Manja Ini Membunuh Malamku
Aqu memang terlahir dari keluarga yg bisa dibilang cukup berada. Aqu anak laki laki satu-satuya. Dan juga anak terakhir. Dua kakakku perempuan semuanya. Dan jarak umur antara kami cukup jauh juga. Antara lima dan enam tahun. Karena anak bungsu dan juga satu-satunya laki laki, jelas sekali kalo aqu sangat dimanja. Apa saja yg aqu inginkan, pasti dikabulkan. Seluruh kasih sayg tertumpah padaqu.
Dari kecil aqu selalu dimanja, sampai besarpun aqu terkadang masih suka minta dikeloni. Aqu suka kalo tidur sembari memeluk Ibu, Mbak Lisa atau Mbak Indira. Namun aqu tak suka kalo dikeloni Bapak. Entah kenapa, mungkin badan Bapak besar dan tangannya ditumbuhi rambut-rambut halus yg cukup lebat. Padahal Bapak paling sayg padaqu. Karena apapun yg aqu ingin minta, selalu saja diberikan. Aqu memang tumbuh menjadi anak yg manja. Dan sikapku juga terus seperti anak balita, meski umurqu sudah cukup dewasa.
Pernah aqu menangis semalaman dan mengurung diri di dalam kamar hanya karena Mbak Indira menikah. Aqu tak rela Mbak Indira jadi milik orang lain. Aqu benci dgn suaminya. Aqu benci dgn semua orang yg bahagia melihat Mbak Indira diambil orang lain. Setengah mati Bapak dan Ibu membujuk serta menghiburku. Bahkan Mbak Indira menjanjikan macam-macam agar aqu tak terus menangis. Memang tingkahku tak ubahnya seorang anak balita.
Tangisanku baru berhenti setelah Bapak berjanji akan membelikanku motor. Padahal aqu sudaH punya mobil. Namun memang sudah lama aqu ingin dibelikan motor. Hanya saja Bapak belum bisa membelikannya. Kalo mengingat kejadian itu memang menggelikan sekali. Bahkan aqu sampai tertawa sendiri. Habis lucu sih.., Soalnya waktu Mbak Indira menikah, umurqu sudah 21 tahun.
Hampir lupa, Saat ini aqu masih kuliah. Dan kebetulan sekali aqu kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta yg cukup keren. Di kampus, sebenarnya ada seorang perempuan yg perhatiannya padaqu begitu besar sekali. Namun aqu sama sekali tak tertarik padanya. Dan aqu selalu menganggapnya sebagai kawan biasa saja. Padahal banyak kawan-kawanku, terutama yg laki laki bilang kalo perempuan itu menaruh hati padaqu.
Sebut saja namanya Lidya. Punya wajab cantik, kulit yg putih seperti kapas, badan yg ramping dan padat berisi serta dada yg membusung dgn ukuran cukup besar. Sebenarnya banyak laki laki yg menaruh hati dan mengharapkan cintanya. Namun Lidya malah menaruh hati padaqu. Sedangkan aqu sendiri sama sekali tak peduli, tetap menganggapnya hanya kawan biasa saja. Namun Lidya tampaknya juga tak peduli. Perhatiannya padaqu malah semakin bertambah besar saja. Bahkan dia sering main ke rumahku, Bapak dan Ibu juga senang dan berharap Lidya bisa jadi kekasihku.
Begitu juga dgn Mbak Lisa, sangat cocok sekali dgn Lidya Namun aqu tetap tak tertarik padanya. Apalagi sampai jatuh cinta. Anehnya, hampir semua kawan mengatakan kalo aqu sudah pacaran dgn Lidya, Padahal aqu merasa tak pernah pacaran dgnnya. Hubunganku dgn Lidya memang akrab sekali, meskipun tak bisa dikatakan berpacaran.
Seperti biasanya, setiap hari Sabtu sore aqu selalu mengajak Bobby, anjing pudel kesayganku jalan-jalan mengelilingi Monas. Perlu diketahui, aqu memperoleh anjing itu dan Mas Herlambang, suaminya Mbak Indira. Karena pemberiannya itu aqu jadi menyukai Mas Herlambang. Padahal tadinya aqu benci sekali, karena menganggap Mas Herlambang telah merebut Mbak Indira dan sisiku. Aqu memang mudah sekali disogok. Apalagi oleh sesuatu yg aqu sukai. Karena sikap dan tingkah laqu sehari-hariku masih, dan aqu belum bisa bersikap atau berpikir secara dewasa.
