LKTCP Sebuah Peralihan 2020

[LKTCP] Sebuah Peralihan [2020]

-Prolog-
.
.
.
Sebuah kisah pengalaman, bisa saja sebuah kisah nyata atau real, bisa jadi sebuah kisah fiksi hasil imajinasi yang saya berikan, tergantung bagaimana anda menanggapinya. Sedikit mengandung unsur 18+ harap maklum, hal wajar terjadi karena cinta terkadang melibatkan nafsu. Ini adalah sebuah kisah dengan melibatkan satu sudut pandang yaitu saya, dimana saya adalah seseorang yang mengalami kejadian ini, karakter tunggal yang dijadikan subjek dalam penuturan cerita, mengisahkan tentang sebuah peralihan, dimana kata peralihan disini merajuk pada berubahnya kehidupan seorang “saya” yang diceritakan pada kisah ini. Teknik penulisan masih jauh dari kata baik, karena memang ini hanyalah sebuah bentuk dari upaya dalam menunjukan jati diri dan juga apresiasi terhadap forum semprot tercinta yang sudah memberikan banyak hal, entah itu sebuah tulisan yang menginspirasi, atau kisah-kisah yang mampu membunuh waktu dari tokoh “saya” ini, segalanya ditulis berdasarkan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki, semoga karya ini menjadi awal atas karya-karya lainnya dikemudian hari. Tak lupa, dengan rendah diri saya ucapkan terima kasih kepada seluruh jajaran panitia dan pelaksana lomba karya tulis cerita pendek tahun ini atas segala kesediaannya dalam memberikan fasilitas bagi kami untuk berkarya.

Saya adalah “saya”, dilatar belakangi oleh kejadian sederhana semasa kuliah, ruang kelas, tema fresh meat yang menjadi tujuan kemana cerita ini akan dibawa.

Atas kesempatan dan segala usaha yang diberikan oleh pihak-pihak terkait lomba karya tulis cerita pendek tahun 2019 yang sudah saya sebutkan sebelumnya, karya ini merupakan apresiasi bagi kita semua yang sudah meramaikan forum semprot melalui segala upaya maupun eksistensinya yang membuat forum ini tetap dan akan selalu hidup.
.
.
.
Dinda. The Fresh Mate, and My Fresh Meat.

Semester tiga. Ada hal menarik yang terjadi di kelas yang saya huni selama berkuliah, dimana ada mahasiswi dan mahasiswa baru hasil program ekstensi, atau perpanjangan kuliah setelah lulus D3, mereka berdua memilih meneruskan jenjang S1 di kampus yang sama. Sebut saja Dinda dan Revan, keduanya sahabat, karena sama-sama berasal dari daerah yang sama.

Kehadiran Dinda cukup menarik perhatian, karena parasnya yang cantik, dan juga mudah membaur dengan kawan-kawan yang lain. Sementara Revan cukup terlalu tertutup untuk ukuran seorang pria, san mengandalkan kedekatannya dengan Dinda untuk beradaptasi di kelas kami.

Dinda, merupakan sosok yang supel, ia dengan mudahnya mendapatkan banyak teman, dan juga menarik perhatian saya, masih ingat saat pertama kali ia masuk kelas dan mulai berbaur, saya cuma memperhatikan dari kejauhan, karena memang saya tipe orang yang datang untuk belajar, teman-teman saya bisa terhitung jari dan itu itu saja. Tetapi sebagai lelaki normal pada umumnya, melihat paras cantik Dinda membuat saya berkeinginan mengenalnya, hal ini saya utarakan pada salah satu teman saya, dia adalah Rayi, cukup populer karena anak basket, dan memiliki banyak koneksi pertemanan yang dengan mudah memiliki kontak mahasiswi baru itu, Dinda.

Saya adalah S. Dan R adalah Rayi

S: Bro. Punya wa Dinda ga?
R: Ada apa nih? Tumben tumbenan nanyain kontak orang, lu naksir ya?
S: Naksir sih belum, cuma pengen kenal aja hehe
R: Bisa ae modusnya
S: Jadi punya ga?
R: Ada nih, mau?
S: Boleh, tapi lu bilang dulu ke dia, takutnya dia ga mau.
R: Oke, lu save dulu, nanti gua bilangin ke dia, baru dah lu chat kalo dia respon positif.
S: Oke bro. Thanks ya.

