Kisah Nyata O Hangatnya Tante Doy TAMAT
Episode 1
Member Semprot yang baik, ini ada curhat seseorang yang sudah kukenal baik. Namun tentu saja nama dan tempatnya kusamarkan semua, demi menjaga nama baik mereka. Semoga Anda bisa terhibur, hitung-hitung melepaskan kesal menunggu thread yang belum selesai itu. Selamat mengikuti…
Siang itu aku ingin mencari-cari resep masakan di internet. Tapi komputer di kamarku mendadak hang terus. Kucoba merestartnya. Tapi tetap saja gak mau bener. Lalu aku teringat laptop Ronald. Setahuku Ronald tak pernah membawa laptop ke kantornya. Maka bergegas aku menuju pintu kamarnya, sambil membawa kunci cadangan. Tapi ternyata pintu kamarnya pun tidak dikunci. Aku pun lalu masuk ke dalam kamar keponakan suamiku itu.
Untunglah laptop Ronald ada di kamarnya. Maka kubawa laptop itu ke kamarku. Kuletakkan di dekat monitor komputerku. Kuhidupkan dulu laptop itu, belum kusambuingkan ke kabel jaringan, karena takut laptopnya gak normal juga.
Tapi setelah laptop itu aktif, perhatianku beralih ke folder yang ada di dalam drive D. Folder itu berjudul ETNAT – YOD.
Aku berpikir agak lama. Apa itu maksud Ronald dengan memberi judul ETNAT-YOD di foldernya?
Hai…! Bukankah YOD itu kalau dibalik jadi DOY? Itu kan nama kecilku ! Lalu ETNAT kalau dibalik jadi TANTE…hihihihiiii….berarti ETNAT-YOD itu Tante Doy !
Tapi…apa isi folder itu?
Dengan rasa penasaran kubuka folder itu. Wow…ternyata berisi semacam catatan harian Ronald. Maka buru-buru kuambil flashdisk dan kucopy isi folder itu ke flashdiskku.
Setelah copy paste folder itu, ada perasaan takut-takut di hatiku. Takut ketahuan oleh pemilik laptop itu. Maka kushutdown lagi laptop itu. Dan buru-buru kukembalikan laptop itu ke tempatnya semula di kamar Ronald.
Aku kembali ke kamarku. Mencoba mengotak-atik komputerku sendiri. Karena ingin membaca isi folder yang telah dicopy ke flashdiskku itu. Ingin membacanya dengan tenang.
Hai…komputerku yang baik….ternyata sekarang bisa normal lagi….! Kenapa tadi hang terus? Mungkin sudah jalannya harus begitu, karena gara-gara komputerku bermasalah, aku jadi bisa mencuri folder dari laptop Ronald.
Setelah flashdisk dimasukkan ke konektor USB, aku pun mulai membaca isi folder hasil copyan itu.
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Aku selalu berusaha untuk menjadi keponakan yang sebaik-baiknya di mata Om Rizal. Karena adik ayahku itu tidak punya anak, sehingga akulah yang dianggap anak olehnya. Lebih daripada itu, aku dijadikan orang kepercayaan di perusahaan Om Rizal.
Om Rizal memang termasuk orang sukses dalam dunia usaha. Singkatnya, dalam dunia materi, tiada kekurangan sedikit pun. Jauh berbeda dengan orang tuaku, yang hidupnya serba pas-pasan.
Tapi seperti kata peribahasa, Tiada gading yang tak retak, barangkali bisa dijadikan perumpamaan buat pamanku itu. Dia sukses dalam mengejar duniawi, tapi dia ditakdirkan jadi lelaki mandul. Sampai istrinya meninggal, tak seorang anak pun ditinggalkannya. Kemudian Om Rizal menikah lagi dengan gadis yang jauh lebih muda, yaitu Tante Doina, yang biasa kupanggil Tante Doy saja.
