Ketika Cinta Bersemi di Pasar Induk

Ok Jumpa lagi bersama saya di fotodewasa7 dot crot. Kali ini saya akan membagikan lagi cerita panas terbaru 2016 untuk sobat semua. Walau hanya hasil copas, tetapi cerita panas terbaru 2016 ini merupakan salah satu cerita terbaik karia seorang penulis yang benar-benar jenius. Berikut adalah cerita panas terbaru 2016 berjudul “ketika cinta bersemi di pasar Induk” tersebut!

Seks bukanlah hal baru bagiku, pengalamanku sejak dari bangku sekolah, kuliah dan sampai saat sekarang ini sudah tak terhitung berapa kali aku melakukan hubungan seks. Mulai dengan pacar-pacarku, teman sekolah atau kuliah, hingga mama muda yang kukenal dari jejaring sosial bahkan wanita penjaja seks dari kelas teri hingga menengah pun tak terhitung dengan jari. Apalagi sekarang ini bisnis yang kurintis juga berkembang pesat yang membuat tingkat percaya diriku semakin besar dalam soal seks, selain wajahku yang memang ganteng dan tutur kata yang pintar mengambil hati wanita atau ini memang sudah jalan hidup yang memang harus kulalui, meskipun memang terasa menyenangkan bagiku… hehehe …

Sebelum kulanjutkan tentang kisahku ini, perkenalkan … Namaku Kelik, usiaku 24 tahun dan aku bisa dibilang seorang pengusaha muda sukses. Mohon maaf jika aku terlalu berlebihan dalam mendeskripsikan diri, tapi begitulah kenyataannya, apalagi bila dibandingkan dengan sebayaku di kampungku Semanu, sebuah kota kecamatan di bagian timur Kabupaten Gunungkidul D.I.Yogyakarta. Apa yang kuraih sampai dengan saat ini bisa dibilang lebih dari cukup. Selain bisnis jual-beli hewan ternak dan kendaraan bermotor, belum lama ini aku juga menggeluti bidang distribusi hasil bumi yang disuplay dari sorang cukong di daerah Solo dan kudistribusikan di Gunungkidul. Hingga kadang dalam satu minggu aku harus beberapa kali ke pasar induk untuk mengantar pesanan kacang hijau atau kedelai ke beberapa penjual hingga ahkirnya kisah yang akan aku bagi ini pun terjadi.

Sore itu aku menyempatkan diri mampir di warung angkringan tak jauh dari pasar setelah selesai mengantar kedelai, suasana begitu lengang meski biasanya di siang hari tempat ini sangat ramai dengan angkutan pedesaan yang ‘nge-tem’ menunggu penumpang dan disinilah awal mula kisah …

“Mas, sudah tidak ada angkutan ya?” Seorang nenek datang mendekat dan bertanya kepada kami, karena disitu ada aku dan bapak penjual angkringan …

“Sudah gak ada mbah…” si bapak penjual langsung menjawab. (Semua percakapan ini terjadi dengan menggunakan bahasa Jawa, namun karena alasan kebhinekaan maka saya ubah dengan bahasa Indonesia dengan tanpa mengurangi arti sebenarnya,-red).

“lah itu mas?” (si nenek menunjuk ke arah mobil pikapku).

“oh, itu mobilnya mas-nya ini mbah, orang jajan kok, bukan ngetem mbah’ jawab si penjual angkringan.

“aduh, saya kemalaman kalau begitu” si nenek bergumam sediri dengan bahasa tubuh yang menunjukkan kebigugan ditambah kecemasan.

“Lah simbah ini rumahnya mana? kok bisa sampai kemalaman memangnya dari mana? (si penjual angkringan kebali bertanya dengan berempati kepada si nenek).

“saya Gedangsari Nglipar mas, tadi saya jual pisang hasil dari halaman di rumah, sekalian lihat keadaan pasar” jawab si nenek.

