Lobi – Lobi

 | Kehidupan kota metropolitan sungguh sangat berlainan dengan kehidupan di kampung. Jalanan penuh dengan
lalu lalang kendaraan, bergerak tak pernah berhenti. Bis kota, angkutan penumpang umum, mobil, motor dan
yang lain-lain berseliweran tak karuan. Lalu lintas benar-benar semrawut. Sepertinya tak ada aturan.
Mereka berjalan semau gue, ingin menang sendiri. Tak ada sopan santun di jalanan. Kemacetan sudah
merupakan keharusan di kota ini. Para pengendara saling umpat menuntut haknya masing-masing. Pokoknya
membuat stress siapa saja yang hidup di kota ini.

Tak heran karenanya para penghuni kota selalu mencari kesempatan untuk refreshing. Melupakan kehidupan
yang begitu penuh dengan persaingan, saling ganjal, saling sikut demi kepentingan pribadi masing-masing.
Mereka ada yang pergi ke luar kota, ke daerah pegunungan, ke pantai atau ada juga yang datang ke
tempat-tempat hiburan sekedar mendengarkan musik sambil minum-minum bersama teman-temannya.

Setelah hidup 3 bulan di kota ini, aku sudah mulai bisa menyesuaikan diri dengan gaya hidup di sini. Aku
pernah juga menyempatkan diri mampir ke sebuah cafe untuk mencari hiburan hanya sekedar melepaskan
kepenatan keseibukanku sehari-hari. Aku pun sudah tak berhubungan dengan suamiku lagi setelah kuminta
surat cerai darinya, meski kutahu ia berada di kota tempatku kini tinggal.

Terakhir kali kami bertemu di suatu tempat dan ia menyatakan maaf atas segala perlakuannya selama ini.
Aku memaafkannya dan meminta untuk tidak lagi berhubungan demi kepentingan bersama. Suamiku sebenarnya
masih mencintaiku namun keadaan memang tidak memungkinkan lagi. Ia akhirnya menyatakan selamat tinggal
dan meninggalkan selembar cek bernilai sangat besar. Katanya untuk menunjang kebutuhanku sehari-hari.

Sebelum aku datang ke kota ini, aku sudah mempersiapkan diri untuk mencari kesibukan. Beruntunglah aku
berkenalan dengan seorang wanita pengusaha. Umurnya tak jauh berbeda denganku. Orangnya pandai bergaul,
ramah dan pintar. Namanya Nuraini. Aku memanggilnya Mbak Rini, karena ia memang meminta dipanggil
seperti itu. Cantik, tinggi semampai, tubuhnya montok dan suka berpakaian seksi. Orang bilang tipe
Bangkok. Penampilannya memang sempurna. Wanita berkelas.

Katanya ia kenal dengan orang-orang penting dikota ini. Pejabat pemerintah, konglomerat sampai ke
jenderal-jenderal dikenalnya dengan baik. Aku tak tahu bagaimana ia bisa menjalin hubungan dengan
mereka. Tapi yang pasti, kalau melihat penampilannya yang serba wah, aku percaya dengan pengakuannya
itu. Siapa yang tak suka berhubungan dengan Mbak Rini yang cantik dan seksi itu.

Aku sering berhubungan dengannya dan banyak meminta nasihat, saran berkaitan dengan bisnis di kota ini
yang penuh dengan persaingan ketat. Aku pun mau tak mau harus bisa mengimbangi gaya hidupnya yang serba
aktif, termasuk mengunjungi tempat-tempat hiburan atau lebih dikenal dengan istilah Dugem.

Sore tadi aku ditelepon Mbak Rini untuk bertemu di sebuah caf yang kebetulan tak begitu jauh dari tempat
tinggalku. Katanya aku akan dikenalkan dengan seorang pengusaha besar. Mbak Rini berjanji akan
mengikutsertakan diriku untuk sama-sama mengerjakan proyek besar dari pengusaha ini. Di telepon dia
wanti-wanti agar aku berdandan secantik mungkin, bahkan kalau bisa seseksi mungkin. Aku tertawa saja
mendengar permintaannya itu dan kukatakan ada-ada saja, masa bertemu dengan pengusaha saja harus
berpakaian seksi, kataku polos. Tetapi ketika berangkat aku berpakaian seksi juga pada akhirnya.

Sebelum keluar pintu rumah, aku masih menyempatkan diri bercermin di depan kaca yang ada di ruang tamu.
Kuperhatikan dandananku agar tak membuat malu Mbak Rini nantinya. Aku cukup puas dengan penampilanku.
Blouse warna hitam itu sangat cocok sekali dengan warna kulitku yang putih bersih. Melekat ketat
mencetak bentuk tubuhku sehingga memperlihatkan lekukan-lekukannya, terutama di bagian dada.

Payudaraku nampak membusung penuh di balik blouse ketat ini. Bahkan kancing bagian atasnya sampai susah
dimasukan ke dalam lubangnya saking ketatnya. Aku agak jengah melihat tonjolan dadaku sendiri. Ke
bawahnya kupadu dengan rok sebatas lutut. Aku sengaja memakai rok ini supaya bentuk kakiku yang ramping
dan betisku yang indah kelihatan cantik. Aku puas dengan dandananku.