Dalam soal itu pun aku angkat topi pada Om Rizal. Di usia yang sudah 50 tahun dia bisa mendapatkan gadis bernama Doina yang lalu kupanggil Tante itu, meski usianya hanya 3 tahun lebih tua dariku. Hebatnya, Om Rizal bukan cuma mendapatkan gadis yang usianya separo usia Om Rizal, tapi juga cantiknya Tante Doy itu… aduhai… benar-benar bisa membuat lelaki menelan air liurnya. Dia punya tubuh yang tinggi semampai, namun bokongnya besar. Sehingga kalau sedang berjalan… wah…. gak berani aku menilai terlalu jauh. Karena dia istri pamanku sendiri. Istri dari orang yang telah merawatku sejak kecil, menyekolahkanku sampai menjadi seorang sarjana.
Terus terang, saudara-saudara kandungku tidak ada yang kuliah sampai selesai seperti aku. Saudaraku ada 4 orang. Semuanya cuma tamat SMA. Karena ayahku tak mampu membiayai pendidikan mereka.
Di Banyuwangi (di rumah Om Rizal), aku tidak merasa kekurangan apa pun. Bahkan sejak umur 18 tahun aku bisa ke mana-mana pakai mobil, karena mobil Om Rizal banyak, tinggal pilih saja mana yang nganggur. Jauh berbeda dengan keadaan saudara-saudaraku di kampung, untuk pakai motor saja harus merengek-rengek pinjam kepada teman mereka.
Aku merasa anak yang beruntung di antara saudara-saudaraku. Tentu semua yang kudapatkan ini berkat kebaikan dan kasih sayang Om Rizal. Sewajarnyalah kalau aku merasa wajib berbakti kepadanya.
Tapi… kenapa kisah itu harus terjadi? Kenapa?
Sungguh aku tak pernah merencanakan sebelumnya. Lalu siapa yang harus disalahkan? Bisakah aku menyalahkan keadaan, karena keadaan lah yang membuat kisah itu harus terjadi.
Sebenarnya kisah itu berawal dari perintah Om Rizal pada suatu pagi, Ronald…kamu sanggup kan nyetir sampai Bandung?
Sanggup aja Om, tapi mungkin harus istirahat di jalan, sahutku.
Ya iyalah, jangan dipaksain, kalau capek istirahat aja di Solo atau di Jogya. Hotel kan banyak. Tidur aja dulu, besoknya baru lanjutin lagi perjalanannya. Kalau begitu antarin tantemu ke Bandung. Soalnya dia kan takut naik pesawat. Aku jelas nggak bisa pergi ke Bandung, karena besok banyak barang yang harus dikirim ke Bali.
Kapan berangkatnya Om?
Nanti siang. Sekarang kan hari Kamis. Biar bisa spare waktu sehari. Acaranya hari Sabtu malam.
Acara apa Om?
Sahabat tantemu nikah. Gak enak kalau gak datang. Sekalian jalan-jalan aja di Bandung. Pasti tantemu borong pakaian di sana, harganya kan murah-murah, modelnya juga baru-baru.
Iya Om.
Kamu bawa jas. Kalau nemenin tantemu di pesta pernikahan itu harus pakai jas.
Iya Om.
Ayo siap-siaplah. Tantemu lagi belanja dulu. Sebentar lagi juga pulang. Langsung berangkat saja nanti.
Iya Om, aku mengangguk dan bergegas membereskan pakaian ke dalam tas travelku. Lalu mandi sebersih mungkin.
Nyetir mobil dari Banyuwangi ke Bandung bukan masalah mudah. Untungnya yang kukemudikan ini bukan mobil murahan. Sehingga tidak terlalu sulit mengemudikannya. Yang sulit adalah menguasai batinku sendiri, karena harumnya parfum mahal yang Tante Doy pakai itu, terus-terusan membuatku menerawang ke arah yang bukan-bukan. Soalnya wanita yang saat itu berusia 28 tahun, sering ketiduran. Meski pakai seat belt, kepalanya sering menyandar ke bahuku. Sehingga aku sering mengamati wajah cantiknya dari jarak yang sangat dekat. Lalu diam-diam aku menghela napas.