Tanpa diduga sama sekali, aqu bertemu dgn Lidya. Namun dia tak sendiri. Lidya bersama Mamanya yg umurnya mungkin sebaya dgn Ibuku. Aqu tak canggung lagi, karena memang sudah saling mengenal. Dan aqu selalu memanggilnya Tante Amanda.
“Bagus sekali anjingnya..”, piji Tante Amanda.
“Iya, Tante. diberi sama Mas Herlambang”, sahutku bangga.
“Siapa namanya?” tanya Tante Amanda lagi.
“Bobby”, sahutku tetap dgn nada bangga.
Tante Amanda meminjamnya sebentar untuk berjalan-jalan. Karena terus-menerus memuji dan membuatku bangga, dgn hati dipenuhi kebanggaan aqu meminjaminya. Sementara Tante Amanda pergi membawa Bobby, aqu dan Lidya duduk di bangku taman dekat patung Pangeran Diponegoro yg menunggang kuda dgn gagah. Tak banyak yg kami obrolkan, karena Tante Amanda sudah kembali lagi dan memberikan Bobby padaqu sembari terus-menerus memuji. Membuat dadaqu jadi berbunga dan padat seperti mau meledak. Aqu memang paling suka kalo dipuji.
Oh, ya.., Nanti malam kamu datang..”, ujar Tante Amanda sebelum pergi.
“Ke rumah..?”, tanyaqu memastikan.
“Iya.”
“Memangnya ada apa?” tanyaqu lagi.
“Lidya ulang tahun. Namun nggak mau dirayakan. Katanya cuma mau merayakannya sama kamu”, kata Tante Amanda Iangsung memberitahu.
“Kok Lidya nggak bilang sih..?”, aqu mendengus sembari menatap Lidya yg jadi memerah wajahnya. Lidya hanya diam saja.
“Jangan lupa jam tujuh malam, ya..” kata Tante Amanda mengingatkan.
“Iya, Tante”, sahutku.
Dan memang tepat jam tujuh malam aqu datang ke rumah Lidya. Suasananya sepi-sepi saja. Tak terlihat ada pesta. Namun aqu disambut Lidya yg memakai baju seperti mau pergi ke pesta saja. Tante Amanda dan Oom Joko juga berpakaian seperti mau pesta. Namun tak terlihat ada seorangpun tamu di rumah ini kecuali aqu sendiri. Dan memang benar, ternyata Lidya berulang tahun malam ini. Dan hanya kami berempat saja yg merayakannya.
Perlu diketahui kalo Lidya adalah anak tunggal di dalam keluarga ini. Namun Lidya tak manja dan bisa mandiri. Acara ulang tahunnya biasa-biasa saja. Tak ada yg istimewa. Selesai makan malam, Lidya membawaqu ke balkon rumahnya yg menghadap langsung ke halaman belakang.
Entah disengaja atau tak, Lidya membiarkan sebelah pahanya tersingkap. Namun aqu tak peduli dgn paha yg indah padat dan putih terbuka cukup lebar itu. Bahkan aqu tetap tak peduli meskipun Lidya menggeser duduknya hingga hampir merapat dgnku. Keharuman yg tersebar dari badannya tak membuatku bergeming.
Lidya mengambil tanganku dan menggenggamnya. Bahkan dia meremas-remas jari tanganku. Namun aqu diam saja, malah menatap wajahnya yg cantik dan begitu dekat sekali dgn wajahku. Begitu dekatnya sehingga aqu bisa merasakan kehangatan hembusan napasnya menerpa kulit wajahku. Namun tetap saja aqu tak merasakan sesuatu.
Dan tiba-tiba saja Lidya mencium bibirku. Sesaat aqu tersentak kaget, tak menygka kalo Lidya akan seberani itu. Aqu menatapnya dgn tajam. Namun Lidya malah membalasnya dgn sinar mata yg saat itu sangat sulit ku artikan.
“Kenapa kau menciumku..?” tanyaqu polos.
“Aqu mencintaimu”, sahut Lidya agak ditekan nada suaranya.
“Cinta..?” aqu mendesis tak mengerti.
Entah kenapa Lidya tersenyum. Dia menarik tanganku dan menaruh di atas pahanya yg tersingkap Cukup lebar. Meskipun malam itu Lidya mengenakan rok yg panjang, namun belahannya hampir sampai ke pinggul. Sehingga pahanya jadi terbuka cukup lebar. Aqu merasakan betapa halusnya kulit paha perempuan ini. Namun sama sekali aqu tak merasakan apa-apa.