Semenjak itu selang tiga hari Rayi memberikan sinyal pada saya bahwa Dinda berkenan untuk berkenalan via wa dengan saya, padahal kami satu kelas, tapi cara ini yang saya rasa paling nyaman saya lakukan, agar tidak mendapatkan ejekan dari kawan-kawan lainnya.

Singkat cerita saya memulai percakapan melalui wa dengan Dinda.

S adalah saya, dan D adalah Dinda.

S: Hai
D: Hai juga, maaf siapa?
S: Saya …. Yang minta wa kamu tempo hari lewat Rayi.
D: Oh iya, Rayi udah bilang lo pengen kenal sama gua ya?
S: Iya, bener hehe
D: Btw, lo yang mana ya?
S: Saya yang pake kacamata, sering sama Rayi dan Imam di kelas, tau kan Imam yang mana?
D: Kalo Imam tau, lo gua kurang ngeh yang mana haha
S: Ya, yang sama mereka berdua kalo di kelas hehe
D: Belom notice, maybe kalo nanti kelas bareng lagi gua tau lo yang mana.
S: Ok deh, see you next time then.

Percakapan awal berakhir sampai disitu, kami, saya dan Dinda melewatkan pertemuan kelas karena saya malas untuk masuk dikarenakan dosen yang mengajar tidak cukup menarik untuk saya.

-Mulai dekat-

Beberapa bulan dari awal perkenalan, kami menjadi dekat, tanpa banyak yang tahu bahkan Rayi pun tidak tahu. Sering kali kami saling berbagi informasi mengenai perkuliahan, atau hal hal sederhana lainnya, intinya kami menjadi lebih akrab.

Sampai suatu ketika, karena dia kost, saya menanyainya apakah sudah makan atau belum, sedikit cheesy memang, ternyata responnya cukup positif kala itu, dia bilang belum dan menanyai balik apakah saya sudah atau belum, karena sama sama belum, saya ajak dia untuk makan malam bersama kebetulan saya masih berada di sekitaran kampus, biasa laki-laki, nongkrong adalah jalan hidup sebagian mahasiswa kala itu. Dia pun mengiyakan ajakan saya, cukup senang dan antusias, tapi tidak terlalu bereuforia, ini hanya makan malam biasa bukan sebuah kencan atau pendekatan intense.

Akhirnya saya makan bersama Dinda, di sebuah kedai masih sekitaran kampus dan juga dekat dengan kostan dia, kala itu dia tampak manis dengan style apa adanya, kaos putih, celana panjang tanpa dandanan.

Bahasan kami masih seputaran kampus, tidak lebih dan tidak kurang. Hanya ditutup dengan pertanyaan sederhana, cukup bingung untuk menjawabnya.

D: kenapa pengen kenal sama gua?
S: Hmm kenapa ya?
D: Yee, ditanya malah balik nanya.
S: Karena lu cantik, menarik sih liat lu gampang berbaur dikelas, hehe.
D: Apa sih malah gombal, bukan lo banget gombal begini.
S: Tadi nanya, dijawab malah sewot.
D: Iye dah, ayo cabut udah malem juga nih, besok kelas.
S: Oke, ayo.

Pertemuan pertama diakhiri dengan beberapa candaan mengenai kelas, anggota kelas yang menarik untuk diceritakan, dan berjalan beriringan menuju depan kostan dia, awalnya dia menolak, tapi mau bagaimanapun saya memaksa untuk mengantarkannya walau hanya dengan berjalan kaki hehe.

Semenjak itu hubungan kami tak lagi sama, cukup bisa dikatakan dekat, meski tak erat dan masih jauh dari kata mesra, yang pasti saya sudah menaruh rasa padanya.

Hingga beberapa bulan kemudian, saya mengajaknya kencan secara tidak resmi melalui nonton film bersama, dan dia mengiyakan, mungkin dia tidak menganggapnya kencan, tapi saya tetap menganggapnya sebagai sebuah kemajuan.

Disela menonton beberapa kali saya mencuri pandang padanya yang fokus dengan film, sementara saya kurang tertarik dengan film tersebut, bukan karena filmnya tidak bagus, hanya saja yang menemani saya terlalu sayang unthk tidak dilirik.