Namun aku tetap berusaha umntuk bersikap sebaik munkin. Karena aku sedang bersama istri pamanku yang telah merawatku dengan kasih sayang sejak kecil sampai sedewasa.
Aku tak bisa ngebut, karena jalan cukup padat. Sehingga hampir tengah malam baru mau memasuki perbatasan Madiun. Tepat jam 12 malam, alarm handphoneku berbunyi. Aku tersentak dan baru ingat bahwa saat ini usiaku tepat 25 tahun.
Tante Doy tersentak juga mendengar alarm hpku, Ada telepon dari mana? Dari Om?
Bukan, aku menggeleng, itu alarm… kasih tau bahwa saat ini umurku genap duapuluhlima tahun.
Haaaaah? Kamu ulang tahun sekarang? Tante Doy terbelalak.
Iya Tante.
Berhenti dulu di pinggir… di bahu jalan aja biar jangan menghalangi kendaraan lain.
Di tempat gelap gini?! Tante mau pipis? Nanti aja di SPBU.
Pokoknya berhenti dulu di pinggir… nah… di situ… Tante Doy menunjuk ke bahu jalan di bawah pohon rindang. Gelap sekali, tapi kuikuti saja keinginannya. Mungkin dia tak kuat menahan pengen pipis atau mau membetulkan sesuatu yang tidak boleh kelihatan orang lain.
Sedan mewah berwarna hitam ini kuhentikan di titik yang ditunjuk oleh Tante Doy, lalu kupindahkan giginya ke P.
Tiba-tiba aku dikejutkan oleh sergapan Tante Doy yang melingkarkan lengannya di leherku. Harum parfum mahal itu tersiar ke penciumanku, lalu terdengar suaranya lembut di kegelapan malam, Selamat ulang tahun ya Ron… ucapan itu disusul oleh ciumannya di bibirku.
Ini lumatan bibirnya, bukan sekadar kecupan biasa. Oooh…apa yang sedang terjadi ini? Kalau ia cuma mencium pipiku, masih kuanggap wajar. Tapi ia melumat bibirku dengan pelukan yang terasa hangat sekali !
Semoga kamu panjang umur dan jadi orang sukses ya, kata Tante Doy setelah melepaskan lumatannya, tapi bibirnya masih berdekatan dengan bibirku.
A… amien… Tante… terima kasih…. sahutku tergagap, dengan perasaan tak menentu.
Ini sudah tengah malam, kita istirahat aja dulu, kata Tante Doy sambil mengelus rambutku, Cari hotel aja, kita istirahat di hotel, besok lanjutin lagi perjalanannya.
Iya Tante.
Nanti hadiah ulang tahunnya di hotel aja ya, kata Tante Doy, disusul dengan kecupan hangat lagi di bibirku.
Jantungku berdebar-debar lagi dibuatnya. Karena biar bagaimana pu aku ini cowok normal.
Yok kita jalan lagi, cari hotel yang terdekat di kota ini aja. Asal bersih dan aman hotelnya. Tuh lihat, pamanmu juga sudah kirim sms…bacalah…
Tante Doy memperlihatkan sms di handphonenya: Ini sudah malam sekali. Cari hotel dan istirahatlah. Jangan lanjutkan dulu perjalanan. Kasihan Ronald, pasti kecapean tuh.
Aku cuma mengangguk-angguk. Lalu meluncurkan kembali mobil yang kukemudikan. Menyeruak di tengah kegelapan malam.
Tapi hanya beberapa menit kami sudah mau menemukan hotel yang lumayan bagus, meski bukan hotel berbintang.
Hotel melati tiga gakpapa, Tante? tanyaku yang masih ragu untuk membelokkan mobil ke pekarangan hotel itu.
Its oke, asal ada AC dan air panasnya aja. Kelihatannnya ini hotel baru. Biasanya kalau hotel baru suka bersih keadaannya, kata Tante Doy sambil membetulkan rambutnya sebentar, lalu turun dari mobil setelah aku menghentikannya di depan pintu depan hotel itu.