Setengah jam kemudian aku sudah berada di caf itu. Aku celingukan mencari Mbak Rini di tengah keramaian
orang-orang yang berlalu lalang di sana. Agak gugup juga aku berada di sana, mungkin belum terbiasa
dengan kehidupan malam seperti ini meski telah beberapa kali mencobanya. Selang beberapa menit, aku
menemukannya di pojok ruangan caf itu tengah duduk berdua dengan seorang pria. Mbak Rini segera
melambaikan tangannya padaku saat kumelangkah ke sana.

Sini buruan, panggilnya. Nah, kenalin ini teman saya. Cantik khan? katanya kemudian seraya
memperkenalkanku kepada pria di sampingnya.
Anna, ucapku lirih malu-malu sambil menyodorkan tanganku menyambut uluran tangan pria itu.
Aku Rudy, balasnya segera sambil tersenyum padaku.

Nampaknya pria ini sudah berumur namun penampilannya masih segar, penuh vitalitas. Tubuhnya tinggi,
badannya kelihatan kekar. Aku dapat merasakan dari genggaman tangannya yang kuat. Telapak tangannya
menggenggam habis tanganku yang mungil. Orangnya ramah, menarik. Kuperhatikan wajahnya cukup tampan.
Penampilannya benar-benar dandy. Pakaiannya kelihatan mahal. Cukup meyakinkan menjadi pengusaha besar.

Silakan duduk, ucapnya sopan.

Tempat duduk itu berbentuk setengah lingkaran merapat ke dinding dilengkapi meja di depannya. Tadinya
aku mau duduk paling ujung akan tetapi Mbak Rini menyuruhku bergeser lebih ke dalam agar ada tempat
duduk baginya. Sementara dari ujung sana, Mas Rudy, demikian aku memanggilnya karena kulihat ia sudah
berumur, bergeser masuk untuk duduk sehingga praktis aku berada di antara mereka berdua.

Aku lirik Mbak Rini sebagai tanda protes karena posisiku yang terjepit tak ad jalan keluar. Lucunya, ia
malah mengedipkan mata entah apa maksudnya. Sedangkan dari sisi lain, Mas Rudy terus merapat padaku
sehingga kurasakan bahu kami saling bersentuhan. Aku jadi kebingungan oleh keadaan ini. Lagi-lagi Mbak
Rini mengedipkan matanya, kali ini sambil berbisik santai aja, katanya.

Kami mulai ngobrol ngalor ngidul. Tanya ini dan itu diselingi canda gurau antara Mas Rudy dengan Mbak
Rini yang agak berbau porno. Kelihatannya mereka sudah akrab betul. Bahkan sekali-sekali Mbak Rini
mencubit lengan Mas Rudy sambil tertawa manja, bahkan genit. Sementara aku yang berada di antara mereka
hanya bisa tersenyum serba salah mengikuti canda mereka yang semakin lama semakin seru. Karena berada di
tengah mereka jadi sudah pasti aku terkena sentuhan mereka saat saling cubit. Bahkan tangan Mas Rudy
sempat nyerempet buah dadaku yang menonjol terlalu ke depan saat ia mencubit tangan Mbak Rini.

Dengan refleks, aku memundurkan tubuhku. Mereka nampaknya tidak memperhatikan itu. Sepertinya aku ini
tidak ada. Sebenarnya aku mulai tak nyaman dengan keadaan ini, kalau saja Mas Rudy kemudian tidak
mengajakku turut dalam obrolan mereka. Ia memang tipe pria yang romantis melihat dari tutur katanya.
Tenang, penuh canda diselingi pujian yang terdengar tidak gombal. Bahkan membuat wanita merasa
tersanjung. Obrolan kami semakin seru saja, apalagi setelah minuman pesanan kami tiba.

Aku ikut-ikutan meneguk minuman seperti mereka, meski sebenarnya tak tahu jenis apa minuman itu, yang
pasti terasa panas di tenggorakan. Aku tak ingin disebut kampungan. Aku tak mau dibilang norak. Kemudian
kami mulai berbicara serius. Membicarakan bisnis kami. Mas Rudy semakin merapat, bahkan wajahnya
menjulur persis di depanku saat bicara pada Mbak Rini. Tercium aroma after shave nya. Aroma rempah-
rempah. Aroma khas laki-laki jantan! Ehm.., aku mulai ngaco.

Aku setuju saja dengan usulan Mbak Rini. Tapi engh.., gimana dengan Mbak Anna sendiri? Apa dia setuju
dengan usulan saya? demikian kata Mas Rudy seraya mengerling genit padaku.

Kurasakan duduknya semakin mepet padaku. Aku tak mengerti maksud perkataan itu. Aku segera menoleh ke
arah Mbak Rini seakan minta pertolongan apa yang harus kukatakan. Mbak Rini langsung berbisik padaku
bahwa ia setuju dengan penawaran harga atas proyek bernilai ratusan milyar itu asal aku dan Mbak Rini
mau bersenang-senang dengannya. Maksud Mbak? bisikku semakin bingung.

Ia tak menjawab bahkan ia langsung mengiyakan pad Mas Rudy tanpa meminta pendapatku dahulu. Kulihat Mas
Rudy langsung tersenyum senang mendengar jawaban itu.

Nah itu baru rekan bisnis yang jempolan, katanya seraya menjawil daguku dengan gemas.