Beberapa kali dia juga memergoki saya sedang fokus memandangnya, dan menegur dengan lembut, “yang dilihat film bukan aku” katanya sambil berbisik. Semakin gemas saja melihatnya, entah sejak kapan dia memilih menggunakan kata aku-kamu dibanding lo-gua, ini menandakan kami sudah semakin dekat. Pertengahan film ia merasa kedinginan, dan saya paham harus apa, kebetulan saya membawa jaket di tas ransel saya. Ya, saya pakai jaket saat itu sementara dia tidak, kalau saya buka jaket saya untuk dia, terlihat terlalu modus dan saya juga kedinginan haha, jadi saya memberi jaket yang ada di tas ketimbang memberi jaket yang saya pakai.

Dia mengira saya menyiapkan jaket untuknya, padahal kebiasaan saya membawa lebih dari satu jaket, antisipasi kalau saya harus bertamu ke teman kost tanpa membawa pakaian lebih, setidaknya luaran saya terlihat berganti haha.

Dari kejadian tersebut, kami menjadi saling mencari, entah lewat pesan wa atau saat di kampus di luar kelas tentunya, karena buat saya di dalam kelas adalah saat saya memiliki banyak waktu untuk belajar atau sekedar bersama teman dekat saya yaitu Rayi dan Imam, saya cukup konsisten untuk tidak berdekatan dengan Dinda di dalam kelas, dan dia nampak mengerti maksud saya.

Kencan kedua kembali terjadi, kali ini dia yang mengajak, ke toko buku untuk keperluan kuliah, memang tidak romantis tapi cukup untuk saya mengamati Dinda dari dekat dengan kondisi yang terang hehe, beberapa kali ia tersipu saat saya memandangnya terlalu lama, bahkan sampai memukul lengan saya. Mungkin dia malu, saya juga malu, tapi lebih besar rasa mau nya ketimbang malu haha.

Kali ini sama dengan pertemuan pertama, berjalan beriringan ke arah kostan dia, bedanya sekarang lebih larut, karena terlalu asik di toko buku, nampaknya dia lupa waktu, meskipun pusat perbelanjaan tempat toko buku tersebut tidak jauh dari kostan dia, tapi lumayan lama karena kami memilih jalan kaki daripada naik kendaraan umum, alasannya kendaraan umum memiliki rute yang memutar daripada berjalan kaki, jadi kami putuskan berjalan kaki beriringan untuk kedua kalinya.

Selama berjalan kaki, sering ia mendekatkan diri untuk merangkul bagian jaket saya saat menanjak atau saat melewati beberapa kerumunan orang orang yang sedang menongkrong, saya cukup paham, mungkin dia jarang pulang selarut ini, dan jarang melewati jalur sepi seperti ini. Akhirnya saya memutuskan untuk menggandeng tangannya dengan alasan supaya lebih aman, walaupun kalau ada hal-hal yang tidak diinginkan saya juga tidak dapat memastikan apakah saya bisa melindunginya, yang penting sudah usaha kan, hehe. Dan lumayan bisa menggenggam tangannya selama perjalanan~

20 menit sudah berlalu dan hampir sampai, tidak banyak orang yang nongkrong disekitaran kostan dia, tapi kami masih bergandengan tangan, hingga tiba depan pagar kostan dia, tangan kami berpisah, ia mengucapkan terima kasih untuk hari ini, dan saya mengucapkan terima kasih karena tidak keberatan untuk digandeng, dan ia kembali tersipu, sambil berkata “apaan sih” sayapun hanya tertawa mendengarnya dan ia melingkarkan tangannya di lengan saya seraya memberikan kecupan di pipi kiri saya, saya agak kaget tetapi naluri lelaki saya berkata lain, karena tahu daerah tersebut cukup sepi saya beranikan membalas untuk mengecup keningnya, iapun tersenyum, dan tak lama saya mengecup bibirnya, ia memerah dan memeluk saya tiba tiba dan kembali mengucapkan terima kasih, lalu melepas pelukannya dan saya memagut bibirnya sekali lagi, ia membalas pelan pagutan saya, tapi saya tidak mau berlama-lama karena sadar berada di luar ruangan.