Tante Doy langsung melangkah ke front office, sementara aku siap-siap untuk mengambil tas Tante Doy dan tasku sendiri dari bagasi.
Tak lama kemudian Tante Doy muncul dari ambang pintu lobby sambil melambaikan tangannya. Aku menghampirinya sambil menjinjing tasku dan tas Tante Doy.
Parkir mobilnya biarkan aja di situ, kata Tante Doy, di sini kan gak ada tempat parkir lain. Sudah dikunci kan mobilnya?
Sudah Tante, sahutku sambil mengikuti langkah Tante Doy ke dalam.
Hotel ini cuma hotel kecil. Mungkin kamar-kamarnya pun hanya ada 50 kamar. Tapi kulihat hotel ini bersih sekali, karena mungkin masih baru.
Tante Doy membuka kunci pintu bernomor 25. Lalu masuk ke dalam. Aku mengikutinya. Dan agak bingung, karena di kamar itu hanya ada satu tempat tidur yang luas. Memang bagus penataan hotel ini. Tapi nanti aku tidur di mana? Apakah Tante Doy hanya memesan satu kamar dengan tempat tidur cuma satu pula?
Kalau mau makan atau minum kopi, pesan aja ke depan Ron, kata Tante Doy sambil meletakkan tas kecilnya di meja dekat tempat tidur berseprai putih bersih itu, aku mau mandi dulu ya.
Malam-malam gini mau mandi, Tante?
Gakpapa. Asal mandinya pakai air panas aja, sahut Tante Doy sambil tersenyum. Aku jadi bingung lagi. Senyumnya itu… ah kenapa manis sekali senyum istri pamanku itu?
Aku lalu duduk di salah satu kursi yang ada di dalam kamar itu. Memang letih juga rasanya nyetir dari Banyuwangi ke Madiun, dengan jalan yang memutar ke Surabaya, karena Tante Doy mau membeli kado dulu dari Tunjungan Plaza. Padahal Madiun ini belum setengahnya perjalanan ke Bandung.
Waktu Tante Doy di kamar mandi, kuhidupkan tv kecil yang ada di dalam kamar itu. Sudah dipasangi ….vision (takkan kusebut namanya, karena tulisan ini tidak pakai sponsor). Lumayanlah untuk hotel sekecil ini sudah bisa nyetelin tv luar. Kusetelkan HBO. Tapi HBO sekarang jadi terasa payah. Filmnya itu-itu juga, cuma diputar-putar dari HBO ke HBO signature, ke HBO family dan HBO hits. Padahal dahulu aku paling seneng nonton HBO, karena sering menayangkan film-film baru. Akhirnya kusetelkan channel olahraga.
Tapi sebenarnya pikiranku tidak tertuju ke layar televisi. Apa yang Tante Doy lakukan di jalan tadi menimbulkan bekas yang mendalam. Gila, apa sebenarnya yang sedang terjadi pada diriku ini? Lalu apa yang akan diberikannya padaku sebagai hadiah di hotel ini? Apakah ada barang yang akan dihadiahkan padaku dan sekarang masih ada di dalam tasnya?
Terawanganku buyar ketika kudengar suara Tante Doy yang baru selesai mandi, Mandi gih. Enak kok mandi pake air panas… biar tidurnya nyenyak nanti.
I… iya Tante, sahutku tergagap, karena lagi-lagi aku melihat senyum manisnya itu. Rasanya kalau di Banyuwangi aku tak pernah melihat senyumnya yang semanis itu.
