Ngentot Ibu Pembimbing Skripsi

Saya hampir mau selesai dalam perkuliahan saat ini saya sedang melaksanakan bimbingan skripsi, bersyukur pada pembimbing saya adalah dosen yang sangat enak masih muda dan casual dia wanita kira kira umurnya 30 tahun, sebut saja namanya ibu Rani dia menjadi pembimbing favorit di kampus banyak kaum lelaki yang ingin mendapat bimbingan dari ibu rani.

Singkat kata banyak sahabat-sahabatku yang sedikit iri mengetahui saya kebagian pembimbing Ibu Rani. “Dasar lu… enak amat kebagian ibu yang cantik jelita…” Kalau telah begitu saya hanya tersenyum kecil, toh bisa apa sih pikirku.

Proses asistensi dengan Ibu Rani sangat mengasyikan, karena selain beliau berwawasan luas, saya juga disuguhkan kemolekan tubuh & wajah beliau yang diam-diam kukagumi. Makanya dibanding sahabat-sahabatku termasuk rajin berasistensi & progres gambarku lumayan pesat.

Setiap asistensi membawa kami berdua semakin akrab satu sama lain. Bahkan suatu saat, saya membawakan beberapa kuntum bunga aster yang kutahu sangat disukainya. Sambil tersenyum dia berucap, “Kau mencoba merayu Ibu, Nic?”

Aku ingat wajahku waktu itu langsung bersemu merah & untuk menghilangkan grogiku, saya langsung menggelar gambar & bertanya sana-sini. Tapi tak urung kuperhatikan ada binar bahagia di mata beliau. Setelah kejadian itu setiap kali asitensi saya sering mendapati beliau sedang menatapku dengan pandangan yang entah apa artinya, beliau makin sering curhat tentang berbagai hal.

Asistensi jadi ngelantur ke bermacam subyek, dari masalah di kantor dosen hingga anak tunggalnya yang baru saja mengeluarkan kata pertamanya. Sesungguhnya saya menyukai perkembangan ini namun tak ada satu pun pikiran aneh di benakku karena hormat kepada beliau.

Hingga… pada saat kejadian. Suatu malam saya asistensi sedikit larut malam & beliau memang masih ada di kantor pukul 8 malam itu. Yang pertama terlihat adalah mata beliau yang indah itu sedikit merah & sembab.

“Wah, saat yang buruk nih”, pikirku. Tapi dia menunjuk ke kursi & sedikit tersenyum jadi kupikir tak apa-apa bila kulanjutkan. Setelah segala proses asistensi berakhir saya memberanikan diri bertanya, “Ada apa Bu? Kok kelihatan agak sedih?”

Kelam menyelimuti lagi wajahnya meski berusaha disembunyikannya dengan senyum manisnya.

“Ah biasalah Nic, masalah.”

Ya telah kalau begitu saya segera beranjak & membereskan segala kertasku. Dia terdiam lama & saat saya telah mencapai pintu, barulah…

“Kaum Pria memang selalu egois ya Nico?”

Aku berbalik & setelah berpikir cepat kututup kembali pintu & kembali duduk & bertanya hati-hati.

“Kalau boleh saya tahu, kenapa Ibu berkata begitu? Karena setahu saya perempuan memang selalu berkata begitu, tapi saya tidak sependapat karena certain individual punya ego-nya sendiri-sendiri, & tidak bisa digolongkan dalam suatu stereotype tertentu.”

Matanya mulai hidup & kami beradu argumen panjang tentang subyek tersebut & ujung-ujungnya terbukalah rahasia perkimpoiannya yang selama ini mereka sembunyikan. Iya, bahwa pasangan tersebut kelihatan harmonis oleh kami mahasiswa, mereka kaya raya, keduanya berparas good looking, & berbagai hal lain yang bisa membuat pasangan lain iri melihat keserasian mereka.

Namun semua itu menutupi sebuah masalah mendasar bahwa tidak ada cinta diantara mereka. Mereka berdua dijodohkan oleh orang tua mereka yang konservatif & selama ini keduanya hidup dalam kepalsuan.

Hal ini diperburuk oleh kasarnya perlakuan Pak Indra (suami beliau) di rumah terhadap Bu Rani (fakta yang sedikit membuatku terhenyak, ugh betapa palsunya manusia karena selama ini di depan kami beliau terlihat sebagai sosok yang care & gentle).

Singkat kata beliau sambil terisak menumpahkan isi hatinya malam itu & itu semua membuat dia sedikit lega, serta membawa perasaan aneh bagiku, membuat saya merasa penting & dekat dengan beliau. Kami memutuskan untuk jalan malam itu, ke Lembang & beliau memberi kehormatan bagiku dengan ikut ke sedan milikku.

Sedikit gugup kubukakan pintu untuknya & tergesa masuk lalu mengendarai mobil dengan ekstra hati-hati. Dalam perjalanan kami lebih banyak diam sambil menikmati gubahan karya Chopin yang mengalun lembut lewat stereo. Kucoba sedikit bercanda & menghangatkan suasana & nampaknya lumayan berhasil karena beliau bahkan telah bisa tertawa terbahak-bahak sekarang.

