Istri-Istri Pasha
Sebelumnya perkenalkan, namaku Dicky, aku berasal dari Donggala, Sulawesi Tengah. Tapi sekarang aku sudah pindah ke Jakarta. Kegiatanku sehari-hari adalah gitaris di sebuah band kecil yang meski kusebut pun, kalian pasti tidak akan tahu. Usiaku sekarang menginjak 31 tahun dan sudah berkeluarga serta memiliki 2 orang putra.
Aku mempunyai teman masa kecil, namanya Sigit Purnomo Syamsuddin Said, biasa kupanggil Sigit. Tapi sekarang dia lebih dikenal dengan nama Pasha Ungu. Kami begitu akrab.
Sejak TK sampai SMP, kami satu sekolah dan selalu duduk dalam satu meja. Susah senang pernah kami rasakan bersama, hanya saja ia lebih beruntung karena dikaruniai wajah tampan dan suara yang bagus. Sedangkan aku, membaca doa saja sudah tersedak. Jadilah karier Sigit, atau kusebut Pasha aja biar kalian lebih familier, melesat lebih cepat.
Sebelum bergabung dengan Ungu, Pasha sebelumnya pernah membentuk Band denganku, band iseng untuk mengisi waktu luang. Dia vokalis dan aku gitarisnya. Saat itu, Pasha sudah sering muncul di dunia hiburan Indonesia, baik sebagai model, bintang iklan televisi, maupun sinetron.
Dia juga bergabung dengan beberapa band untuk mengembangkan bakat menyanyinya yang tidak dapat kuimbangi. Hingga akhirnya Pasha pindah ke Jakarta untuk merintis karier bermusiknya, meninggalkanku. Meskipun begitu, hubungan kami tetap terjalin dengan baik. Bahkan ia juga mengajakku untuk ikut pindah agar aku juga bisa memperbaiki nasib.
Sama sepertiku, Pasha juga sudah menikah. Pada tahun 2003, ia mengikat janji suci dengan Okie Calerista Agustina Sofyan atau yang biasa disapa Okie Agustina. Dari pernikahannya ini, Pasha dikaruniai tiga orang anak.
Rumah tangga mereka pernah mendapat cobaan saat terbetik kabar bahwa, Okie telah tidur dengan Idea pasha, gitaris Marvell. Bahkan Pasha sempat meluncurkan bogem mentah pada Idea. Kejadian itu juga sempat melibatkan polisi, karena Idea melaporkan Pasha dengan tuduhan penganiayaan. Tapi tak berlangsung lama, keduanya memutuskan berdamai.
Di akhir tahun 2008, tepatnya pada tanggal 20 November 2008, Okie mengajukan gugatan cerai kepada Pasha di Pengadilan Agama Bogor, Jawa Barat, dengan alasan KDRT. Saat mengajukan gugatan cerai tersebut, Okie sedang dalam keadaan mengandung.
Kemudian pada tanggal 20 Januari 2009, hakim di Pengadilan Agama Bogor, Jawa Barat akhirnya resmi mengabulkan gugatan cerai Okie terhadap Pasha, sehingga dengan demikian perjalanan bahtera rumah tangga yang telah mereka bina selama enam tahun pun, sejak tahun 2003, kini karamlah sudah dan mereka pun akhirnya telah benar-benar resmi berpisah untuk selama-lamanya.
Pasha agak terguncang dengan perceraiannya itu, ia sering curhat kepadaku sambil nangis. Untunglah, setelah sekian lama menduda, ia akhirnya bersiap untuk menikah lagi. Adalah Adelia Wilhelmina yang menjadi pelabuhan hatinya.
Gadis bandung yang berprofesi sebagai pramugari maskapai penerbangan Garuda ini berhasil memikat hati idola para gadis se Indonesia. Meski sempat tersandung kasus KDRT, namun Adelia tidak mempermasalahkan itu dan bersedia saat Pasha melamarnya.
Keseriusan hubungan mereka sudah terlihat sejak keluarga kedua belah pihak melakukan pertemuan. Silaturahmi sekaligus menegaskan keinginan Pasha untuk memperistri Adelia Wihelmina.