Gedangsari adalah sebuah nama desa, dan Nglipar adalah sebuah kota kecamatan terletak di sebelah barat daya kabupaten Gunungkidul, sedangkan perlu diketahui aku berasal dari sebuah desa di kecamatan Semanu yang terletak di sebelah timur Gunungkidul.

 Sekilas kuperhatikan si Nenek, meskipun sudah tua dan mungkin usianya sudah diatas 60 tahun tapi badannya langsing, bahkan masih lumayan tegap dibalik kebaya dan kain jariknya. (kain jarik atau jarit adalah kain yang biasa digunakan sebagai bawahan wanita Jawa yang biasanya dari kain batik,-red) meskipun kulitnya sudah berkeriput. Entah kenapa aku malah menawarkan diri untuk mengantarkan si nenek. jika dipikir dengan itung-itungan mungkin bisa dibilang konyol.

Bagaimana tidak, arah rumah si nenek selain jauh juga bertolak belakang dengan arah rumahku, belum lagi soal waktu, solar dan lain sebagainya. kalau yang kuantarkan seroang anak gadis SMA atau ibu-ibu muda tentu bukan hal yang rugi bagiku. jujur, bukan rasa iba sebenarnya, tapi karena aku memang tidak ada acara lagi dan tidak ingin untuk segera pulang ke rumah. Yah … siapa tau juga nanti ada rejeki untuk anak soleh, entah si nenek punya anak perawan yang bisa dipacari dan banyak sekali ‘mungkin’ yang berputar di otakku.

“Mari mbah saya antar …” aku pun menawarkan diri dan segera membayar gorengan dan wedang jahe kepada bapak penjual angkringan yang melongo keheranan dengan tawaranku pada si nenek.

“Terima kasih ya mas … bla … bla …” Si nenek berkali-kali mengucapkan kata-kata yang sebagian juga aku tak terlalu jelas artinya karnena seperti beliau bergumam sendiri

Kami pun sudah diatas mobil dan meninggalkan bapak penjual angkringan, di perjalanan kuketahui bahwa nama si nenek adalah Mbah Suliyem (aku teruskan ceritaku ini dengan memanggilnya ‘mbah’ saja karna aku memang tidak biasa dengan istilah ‘nenek’, dan aku rasa pembaca juga sudah pasti paham,-red). Di perjalanan aku jadi tahu bahwa mbah Suliyem tinggal sendirian, suaminya sudah meninggal sedangkan anak perempuan satu-satunya merantau di Jakarta dan bekerja sebagai seorang PRT, dan masih banyak lagi hingga ahkirnya kami sampai pada percakapan kunci dari semua ini …

“Mas, terima kasih ya sudah mau antar simbah pulang, sekali lagi simbah berterima kasih pada mas … tapi simbah cuma punya ini mas …”

Mbah Suliyem sedikit memalingkan tubuhnya membelakangiku dan kemudian berbalik sambil menyodorkan selembar uang lima ribu rupiah. Aku menelan senyum melihatnya dan seketika itulah kebejatanku muncul, aku segera menepikan kendaraanku yang kebetulan juga saat itu kami sudah berada si kawasan hutan Bunder yang terkenal angker. Entah karena setan penghuni tetap di tubuhku atau ada setan outsorching lewat, aku menarik dompet dan mengambil selembar uang Lima puluh ribuan.

“uangnya disimpan saja mbah, saya ikhlas kok nganterin simbah … ini malah saya ada uang buat simbah tapi uang ini ada syaratnya… “

“syarat apa mas?” Mbah Suliyem tampak kebingungan meskipun saat itu juga dia menerima uangku.

“simbah boleh ambil uang itu kalau simbah mau kocokin kontolku?”