Aku pun bangkit dan melangkah ke arah kamar mandi, sambil membawa piyama dan alat mandi. Di dalam kamar mandi, aku seperti anak belasan tahun lagi. Kusentuh bibirku. filmbokepjepang.com Rasanya lumatan bibir Tante Doy masih terasa di bibirku. Ah…mungkin itu sudah kebiasaannya untuk memberi selamat ulang tahun kepada orang yang dekat dengannya. Tapi, ah… tak mungkin… tak mungkin ! Lumatan di bibirku tadi jelas mengandung arti khusus! Lalu kalau memang mengandung arti khusus, aku mau apa? Dia itu istri pamanku sendiri, meski usianya hanya 3 tahun lebih tua dariku. Selesai mandi kukenakan baju dan celana piyama, lalu keluar dari kamar mandi. Kulihat Tante Doy sudah duduk di tempat tidur, mengenakan kimono sutra berwarna putih dengan corak bunga sakura berwarna warni.
Enak kan sudah mandi? tegurnya, lagi-lagi dengan senyum yang teralu manis bagiku.
Iya Tante. Mmm…aku tidur di mana nanti ya?
Ya di sinilah, Tante Doy menepuk kasur di sampingnya, emang mau di mana lagi? Ehkamu kan sekarang pas duapuluhlima tahun ya?
“Iya, Tante.”
“Dan sekarang kita berada di dalam kamar duapuluhlima juga kan? Berarti malam ini akan menjadi ulang tahun yang paling mengesankan buatmu, Ron.”
“Iya Tante. Aku malah baru nyadar sekarangulang tahun keduapuluhlima, berada di kamar duapuluh lima,” sahutku sambil menyisir rambutku yang masih basah, lalu duduk canggung di pinggiran tempat tidur.
Tiba-tiba kurasakan lengan Tante Doina melingkari pinggangku dari belakang. Lagi-lagi tercium harum parfum mahal itu. Dan terdengar bisikannya, Besok gak usah pagi-pagi benar berangkatnya. Biar sekarang kita istirahat dulu sebanyak-banyaknya.
Iya Tante.
Lalu… ah… ini semakin tak kuduga… tangan Tante Doy menarik tanganku dan meletakkan telapak tanganku di pahanya yang terasa hangat, lewat belahan kimono sutranya. Terus terang aku agak gemetaran, terlebih lagi ketika tanganku dielus-eluskan ke pahanya yang putih mulus itu.
Tadi aku kan sudah janji mau ngasih hadiah ulang tahun di hotel….nah inilah hadiah dariku… katanya perlahan sambil menaikkan tanganku…sehingga aku merasa sedang menyentuh celah yang agak basah di antara kedua pangkal paha Tante Doy.
Ta… tante…. aku benar-benar gugup kini. Jelas aku sedang mengelus kemaluan Tante Doy, yang ternyata tidak mengenakan celana dalam ! Aku belum berani melihatnya, tapi tanganku sudah merasakannya….
Eluslah… malam ini tubuhku boleh kamu miliki Ron…. katanya dengan nada yang semakin membangkitkan, sambil membimbing tanganku agar mengusap-usap bagian yang berambut keriting itu.
Jelas aku ini cowok normal. Tanganku yang sedang berada di permukaan kemaluan Tante Doy membuat sesuatu menegang di balik celana piyamaku. Tapi aku belum berani memandang ke arah yang sedang kusentuh ini.
Tapi Tante Doy malah menyelinapkan tangannya ke balik celana piyamaku lewat bagian elastis di perutku. Oh, tanpa merencanakan yang bukan-bukan, saat itu aku pun tak mengenakan celana dalam. Sehingga terasa tangan Tante Doy yang lembut dan halus itu sudah memegang penisku ! Bukan cuma memegangnya, bahkan mulai meremasnya, sehingga aku makin sulit mengendalikan diri. Dan …ah…remasan lembutnya membuat penisku jadi tegang sekali.
Terlebih setelah terdengar bisikan Tante Doy, Panjang gede punyamu ini Ron….sudah tegang pula. Tapi kamu jangan canggung begini dong. Masa kamu gak ngerti juga apa yang kumaksudkan hadiah tadi?