Ayo kita rayakan kerjasama ini, belum sempat aku protes apa yang mereka sepakati, tiba-tiba Mbak Rini
langsung meraih gelas dan mengacungkannya ke atas meja disambut oleh acungan gelas Mas Rudy.

Mereka melirik padaku. Menunggu reaksiku. Aku sepertinya telah terjebak. Tak ada lagi yang bisa kupebuat
kecuali mengikuti ajakan mereka. Kami sama-sama meneguk minuman dalam gelas sampai habis. Minuman itu
langsung kutelan. Terasa panas di tenggorokan. Bahkan tubuhku mulai terasa hangat. Kepalaku terasa agak
melayang. Apa aku ini sudah mabok?

Mereka terlihat gembira sekali sambil bernyanyi-nyanyi mengikuti lagu yang dimainkan oleh sebuah grup
musik di panggung caf. Minuman dalam gelasku sudah terisi penuh kembali. Baik Mas Rudy maupun Mbak Rini
memintaku untuk menghabiskannya. Kuturuti permintaan mereka. Aku pun ingin bersenang-senang seperti
mereka mengikuti suasana hingar bingar musik.

Kulihat penyanyi wanita di panggung meliuk-liukan tubuhnya dengan gerakan erotis mengikuti irama musik
padang pasir yang dimainkan grup musik. Persis seperti penari ular. Suasana semakin heboh. Pengunjung
lain, pria, wanita mulai ikut-ikutan berjoget. Ada yang berpelukan, bahkan berciuman. Mereka tak malu
melakukan itu di depan umum.

Suasana ini melanda di meja tempat kami. Mbak Rini tanpa diduga menyodorkan wajahnya persis didepan
mukaku dan disambut oleh Mas Rudy dengan ciuman di bibirnya. Aku terpana melihat aksi mereka di depanku.
Mereka asyik berciuman. Saling mengulum. Seolah aku tak hadir di depannya. Sungguh gila kehidupan di
kota ini. Aku tak menyangka akan sejauh ini. Begitu bebas. Ciuman mereka nampaknya semakin memanas.
Pandanganku semakin kabur. Mungkin minuman yang kuteguk tadi mulai mempengaruhiku. Tubuhku terasa kelu.
Dan entah kenapa pemandangan di depanku membuat diriku bergairah. Kulihat mereka asyik sekali berciuman.
Membuatku iri.

Entah bermimpi atau tidak, kurasakan sesuatu bergerak di bawah meja. Meraba-raba lututku dan merayap
perlahan, menelusup ke balik rokku, menggerayangi pahaku. Kutahu itu tangan Mas Rudy. Aku tercekat.
Kurang ajar lelaki ini! Runtukku dalam hati. Pura-pura berciuman dengan wanita lain sementara tangannya
menggerayang nakal di atas pahaku. Kutepiskan tangan itu dari balik rokku. Mas Rudy hanya mengerlingkan
matanya padaku sementara bibirnya tak pernah lepas dari bibir Mbak Rini. Gila semua! Pekikku dalam hati
mengutuk perbuatan mereka.

Kelihatannya Mbak Rini tahu apa yang dilakukan Mas Rudy tehadapku. Ia tersenyum padaku sambil
menganggukan kepala. Entah apa maksudnya. Kemudian kurasakan kembali gerayangan di atas pahaku, namun
kali ini bukan hanya dari sisi kiriku tetapi juga dari sisi kanan tempat Mbak Rini. Oh.. dunia ini
semakin kacau! Masa Mbak Rini pun berselera kepadaku sesama perempuan? Aku sepertinya terpesona oleh
gerayangan tangan Mbak Rini yang begitu lembut dan mesra. Aku tak berani menepis tangannya yang semakin
naik menuju pangkal pahaku.

Mereka menghentikan ciumannya dan melirik bersama-sama kepadaku. Aku balas memandang tatapan mereka.
Kulihat kilatan bola mata mereka memancarkan gairah. Tiba-tiba saja, mereka mencium pipiku dari kanan-
kiri. Aku berteriak memprotes perbuatan mereka. Teriakanku nampaknya tenggelam di tengah kegaduhan musik
di caf itu. Tamu-tamu lain pun tak ada yang memperhatikan perbuatan kami. Mereka sibuk dengan
keasyikannya masing-masing. Kurasakan gerayangan tangan mereka semakin nakal, terutama tangan Mbak Rini
yang mulai menarik celana dalamku. Aku tercekat dan tubuhku terlonjak. Saat itulah dengan mudahnya, Mbak
Rini memelorotkan celana dalamku hingga turun sampai ke lututku. Aku berteriak Mbak.. apa-apaan?!

Mbak Rini tak berkomentar malah terus menciumi pipiku dan bergeser ke bibirku. Aku benar-benar kelabakan
dikeroyok mereka. Mas Rudy tak tinggal diam. Bibirnya menciumi leherku dari samping kiri sementara
tangannya yang lain meraba-raba dadaku. Aku ingin menangis rasanya diperlakukan seperti ini di muka
umum.

Tetapi harus kuakui, mereka memang benar-benar lihai memperlakukanku. Penuh kelembutan. Tak ada
pemaksaan. Hanya aku saja yang tidak berani berontak. Tenagaku sepertinya hilang entah kemana. Tubuhku
terasa lunglai. Pengaruh minuman itu semakin terasa menguasai pikiran jernihku. Cumbuan hangat mereka
membuat tubuhku serasa terbakar. Aku mulai terbuai, terpesona oleh perasaanku sendiri. Apalagi Mas Rudy
tak henti-hentinya membisikan rayuan dan pujian di telingaku.