Aku memang sudah menghitung resiko dengan perbuatanku ini, kalaupun terjadi penolakan, kecil kemungkinannya untuk menjadikan maslah buatku. Selain mbah Suliyem yang sudah tua, beliau juga pasti tidak berpikiran untuk melaporkanku pada pihak yang berwajib ataupun orang lain karena mungkin akan sangat merepotkan dan menjadi aib bagi beliau sendiri. Selain itu frekuensinya datang ke pasar pun tidak berkala, hanya pada saat ada panen pisang di halaman rumahnya yang bisa dijual.

Mbah suliyem tampak kebingungan dan semakin gelisah sambil melihat-lihat keadaan yang sepi di kanan-kiri karena banyak sekali pepohonan besar.

“Mas ini kok aneh-aneh sih, simbah sudah tua dan tempat ini sangat angker mas., ayo kita jalan lagi…”

“jawab dulu mbah, mbah mau kocokin kontolku atau simbah kembalikan uangku dan turun disini, ini sudah lumayan dekat dengan rumah mbah dan saya lebih baik putar balik dan pulang”.

Mbah Suliyem tak menjawab dan beberapa saat kami berdua terdiam, keadaan sangat sepi, bahkan aku sendiri pun sebenarnya juga merasa ngeri jika harus berlama-lama disini.

“ayo mas, kita jalan lagi…” mbah Suliyem ahkirnya mengawali pembicaraan kami setelah beberapa saat kami berada dalam keadaan yang sama-sama gelisah. Aku pun memelorotkan celana kolorku sebelum mulai menginjak pedal gas.

“lho mas, mas mau apa, kenapa celananya dipelorotkan disini?”

Kata “Disini” yang diucapkan mbah Suliyem adalah lampu hijau yang dapat aku simpulkan bahwa beliau bersedia, tapi aku khawatir jika mbah suliyem tidak paham dengan perjanjian kami tadi, atau justru berniat untuk ingkar … hehehe meskipun kulihat beliau sedikit melirik kontolku yang sudah tegak dan besar.

“Terus mau dimana mbah? ya sudah ayo kita jalan…” aku menutup perdebatan dengan tetap kolorku masih di lutut.

“Kita jalan ya mbah” aku menarik tangan mbah Suliyem yang terasa kaku dan berat karena ada penolakan darinya, meski tenagaku lebih kuat pada ahkirnya …. karena jarak yang masih berjauhan, kulepaskan tangannya lalu menyisipkan tangan kiriku ke belakang pinggang kirinya dan menariknya agar lebih dekat denganku. Raut mukanya tampak kaku dan menatap ke kaca depan meski saat kembali kubimbing tangannya agar menggenggam batang kontolku yang seperti pisang ambon ini beliau tidak berontak.

Setelah tangannya sudah mulai akrab dengan kontolku, aku pun kembali memegang stir dan menginjak pedal gas dan melanjutkan perjalanan ke rumah mbah Suliyem.

Cerita Panas Terbaru 2018 bagian II

Tangan mbah Suliyem masih menggenggam batang kontolku dan aku pun mulai membawa mobil pikap kesayanganku perlahan menyusuri jalanan sepi yang memberlah hutan angker ini. Ingin rasanya aku berhenti dan mengajak mbah Suliyem untuk melakukan hal yang lebih lagi, namun berbagai pertimbangan membuatku mengurungkan niat dan mencoba untuk menikmati sensasi genggaman tangannya yang memang kering dan bertekstur kasar. Sesekali kulepaskan tangan kiriku dari kemudi untuk membimbing tangannya agar bersedia meakukan gerakan naik turun mengocok kontolku yang semakin tegang dan keras.

“ayo dong mbah … kocok mbah …” aku mulai merajuk seiring dengan akal sehatku yang mulai hilang.

Mbah Suliyem tak bergeming, hanya menatapku kemudian kembali menatap ke arah depan sambil sesekali menggerakan tangannya naik-turun mengocok kontolku dengan ogah-ogahan, karna kadang tangannya berhenti bergerak meski tetap menggenggam kontolku.