“Kau pasti telah punya pacar ya Nico?”

“Eh eh eh”, saya gelagapan.

Iya sih emang, bahkan ada beberapa, namun tentu saja saya tak akan mengakui hal tersebut di depannya.

“Nggak kok Bu… belum ada… mana laku aku, Bu…” balasku sambil tersenyum lebar.

“Huuu, bohong!” teriaknya sambil dicubitnya lengan kiriku.

“Cowok kayak kau pasti playboy deh… ngaku aja!”

Aku tidak bisa menjawab, kepalaku masih dipenuhi fakta bahwa beliau baru saja mencubit lenganku. Ugh, alangkah berdebar dadaku dibuatnya. www.filmbokepjepang.net  Beda bila sahabat wanitaku yang lain yang mencubit.
Larut malam telah tiba & telah waktunya beliau kuantar pulang setelah menikmati jagung bakar & bandrek berdua di Lembang. Daerah Dago Pakar tujuannya & saat itu telah jam satu malam ketika kami berdua mencapai gerbang rumah beliau yang eksotik.

“Mau nggak kau mampir ke rumahku dulu, Nic?” ajaknya.

“Loh apa kata Bapak entar Bu?” tanyaku.

“Ah Bapak lagi ke Kupang kok, penelitian.”

Hm… benakku ragu namun senyum manis yang menghiasi bibir beliau membuat bibirku berucap mengiyakan. saya mendapati diriku ditarik-tarik manja oleh beliau ke arah ruang tamu di rumah tersebut akan tetapi benakku tak habis berpikir, “Duh ada apa ini?”

Sesampainya di dalam, “Sst… pelan-pelan ya… Detty pasti lagi lelap.” Kami beringsut masuk ke dalam kamar anaknya & saya hanya melihat ketika beliau mengecup kening putrinya yang manis itu pelan. Kami berdua bergandengan memasuki ruang keluarga & duduk bersantai lalu mengobrol lama di sana. Beliau menawarkan segelas orange juice. “Aduh, apa yang harus saya lakukan”, pikirku.

Entah setan mana yang merasuk diriku ketika beliau hendak duduk kembali di karpet yang tebal itu, saya merengkuh tubuhnya dalam sekali gerakan & merangkulnya dalam pangkuanku. Beliau hanya terdiam sejenak & berucap,

“Kita berdua telah sama-sama dewasa & tahu kemana ini menuju bukan?” saya tak menjawab hanya mulai membetulkan uraian rambut beliau yang jatuh tergerai & membawa tubuh moleknya semakin erat ke dalam pelukanku, & kubisikkan di telinganya,

“Nico sangat sayang & hormat pada Ibu, oleh karenanya Nico tak akan berbuat macam-macam.” Ironisnya saat itu sesuatu mendesakku untuk mengecup lembut cuping telinga & mengendus leher hingga ke belakang kupingnya. Kulihat sepintas beliau menutup kelopak matanya & mendesah lembut.

“Kau tahu saya telah lama tidak merasa seperti ini Nic…” Kebandelanku meruyak & saya mulai menelusuri wajah beliau dengan bibir & lidahku dengan sangat lembut & perlahan. Setiap sentuhannya membuat sang ibu merintih makin dalam & beliau merangkul punggungku semakin erat. Kedua tanganku mulai nakal merambah ke berbagai tempat di tubuh beliau yang mulus wangi & terawat.

Aku bukanlah pecinta ulung, infact saat itu saya masih perjaka namun cakupan wawasanku tentang seks sangat luas. “Tunggu ya Nic… ibu akan bebersih dulu.” Ugh apa yang terjadi, saya tersadar & saat beliau masuk ke dalam, tanpa pikir panjang saya beranjak keluar & segara berlari ke mobil & memacunya menjauh dari rumah Ibu Ir. Rani dosenku, sebelum segalanya telanjur terjadi.

Aku terlalu menghormatinya dan… ah pokoknya berat bagiku untuk mengkhianati kepercayaan yang telah beliau berikan juga suaminya. Sekilas kulihat wajah ayu beliau mengintip lewat tirai jendela namun kutegaskan hatiku untuk memacu mobil & melesat ke rumah Tina.

Sepanjang perjalanan hasrat yang telah terbangun dalam diriku memperlihatkan pengaruhnya. saya tak bisa konsentrasi, segala rambu kuterjang & hanya dewi fortuna yang bisa menyebabkan saya sampai dengan selamat ke pavilyun Tina. Tina adalah seorang gadis yang aduhai seksi & menggairahkan, pacar sahabatku. Namun sejak dulu dia telah mengakui kalau Tina menyukaiku.