Kami akhiri pertemuan hari ini dengan keceriaan, dan ucapan sampai bertemu esok hari.

Dan inilah awal kedekatan kami menjadi sebuah kemesraan.

Mesra itu Indah, bukan?

Beberapa minggu berlalu sejak kejadian itu, kami masih dan mungkin akan terus dekat. Meski tak ada kata yang mengikat diantara kami, sepertinya isyarat perlakuan sudah cukup kuat untuk kami saling bersama.

Kami tidak kencan untuk beberapa minggu karena kami sedang menikmati kesibukan menjelang UAS, banyak tugas dan presentasi cukup membuat kami sedikit berjarak, bukan renggang, hanya saja beda kelompok dan waktu mengerjakan membuat kami tidak bisa berdekatan sementara, hingga ada kala dimana kami merasa jenuh dan butuh refreshing, ya kami memutuskan untuk pergi ke daerah yang masih satu kota dengan asal kami berkuliah namun memiliki suasana yang lebih santai dibandingkan kota, selain karena terkenal sejuk, daerah tersebut tidak terlalu ramai saat hari biasa, bukan weekend atau tanggal merah, yang pastinya sudah diserbu oleh wisatawan dari Jakarta.

Saat itu minggu tenang masa perkuliahan sebelum UAS, kami berangkat pagi untuk menghindari cuaca panas saat itu, dengan bermodalkan kendaraan umum, karena saya tidak mempunyai kemampuan dalam mengendarai kendaraan pribadi, dan Dinda nampak tidak keberatan.

Kami berangkat bermodalkan kendaraan umum, beberapa kali transit untuk menuju daerah tersebut, sesampainya disana, ada beberapa pilihan tempat yang bisa dikunjungi. Yang pertama adalah wisata perkebunan, wisata paralayang, wisata telaga dan juga restoran fast food yang cukup terkenal karena berada di tempat yang sejuk.

Karena sudah sarapan, kami memutuskan untuk berwisata di perkebunan, menyewa tikar dan mencari spot yang nyaman untuk kami singgahi, sempat membahas progress tugas kuliah sebagai obrolan yang selalu ada dalam tiap pertemuan kami, hingga hening karena menikmati suasana, posisi kami berada di tengah perkebunan, menggelar tikar dibawah pohon rindang dan cukup bersih, sangat nyaman, sampai ia bersandar dipundak saya, saya daratkan kecupan pada keningnya dan ia tersenyum. Sejenak kami menikmati momen bersama, lepas dari jenuhnya perkuliahan dan juga saling berdampingan dengan orang yang kami sayangi, entah dia sayang atau tidak, tapi saya jelas menyayanginya.

Larut dalam suasana tenang, ia perlahan mengecup pipi saya lembut, dan tersenyum tipis, seperti sebuah ajakan bagi saya dan saya memagutnya untuk kali kedua, dan ia membalas lebih hangat dibandingkan sebelumnya, terlena dengan aksi saling memagut, kami berhenti sejenak karena kehabisan nafas, dan lagi-lagi kami melakukannya di luar ruangan, cukup memacu adrenalin, tapi posisi kami sangat aman dan memang perkebunan ini terkenal sepi saat hari biasa, warga pun sudah paham walau bukan maksud kami melakukan hal ini, hanya saja suasana mengizinkan hehe.

Waktu sudah mulai terik dan kami memutuskan untuk pindah dari perkebunan ini menuju restoran fast food, sudah waktunya perut ini di isi. Rupanya kami nongkrong terlalu lama di restoran tersebut, suasana yang nyaman dan teduh membuat kami lupa waktu, hampir petang dan kami belum beranjak. Memang kami datang sudah lebih dari siang, hanya saja jarak tempuh untuk pulang cukup jauh, bisa membuat kami sampai kota larut malam.

Sedikit bingung, tapi Dinda seakan enggan beranjak, justru memesan kopi di restoran tersebut, oh iya, kami sama sama penikmat kopi, jadi siapa bisa menolak untuk tidak menyeruput kopi di daerah yang sejuk seperti ini.

Jam 20.00, tidak ada tanda-tanda Dinda ingin pulang, saya pun enggan, tapi kami harus pulang.