Dara kelahiran 22 maret 1989 itu sudah merasa nyaman dan siap bersuamikan seorang publik figur yang pasti privasi mereka akan terganggu. Media pasti akan mengungkit-ungkit sedikit saja persoalan yang terjadi di antara mereka.
Jadilah pada tanggal 27 Maret 2011, Pasha menikah dengan Adelia Wilhelmina, seorang wanita keturunan Sunda-Belanda-Cina dan Semarang yang hangat dan mudah bergaul meskipun kadang-kadang suka jutek jika lagi ngambek. 22 Desember 2011, Pasha dikarunai anak keempat yakni Dewa Hikari Zaidan Ibrahim.
Meskipun sudah beranak, tubuh Adel masih tetap kelihatan terawat dengan baik. Dengan tinggi badan sekitar 160 cm dan berat 60 kg, dia terlihat sedikit gemuk memang, namun padat berisi.
Cerita Artis – Istri-Istri Pasha
Apalagi jika melihat pantatnya yang semok serta toketnya yang padat berisi yang kuperkirakan berukuran 36C, sungguh indah untuk dipandang dan dicicipi. photomemek.com Kulit tubuhnya sangat putih karena dia memang keturunan Cina, dengan bibir yang agak tebal namun sensual, bulu mata yang lentik serta hidung yang mancung, juga rambut yang terpotong pendek untuk menampakkan lehernya yang jenjang.
Sebagai seorang istri seorang public figure, Adel pandai membuat dirinya terlihat cantik dan menarik. Apalagi dengan kebiasaan dia memakai pakaian yang ketat sehingga membentuk lekuk tubuhnya, membuat siapa saja yang melihat pasti akan melotot dibuatnya dan tidak ingin melepaskan pandangannya.
Karena sudah lamanya persahabatan antara aku dan Pasha, maka tidak ada lagi rasa canggung dan sungkan dalam membicarakan berbagai hal, termasuk urusan seks. Pasha sering bercerita bahwa di atas ranjang, Adel melebihi kemampuan Okie. Gadis itu sangat bergairah dan mampu memainkan peranannya dengan baik sehingga kadang-kadang Pasha jadi kewalahan menghadapinya.
Jika sudah kepingin, biasanya Adel suka menggunakan baju tidur di atas lutut dan transparan tanpa menggunakan CD dan Bra. Dan ia tidak sungkan untuk meminta dan langsung meraba kemaluan Pasha untuk kemudian dikulum, dikocok dan disedot-sedot sampai pipinya kempot. Dan setelah senjata Pasha berdiri tegak, maka dengan cepat ia akan mengangkang naik ke atas tubuh sang suami sambil mengarahkan kontol Pasha ke mekinya.
Setelah tepat, dengan pelan ia turunkan pantatnya ke bawah hingga kontol tersebut amblas seluruhnya. Setelah itu, barulah ia bergerak bagai kuda betina liar yang lepas kendali dengan putaran pantat dan pinggul yang erotis disertai rintihan kuat serta kedua tangan memegang rambutnya. Sedangkan tangan Pasha berusaha membuka baju tidur sang istri untuk kemudian berpegangan pada pantat dan pinggul Adel yang bergerak lincah.
Jika kondisi Pasha fit, gerakan tersebut tidak menjadi masalah karena biasanya akan diakhiri dengan jeritan nikmat secara bersamaan. Namun jika sebaliknya, ini menjadi masalah karena baru beberapa goyangan, ia tidak mampu menahan birahi yang ditimbulkan oleh goyangan Adel sehingga ia akan muncrat secara cepat yang berakibat sang istri kecewa.
Meskipun kekecewaan tersebut tidak berlangsung lama, karena biasanya Pasha akan menuntaskan kekecewaan istrinya tersebut beberapa jam kemudian setelah ia beristirahat akibat ejakulasi terdahulu.
Berbagai gaya dan posisi juga telah mereka lakukan selama mereka menikah dan itu sangat menyenangkan bagi mereka berdua sehingga mereka terlihat rukun-rukun saja.