Tak terasa hingga kami pun keluar dari area hutan Bunder dan sudah tampak satu-dua rumah penduduk di kanan kiri jalan. Kepalaku semakin pening, nafsu yang sudah di ubun-umbun ditambah tangan mbah Suliyem yang merenggang dan kemudian melepaskan gengamannya. kali ini aku mencoba bersabar dan mengontrol emosiku, selain detak jantung dan nafsu yang aku coba kendalikan.

Kutepikan pikapku dan menaikkan kembali celana kolor pada tempat semestinya sambil kulihat wajah mbah Suliyem yang menunjukan perasaan lega. mungkin dalam pikirannya, tugas dan amanat yang sudah diembannya selesai, tapi itu tidak berlaku buatku. Setelah mesin kumatikan, kubuka laci dashboard dan kuambil tas pinggang tempat aku biasa menyimpan uang hasil penjualan, lalu kuambil dua bundel uang pecahan senilai dua ratus ribu. Saat aku mengambil dua bundelan uang itu, aku memang sengaja memperlihatkan bundelan-bundelan uang lainnya di depan mbah Suliyem.

“Mbah, tadi jual pisang dapet uang berapa?’

“memangnya kenapa mas …?” mbah suliyem balik bertanya sambil melirik ke arah tumpukan uang didalam tasku.

“Dapet berapa mbah?” aku kembali bertanya dengan gerakan menutup bibir tas dan seolah hendak memindahkan tas berisi uang agar jauh dari pandangannya.

“Simbah tadi jual setengah tandan pisang karena setenghnya buat persediaan maka simbah, dapet uang nya sedikit mas, tiga puluh lima ribu, tapi ini uang buat beli beras sebulan…” mbah Suliyem sedikit terperangah dan kembali memalingkan wajahnya ke kaca depan sambil menjawab pertanyaanku.

“Tadi kan simbah sudah saya kasih lima puluh ribu, ini saya tambah lagi dua ratus ribu buat simbah, silahkan ambil uangnya mbah, lumayan buat disimpan … ” Kuraih tangan mbah Suliyem dan kuberikan bundelan uang pecahan duaratus ribu kepadanya, sebagian dari hasil penjualan kedelai tadi sore di pasar. Bukan masalah besar bagiku dengan uang itu, karena sekali mengantar 1 ton kedelai impor ke salah satu penjual di pasar aku mendapatkan keuntungan bersih kurang lebih satu juta rupiah. Belum lagi dari hasil usahaku yang lain, dari ternak, dari penjualan isi ulang LPG dan usahaku lainya, belum lagi jika besok ada permintaan hasil bumi dari pedagang lain di pasar.

“Uang sebanyak ini buat apa mas…?

“Uang itu buat simbah, buat simpanan kalau ada kebutuhan mendadak mbah, simbah boleh simpan asal saya boleh entotin simbah silahkan disimpan, gimana?”

“Mas, simbah ini sudah tua …. Apa yang mas harapkan dari simbah? Di luar sana banyak gadis perawan yang bisa mas nikahin dan mas bisa entotin setiap hari…” Mbah Suliyem kemudian diam terpaku meski bundelan uang yang kuberikan masih dalam genggamannya.

Kami berdua sama-sama diam tapi mataku kembali memandanginya untuk meyakinkan apakah tawaranku perlu kulanjutkan, atau sebaiknya kuminta kembali uangku dan mengurungkan kegilaan ini. Rasa penasaranku yang begitu kuat pada mbah Suliyem ternyata mendorongku untuk tetap melanjutkan misi gila ini. Kuambil kembali tas uangku dan kuambil lima lembar uang lima puluh ribu rupiah, kuhitung di depan mbah Suliyem semua uang yang sudah aku berikan kepadanya.

“Mbah, ini saya tambah lagi mbah, semuanya lima ratus ribu rupiah, buat simbah, silahkan ambil dan simpan asal saya boleh entotin simbah atau kembalikan semua uang saya dan kita lupakan semua ini.”
Aku menyelipakan lembaran uang itu ke genggaman tangan mbah Suliyem yang masih memegang bundelan uang yang sebelumnya kutawarkan padanya.