Bahkan dia telah beberapa kali berhasil memaksa untuk bercumbu denganku. Hal yang kupikir tak ada salahnya sebagai suatu pelatihan buatku. saya mengetuk pintu kamar paviliunnya tanpa jawaban, kubuka segera & Tina sedang berjalan ke arahku, “Sendirian?” tanyaku.

Tina hanya mengangguk & tanpa banyak ba bi bu, saya merangsek ke depan & kupagut bibirnya yang merah menggemaskan. Kami berciuman dalam & bernafsu. “Kenapa Nic?” di sela-sela ciuman kami, Tina bertanya, saya tak menjawab & kuciumi dengan buas leher Tina, hingga dia gelagapan & menjerit lirih.

Tangan kananku membanting pintu sementara tangan kiriku dengan cekatan mendekap Tina makin erat dalam pelukanku. “Brak!” kurengkuh Tina, kuangkat & kugendong ke arah kasur. “Ugh buas sekali kau Nic…” Sebuah senyum aneh menghiasi wajah Tina yang jelita.

Kurebahkan Tina & kembali kami berpagutan dalam adegan erotis yang liar & mendebarkan. saya bergeser ke bawah & kutelusuri kaki Tina yang jenjang dengan bibirku & kufokuskan pada bagian paha dalamnya. Kukecup mesra betis kanannya.

Tina hanya mengerang keenakan sambil cekikikan lirih karena geli. Kugigit-gigit kecil paha yang putih & mulus memikat itu sambil tanganku tak henti membelai & merangsang Tina dengan gerakan-gerakan tangan & jari yang memutar-mutar pada toketnya yang seksi & ranum. Dengan sekali tarik, piyama yang dikenakannya terlepas & kulemparkan ke lantai, sementara saya bergerak menindih Tina.

Kami saling melucuti hingga tak ada sehelai benang pun yang menjadi pembatas tarian kami yang makin lama makin liar. “Nico ahhh… Nico… Nico…” Tina terus berbisik lirih ketika kukuakkan kedua kakinya & saya menuju kewanitaannya yang membukit menantang. Kusibakkan rambut pubic-nya yang lebat namun rapih & serta merta aromanya yang khas menyeruak ke hidungku.

Bentuknya begitu menantang sehingga entah kenapa saya langsung menyukainya. Kuhirup kewanitaan Tina dengan keras & lidahku mulai menelusuri pinggiran labia minora-nya yang telah basah oleh cairan putih bening dengan wangi pheromone menggairahkan.

Kubuka kedua labia-nya dengan jemariku & kususupkan lidahku pelan diantaranya menyentuh klitorisnya yang telah membesar & kemerahan.

“Aaagh…” Tina menjerit tertahan, sensasi yang dirasakannya begitu menggelora & semakin membangkitkan semangatku. Detik itu juga saya memutuskan untuk melepas status keperjakaanku yang entah apalah artinya.

Sejenak pikiranku melambung pada Ibu Rani, ah apa yang terjadi besok? Kubuang jauh-jauh perasaan itu & kupusatkan perhatianku pada gadis cantik molek yang terbaring pasrah & menantang di hadapanku ini.

Tina pun okelah. Malam ini saya akan bercinta dengannya. Dengan ujungnya yang kuruncingkan saya menotol-notolkan lidahku ke dalam kewanitaan Tina hingga ia melenguh keras panjang & pendek.

Lama, saya bermain dengan berbagai teknik yang kupelajari dari buku. Benar kata orang tua, membaca itu baik untuk menambah pengetahuan. Kuhirup semua cairan yang keluar darinya & semakin dalam saya menyusupkan lidahku menjelajahi permukaan yang lembut itu semakin keras lenguhan yang terdengar dari bibir Tina.

Aku naik perlahan & kuciumi pusar, perut & bagian bawah toketnya yang membulat tegak menantang. Harus kuakui tubuh molek Tina, pacar sahabatku ini sungguh indah. Lidahku menjelajahi permukaan beledu itu dengan penuh perasaan hingga sampai ke puting toketnya yang kecoklatan.

Aku berhenti, kupandangi lama hingga Tina berteriak penasaran, “Ayo Nic… tunggu apa lagi sayang.”
Aku berpaling ke atas, di hadapanku kini wajah putih jelitanya yang kemerahan sambil menggigit bibir bawahnya karena tak dapat menahan gejolak di dadanya.

Hmm… pemandangan yang jarang-jarang kudapat pikirku. Tanganku meraih ke samping, kusentuh pelan putingnya yang berdiri menjulang sangat menggairahkan dengan telunjukku. “Aaah Nic… jangan bikin saya gila, please Nic…” Dengan gerakan mendadak, saya melahap puting tersebut mengunyah, mempermainkan, serta memilinnya dengan lidahku yang cukup mahir.

(Aku tahu Tina sangat sensitif dengan miliknya yang satu itu, bahkan hanya dengan itupun Tina dapat orgasme saat kami sering bercumbu dulu). Tina menjerit-jerit kesenangan. Kebahagian melandanya hingga ia maju & hendak merengkuh badanku.