I… iya Tante… tapi saya takut… takut sama Om Rizal…
Om jauh di Banyuwangi Ron. Ayolah… kamu menolak hadiahku? kata Tante Doy sambil merebahkan diri, terlentang sambil membuka ikatan tali kimononya. Lalu membuka kedua sisi kimono itu, sehingga aku bisa melihat dengan sangat jelas….tiada celana dalam maupun beha di balik kimono itu. Dan, aku benar-benar seperti orang linglung menyaksikan pemandangan yang terlalu indah itu. Memang indah sekali tubuh Tante Doy itu. Putih, mulus…. terawat pula.
Lagi-lagi ia menarik tanganku sehingga aku terjerembab ke atas tubuhnya, menelungkupi sekujur tubuh bagian depannya, lalu kubiarkan bibirku dilumat lagi. Bahkan kini dengan gelora napsu yang mulai berkobar di dalam jiwaku.
Tangan Tante Doy pun agresif sekali. Dengan cekatan ia menurunkan karet celana piyamaku. Lalu dengan dijepit oleh jari kakinya… mendorongnya ke bawah, sehingga aku merasa perlu membantunya dengan menanggalkan celana piyamaku.
Tampak lagi senyum Tante Doy yang begitu manis, sambil merangkulku kembali, sehingga aku terjerembab ke atas dada Tante Doy kembali. Dan terasa penisku bersentuhan dengan kemaluan Tante Doy. artikelbokep.com Ditambah dengan pelukan Tante Doy yang seperti gemas sekali padaku… begitu erat begitu hangat…. membuat napsuku semakin berkobar, mulai membuatku lupa daratan.
Gilanya lagi, tangan Tante Doy memegang batang kemaluanku, meremasnya dengan lembut, lalu mencolek-colekkan ke vaginanya (yang saat itu aku belum berani melihatnya ). Aku benar-benar dikuasai nafsu, karena ujung penisku terasa dicolek-colekkan ke daging yang hangat basah dan sangat lembut permukaannya.
Ayo dorong honey.. bisik Tante Doy (ini utuk pertama kalinya kudengar ia menyebutku dengan kata honey).
Aku bukan orang bodoh. Aku tahu apa yang harus kulakukan. Masalahnya hatiku berat sekali melakukannya, karena bayang-bayang wajah Om Rizal bergelayut terus di terawanganku. Namun akhirnya nafsu birahi mengalahkan semuanya. Aku benar-benar mendesakkan batang kemaluanku sampai terasa mulai memasuki celah kewanitaan Tante Doy.
Iya sayang… sudah masuk sedikit… dorong terus… bisik Tante Doy sambil memeluk leherku erat-erat.
Aku ikuti saja perintah Tante Doy, yang entah sejak kapan menanggalkan kimononya, sehingga ia jadi bertelanjang bulat kini. Dan kudesakkan lagi batang kemaluanku… wow… sudah masuk lebih dari separohnya kini…. gila… belum apa-apa aku sudah merasakan nikmat yang luar biasa.
Ooooh…. luar biasa punyamu Ron….. masuknya juga bisa seret gini ya…. bisik Tante Doy sambil membuka kancing baju piyamaku satu persatu. Lalu membantuku melepaskan baju piyama itu.
Kalau gak telanjang kurang sip, kata Tante Doy sambil mencubit pipiku, Ayo mainkan sayang… jangan direndam terus…
Aku tak mau berlagak alim dan bodoh lagi, karena penisku telanjur berada di dalam liang vagina Tante Doy, maka mulailah aku menggeser-geserkan penisku… maju mundur di dalam jepitan ketat liang kewanitaan Tante Doy.
Tante…
Kenapa sayang?
Oooh… kok enak sekali, Tante…
Mmmmm… sambil dimainin dong teteknya… jangan dibiarkan nganggur biar lebih seru… kata Tante Doy sambil menarik tanganku dan menelungkupkannya di payudara kirinya.
Ini bukan persetubuhan yang pertama bagiku. Tapi bersetubuh dengan Tante Doy ini membuatku culun, karena semua yang sedang terjadi seolah mimpi saja. Waktu berangkat dari Banyuwangi, sedikit pun aku tak menduga akan mengalami hal ini. Tapi di Madiun ini, di hotel kecil ini, aku mengalami suatu kejutan yang takkan bisa dilupakan di sepanjang hidupku.