Dan sikapku tetap dingin meskipun Lidya sudah melingkarkan tangannya ke leherku. Semakin dekat saja jarak wajah kami. Bahkan badanku dgn badan Lidya sudah hampir tak ada jarak lagi. Kembali Lidya mencium bibirku. Kali ini bukan hanya mengecup, namun dia melumat dan mengulumnya dgn penuhl gairah. Sedangkan aqu tetap diam, tak memberikan reaksi apa-apa. Lidya melepaskan pagutannya dan menatapku, Seakan tak percaya kalo aqu sama sekali tak bisa apa-apa.
“Kenapa diam saja..?” tanya Lidya merasa kecewa atau menyesal karena telah mencintai laki-laki sepertiku.
Namun tak.., Lidya tak menampakkan kekecewaan atau penyesalan Justru dia mengembangkan senyuman yg begitu indah dan manis sekali. Dia masih melingkarkan tangannya ke leherku. Bahkan dia menekan dadanya yg membusung padat ke dadaqu.
Terasa padat dan kenyal dadanya. Seperti ada denyutan yg hangat. Namun aqu tak tahu dan sama sekali tak merasakan apa-apa meskipun Lidya menekan dadanya cukup kuat ke dadaqu. Seakan Lidya berusaha untuk membangkitkan gairah kejantananku. Namun sama Sekali aqu tak bisa apa-apa. Bahkan dia menekan dadanya yg membusung padat ke dadaqu.
“Memangnya aqu harus bagaimana?” aqu malah balik bertanya.
“Ohh..”, Lidya mengeluh panjang.
Dia seakan baru benar-benar menyadari kalo aqu bukan hanya tak pernah pacaran, namun masih sangat polos sekali. Lidya kembali mencium dan melumat bibirku. Namun sebelumnya dia memberitahu kalo aqu harus membalasnya dgn cara-cara yg tak pantas untuk disebutkan. Aqu coba untuk menuruti keinginannya tanpa ada perasaan apa-apa.
“Ke kamarku, yuk..”, bisik Lidya mengajak.
“Mau apa ke kamar?”, tanyaqu tak mengerti.
“Sudah jangan banyak tanya. Ayo..”, ajak Lidya setengah memaksa.
“Namun apa nanti Mama dan Papa kamu tak marah, Lin?”, tanyaqu masih tetap tak mengerti keinginannya.
Lidya tak menyahuti, malah berdiri dan menarik tanganku. Memang aqu seperti anak kecil, menurut saja dibawa ke dalam kamar perempuan ini. Bahkan aqu tak protes ketika Lidya mengunci pintu kamar dan melepaskan bajuku. Bukan hanya itu saja, dia juga melepaskan celanaqu hingga yg tersisa tinggal sepotong celana dalam saja Sedikitpun aqu tak merasa malu, karena sudah biasa aqu hanya memakai celana dalam saja kalo di rumah.
Lidya memandangi badanku dan kepala sampai ke kaki. Dia tersenyum-senyum. Namun aqu tak tahu apa arti semuanya itu. Lalu dia menuntun dan membawanya ke pembaringan. Lidya mulai menciumi wajah dan leherku. Terasa begitu hangat sekali hembusan napasnya.
“Lidya..”
Aqu tersentak ketika Lidya melucuti pakaiannya sendiri, hingga hanya pakaian dalam saja yg tersisa melekat di badannya. Kedua bola mataqu sampai membeliak lebar. Untuk pertama kalinya, aqu melihat sosok badan sempurna seorang perempuan dalam keadaan tanpa busana. Entah kenapa, tiba-tiba saja dadaqu berdebar menggemuruh Dan ada suatu perasaan aneh yg tiba-tiba saja menyelinap di dalam hatiku.
Sesuatu yg sama sekali aqu tak tahu apa namanya, Bahkan seumur hidup, belum pernah merasakannya. Debaran di dalam dadaqu semakin keras dan menggemuruh saat Lidya memeluk dan menciumi wajah serta leherku. Kehangatan badannya begitu terasa sekali. Dan aqu menurut saja saat dimintanya berbaring. Lidya ikut berbaring di sampingku. Jari-jari tangannya menjalar menjelajahi sekujur badanku. Dan dia tak berhenti menciumi bibir, wajah, leher serta dadaqu yg bidang dan sedikit berbulu.
Tergesa-gesa Lidya melepaskan penutup terakhir yg melekat di badannya. sehingga tak ada selembar benangpun yg masih melekat di sana. Saat itu pandangan mataqu jadi nanar dan berkunang-kunang. Bahkan kepalaqu terasa pening dan berdenyut menatap badan yg polos dan indah itu. Begitu rapat sekali badannya ke badanku, sehingga aqu bisa merasakan kehangatan dan kehalusan kulitnya. Namun aqu masih tetap diam, tak tahu apa yg harus kulaqukan. Lidya mengambil tanganku dan menaruh di dadanya yg membusung padat dan kenyal.