“Eit, tunggu dulu Non… jangan terlalu cepat sayang”, saya menjauh & menyiksanya, biar nanti juga tahu rasanya multi orgasme. Nafas Tina yang memburu & keringat mengucur deras dari pori-porinya cukup kurasa. saya bangkit & pergi ke dapur kecil minum segelas air dingin.

“Jaaahat Nico… jahaat…” kudengar seruannya. Saat saya balik, tubuhnya menggigil & tangannya tak henti merangsang kewanitaanya. saya benci hal itu, & kutepis tangannya,

“Sini… biar aku…” saya kembali ke arah wajahnya & kupagut bibirnya yang merah itu & kami bersilat lidah dengan semangat menggebu-gebu. Kuraih tubuh mungilnya dalam pelukanku & kutindih pinggulnya dengan badanku. “Uugh…” dia merintih di balik ciuman kami. Kedua bibir kami saling melumat & menggigit dengan lincahnya, seolah saling berlomba.

Birahi & berbagai gejolak perasaan mendesak sangat dahsyat. Sangat intensif menggedor-gedor seluruh syaraf kami untuk saling merangsang & memuaskan sang lawan. Kejantananku minta perhatian & mendesak-desak hingga permukaannya penuh dengan guratan urat yang sangat sensitif. Duh… saatnya kah? saya bimbang sejenak namun kubulatkan tekadku & dengan segera saya menjauh dari Tina.

Tanpa disuruh lagi Tina meregangkan kedua pahanya & menyambut kesediaanku dengan segenap hati. Punggungnya membusur & bersiap. Sementara saya menyiapkan batang kemaluanku & membimbingnya menuju ke pasangannya yang telah lumer licin oleh cairan kewanitaannya.

Oh my God… sensasi yang saat itu kurasakan sangat mendebarkan, saat-saat pertamaku. Gigitan bibir bawah Tina menunjukkan ketidaksabarannya & dengan kedua betisnya dia mendesak pinggulku untuk bergerak maju ke depan.

Akhirnya keduanya menempel. Kubelai-belaikan permukaan kepala kejantananku ke klitorisnya & Tina meraung, masa sih begitu sensasional? Biasa sajalah. www.filmbokepjepang.net  Kudesak ke depan perlahan (aku tahu ini merupakan hal pertama bagi dia juga) sial… mana muat? Ah pasti muat. Kusibakkan dengan kedua jemariku sambil pinggulku mendesak lagi dengan lembut namun mantap. Membelalak Tina ketika batang kemaluanku telah menyeruak di antara celah kewanitaannya.

Sambil matanya mendelik, menahan nafas & menggigit-gigit bibir bawahnya, Tina membimbing dengan memegang batang kemaluanku,

“Hmm… Nic? jangan ragu sayang…” Dengan mantap saya menghentakkan pinggulku ke depan agar Tina menjerit. Loh sepertiganya telah amblas ke dalam. Hangat, basah, ketat sangat sensasional. Pinggang kugerakkan ke kiri & ke kanan. Sementara Tina kepedasan & air matanya sedikit mengintip dari ujung matanya yang berbinar indah itu.

“Kenapa sayang?” tanyaku.

“Nggak pa-pa Nic… terusin aja sayang… saya adalah milikmu, semuanya milikmu…”

“Sungguh…”

Aku tahu pastilah mengharukan bagi gadis manapun meski sebandel Tina, apabila kehilangan keperawanannya. Maka untuk menenangkannya saya merengkuh tubuhnya & kuangkat dalam pelukan, proses itu membuat kemaluanku semakin dalam merasuk ke dalam Tina.

Dia mendelik keenakan, matanya yang indah merem melek & bibirnya tak henti mendesah, “Nic sayaaang… ugh nikmatnya.” Saat itu saya sedang memikirkan Ibu Rani. Aneh, mili demi mili batang kemaluanku menghujam deras ke dalam diri Tina & semakin dalam serta setiap kali saya menggerakkan pinggulku ke kiri & ke kanan sekujur tubuh Tina bergetar, bergidik menggelinjang keras, lalu kudesak ke dalam sambil sesekali kutarik & ulur.

Tina menjerit keras sekali & kubungkam dengan ciumanku, glek… kalau ketahuan ibu kost-nya mampus kami. saya tak menyangka sedemikian ketatnya kewanitaan Tina, hingga kemaluanku serasa digenggam oleh sebuah mesin pemijat yang meski rapat namun memberikan rasa nyaman & nikmat yang tak terkira.

Pelumasan yang kulakukan telah cukup sehingga kulit permukaannya kuyakin tidak lecet sementara perjalanan batang kemaluanku menuju ke akhirnya semakin dekat. Hangat luar biasa, hangat & basah menggairahkan, tulang-tulangku seakan hendak copot oleh rasa ngilu yang sangat bombastis.