“Mas ini memang sudah gila rupanya…”

“Terserah simbah, silahkan ambil atau kembalikan”.

“Ayo jalan mas, yang penting kita sampai rumah dulu…”. Mbah Suliyem berusaha mengahkiri perdebatan kami di jalan.

Kali ini aku sudah pasrah dan kurasa memang tidak ada yang perlu diperdebatkan, apalagi setelah kulihat alroji ‘swiss army-ku’ sudah menunjukkan jam sembilan malam. Yang pasti setelah aku mulai menjalankan kembali “L-sapek” pikep kesayanganku , mbah Suliyem masih saja menggenggam uang itu.

Tak berapa saat kami sudah tiba di daerah Gedangsari, namun rumah mbah Suliyem ternyata masih masuk jauh dari jalanan aspal, sekilas kami melewati persawahan dan perkebunan dan ahkirnya sampai di depan rumahnya. Meskipun jauh didalam kampung, rumah mbah Suliyem tergolong masih lumayan layak meski bangunannya semi permanen. Halaman rumah yang sekaligus dijadikan kebun cukup luas.

“ya ini gubug simbah … ayo duduk dulu mas …” Kulihat keceriaan wajah mbah Suliyem saat ia menawarkanku untuk turun dan singgah ke rumahnya.
“Iya mbah… ” kulihat kembali mbah Suliyem yang kesusahan mencari handle pintu mobil dan lucunya, uang penawaranku pada saat itu juga diselipkan di balik kain stagen (stagen = semacam korset atau ikat pinggang dari kain,-red). Aku pun berkata dalam hati; “Ok mbah, aku ikuti apapun rencanamu…” Karena dengan keadaan saat itu, aku justru punya pikiran buruk terhadap mbah Suliyem, bagaimana dengan nasib uang dan penawaran?, tapi apapun iyang terjadi, aku harus dapat memeknya atau uangku harus kembali bagaimanapun caranya.

Setelah dibukakan pintu dan aku dipersilahkan masuk, mbah Suliyem ijin untuk membersihkan diri di belakang, dan tak beberapa saat setelah aku duduk di kursi ruang tamunya, satu dua orang tetangga mulai datang ke rumah mbah Suliyem.

“Sial, ada apa lagi ini…” gumamku dalam hati.

Para tetangga menanyakan keberadaan dan keadaan mbah Suliyem kepadaku karena mereka terkejut ada kendaraan roda empat yang datang dan parkir di rumah mbah Suliyem.Tak biasanya ada kendaraan yang datang ke desa, apalagi parkir di halaman rumah mbah Suliyem. Aku sedikit lega karena kedatangan mereka hanyalah untuk tahu keadaan mbah Suliyem. Aku kemudian menjelaskan bagaimana ceritanya hingga aku bisa datang ke rumah mbah Suliyem. Apalagi tak selang berapa lama, mbah Suliyem datang dan menjelaskan hal yang sama.

Para tetangga pun ahkirnya lega setelah mengetahui maksud kedatanganku dan mereka justru sangat berterima kasih kepadaku. Mbah suliyem juga menjelaskan pada para tetangga bahwa aku sudah berbaik hati menolongnya dan diperkenankan untuk menginap karena sudah larut malam, mbah Suliyem merasa iba jika aku harus pulang saat itu juga. Para tetangga ternyata punya pikiran yang sama, apalagi saat itu aku memang berusaha untuk bertutur kata dan bersikap se-sopan mungkin kepada mereka, meski soal identitasku memang aku memilih untuk berbohong. Toh mbah Suliyem sudah tua, mungkin mereka pikir jika pemuda seganteng dan sopan nan baik hati sepertiku pasti tidak akan punya niat macam-macam … TET-TOT …

Setelah puas berbincang dan beramah-tamah, para tetangga pun pamit dan mempersilahkanku untuk beristirahat. Setelaj mengantar para tetangga sampai luar rumah, aku bergegas masuk kembali kedalam mobil untuk mengambil perlengkapan perangku.