Begitu penuturan Pasha kepadaku tentang kehidupan seks dengan istri tercintanya. Aku yang mendengar cerita sahabatku itu hanya bisa manggut-manggut sembari membayangkan apa yang dilakukan Adel dalam memberikan kepuasan kepada suaminya, itu terlihat dan terdengar sangat memukau dan memesonakan hasrat birahiku. Membuatku ingin membuktikannya mengingat hubungan seks antara aku dan istriku tidak sehebat dan seindah mereka, hingga sering mengganggu pikiranku.
Hubungan seks dengan istriku memang tidak sesering mereka dan kurang bervariasi dikarenakan istriku kurang mampu mengekspresikan keinginan seksnya hingga harus aku yang bersifat aktif. Istriku hanya menunggu dan bersikap pasif dan tidak banyak menuntut apakah dia mau puas atau nggak, hingga membuatku pusing memikirkan keinginannya.
Ia hanya sebatas menjalankan kewajibanya sebagai istri tanpa ada intrik-intrik lain yang diinginkannya, hingga jika aku ingin menumpahkan hasrat birahiku, istriku tidak memberikan reaksi apa-apa dan itu membuatku kadang-kadang bosan serta tidak berhasrat untuk bercinta.
Hingga jika sudah begitu sering terbersit dalam pikiranku untuk mencoba kehebatan istri Pasha di atas ranjang, menggumuli tubuh montoknya sampai sepuas-puasnya. putri77.com Namun hasrat tersebut kupendam dan kubuang jauh-jauh dari angan-anganku mengingat nilai persahabatan yang terjadi diantara kami.
Hingga suatu ketika…
Mr. Sange – Kumpulan Cerita Fiksi Artis
Aku baru pulang dari mengisi acara di sebuah cafe saat HP-ku berbunyi. Kulihat di layar, Pasha memanggil, ”Hallo, ada apa, Git?” aku tetap memanggilnya Sigit, tidak terbiasa dengan panggilan Pasha.
“Dimana posisimu?“ tanyanya.
“Lagi di jalan, ada apa memangnya?” tanyaku.
“Eh, ngapain di jalan? Habis dari mana?”
“Habis dari manggung, lumayan buat beli beras.” selorohku.
Pasha tertawa. “Bisa mampir bentar nggak? Aku tunggu di rumah, ada sesuatu yang ingin kubicarakan.“
“Ok, kalo nggak terjebak macet. Emang ada apa sih, kedengarannya sangat penting sekali?” memang tidak biasanya Pasha bersikap seperti ini.
“Penting sih nggak, pokoknya kamu ke sini aja deh. Kalo kemaleman, kamu bisa tidur di rumahku.”
“OK deh, kebetulan kalo gitu. Aku memang belum berniat pulang ke rumah, soalnya istriku lagi mudik ke Donggala, baru balik tiga hari lagi. Kalau kamu nggak keberatan, aku numpang tiga hari di rumahmu? Boleh?” tanyaku. Dari rumah Pasha ke kantor tempat aku bekerja, jaraknya lebih dekat.
“Itu bisa diatur, pokoknya kamu cepat kesini aja.”
“Sip deh, sampai ketemu nanti.”
“Yooo,”
Hubungan telepon terputus, akupun kembali menikmati perjalanan. Kubelokkan setir motorku menuju rumah Pasha sambil menerka-nerka apa yang akan menjadi pembicaraanku nanti dengannya, dari mulai pembicaraan pribadi sampai hal-hal lain terus menggelayuti pikiranku.
Termasuk juga bayangan tubuh Adelia, istri Pasha, yang selalu bisa memancing gairahku. Bagaimana kah jadinya saat aku tiga hari menginap di rumahnya, serumah dengan wanita cantik yang seksi dan bahenol itu?
Ah, membayangkannya membuat kontolku sedikit mengeras dan menegang. Dan tanpa terasa, aku pun sampai. Pasha sudah menungguku di depan gerbang rumahnya.
“Lama nunggunya?” tanyaku sambil memasukkan motor ke dalam garasi.
“Nggak. Gimana perjalanannya, macet?” kata Pasha, mengajakku masuk ke dalam rumahnya yang mewah.
