembali, setelah cd terpasang, dia bukannya menjawab malah membalas dengan mengepalkan tangannya dengan jempol terjepit jari telunjuk dan jari tengah, sableng.
Tak lama Mbak Nining dateng, bersama temannya Mbak Monika. Yang diundang satu yang dateng dua orang,
“OK, siap, langsung,” kata Ari.
“Siap,” mbak Nawangsari yang menjawab sambil memberikan kode jari telunjuknya di depan mulutnya, seolah-olah ingin mengatakan jangan berisik.
Aku, Ari, Dudung, mbak Nawangsari, mbak Ila, serta mbak Monika duduk manis di belakang kamera yang sedang diarahkan oleh Roy, sambil menunjukan jarinya ke atas, yang artinya sudah mulai “Recording”. Sementara mbak Nining segera memulai aksinya, dia langsung meng-oral penodong yang di kiri sambil menghadap ke arah kamera. artikelbokep.com Roy mengambil sebagian wajah Mbak Nining, hanya bagian mulutnya yang monyong dengan latar belakang wajah penodong yang menggunakan kacamata las asitelin.
Dijilati buah zakarnya, ujung kemaluannya, dan akhirnya dimasukkan semua ke dalam mulutnya hingga habis, kemudian mulai bergerak naik turun, setelah cukup keras, dia memasukkan ke dalam anusnya, oups langsung anal, dengan membelakangi kamera.
Saat dia menaikkan pantatnya terdengar suara,
“ekh ekh,” suaranya mbak Nawangsari, sementara mbak Nining tidak bersuara hanya menggigit bibir bawahnya saja (oleh sebab itu kita selalu menggunakan kode ini, untuk memperkenalkan diri kita dalam penyamaran). Saat mbak Nawangsari bersuara, tanpa diberi komando, kemaluan ke dua penodong di sebelah seperti kondom ditiup, segera menggelembung; mereka nggak tahu kalau dihadapan mereka ada kamera dan para penonton! Semua penonton tersenyum, mbak Monika sampai menggigit telunjuknya untuk menahan tawa, Mbak Ila menutup mulutnya dengan ke dua tangan.
Penodong merasakan sensasi yang luar biasa, dalam gelap, karena ke dua matanya tertutup kaca mata las, serta jepitan anusnya. Mencoba menarik kakinya tetapi tertahan oleh borgol, berusaha pula menarik tangannya juga terborgol. Nggak lama badan penodong kaku dan tak lama lemas, dan…
“ehhhaaaaah,” jeritnya. Roy meng-close-up wajah penuh orgasme itu.
Dia mengalami ejakulasi, kemaluan si penodong masih tertanam di dalam anus mbak Nining.
Beberapa saat kemudian, mbak Nining berdiri, dan dengan gayanya berusaha agar sperma tidak tumpah dari anusnya, dia mencoba menahan laju sperma dengan mengkerutkan lubang anusnya dan melangkah sambil jongkok hingga lubang anusnya tepat diatas mulut penodong, kemudian melepas kerutan anusnya sehingga sperma jatuh ke mulut si penodong, dia merasakan jijik dan menggeleng-gelengkan kepalanya, hasilnya sperma tidak masuk ke mulut tetapi ada yang masuk ke lubang hidung. Hiiik jijey. Roy tetap meng-close-up.
Setelah tidak ada yang menetes, Mbak Nining mengedan hingga anusnya keluar menggelembung. Keluar sisa sperma yang sedikit menguning dan di ikuti suara kentut.
Langsung penonton bubar, segera melarikan diri menahan bau yang minta ampun. Ari mencari blower AC yang belum terpasang untuk meniup wangi semerbak yang ada, hingga kemaluan ke dua penodong yang tadi sempat berdiri tegak langsung rubuh.
Untuk diketahui mbak Nining itu nama di malam hari, kalau siang namanya mas Nanang, dia WAnita tapi aDAM, yang biasa mangkal di jalanan, juga sebagai sumber info buat kita, sebagai imbalan atas bantuannya kami berikan sesajen tiga orang ini.
Para penodong pikir mereka main sama mbak Nawangsari, padahal sama mbak Nining! Saat tadi melihat mbak Nawangsari nggak pake cd, bayangannya udah jauh entah kemana. Padahhhaaaaalll. Huekks.
Kemudian penodong berikutnya mendapat giliran, hingga penodong terakhir, dengan perlakuan yang sama. Sampai-sampai lubang anusnya mbak Nining susah nutupnya, jalannya sudah nggak bener lagi, seperti koboi janggo.
Agar perlawanan mereka tidak surut, mbak Nining segera membersihkan diri dan duduk di antara penonton, kini tiba giliran mbak Monika, dia melepaskan seluruh pakaiannya, dia seorang pelacur senior, dia juga sebagai informan dan sebagai balasannya kita berikan sajen seperti ini. Dia seorang wanita tulen, pekerja seks di sebuah panti pijat, dan kabarnya penderita HIV/AIDS.
Sebelum mbak Monika mengambil giliran, Ari menyemprot mereka dengan air hydrant lagi, agar bersih. Semprotan cukup hati-hati mengingat ada lampu neon di atas kepala dan di samping penodong.
Setelah selesai mbak Monika mulai mencium bibir penodong bergantian, kemudian menggesek-gesekkan vaginanya ke hidung penodong, dia takut mengarahkan ke mulut penodong, takut digigit nampaknya. Dasar, udah ejakulasi masih siap berdiri lagi, langsung mbak Monika memasukkan ke vaginanya, dan melakukan gerakan pemompaan, sambil mengeluarkan desahan, denger suara wanita berdesah, penodong di sebelah ereksi bareng. Momen yang baik segera Roy mengambil gambarnya.
Kali ini mbak Monika melakukan pertukaran sperma, saat penodong pertama ejakulasi dia menumpahkan ke penodong ke dua, begitu pula yang lain. Jijik campur ereksi dan suara erangan membuat mereka tidak surut, setelah mereka bertiga ereksi, mbak Monika melepaskan kacamata las, nampak mereka kaget dengan pemandangan yang ada.
Terakhir mereka disemprot air hydrant oleh Roy, dan mengikat mereka, selanjutnya kita mendudukan mereka dan melihat ke televisi untuk Replay adegan yang mereka lakukan. Mereka tak berani melihat hanya tertunduk sambil melirik saja.
Waktu sudah mendekati tengah malam, ke tiga penodong dibuang Dudung, di sekitar rawa-rawa bandara.
Pagi harinya kaset video sudah digandakan menjadi tiga. Ila, Roy dan Dudung masing-masing membawa satu dan pergi ke pusat transfer kaset ke VCD, mereka membayar sebagian, sisanya kalau sudah jadi, padahal mereka tidak akan kembali lagi. Akhirnya satu dari pusat transfer itu membocorkan ke umum, jadi lah VCD itu beredar ke masyarakat.
Beberapa minggu kemudian kita tidak ada laporan mengenai penodongan ala VCD di bus-bus kota. Yang terjadi sebuah judul lagi “vcd dewasa” dengan judul “Lautan Asmara 3”.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,