Perlengkapan perangku yang memang sengaja kusimpan dalam boks P3K yang tadinya berfungsi sebagai Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan, kini beralih Pertolongan Pertama Pada Kengacengan hehehe … memang seperti itulah adanya, selain kondom, obat perangsang, aku juga selalu membawa botol baby oil atau gel pelumas merk “d*rex”, dan yang kuperlukan saat ini hanyalah gel pelumas dan baby oil. Kuambil keduanya, kukunci pintu dan segera kembali kedalam rumah.

Mbah Suliyem ternyata sudah mempersiapkan kamar anak perempuannya sebagai tempat tidurku saat aku masih berada di luar rumah tadi, setelah aku masuk rumah dan mengunci pintu depan, mbah Suliyem keluar dari kamar dan mempersilahkan aku untuk beristirahat.

“Silahkan mas, mas tidur di kamar anak saya, sudah selesai saya bersihkan…”

“Tapi mbah, gimana degan perjanjian kita tadi?”

Mbah Suliyem tidak menjawab dan raut mukanya berubah sedikit gugup. Tanpa menunggu jawabanya, aku berjalan mendekat ke arahnya, kupegang kedua lengannya dengan lembut, kuusap pelan-pelan-pelan lalu ak beralih ke arah dada-nya, kedua payudaranya jelas sudah kendor, namun aku tetap merasa penasaran hingga kubuka kancing kebayanya. Mbah Suliyem hanya diam, tak berontak dengan kelakuanku padanya dibawah sinar lampu neon 5 watt sebagai penerang ruang utama di rumahnya. Perlahan kulepas baju kebayanya, ia tetap tak bergeming.

Bahka saat kukecup bibirnya yang sudah tak ada lagi kelembutan yang tersisa. Aku mulai menelanjanginginya, kulepaskan beha hitam yang menutupi kedua payudara mbah Suliyem yang hanya berupa kulit menggantung. Anganku pun tak hanya berhenti disitu, aku juga lepaskan stagen da kain jariknya otomatis melorot sehingga tampaklah pangkal pahanya yang ditumbuhi bulu-panjang namun sudah mulai jarang, Mbah Suliyem ternyata tidak memakai celana dalam, namun aku sudah tidak peduli akan hal itu, yang kupedulikan saat ini adlah seorang nenek dengan tubuh elanjang bulat di depanku. www.filmbokepjepang.net Mbah Suliyem tak berusaha menutupi bagian-bagian vital tubuhnya sehingga aku lebih leluasa untuk menikmatinya. Kontolku semakin mengeras dan akupun juga melucuti pakainku hingga kami sama-sama berdiri telanjang bulat di ruang tengah rumahnya.

Perlahan kubelai kulit lengannya yang sudah kering keriput, kuusap hingga ke punggungnya lalu tanganku mengarah kebawah ke bagian putting payudaranya. Mbah Suliyem tak bereaksi, entah apa yang dirasakannya, aku tak peduli. Kuraih tangannya dan kubimbimbing masuk kedalam kamar. Sampai di dalam kamar kupeluk ia dari belakang dan kembali kumainkan kedua putingnya sambil kontolku kugesekkan ke belahan pantatnya.

Kubalik badan mbah Suliyem dan aku menunduk untuk kembali melumat bibirnya. Aku memang tidak mengharapkanbalasan dari bibirnya yang sedari tadi hanya terkunci rapat. Perlahan mbah suliyem kubaringkan diatas dipan kayu didalam kamar anaknya yang berlanai tanah. Kisibakkan kedua pahanya sementara aku masih dalam keadaan berdiri sambil kuelus gundukan tulang diatas memeknya.