Kamu cantik sekali sayang.., tubuhmu benar-benar seksi.. sangat merangsang.. rayunya seraya mencopot
kancing blouseku untuk kemudian menelusupkan tangannya ke dalam.

Menggerayangi buah dadaku yang masih tertutup kutang. Diremasnya dengan lembut. Kurasakan jemari
tangannya mengelus-elus kulit bagian atas dadaku yang terbuka untuk kemudian menelusup ke balik
kutangku. Tanpa sadar aku melenguh. Aku mulaui terbawa arus permainan mereka. Gairahku kembali muncul
setelah cukup lama terpendam sejak perselingkuhanku dengan Kang Hendi beberapa bulan yang lalu.
Bergelora penuh gairah. Tubuhku berdenyut-denyut oleh nafsu birahiku sendiri. Darahku berdesir kencang,
terlebih saat tangan Mbak Rini mengelus-elus bibir kemaluanku. Kurasakan daerah itu mulai basah. Aku
merasakan sesuatu yang lain dari sentuhan tangan Mbak Rini. Sepertinya ia tahu persis titik-titik
kenikmatan di daerah itu. Benar-benar indah, sampai-sampai aku tak sadar mengerang lirih sambil
memanggil namannya.

Ya sayang.. jawabnya dengan lirih pula. Terdengar nafasnya mulai tersengal-sengal. Ia lalu berbisik
padaku untuk mencari tempat yang lebih leluasa dan kemudian disetujui oleh Mas Rudy.

Aku sudah tak perduli mau dibawa kemana dan aku tak ingat bagaimana ia membawaku karena begitu mataku
terbuka aku sudah berada di atas ranjang empuk di dalam kamar yang dipenuhi oleh berbagai peralatan
mewah. Lampu yang bersinar temaram menolong pandangan mataku untuk melihat ke sekeliling. Kulihat
disamping ranjang Mas Rudy tengah membantu Mbak Rini melepaskan pakaiannya. Dengan refleks, aku melihat
kepada diriku sendiri dan menarik nafas lega ketika kutahu pakaianku masih lengkap menempel di tubuhku,
hanya saja kancing blouseku sudah terlepas beberapa buah sementara rokku tersingkap memperlihatkan
kemulusan pahaku. Sedangkan kedua kakiku menekuk sebatas lutut sehingga dari arah mereka dapat terlihat
bagian dalam ujung pangkal pahaku yang masih tertutup celana dalam.

Aku menonton adegan mereka. Pakaian Mbak Rini sudah terlepas semuanya. Dalam hati aku mengagumi
keindahan tubuhnya yang sudah telanjang bulat itu. Buah dadanya tak sebear milikku tapi memiliki bentuk
yang indah dan nampak lebih membusung karena tubuhnya lebih kecil dibandingkan diriku. Pinggulnya
membentuk lekukan sempurna diimbangi oleh buah pantatnya yang bulat penuh. Perutnya rata.
Selangkangannya dipenuhi oleh rambut hitam legam yang begitu rimbun. Sangat kontras dengan warna
kulitnya yang putih bersih. Aku merasakan keanehan dalam getaran tubuhku saat memandang tubuh Mbak Rini.

Jantungku berdegub semakin kencang melihat aksi Mbak Rini mencium Mas Rudy dengan penuh gairah. Kedua
tangannya bergerak cekatan mempreteli baju dan celana Mas Rudy. Tontonan ini semakin mendebarkan.
Gairahku terpancing melihat tubuh Mas Rudy yang masih kekar. Kemaluanku semakin berdenyut-denyut melihat
tangan Mbak Rini menelusup ke balik celana Mas Rudy sambil memperlihatkan ekspresi kaget di wajahnya.
Aku semakin penasaran oleh apa yang telah ditemukannya.

Ia melirik padaku yang tergolek di ranjang sambil memperlihatkan ekspresi wajah penuh kekaguman. Tanpa
sadar, aku bangkit untuk melihatnya. Aku jadi penasaran melihat Mbak Rini seperti sengaja
menyembunyikannya dari pandanganku. Aku baru terpekik kaget begitu Mbak Rini sambil menyeringai senang
mengeluarkan sesuatu dari balik celana Mas Rudy dalam genggaman kedua tangannya.

Dari balik celana Mas Rudy keluar batang kemaluannya yang sudah kencang dengan ukuran yang luar biasa.
Panjang dan besar! Padahal kedua tangan Mbak Rini sudah menggengamnya penuh tapi masih terlihat sisa
beberapa senti di atasnya. Panjang sekali! Mbak Rini tersenyum senang seperti anak kecil mendapatkan
mainan. Mengocoknya naik turun sambil melambai-lambaikan batang itu ke arahku. Seolah ingin
memperlihatkan kepadaku betapa senangnya ia mendapatkan batang kontol sebesar itu.