Perasaan ini rupanya yang sangat diimpikan berjuta pria. “Eh… Tina sayang… kasihan kau, kelihatan sangat menderita, meski saya tahu dia sangat menikmatinya”. Wajahnya bergantian mengerenyit & membelalak hingga akhirnya telah cukup dalam, kusibakkan liang kemaluan Tina-ku tersayang dengan batang kemaluanku hingga bersisa sedikit sekali di luarnya.

Tina merintih & membisikkan kata-kata sayang yang terdengar bagai musik di telingaku. saya mendenyutkan kemaluanku & menggerakkannya ke kiri & ke kanan bersentuhan dengan hampir seluruh permukaan dalam rahimnya, mentokkah? Berbagai tonjolan yang ada di dalam lubang kemaluannya kutekan dengan kemaluanku, hingga Tina akan menjerit lagi, namun segera kubungkam lagi dengan ciuman yang ganas pada bibirnya.

Kutindih dia, kutekan badannya hingga melesak ke dalam kasur yang empuk & kusetubuhi dirinya dengan nafsu yang menggelegak. Dengan mantap & terkendali saya menaikkan pinggulku hingga kepala kemaluanku nyaris tersembul keluar. Ugh, sensasinya & segera kutekan lagi, oooh pergesekan itu luar biasa indah & nikmat.

Gadis seksi yang ranum itu merem melek keenakan & ritual ini kami lakukan dengan tenang & santai, berirama namun dinamis. Pinggulnya yang montok itu kuraih & kukendalikan jalannya pertempuran hingga segalanya makin intens ketika sesuatu yang hangat mengikuti kontraksi hebat pada otot-otot kewanitaannya meremas-remas batang kemaluanku, serta ditingkahi bulu mata Tina yang bergetar cepat mendahului aroma orgasme yang sedang menjelangnya. saya pernah membaca hal ini.

“Shhs sayang Tina… jangan dulu ya sayang ya…”

“Shhh… Nico… nggak tahan aku… Reeez… shhhh…”

“Cup cup… kalem sayang…” kukecup lembut matanya, bibirnya, hidungnya, & keningnya.
Tina mereda, saya berhenti.

“Nico… kau tega ih…” Tina cemberut sambil menarik-narik bulu dadaku.

“Sshhh sayangku… biar aja, entar kalo udah meledak pasti nikmat deh… minum dulu yuk sayang…”

Aku menarik keluar batang kemaluanku, saya tak mau Tina tumpah, meski demikian saat saya menarik kemaluanku, ia memelukku dengan kencang hingga terasa sakit menahan sensasi luar biasa yang barusan dia rasakan. Kalian para pembaca wanita yang pernah bercinta pasti pernah merasakan hal itu. Sembari minum saya menarik nafas panjang & meredakan pula gejolak nafsuku, saya mau yang pertama ini jadi indah untuk kami berdua.

Sial, ingatanku kembali melayang ke Ibu Rani. Apa yang sekarang dia lakukan? Bagaimana keadaan dia? Ah urusan besok sajalah. Dengan melompat saya merambat naik lagi ke tubuh Tina yang sedang tersenyum nakal.

“Minum sayang…” dia memberengut & minum dengan cepat.

“Ayo Nico… jangan jahat dong…”

Dengan satu gerakan cepat saya menyelipkan diri di antara kedua kakinya seraya membelainya cepat & meletakkan kemaluanku ke perbukitan yang ranum itu. Cairan putih yang kental terlihat meleleh keluar.
Kusibakkan kewanitaannya, & dengan cepat kutelusupkan batang kemaluanku ke dalamnya.

Ugh, berdenyut keduanya masuklah ia, dengan mantap kudorong pinggulku mengayuh ke depan. Tina pun menyambutnya dengan suka cita. Walhasil dengan segera dia telah masuk melewati liang yang licin basah & hangat itu ke dalam diri Tina & bersarang dengan nyamannya.

Maka dimulailah tarian Tango itu. Menyusuri kelembutan beledu & bagai mendaki puncak perbukitan yang luar biasa indah, kami berdua bergerak secara erotis & ritmis, bersama-sama menggapai-gapai ke what so called kenikmatan tiada tara.

Gerakan batang kejantananku & pergesekannya dengan ‘diri’ Tina sungguh sulit digambarkan dengan kata-kata. Kontraksi yang tadi telah reda mulai lagi mendera & menambah nikmatnya pijatan yang dihasilkan pada batang kemaluanku. Tanganku menghentak menutup mulutnya saat Tina menjerit keras & melenguh keenakan. Lama kutahan dengan mencoba mengalihkan perhatian kepada berbagai subyek non erotis.

Aku tiba-tiba jadi buntu, Yap… Darwin, eksistensialist, le corbusier, pilotis, doppler, & Thalia. Hah, Thalia yang seksi itu loh. Duh… kembali deh ingatanku pada persetubuhan kami yang mendebarkan ini. Ah, nikmati saja, keringat kami yang berbaur seiring dengan pertautan tubuh kami yang seolah tak mau terpisahkan, gerakan pinggulnya yang aduhai, aroma persetubuhan yang kental di udara, jeritan-jeritan lirih tanpa arti yang hanya dapat dipahami oleh dua makhluk yang sedang memadu cinta, perjalanan yang panjang & tak berujung.