“Mas, kontolmu jangan dimasukkan ke memekku ya … memekku sudah kering, apalagi kontolmu juga besar sekali..” Mbah Suliyem tiba-tiba membuka bibirnya dn memecahkan suasana sayhdu malam itu.

“Gak usah khawatir mbah, dicoba-pelan-pelan ya mbah…”

Mbah Suliyem tak menjawab seketika aku berjalan keluar kamar dan mengambil botol baby Oil yang sudah kusiapkan. Aku kembali berada di hadapannya, kubuka kembali kedua pahanya dan perlahan kuteteskan baby oil ke bagian memeknya … Kuusap perlahan lipatan-lipatan kulit yang sudah berwarna senada dengan kulitnya yang sawo matang itu. Sejengkal demi sejengkal kujelajahi lipatan memeknya untuk mencari lubang surgawinya, meskipun saat itu nafsuku sudah benar-bener memuncak, aku sadar bahwa aku perlu bersabar agar malam indah yang kulalui bersama mbah Suliyem ini berjalan lancar dan tidak berujung petaka.

Kuselipkan jari telunjukku yang sudah berlumur baby oil secara perlahan ke dlam rongga vaginanya yang sedilit demi sedikit mulai lemas dan elastis. Aku benar-benar menikmati hal ini detik demi detikin hgga kuputuskan untuk melumuri kontolku dengan baby oil. Sesekali kupandangi wajah mbah Suliyem sambil perlahan kutempelkan ujung kontolku ke mulut memeknya.

“ssssh…” mbah Suliyem hanya berdesis sambil raut mukanya seperti menahan rasa perih. Mungkin karena Kontolku yang terlalu besar ini membuat memeknya kaget, aku tak peduli meskipun tetap kulakukan dengan hati-hati. Mulanya hanya sebagian ujung kepala kontolku yang kumasukan dan kulakukan dengan gerakan maju mundur, sesekali kuteteskan baby oil di gundukan memeknya hingga mengalir dan mengenai ujung kontolku. Bagai melakukan senggama dengan seorang gadis perawan, namun sensasi ini masih saja kunikmati dengan sabar.

Seseikali kulepaskan ujung kontolku dari lubang memeknya, sekedar rehat bahkan aku sempat juga menyalakan sebatang rokok agar aku bisa sedikit rileks. Kumasukan kembali ujung kepala kontolku yang sudah kuberi tambahan baby oil, kali ini perlahan kutambah kedalaman penetrasi kontolku kedalam memek mbah Suliyem. Kini seluruh kepala kontolku sudah ditelan oleh mulut memeknya yang memang sudah lebih merenggang. Perlahan kumasukan lebih dalam dengan kecepatan gerkan yang kutambah meski tidak signifikan hingga ahkirnya …

“mbaaaah …. CROT … CROT … CROT .. Crot … cret …”
aku memekik meski dengan suara yang tertahan saat kontolku berkedut kurang lebih lima kali.
“… sssshhhh …”

saat kucabut seluruh kontolku dari liang kewanitaan mbah Suliyem, cairan putih kental dan pekat pun ikut megalir keluar, bahkan volumenya lumayan banyak saat itu. Mbah Suliyem pun tampak lega saat kulihat setela aku selesai berejakulasi> entah apakah beliau juga merasakan kepuasan, atau karena penderitaannya sudah berahkir, yang penting mbah Suliyem masih tetap bernafas dan itu membuatku lega.

Aku lalu kembali mengenakan pakaian sebelum memutuskan untuk tidur. Tentu saja setelah memastikan keadaan mbah Suliyem yang masih bisa bangun dari ranjang dan berjalan masuk ke dalam kamarnya. (tamat)

Nah begitulah akhir dari cerita panas terbaru 2018 ini. Pantengin terus blog ini untuk membaca cerita panas terbaru 2018 lainnya yang tak kalah bikin konak. www.filmbokepjepang.net

Related posts