Aku hanya bisa menelan ludah sendiri menyaksikan semua itu. Sementara kulihat Mas Rudy mengerling padaku
sambil tersenyum bangga dengan apa yang dimilikinya. Aku balas tatapan itu dengan menjilati bibir dengan
lidahku. Kuingin ia tahu betapa besarnya keinginanku untuk menjilatinya. Kulihat bola matanya berbinar
melihat aksi genitku yang membuatnya bergairah. Kelihatannya ia ingin segera meloncat ke atas ranjang
tempatku berbaring dengan posisi yang menggairahkan. Tetapi Mbak Rini menahannya di sana. Wanita itu
langsung berjongkok di hadapan Mas Rudy dan menjilati batang itu dengan penuh nafsu. Kepala Mas Rudy
menoleh ke belakang sambil mengerang kenikmatan merasakan jilatan lihai lidah Mbak Rini di sekujur
batangnya. Dari bawah naik ke atas, mengulum-ngulum kepalanya untuk kemudian turun kembali ke bawah
menjilati buah pelernya.

Kepalaku terasa pening melihat aksi Mbak Rini. Nafsuku mulai terasa di ubun-ubun. Aku diam di ranjang
melihat permainan mereka sambil meremas-remas dadaku sendiri. ceritasexdewasa.org Aksiku menarik perhatian Mas Rudy.
Tangannya mencoba menggapai ke arahku namun tak sampai. Aku sengaja membusungkan dadaku memndekati ujung
tangannya yang hanya tinggal beberapa senti lagi. Jemarinya mencoba meraih tetapi tetap tak sampai. Aku
tersenyum menggoda. Aku ingin Mas Rudy terangsang oleh godaanku. Jemariku mencopot kancing blouse satu
per satu sambil menatap penuh gairah kepadanya.

Ooohh.. luar biasa.. ngghh.. erangnya merasakan kenikmatan yang diberikan oleh dua orang perempuan
cantik nan seksi sekaligus.

Mbak Rini semakin semangat dengan aksinya. Mulutnya sudah penuh dengan batang kontol Mas Rudy. Dihisap-
hisap. Dikulum-kulum dengan penuh kenikmatan. Aku iri melihatnya. Aku lalu bangkit dari ranjang dan
menghampiri mereka. Kupeluk tubuh Mas Rudy dari belakang. Menciumi punggungnya sementara kedua tanganku
menggapai ke atas dadanya yang dipenuhi bulu-bulu dan mengelus-elusnya. Wajah Mas Rudy menoleh ke
samping mencari-cari bibirku untuk dikulum. Aku sengaja menghindar. Menggodanya. Ia semakin terangsang.
Kubiarkan saja seperti itu. Tangannya merayap ke atas perutnya. Meski sudah berumur tetapi tidak buncit.
Ia nampaknya rajin berolah raga sehingga masih memiliki tubuh seperti pemuda belia saja.

Kurasakan perutnya bergetar hebat mengikuti rayapan nakal jemariku. Kupermainkan bulu-bulu lebat di
seputar selangkangannya. Aku sengaja tidak meraba batang kontolnya yang tengah dikulum Mbak Rini meski
kutahu pasti ia sangat menginginkan sentuhan tanganku pada batangnya. Kudengar ia melenguh memanggil
namaku. Ia rupanya tersiksa oleh godaanku. Aku tersenyum penuh kemenangan. Entah kenapa dalam lubuk
hatiku, aku ingin memberinya lebih dari apa yang diberikan Mbak Rini pada Mas Rudy saat itu. Inilah
mungkin persaingan di antara wanita yang tak pernah disadari oleh kaumku.

Aku lalu berpindah ke depan mereka diiringi tatapan Mas Rudy yang begitu penasaran dengan apa yang akan
kulakukan. Aku ikut berjongkok di belakang Mbak Rini. Kupeluk wanita itu dari belakang. Mbak Rini
menoleh sebentar untuk kemudian meneruskan kulumannya. Kudengar ia merintih saat tanganku memeluk buah
dadanya. Kuremas dengan lembut sambil memilin putingnya yang sudah mengacung keras. Aksiku tak pernah
luput dari pandangan Mas Rudy. Kuciumi punggung Mbak Rini. Sekali-sekali kugigit perlahan. Ia mengaduh.
Tapi nampaknya tidak merasa kesakitan malah sebaliknya.

Ia terangsang karena kurasakan putingnya semakin mengeras. Tanganku merayap lebih jauh. Turun ke bawah
menelusuri permukaan perutnya. Lalu mengelus-elus bulu kemaluannya. Jemariku segera menelusuri garis
bibir kemaluannya. Mbak Rini melenguh merasakan permainan jemariku. Ia sudah basah. Jemariku merasakan
daerah itu sudah sangat licin sehingga dengan mudah telunjuk jariku melesak ke dalam liangnya. Kutekan
perlahan. Jemariku bergerak keluar masuk untuk kemudian menusuk lebih dalam.

Pinggul Mbak Rini bergoyang seperti gerakan bersenggama mengimbangi tusukan jariku. Kugeser-geser dadaku
ke atas punggungnya. Buah dadaku terasa semakin membusung oleh desakan nafsu birahi. Meski masih
terhalang oleh pakaian, namun terasa hingga ke hatiku. Aku ikut-ikutan melenguh menimpali erangan Mbak
Rini yang tengah disetubuhi oleh jariku. Kupermainkan kelentitnya. Aku tahu persis kelemahannya, tahu
mana titik-titik yang bisa membuatnya memekik penuh kenikmatan. Sama persis seperti yang ada di tubuhku.
Karena kami sama-sama wanita.