Hingga desakan itu tak tertahankan lagi seperti bendungan yang bobol, kami berdua menjerit-jerit tertahan & mendelik dalam nikmat yang berusaha kami batasi dalam suatu luapan ekspresi jiwa. Tina jebol, berulang-ulang, berantai, menjerit-jerit, deras keluar memancarkan cairan yang membasahi & menambah kehangatan bagi batang kemaluanku yang juga tengah meregang-regang & bergetar hendak menumpahkan setampuk benih. Kontraksi otot-otot panggulnya & perubahan cepat pada denyutan liang kemaluannya yang hangat & ketat menjepit batang kemaluanku. Akh, saya tak tahan lagi.

Di detik-detik yang dahsyat itu saya mengingat Tuhan, dosa, & Ibu Rani yang telah saya kecewakan, tapi hanya sesaat ketika pancaran itu mulai menjebol tak ada yang dibenakku kecuali… kenikmatan, lega yang mengawang & kebahagiaan yang meluap.

Aku melenguh keras & meremas bahu & pantat sekal Tina yang juga tengah mendelik & meneriakkan luapan perasaannya dengan rintihan birahi. Berulang-ulang muncrat & menyembur keluar tumpah ke dalam liang senggama sang gadis manis & seksi itu. Geez… nikmat luar biasa. Lemas yang menyusul secara tiba-tiba mendera sekujur tubuhku hingga saya jatuh & menimpa Tina yang segera merangkulku & membisikkan kata-kata sayang.

“Enak sekali Nico, duh Gusti…” saya menjilati lehernya & membiarkan batang kemaluanku tetap berbaring & melemas di dalam kehangatan liang kewanitaannya (ya ampun sekarang pun saya mengingat kemaluan Tina & saya bergidik ingin mengulang lagi).

Denyut-denyut itu masih terasa, membelai kemaluanku & menidurkannya dalam kelemasan & ketentraman yang damai. Kugigit & kupagut puting toket Tina dengan gemas. Tina membalas menjewer kupingku, meski masih dalam tindihan tubuhku.

“Nico sayang… kau bandel banget deh… gimana kalo Rian tahu nanti Nic…”

“Iya… & gimana Vina-ku ya?” dalam hatiku.

Ironisnya lagi, kami selalu melakukannya berulang-ulang setiap ada kesempatan. Bagai tak ada esok, dengan berbagai gaya & cara tak puas-puasnya. Di lantai, di dapur, di kasur, di bath tub, bahkan di kedinginan malam teras belakang paviliun sambil tertawa cekikikan. Rasa khawatir ketahuan yang diiringi kenikmatan tertentu memacu adrenalin semakin deras, yang segalanya membuat gairah.

Tak kusangka kami terkuras habis, lelah tak tertahan namun pagi telah menjelang & saya harus bertemu dengan Ibu Rani. saya bergerak melangkah menjauhi tempat tidur meskipun dengan lutut lemas seperti karet & tubuhku limbung.

Kamar mandi tujuanku. Segera saja saya masuk ke dalam bath tub & mengguyur sekujur tubuh telanjangku dengan air dingin. Brrr… lemas yang mendera perlahan terangkat seiring dengan bangkitnya kesadaranku. Sambil berendam saya mengingat kembali kilatan peristiwa yang beberapa hari ini terjadi.

Semenjak saat itu asistensiku dengan Ibu Rani berlangsung beku, & dia terlihat dingin sekali, sangat profesional di hadapanku. Beliau kembali memangilku dengan anda, bukan panggilan manja Nico lagi seperti dulu.

Aku serba salah, tidak sadarkah dia kalau saya pulang malam itu karena menghormati & menyayanginya? Hingga dua hari menjelang sidang akhir, & keadaan belum membaik, gambarku selesai namun belum mendapat persetujuan dari Bu Rani. Kuputuskan untuk berkunjung ke rumahnya, meski saya tak pasti apakah Pak Indra ada di sana atau tidak.

Hari itu mobilku dipinjam oleh sahabat dekatku, sementara siangnya hujan rintik turun perlahan. Ugh, memang saya ditakdirkan untuk gagal sidang kali ini. Bergegas kucegat angkot & dengan semakin dekatnya kawasan tempat tinggal beliau, semakin deg-degan debar jantungku. Kucoba mengingat seluruh kejadian semalam saat saya & Tina bercinta untuk kesekian kalinya, untuk mengurangi keresahanku.

Aku turun dari angkot dalam derasnya hujan & dengan sedikit berlari saya membuka gerbang & menerobos ke dalam pekarangan. Basah telah bajuku, kuyup & bunga Aster yang kubawakan telah tak berbentuk lagi. Kubunyikan bel & menanti. Bagaimana kalau beliau keluar? bagaimana kalau Pak Indra ada di rumah? & beratus what if berkecamuk sampai saya tak menyadari kalau wajah jelita & tubuh molek Ibu Rani telah berdiri beberapa meter di depanku.