S: Hey kita udah terlalu lama disini
D: Iya ya, udah malem hehe
S: Terus gimana? Ayo pulang
D: Bentar lagi ya
S: Nanti ga ada kendaraan umum lho
D: Emm, aku mau bilang sama kamu
S: Apa? Emang gabisa sambil pulang, haha
D: Aku ada tempat daerah sini, mangkanya aku santai aja kemaleman juga
S: Maksudnya?
D: Ini kunci villa punya keluargaku, kamu mau nginep ga? *Sambil nunjukin kunci villa yang ada di tas nya
S: Emang gapapa?
D: Ya gapapa, aku yang ngajak kan.

Kamipun menuju villa milik Dinda yang ternyata tak jauh dari lokasi restoran fast food tempat kami nongkrong, bahkan jalan kakipun bisa dijangkau, awalnya saya ragu Dinda adalah fresh meat bagi saya, atau istilah untuk orang baru yang hadir, tapi sulit menolak ajakannya terlebih saya menaruh rasa pada Dinda.

Villa Dinda cukup besar, lantai pertama ada ruangan tengah yang lega dan ada penghangat ruangan serta TV untuk hiburan pengunjungnya, kami memutuskan untuk singgah di ruang tengah. Setelah bersih bersih dengan fasilitas air hangat, kami menjadi lebih rileks ditengah ruangan sambil nonton TV, saya yang penasaran sesekali bertanya.

S: Villanya sepi banget, ga ada yang jaga?
D: Ada kok, cuma ga stay disini, terus lumayan aman disini
S: Oh gitu, terus kamu ga ganti baju gitu? Ga gerah?
D: Aku ga bawa ganti hehe
S: Terus kenapa ga mau pulang?
D: Tadinya ga niat ngajak kamu kesini, cuman masih kurang rasanya ketemu hari ini
S: Tapi ga harus nginep gini juga lho, bahaya
D: Bahayanya?
S: Aku mesum hahaha.

Seraya merapatkan diri ke Dinda dan memagutnya kembali, Dinda menggigit bibir saya dan berkata “Dasar mesum” lalu memagut saya lebih liar lagi. Saya tidak tinggal diam dan semakin memacu pagutan saya, entah apa yang terjadi pagutan demi pagutan tak berhenti, setiap inci bibirnya saya jelajahi dengan lidah, saat kehabisan nafas saya turun ke leher Dinda, dan iapun mengelus kepala saya dan menariknya kembali ke bibirnya, saya pagut lagi dan tangan saya mulai menjelajah mulai dari pundak, leher hingga payudaranya, saya sentuh perlahan, tidak ada penolakan darinya. Tanpa ia sadari saya menyusupkan tangan saya kedalam bajunya saat sedang berciuman, pelan tapi pasti, kini tangan saya sudah berada diantara payudara dan bra nya yang masih terpasang rapih, satu tangan didepan dan satu tangan ke arah belakang untuk melepas kaitan bra milik Dinda, “click” terlepas sudah, dengan kelonggaran yang cukup untuk merasakan payudaranya langsung dengan tangan saya, Dinda? Ia tetep menikmati tanpa ada perlawanan apapun.

Hingga kami saling menanggalkan pakaian satu sama lain, sejenak saya hanya diam menikmati pemandangan dari tubuh tanpa busana seorang Dinda, ya dia adalah Dinda orang baru yang hadir tak lama beberapa bulan kebelakang.