“Lumayan macet. Emang ada apa sih, kok seperti ada hal yang sangat penting, sampai harus malam ini ketemu?” kuikuti dia menuju ruang tamu.
“Ehm, gini. Kamu tahu kan kalau aku baru ngeluarin album baru?” kata Pasha.
“Iya, trus hubungannya denganku?” aku masih tak mengerti.
”Aku ada tawaran manggung buat kamu. Besok aku ada tour 20 kota, dimulai dari Semarang, dan berakhir di Medan. Kamu mau nggak jadi band pembukanya?”
“Oh, tentu saja!” aku mengangguk, sangat senang dengan tawaran itu.
”Nggak semuanya sih, cuman di kota-kota luar Jawa aja.” tambah Pasha.
”Nggak apa-apa, yang penting aku bisa bawa bandku ke jenjang yang lebih tinggi.” dari cuma band cafe, lalu menjadi band pembuka konser Ungu, bukankah itu sebuah lompatan yang cukup besar?
“Bagus kalo gitu, jadi aku nggak perlu bingung seleksi band-band lain lagi.” kata Pasha lega
”Percayakan kepadaku, kamu pasti tidak akan kecewa!” janjiku kepadanya.
Pasha mengangguk. ”Aku harap begitu. Lagian, dengan ngajak kamu, aku jadi ada teman ngobrol di jalan.”
”Lho, anak-anak Ungu sama kru-kru lain kan banyak? Ngapain ngoborol aja harus sama aku?” aku tidak mengerti.
”Itu kalau untuk urusan musik.” sahut Pasha.
”Oh, begitu.” aku mengangguk mengerti. Pasha hanya mau membagi rahasia pribadinya kepadaku.
Tak berapa lama, datang Adel membawa air minum untuk kami berdua. Wanita cantik berambut pendek itu hanya membalut tubuh sintalnya dengan gaun tidur tipis yang mendekati transparan. Sepintas bisa kulihat ia tidak memakai CD dan Bra saat terkena sorotan lampu ruang tamu.
Melihat itu, aku langsung memalingkan mataku sebentar, aku risih dan sungkan akan keberadaan Pasha di sisiku. Pikiranku langsung teringat omongan Pasha dulu, bila Adel mengenakan pakaian seperti itu, berarti wanita itu ingin bercinta malam ini.
Sambil membungkuk menaruh gelas di atas meja, Adel kemudian nimbrung.
“Serius amat nih ngobrolnya, ada apa memangnya?”
“Biasa, sayang, obrolan antar sesama musisi, apalagi kalau bukan urusan manggung?” kata Pasha menjawab.
“Oh gitu, bagus deh. Asal jangan ngomongin cewek aja, awas kalo itu yang diomongin!” Adel sedikit mengancam sambil tertawa.
“Nggak dong, sayang. Kita murni ngomongin musik, iya nggak, Dick? jawab Pasha sambil melirikku.
“Iya,” jawabku singkat sambil mataku melirik ke arah Adelia yang sedang menaruh gelas di meja. Kini terlihat dengan jelas belahan buah dadanya yang ranum dan menggiurkan, begitu putih dan mulus. Seperti tebakanku, ia memang tidak memakai Bra. Melihat itu, kembali kupalingkan mukaku ke arah lain, menghindari rasa risiku pada Pasha.
“Ayo di minum kopinya, Dick, mumpung masih panas.” tapi Pasha tampaknya tidak keberatan istrinya bersikap seperti itu. Ia tampak biasa saja.
”Aku tinggal dulu ya, silahkan diteruskan ngobrolnya. Aku mau istirahat. Jangan terlalu lama ngobrolnya ya, Pap.” kata Adel sambil melirik nakal ke arah Pasha, kemudian berdiri dan berlenggak-lenggok masuk meninggalkan kami berdua.
“Iya, sebentar lagi juga kelar.” jawab Pasha penuh pengertian.
Melihat keadaan itu, aku hanya tersenyum sambil mataku tak berkedip melihat lekukan tubuh belakang Adel yang berjalan dengan gemulai menuju dapur, bak peragawati yang sedang beraksi di atas cat walk.