Saat saya sadar senyumnya masih dingin, tapi ada rasa kasihan terbesit tampak dari wajah keratonnya yang selama ini selalu menghiasi mimpi-mimpiku. saya hanya bisa menyodorkan bunga yang telah rusak itu & berkata, “Maafkan saya…”

Tubuhku yang menggigil kedinginan & kuyup itu sepertinya menggugah rasa iba di hati beliau & saya mendapati beliau tersenyum & berkata,

“Telah Nico, cepat masuk, ganti baju sana… dua hari lagi kau sidang loh… entar kalo sakit kan Ibu juga yang repot.” Uuugh, leganya beban ini telah terangkat dari dadaku, & saya menghambur masuk.

“Maaf Bu, saya basah kuyup.” Beliau masuk ke dalam & segera membawakan handuk untukku.

“Sana ke kamar & ganti baju gih, pake aja kaus-kaus Bapak.” Kuberanikan diri, mendoyongkan tubuh & mengecup keningnya,

“Terima kasih banyak Bu…” Sang ibu sedikit terperangah & kemudian menepis wajahku.

“Telah sana, masuk… ganti baju kamu.” Dengan sedikit cengengesan saya masuk ke dalam & mengeringkan tubuhku, & mengganti baju dengan kaus yang sungguh pas di badanku.

Segera saya keluar & mencari Ibu Rani. Beliau sedang berada di dapur mencoba membuatkan secangkir teh panas untukku. Aduuh, saya sedikit terharu. Dengan beringsut saya mendekatinya & merangkul beliau dari belakang. Dengan ketus beliau menepis tubuhku & menjauh.

“Nico… kau pikir kau bisa seenaknya saja begitu.” saya terdiam.

“Saya minta maaf Bu, waktu itu saya pergi karena Nico tak sanggup Bu… Ibu, orang yang paling saya hormati & sayangi, mungkin Nico butuh waktu, Bu…” sambil berkata demikian saya mendekatinya & memegang pundak kanan beliau & memberi sedikit pijatan lembut. Beliau tergetar & tampak sedikit melunak.

Aku mendekat lagi, “Ibu mau maafin Nico?” sambil kutatap tajam matanya, kemudian perlahan saya mendekatkan wajahku ke wajah ayu sang ibu.

“Tapi Nic…”

Beliau kelihatan bingung, namun kecupan lembutku telah bersarang lembut pada keningnya. Kurengkuh Rani yang ranum itu dalam pelukanku & kuusap-usapkan kelopak bibirku pada bibirnya & kukecup & kugigit-gigit bibir bawahnya yang merah merekah itu. Nafas Rani sedikit memburu & bibirnya merekah terbuka.

Semula sedikit pasif ciuman yang kuterima, kemudian lidahku menelusup ke dalam & menyentuh giginya yang putih, mencari lidahnya. Getar-getar yang dirasakannya memaksa Rani untuk memerima lidahku & saling bertautlah lidah kami berdua, menari-nari dalam kerinduan & rasa sayang yang sulit dimengerti. Bayangkan beliau adalah dosenku yang kuhormati, yang meskipun cantik jelita, putih & mempesona menggairahkan, namun tetap saja adalah orang yang seharusnya kujunjung tinggi.

“Jangan di sini Nic, Tuti bisa datang kapan saja.”

Kutebak Tuti adalah nama pembantu mereka.

“Bapak?”

“Ah biarkan saja dia”, kata dosen pujaanku itu.

Ditariknya tanganku ke arah kamarnya yang mereka rancang berdua.

“Buu… Bapak di mana?”

Wanita matang yang luar biasa cantik itu berbalik bertanya, “Kenapa, kau takut? Pulang sana, kalau kau takut.”

Ah, kutenangkan hatiku & yakin dia pasti juga tidak akan membiarkan ada konfrontasi di rumah mereka. Jadi saya medahului Rani (sekarang saya hanya memanggil beliau dengan nama Rani atas permintaannya.

Di samping itu, Rani pun tak berbeda jauh umur denganku) & dalam satu gerakan tangan, Rani telah ada dalam pondonganku, kemudian kuciumi wajahnya dengan mesra, lehernya, & sedikit belahan di dadanya. Menjelang dekat dengan tempat peraduan, Rani kuturunkan & saya mundur memandanginya seperti saya memandanginya saat pertama kali. Semula Rani sedikit kikuk.
“Kenapa? saya cantik kan?”

Rani bergerak gemulai seolah sedang menari, duh Gusti… cantik sekali. Ia mengenakan daster panjang berwarna light cobalt yang menerawang.