Tak mau berlama lama, sayapun mulai memainkan payudaranya, tangan kiri meremas payudara sebelah kiri milik Dinda, dan payudara kanan saya eksplor menggunakan jilatan dan hisapan, ia sesekali mendesah tipis seraya meremas rambut saya, beberapa saat lidah saya bergantian mengeksplorasi payudara kirinya, turun ke perut, turun terus dan… Area intim lainnya didepan mata saya, sebelum melakukan kegiatan ini lebih jauh saya menatap Dinda, sekadar meminta persetujuan, dia pun tersenyum, untuk saya artinya iya. Sebuah kecupan saya daratkan disana, ada sebuah reaksi dari Dinda, ia sedikit menggeliat dan mencengkeram rambut saya lebih kencang dari sebelumnya, jilatan dibagian luar cukup membuatnya semakin menggeliat, akhirnya “heeng” lembut sekali ia mendesah, membuat saya semakin bernafsu, satu jari saya sisipkan, hangat sekali bagian dalam vagina Dinda, mulai dengan gesekan pelan sampai mulai mempercepatnya yang menyebabkan Dinda mulai mendesah keras, kegiatan ini berlangsung cukup lama, jilatan dan permainan tangan terus saya lancarkan dan nampaknya Dinda mendapatkan orgasme pertamanya, ia tak berbicara, hanya mendesah namun semburan pada bagian intimnya lebih memberi jawaban, hidung, tangan, pipi saya menjadi basah karenanya. Bukan, bukan sebuah squirt, hanya saja mungkin saya terlalu antusias memanjakan area vaginanya, terlalu dekat, karena memang menarik untuk dieksplorasi, ini terlalu lama, saya butuh senggama, kejantanan saya sudah terlalu lama menganggur, Dinda yang penuh keringat sepertinya sadar kalau saya juga butuh dimanja, tapi saya memberi sedikit jeda, biar ia nikmati dulu orgasmenya. Saya mendekati wajahnya, ia menyadari bahwa wajah saya penuh dengan cairannya, bukan risih dia malah dengan bernafsu menjilati wajah saya dan mengakhirinya dengan ciuman penuh hasrat, tangannya pun mulai aktif meraba, kearah kejantanan saya, ia mengelus pelan dan menggenggam penis saya dengan lembut, sesekali ia memberi gerakan naik turun pada kejantanan saya, tapi terlalu kering, saya mulai berhenti memagutnya, dan ia mengalihkan ciumannya menuju penis saya, hangat dan nikmat, perlahan mulai dimainkan lidahnya, dari kepala menuju batang naik lagi ke kepala penis saya, sungguh luar biasa, nampaknya ia pun menikmati kegiatan ini terbukti ia sangat telaten mengoral penis saya sedari tadi, dan sudah saatnya persetubuhan dimulai, saya isyaratkan Dinda untuk berhenti sambil saya raba vaginanya agar basah kembali, sedikit gesekan memberi cukup cairan untuk penis saya melakukan penetrasi, ditambah liur Dinda masih memberi efek licin pada penis saya.

Saya kembali menatapnya, ia diam saja tapi melebarkan pahanya, lagi lagi reaksi tubuhnya lebih menjawab daripada bahasa, saya arahkan penis saya ke bibir vaginanya, saya gesek perlahan kepala penis saya untuk mencari ruang penetrasi, ada sedikit kerut di dahi Dinda, namun kapitan kakinya pada paha saya seakan menjadi isyarat untuk saya memasukkan penis saya kedalam vaginanya, satu hentakan dibalas sebuah lengguhan dari Dinda, hentakan kedua dan akhirnya masuk seluruhnya, semakin sayu mata Dinda, semakin bernafsu saja untuk disetubuhi, jeda saya berikan tidak terlalu lama untuk memberi penyesuaian pada vagina Dinda, dan sekarang saatnya untuk memompa kejantanan saya, diawali dengan tempo pelan, desahan tipis dari Dinda seakan menyemangati, tempo sedang saya lancarkan, sayup sayup rintihan yang di tahan mulai terdengar, sampai ia pun buka suara “lebih cepat please, aku mau sampai” tentu saja tempo cepat mengarah liar saya berikan agar Dinda makin kepayahan, tak jarang payudaranya menjadi langganan dari hisapan maupun remasan saya selagi memompanya, selang beberapa menit Dinda sedikit mengejang dan kakinya mencengkeram pinggang saya, dia semakin melengguh, kalimat tak jelas keluar namun saya paham apa maksudnya, ia mendapatkan orgasme kedua, kembali saya memberi jeda, kali ini ia meminta untuk diatas saya, tentu saya dengan senang hati mengizinkan perlahan kemaluan kami berpisah sejenak, ia bangkit dan mulai menaiki saya, goyangan demi goyangan ia lancarkan, desahan mulai tak lagi ia tahan, pertahanan sayapun pelan pelan menemukan celah, saya merasa akan mendapatkan orgasme pertama saya, saya isyaratkan dengan bertanya “keluarin dimana?” dia masih menggoyang saya, dan balik bertanya, “kapan?”, sebentar lagi jawab saya mencoba menahan klimaks saya sedikit lebih lama, ia menggoyang tubuhnya lebih cepat memberikan sensasi luar biasa terhadap penis saya dan mungkin pada vaginanya, hingga ia menggelinjang hebat, ternyata diapun mengejar orgasme ketiga nya, untung saja ia orgasme duluan, lengguhan panjang dari Dinda saat ia merebahkan badannya, membuat penis saya terlepas dari vaginanya, sayapun bangkit dan mengarahkan penis saya ke mulutnya, ia pun mengerti dan mulai mengoral penis saya dengan sangat bernafsu saking nikmatnya klimaks saya tiba dengan cepat, tanpa aba-aba sperma saya meluncur deras dimulutnya, entah berapa banyak, yang pasti ia sampai tersedak karena muatan sperma memenuhi mulutnya.