Dengan hati-hati kuremas payudara Tante Doy sambil mengayun penisku dengan gerakan yang slow, karena aku diam-diam ingin meresapi persetubuhan dengan wanita yang masih kuhormati ini.
Diam-diam aku teringat Mbak Sari, wanita yang mengambil kebujanganku waktu aku baru lulus SMA. Aku teringat kebiasaaanya, selalu minta diemut teteknya pada waktu bersetubuh.
Maka kulakukan juga kepada Tante Doy, menyedot payudaranya sambil mengelus-eluskan ujung lidahku di pentilnya.
Tante Doy memeluk leherku kencang sekali, “Duuh.Rooon.enak banget, sayang…. iiih…. enak Ron… aku jadi makin sayang sama kamu, Ron…. ooooh shhhh oooh Rooon cetusTante Doy terengah-engah, sambil mengelus-elus dan meremas-remas rambutku.
Sebenarnya aku juga ingin mengatakan hal yang sama. Tapi aku jengah mengatakan hal yang seperti itu terus menerus.
Leher Tante Doy yang jenjang dan mulai berkeringat tak luput dari sasaran bibir dan lidahku. Harum parfum yang ia kenakan, membuatku tak ragu sedikit pun untuk menjilati lehernya, tapi tak berani mencupangnya karena takut ada bekasnya.
Aku mengayun penisku dengan gerakan angin-anginan. Karena aku teringat Mbak Sari suka dibegituin. Terkadang gerakan penisku cepat, sampai Tante Doy melenguh-lenguh. Terkadang gerakan penisku lambat-lambatsementara Tante Doy menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan gerakan mengikuti irama maju mundurnya penisku.
Aku benar-benar sedang menyetubuhi Tante Doy. Dalam buaian kenikmatan, aku tak lagi bersikap canggung, tak lagi mengingat siapa diriku dan siapa Tante Doy. Aku hanya merasa sebagai seorang lelaki muda seutuhnya, sedang menyetubuhi seorang wanita muda seutuhnya pula. Lengkap dengan segala kelebihannya, yang membuatku runtuh ke dalam dekapannya. Tante Doy, o Tante Doy. Tak kusangka di lewat tengah malam ini, di jam pertamaku dalam usia duapuluh lima tahun ini kau berikan sesuatu yang sangat nikmat, yang sulit kulukiskan dengan kata-kata.
Terlebih setelah Tante Doy merengek-rengek histeris, “Rooo…ooooh….Roooon…ini enak banget sayang…… ooooh….iya Roooon…. hantam terus, sayang…. yang keras sayang… yaaaaaaaaa…. gitu Ron…. ooooooh….. aku…. aku mau lepas Rooooon….”
Tante Doy meremas-remas bahuku sambil memejamkan matanya, sementara kakinya terasa mengejang…perutnya terangkat ke atas, seperti menahan rasa yang luar biasa. Aku tahu Tante Doy sedang menikmati orgasme. Maka kugenjot batang kemaluanku segila mungkin. Sampai terdengar raungan erotisnya Tante Doy, “Rooooonn……. aaaaaa…. aaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhh….”
Tante Doy berkelojot, lalu melemas dan matanya terbuka. Menatapku sayu dengan senyum puasnya seorang wanita. Dan terdengar suaranya perlahan, “Barusan aku orga, sayang….enak banget….makasih yaaaa…”
Ucapan itu disusul dengan kecupan hangat di bibirku.
Oh, Tante Doy…seharusnya aku yang berterima kasih padamu. Karena Tante sudah mengalirkan kehangatan ke sekujur jiwaku.
Dan aku belum apa-apa. Aku masih merasa sedang enak-enaknya menyetubuhi istri pamanku ini.
Oh……..Hangatnya Tante Doy !,,,,,,,,,,,,,,,,