Mas Rudy terperangah dengan aksi kami berdua di bawah. Pemandanga dihadapannya semakin membuat Mas Rudy
terangsang hebat. Mungkin baru kali ini ia bercinta dengan dua wanita sekaligus dan tak pernah
membayangkan akan demikian dahsyat rangsangan yang dirasakannya.

Oh.. kalian berdua sungguh luar biasa.. katanya dengan suara tersengal.

Ayolah kita pindah ke ranjang. Aku sudah tak kuat lagi.. ngghh.. pintanya kemudian.

Kami lalu berpindah ke ranjang. Mas Rudy mengambil posisi telentang, sementara aku berbaring di
sampingnya sambil berciuman dengannya. Mbak Rini rupanya belum mau melepaskan kuluman pada kontolnya. Ia
masih asyik mengemot-emot batang itu. Kedua tangannya tak pernah berhenti mengocok. Luar biasa
pertahanan Mas Rudy. Ia belum memperlihatkan tanda-tanda akan mencapai puncaknya. Padahal Mbak Rini
sudah mengeluarkan semua kemampuannya menghisap kontol itu. Ia penasaran sekali.

Aku dan Mas Rudy kembali berciuman. Kurasakan tangannya bergerak lincah mempreteli kancing blouseku
hingga terlepas. Ia lalu meraih kaitan kutang di punggungku dan melepaskannya. Mas Rudy melenguh penuh
kekaguman begitu kedua buah dadaku yang membusung penuh tumpah dari kutangku. Kedua tangannya segera
menangkap buah dadaku. Meremas-remas seraya berkata betapa kenyal dan montoknya buah dadaku. Ia tak
berhnti memuji-muji kecantikan tubuhku. Bibir langsung berpindah ke atas payudaraku. Menciumi keduanya
dan menjilat-jilat putingku. Aku meringis keenakan menghadapi kemotan pada putingku. Tangannya meraih
tanganku untuk dibimbing ke arah kontolnya.

Mbak Rini lalu melepaskan kulumannya dan membiarkan aku menggenggam kontolnya. Ia bangkit dan mengambil
posisi jongkok mengangkangi Mas Rudy. Liang memeknya persis di atas kontol yang tengah kupegang.
Kuacungkan persis menempel di mulut liangnya. Aku melirik ke arah Mbak rini dan mewmberi tanda supaya
menurunkan tubuhnya. Mbak Rini melenguh panjang saat ujung kepalanya menerobos masuk bibir kemaluannya.

Oohh.. gedee.. bangeett.. uugghh.. enaakkhh..! rintih Mbak Rini penuh kenikmatan.

Kulihat batang yang lebih besar dari pergelangan tanganku itu melesak ke dalam liang Mbak Rini yang
sempit. Batang itu baru masuk setengahnya. Mbak Rini sudah kelihatan gelagapan. Kelihatannya tak akan
muat. Mbak Rini menggoyang-goyang pantatnya sambil bergerak turun naik. Sedikit demi sedikit gerakan itu
membantu batang Mas Rudy masuk lebih dalam lagi. Mbak Rini baru menjerit lega setelah merasakan batang
itu masuk seluruhnya. Ia tampak puas bisa membenamkan seluruhnya. Setelah itu ia beergerak naik turun.
Telihat lambat sekali. Ketika naik rasanya tidak sampai-sampai ke ujungnya. Begitu pula saat turun.
Terasa lama sekali baru mentok hingga ke dasarnya.

Aku terpesona melihatnya sambil berpikir apakah liangku mampu menerimanya. Aku tak bisa berpikir lama
karena tangan Mas Rudy bergerak semakin nakal. Rokku telah dipelorotkannya sekaligus dengan celana
dalamku. Aku kini sudah telanjang bulat seperti mereka berdua. Kurasakan jemari Mas Rudy menusuk-nusuk
liang memekku. Mulutnya tak pernah berhenti mengemoti puting susuku. Kenikmatan di dua tempat ini
benar-benar luar biasa. photomemek.com Rangsangan dahsyat menyebar ke sekujur tubuhku. Cairan pelumas dari liang
memekku semakin membanjir sehingga memperlancar laju keluar masuk tusukan jari Mas Rudy. Menyentuh
seluruh relung vaginaku. Kelentitku dipermainkan sedemikian rupa. Tubuhku terlonjak-lonjak saking
keenakan. Pinggulku bergoyang, berputar dan bergerak maju mundur mengikuti irama tusukannya.

Ganti posisi Mbak.. kata Mas Rudy tiba-tiba. Ia bangkit sembari menurunkan tubuh Mbak Rini yang tengah
asyik menungganginya.

Kulihat Mbak Rini sepertinya tahu apa keinginan Mas Rudy. Ia langsung mengambil posisi merangkak di atas
ranjang, bertumpu pada kedua lututnya yang ditekuk sementara pantatnya menungging ke atas. Mas Rudy
mengambil posisi di belakangnya. Ia tekan punggung Mbak Rini sehingga wajahnya menyentuh ranjang.
Pantatnya yang bulat penuh itu semakin menungging. Mas Rudy bergumam tak jelas sambil menatap penuh
nafsu liang memek Mbak Rini yang sudah menganga lebar dari bagian belakangnya. Mas Rudy memegangi
kontolnya dan diarahkan ke liang itu. Tubuhnya segera didorong ke depan. Mbak Rini melenguh seperti sapi
yang sedang diperah. Mulutnya menganga sambil mengaduh karena merasakan liangnya dijejali benda keras,
panjang dan besar milik Mas Rudy.