Tanpa protes ia menelan sperma saya dan kembali menghisap penis saya hingga bersih, dan saya merebahkan diri disampingnya, iapun merapatkan tubuhnya dipelukan saya, deru nafas mengisi ruangan, tak ada obrolan sampai kami lelah dan terlelap.

Pagi buta saya terbangun dengan kondisi Dinda sedang menservice penis saya, pagi yang indah dilalui dengan morning sex dengan Dinda, setelahnya kami mandi bersama dan memutuskan untuk pulang ke kota dengan perasaan senang. Sampai kota, saya mengantar Dinda hingga depan kostan dia seperti biasa, namun ajakan untuk singgah kali ini ia tawarkan, kebetulan saya ada kebutuhan untuk buang air kecil jadi saya tidak menolak, karena tergolong masih pagi jadi belum banyak aktivitas penghuni kostan, ketika saya menanyai dimana kamar mandi, Dinda menjawab, kamar mandi di dalam kamar huni semua, jadi mau tidak mau saya harus ke kamar huni Dinda, entah bagaimana ia berani membawa masuk saya ke kamarnya, walau saya tidak tau aturan kostan dia seperti apa, tapi yang ia lakukan cukup berani. Saya yang tidak enakkan memutuskan setelah buang air kecil langsung pulang, namun Dinda menyuruh saya untuk menyabuni dulu penis saya karena habis buang air kecil, bukan hal aneh jadi saya lakukan dan senang dia memperhatikan saya sebegitunya.

Setelah membersihkan kemaluan saya, saya keluar dari kamar mandi, disambut Dinda tanpa sehelai pakaian, tentu saja membuat saya sedikit bernafsu, walau agak lelah, namun terlalu sayang untuk tidak dilakukan, dan lagi-lagi persetubuhan itu terjadi, ia menginginkan sperma saya di mulutnya lagi.

Kamipun seakan terlena dengan hubungan ini, sex adalah bumbu utama dari tiap pertemuan, entah di Villa milik Dinda, di rumah saya, menyewa hotel, atau diam-diam Dinda memasukan saya secara ilegal kedalam kostan dia. Semua itu kami lakukan, sama seperti kejadian pertama, tak banyak bicara, hanya saling memberi isyarat satu sama lain, dan nampaknya kami sudah saling memahami kebutuhan masing-masing.

Saya tak menyangka hal ini, sebuah perkenalan sederhana, pertemuan singkat, kencan biasa yang hampir setiap insan pernah lalui, tapi saya merasa berbeda kali ini, rasa hangat yang ia hadirkan sebagai orang baru dihidup saya seakan membuat saya tak ingin berhenti bersamanya, dan saua selalu bersyukur untuk semuanya yang ia hadirkan.

Kesenangan dan kebahagiaan kami masih terus berlanjut sampai kesibukan mulai mengganggu aktivitas kami, tetapi hal itu tidak membuat kami menjadi pisah, hanya saja urusan sex kami mulai terganggu

Sebuah peralihan yang tak disangka membawa saya berpetualang didalamnya, bersama Dinda. Seorang fresh mate, dan juga fresh meat bagi saya, lelaki memang ditakdirkan berburu, dan pilihan saya tertuju pada Dinda, si anak baru.,,,,,,,,,,,,

Sekian.

Related posts