Dia membisikkan sesuatu, namun aqu tak mengerti dgn permintaannya. Sabar sekali dia menuntun jari-jari tanganku untuk meremas dan memainkan bagian atas dadanya yg berwarna coklat kemerahan. Tiba-tiba saja Lidya. menjambak rambutku, dan membenamkan Wajahku ke dadanya. Tentu saja aqu jadi gelagapan karena tak bisa bernapas. Aqu ingin mengangkatnya, namun Lidya malah menekan dan terus membenamkan wajahku ke tengah dadanya. Saat itu aqu merasakan sebelah tangan Lidya menjalar ke bagian bawah perutku.
“Okh..?!”.
Aqu tersentak kaget setengah mati, ketika tiba-tiba merasakan jari-jari tangan Limda menyusup masuk ke balik celana dalamku yg tipis, dan..
“Lidya, apa yg kau laqukan..?” tanyaqu tak mengerti, sembari mengangkat wajahku dari dadanya.
Lidya tak menjawab. Dia malah tersenyum. Sementara perasaan hatiku semakin tak menentu. Dan aqu merasakan kalo bagian badanku yg vital menjadi tegang, keras dan berdenyut serasa hendak meledak. Sedangkan Lidya malah menggenggam dan meremas-remas, membuatku mendesis dan merintih dgn berbagai macam perasaan berkecamuk menjadi satu. Namun aqu hanya diam saja, tak tahu apa yg harus kulaqukan. Lidya kembali menghujani wajah, leher dan dadaqu yg sedikit berbulu dgn ciuman-ciumannya yg hangat dan penuh gairah membara.
Memang Lidya begitu aktif sekali, berusaha membangkitkan gairahku dgn berbagai macam cara. Berulang kali dia menuntun tanganku ke dadanya yg kini sudan polos.
“Ayo dong, jangan diam saja..”, bisik Lidya disela-sela tarikan napasnya yg memburu.
“Aqu.., Apa yg harus kulaqukan?” tanyaqu tak mengerti.
“Cium dan peluk aqu..”, bisik Lidya.
Aqu berusaha untuk menuruti semua keinginannya. Namun nampaknya Lidya masih belum puas. Dan dia semakin aktif merangsang gairahku. Sementara bagian bawah badanku semakin menegang serta berdenyut.
Entah berapa kali dia membisikkan kata di telingaqu dgn suara tertahan akibat hembusan napasnya yg memburu seperti lokomotif tua. Namun aqu sama sekali tak mengerti dgn apa yg d ibisikkannya. Waktu itu aqu benar-benar bodoh dan tak tahu apa-apa. Meski sudah berusaha melaqukan apa saja yaang dimintanya.
Sementara itu Lidya sudah menjepit pinggangku dgn sepasang pahanya yg putih mulus. Lidya berada tepat di atas badanku, sehingga aqu bisa melihat seluruh lekuk badannya dgn jelas sekali.
Entah kenapa tiba-tiba sekujur badanku menggelelar ketika penisku tiba-tiba menyentuh sesuatu yg lembab, hangat, dan agak basah. Namun tiba-tiba saja Lidya memekik, dan menatap bagian penisku. Seakan-akan dia tak percaya dgn apa yg ada di depan matanya. Sedangkan aqu sama sekali tak mengerti. PadahaI waktu itu Lidya sudah dipengaruhi gejolak membara dgn badan polos tanpa sehelai benangpun menempel di badannya.
“Kau..”, desis Lidya terputus suaranya.
“Ada apa, Lin?” tanyaqu polos.
“Ohh..”, Lidya mengeluhh panjang sembari menggelimpangkan badannya ke samping. Bahkan dia langsung turun dari pembaringan, dan menyambar pakaiannya yg berserakan di lantai. Sembari memandangiku yg masih terbaring dalam keaadaan polos, Lidya mengenakan lagi pakaiannya. Waktu itu aqu melihat ada kekecewaan tersirat di dalam sorot matanya. Namun aqu tak tahu apa yg membuatnya kecewa.
“Ada apa, Lin?”, tanyaqu tak mengerti perubahan sikapnya yg begitu tiba-tiba.
“Tak.., tak ada apa-apa, sahut Lidya sembari merapihkan pakaiannya.
Aqu bangkit dan duduk di sisi pembaringan. Memandangi Lidya yg sudah rapi berpakaian. Aqu memang tak mengerti dgn kekecewannya. Lidya memang pantas kecewa, karena alat kejantananku mendadak saja layu. Padahal tadi Lidya sudah hampir membawaqu mendaki ke puncak kenikmatan.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,