Aku iri melihat kenikmatan yang diperolehnya. Aku diam tak bergerak menyaksikan persetubuhan mereka.
Nafsuku semakin memuncak. Kedua tanganku dengan refleks meremas buah dadaku sendiri. Mas Rudy melihat
perbuatanku. Ia menyuruhku untuk bergabung. Mbak Rini segera menarik tubuhku hingga telentang persis di
bawahnya. Kedua kakiku dibukanya lebar-lebar kemudian wajah Mbak Rini mendekati pangkal pahaku. Aku
berdebar menantikannya. Kemudian kurasakan jilatan lidahnya di bibir kemaluanku. Tubuhku bergetar hebat.
Luar biasa! Baru kali ini aku merasakan lidah perempuan menjilati memekku. Tubuhku meggeliat-geliat
antara geli dan nikmat. Mbak Rini memang luar biasa.

Ia lihai sekali memberikan rangsangan padaku. Lidahnya menjilat-jilat kelentitku. Pantatku terangkat
tinggi-tinggi begitu kurasakan desakan hebat dari dalam tubuhku. Begitu kencang dan kuat hingga aku tak
dapat menahannya. Aku menjerit lirih sambil menggigit bibirku sendiri. Semburan demi semburan memancar
dari liang memekku. Aku mencapai puncak kenikmatan hanya dalam beberapa kali jilatan saja. Kulihat ke
bawah wajah Mbak Rini semakin terbenam di antara selangkanganku. Mulutnya mengecup-ngecup cairan yang
meleleh dari liangku. Menghirupnya dalam-dalam. Ia dengan penuh gairah membersihkan ceceran cairanku di
sekitar kemaluanku.

Oohh.. Mbak Rinii.. ngghh.. mmppffhh.. rintihku sambil menjambak rambutnya dan menekan kepalanya ke
dalam selangkanganku.

Sementara di belakang sana, Mas Rudy dengan gagahnya menghujamkan senjata terus menerus. Pinggulnya
meliuk-liuk dan bergerak maju mundur dengan kecepatan penuh. Mbak Rini sampai kelabakan mengimbangi
keperkasaan pria gentle itu. Selang beberapa detik kemudian Mbak Rini melenguh panjang. Tubuhnya
berkelojotan. Nampaknya ia pun sudah mencapai puncak kenikmatannya sendiri.

Tubuhnya langsung lunglai dan terjatuh di sampingku. Aku segera menghunjaninya dengan ciuman. Bibirnya
kukulum. Buah dadanya kuremas-remas. Lenguhannya bertambah keras bahkan setengah menjerit. Ia balas
memeluk tubuhku. Mengerayangi buah dadaku. Memilin-milin putingku. Aku merasakan gairahku muncul
kembali. Kami bergumul dengan panasnya. Aku melirik ke arah Mas Rudy yang terpana menyaksikan aksi kami.
Batang kontolnya nampak masih keras, mengacung dengan gagahnya. Aku biarkan dia menonton kami.
Perhatianku tersita semuanya oleh cumbuan Mbak Rini. Tubuhku menyambut hangat kecupan panasnya. Aku
sudah tidak lagi memperhatikan Mas Rudy.

Aku tak pernah menyangka bahwa Mbak Rini memiliki kecenderungan untuk bercinta dengan sesama perempuan
pula selain dengan lelaki. Bi-sex, kata orang. Aku pun sebenarnya tak pernah berpikir akan bercinta
dengan sesama perempuan dan tak pernah membayangkan akan kenikmatannya. Ternyata rasanya memang lain
dari pada yang lain. Aku tak kalah hangatnya menyambut cumbuan Mbak Rini. Dadaku seakan mau meledak oleh
rangsangan hebat yang bergolak dalam tubuhku. Bibir Mbak Rini terus-terusan menghisap puting susuku. Aku
menggeliat-geliat saking enaknya.

Kenikmatanku semakin betambah saat kurasakan bibir kemaluanku digesek-gesek oleh moncong kepala kontol
Mas Rudy yang mulai ikut bergabung dengan kami. Ya ampun! Aku berteriak dalan hati saking keenakan. Mana
pernah kualami kenikmatan luar biasa seperti yang sedang kurasakan saat ini.

Auuww! aku merintih saat merasakan kontol Mas Rudy menyeruak di antara bibir kemaluanku yang masih
rapat.

Rasanya membuatku tersedak dijejali kontol sebesar itu. Kubuka kedua kakiku lebar-lebar untuk memberikan
jalan padanya. Pinggulku berkutat agar kontol itu masuk seluruhnya. Aku bisa menarik nafas lega melihat
Mas Rudy mulai lancar menggoyang pantatnya. Ruang vaginaku terasa penuh. Gesekan urat-urat batang Mas
Rudy sampai terasa ke ulu hati. Ujung kepalanya menyodok-nyodok bagian terdalam vaginaku. Aku sampai
kehabisan nafas mengimbangi goyangan Mas Rudy. Ia benar-benar perkasa. Aku takluk padanya. Tubuhku
serasa dipanggang oleh kontol panjangnya. Otot-otot vaginaku kukedut-kedut. Mas Rudy mengerang merasakan
kenikmatan kedutanku menghisap-hisap kontolnya. Baru tahu rasa sekarang, ujarku dalam hati. Akan kubikin
KO dia, ancamku dalam hati dengan gemas.