Kupastikan Rani tidak mengenakan apa-apa lagi di baliknya. Toketnya bulat & penuh terawat, pinggulnya selalu membuat para mahasiswi iri bergosip & mahasiswa berdecak kagum. saya sekonyong-konyong melangkah maju & dengan lembut kutarik ikatan di belakang punggungnya, hingga bagaikan adegan slow motion daster tersebut perlahan jatuh ke lantai & menampilkan sebuah pemandangan menakjubkan, luar biasa indah.

Tubuh telanjang Ir. Rani yang menggairahkan. Tanpa tunggu lebih lama saya kembali melangkah ke depan & kami berpagutan mesra, lembut & menuntut.

Mendesak-desak kami saling mencumbu. Ciuman terdahsyat yang pernah kualami, sensasinya begitu memukau. Lidahnya menerobos bibirku & dengan penuh nafsu menyusuri permukaan dalam mulutku. Bibirnya yang mungil & merah merekah indah kulumat dengan lembut namun pasti.

Impian yang luar biasa ini, saat itu saya bahkan hendak mencubit lengan kiriku untuk meyakinkan bahwa ini bukanlah mimpi. Rani melucuti pakaianku & meloloskan kaosku, sambil sesekali berhenti mengagumi gumpalan-gumpalan otot pada dadaku yang cukup bidang & perutku yang rata karena sering didera push-up.

Kami berdua sekarang telanjang bagai bayi. Ada sedikit ironi pada saat itu, & kami berdua menyadarinya & tersenyum kecil & saling menatap mesra. saya menggenggam kedua tangannya & mengajaknya berdansa kecil, eh norak tapi romantis. Rani tergelak & menyandarkan kepalanya ke dadaku & kami ber-slow dance di sana, di kamar itu, saya & Rani, tanpa pakaian.

Batang kemaluanku tanpa malu-malu berdiri dengan tegaknya, & sesekali disentil oleh tangan lentik Rani. Dengan perutnya ia mendesak batang kemaluanku ke atas & menempel mengarah ke atas, duh ngilu namun sensasional.

Saat itu cukup remang karena hujan deras & cuaca dingin, namun rambut Rani yang indah tergerai wangi tampak jelas bagiku. Kucium & kubelai rambutnya sambil kubisikkan kata-kata sayang & cinta yang selalu dibalasnya dengan… gombal, bohong & cekikikan yang menggemaskan. saya semakin sayang padanya.

Ah, saya tak tahan lagi. Kudesak tubuh Rani ke arah pinggiran peraduan, kubaringkan punggungnya sementara kakinya tergolek menjuntai ke arah lantai. saya berlulut di lantai & mengelus-elus kaki jenjangnya yang mulus. & mulai mencumbunya. Kuangkat tungkai kanannya sambil kupegang dengan lembut, kutelusuri permukaan dalamnya dengan lidahku, perlahan dari bawah hingga ke arah pahanya. Pada pahanya yang putih mulus saya melakukan gerakan berputar dengan lidahku. Rani merintih kegelian.

“Nic, it feel so good, saya pengen menjerit jadinya…” Saat menuju ke kewanitaannya yang berbulu rapi & wangi, saya menggunakan kedua tanganku untuk membelai-belai bagian tersebut hingga Rani melenguh lemah. Lalu sambil menyibakkan kedua labianya, saya menggigit-gigit & menjepit klitorisnya yang tengah mendongak, dengan lembut sekali.

“Aduuuh Nic, saya sampai sayang…” Sejumlah besar cairan kental putih meluncur deras keluar dari dalam liang kewanitaaannya & dengan segera aroma menyengat merasuk hidungku. Dengan hidungku saya mendesak-desak ke dalam permukaan kewanitaannya. Rani menjerit-jerit tertahan.

“Nicoaa… nggghh… Nic… aduhh…” Rani sontak bangkit meraih & meremas rambutku kemudian semakin menekannya ke dalam belahan dirinya yang sedang menggelegak. Kuhirup semua cairan yang keluar dari-nya, sungguh seksi rasanya.

Aku mengenali wangi pheromone ini sangat khas & menggairahkan. Rani-ku tersayang juga menyukainya, sampai menitikkan sedikit air mata. saya naik ke atas & menenangkan kekasih & dosenku itu. Dengan wajah penuh peluh Rani tetaplah mempesona.

“Aduh Nic, Rani udah lama nggak banjir kayak gitu… mungkin perasaan Rani terlalu meluap ya sayang ya…” Dengan manja ibu yang sehari-harinya tampil anggun itu melumat bibirku & menciumi seluruh permukaan wajahku sambil cekikikan.

Aduuuh, saya sayang sekali sama dosenku yang satu ini. Kudekap Rani dalam pelukanku erat demikian juga dibalasnya dengan tak kalah gemasnya, sehingga seolah-olah kami satu.

Saya rasanya ingin seperi ini terus , selalu bersama dengan wanita yang ku sayangi tapi sungguh tak bisa di paksakan, akhirnya saya di wisuda dengan nilai yang bagus dan saya harus fokus untuk mendapat pekerjaan yang layak. www.filmbokepjepang.net

Related posts