Kuingin ia segera menyemprotkan air maninya dalam vaginaku. Kuingin merasakan kekuatan semprotannya,
Kuingin ia tumbang dalam pelukannku. Aku bergoyang sekuat tenaga. Kupelintir batang kontolnya dalam
memekku. Kulihat Mas Rudy megap-megap. Aku semakin bersemangat. Pinggulku berputar seperti gasing.
Meliuk-liuk liar. Kurasakan tubuhnya mulai berkelojotan. Aku sudah tak memperhatikan Mbak Rini yang
sibuk mencumbui tubuhku. Aku lebih berkonsentrasi untuk membuat Mas Rudy mencapai orgasme secepatnya.

Upayaku belum juga memperlihatkan hasil. Mas Rudy nampak masih perkasa menggenjotku. Belum terlihat
tanda-tanda ia akan orgasme. Aku semakin frustrasi melihatnya, karena lama kelamaan aku sendiri yang
kewalahan. Aku sudah merasakan desiran kuat dalam tubuhku. Aku panik oleh gejolakku sendiri. Kucoba
bertahan sekuat mungkin, tetapi batang kontol Mas Rudy masih terus menusuk-nusuk dengan cepatnya.
Gesekan kulit batangnya yang keras dan gerinjal urat-uratnya pada kelentitku, membuat pertahananku jebol
paad akhirnya. Aku berteriak sekuat tenaga saat aliran deras menyembur dari dalam diriku. Aku menyerah,
pasrah dan membiarkan otot-ototku melemas, melepaskan orgasmeku yang meledak-ledak.

Masukiinn.. semuaannyaa..! Jeritku seraya menarik pantat Mas Rudy ke dalam selangkanganku sehingga
kontolnya melesak masuk seluruhnya. Kurasakan semburan demi semburan memancar dari dalam liangku.

Sementara Mbak Rini mengelus-elus wajahku seolah sedang menenangkan diriku yang tengah menghadapi amukan
kobaran api birahi. Aku baru bisa mengambil nafas lega beberapa menit kemudian. Tulang-tulangku serasa
pada copot. Aku terkulai lemas. Tenagaku terkuras habis dalam pertempuran tadi.

Mas Rudy lalu mencabut batangnya dari liangku. Ia nampak masih perkasa, mengacung gagah. Kepalanya
mengkilat karena cairan milikku. Mbak Rini menoleh ke arahnya, kemudian kepadaku sepertinya meminta
bantuanku untuk mengeroyok lelaki yang telah membuat kami berdua luluh lantak. Aku mengangguk dan segera
bangkit menghampiri Mas Rudy. Kutarik tubuhnya supaya berbaring telentang di ranjang. Bibirku langsung
menyerbu daerah selangkangannya. Aku sudah tak sabar ingin melumat batang kontolnya. Kuselomoti dengan
rakus hingga terdengar suara kecipakan air liurku. Sementara Mbak Rini memulai cumbuannya di bagian
dadanya. Menjilati puting susunya. Menyusur terus ke bawah dan bergabung denganku menggumuli batangnya.

Ouuhh.. sedaapp.. Pekik Mas Rudy melihat dua perempuan cantik saling berebut menciumi kontolnya.

Mbak Rini kebagian ujung kepalanya, sementara aku menjilati batang dan buah pelernya. Kami berdua saling
berlomba memberikan kenikmatan kepada Mas Rudy. Kami kemudian bergiliran. Aku bagian atas, Mbak Rini
bagian bawah. Seterusnya bergantian sampai beberapa menit lamanya. Ketika kami merasakan Mas Rudy
menggelinjang dan mengerang seperti menahan sesuatu, secara berbarengan mulut kami menciumi moncong
kontolnya dari samping. Kedua tangan kami mengocok batangnya.

Ouuhh.. saa.. yaa.. ke.. ke.. kelu.. belum sempat ucapannya berakhir, nampak cairan kental dan hangat
menyemprot keras dari moncongnya.

Tubuhnya menghentak-hentak seiring dengan semburan air maninya yang tak henti-henti muncrat. Wajah kami
belepotan disirami air maninya yang keluar begitu banyak. Mbak Rini menghisap terus dengan rakusnya.
Lidahnya menjilat-jilat sampai bersih batang itu dari ceceran air maninya. Sedangkan aku mengocoknya
seakan mau memeras kontol itu hingga habis cairannya.

Setelah membersihkan cipratan air mani di wajah, lalu kami menjatuhkan diri di kiri dan kanan Mas Rudy
sambil memeluknya. Kami benar-benar kecapaian. Mata terasa berat karena kantuk.

Samar-samar kudengar Mas Rudy berkata, Kalian memang luar biasa. Saya benar-benar puas bersama kalian..

Kami tak tahu apa lagi yang dibicarakannya karena sudah terbang melayang dalam mimpi indah. Senyum
kepuasan tersungging dari bibirku dan Mbak Rini. Pengalaman yang sungguh tiada duanya.-,,,,,,,,,,

Related posts