Untuk sesaat, aku menelan ludah melihat keindahan tubuh wanita cantik itu, tampak begitu ranum dan menggoda di dalam balutan baju tidur tipisnya. Ah, seandainya istriku yang memilikinya, tidak akan bosan-bosannya aku menindih dan menidurinya. Akan kugenjot dan kusetubuhi dia setiap malam. Ahh…
Lagi enak-enaknya memperhatikan pantat Adel yang besar dan semok seperti pantat bebek itu, aku tersadar, masih ada Pasha yang duduk di sebelahku. Cepat, segera kupalingkan kembali pandanganku.
Kulihat Pasha sedang sibuk menghitung pembagian honorku di atas kertas. Akupun turut larut dalam hitungan tersebut, meskipun pikiranku terus terbayang tubuh indah istrinya. Mereka pasti akan bercinta malam ini. Ahh, membayangkannya membuat adikku perlahan bangkit dan mengeras. Seandainya saja aku yang meniduri Adel, seandainya…
”Ini honormu untuk 8 kota.” Pasha menyerahkan kertas kepadaku, mengagetkanku. Bayangan tubuh mulus Adel langsung lenyap seketika. Kupandangi nilai yang tertera disana dan tersenyum.
”Gimana, masih kurang? Nanti aku kasih bonus kalau kamu tampil bagus.” tambahnya.
”Nggak, nggak usah. Ini sudah lebih dari cukup.” menurutku, uang tidak penting. Tapi kesempatan bisa sepanggung dengan band sekaliber Ungu, itu yang paling penting, sama sekali tidak bisa dinilai dengan uang.
“Baguslah kalo begitu.” Pasha menepuk pundakku, ”Mulai malam ini kamu menginap di sini, nemenin Adel. Besok aku sudah harus berangkat ke Semarang. Tiga hari lagi, susul aku ke Bali. Untuk tiket dan semuanya, biar manajemenku yang menyiapkan.” kata Pasha.
“Ok, maaf kalau aku merepotkan kamu.” jawabku. ”dan terima kasih sudah mau mengajakku!” aku menambahkan.
“Nggak masalah. Oh ya, kamu bisa pake mobilku kalau mau keluar, siapa tahu Adel minta diantar belanja.”
“Beres deh kalau untuk urusan itu,” minta ditemenin tidur pun, aku juga mau! Tambahku dalam hati.
“Baiklah, aku titipkan Adel kepadamu!” jawab Pasha singkat, dia lalu menjabat tanganku dan mengajakku masuk ke dalam untuk beristirahat. Pasha menyuruhku untuk beristirahat di kamar tamu yang berdekatan dengan kamarnya.
Kulihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul setengah satu malam. Badanku sudah terasa sangat lelah setelah manggung lama dengan bayaran kecil di cafe tadi. Tapi sebelum tidur, aku minta ijin terlebih dahulu pada Pasha untuk meminjam kamar mandi. Aku ingin mandi sebentar untuk menyegarkan badan agar tidurku bisa pulas dan nyenyak.
”Silakan, anggap saja rumah kamu sendiri.” jawab Pasha sambil menutup pintu kamarnya dan menguncinya dari dalam.
Sambil mengguyur badanku, kubayangkan kalau Pasha pasti sudah menindih tubuh istrinya sekarang. Betapa nikmatnya bisa memeluk dan menggenjot tubuh mulus Adel yang montok dan menggiurkan. Ah, untung air malam itu begitu dingin hingga kontolku tidak sampai tegang. Aku tidak ingin onani di kamar mandi Pasha. Kalau onani di memek istrinya sih aku mau, hehehe…
Tak sampai 15 belas menit, akupun selesai. Dengan hanya berbalut handuk, aku melangkah pelan menuju kamarku. Dalam keheningan malam, saat aku lewat di depan kamar Pasha, bisa kudengar suara rintihan dan erangan dari dalam. Suara Pasha yang sedang menyetubuhi tubuh mulus sang istri. Segera kutempelkan telingaku ke pintu untuk memastikan.
Terdengar derit ranjang dan juga rintihan maja Adel yang tampak keenakan, membuatku jadi penasaran dibuatnya. Berniat melihat adegan tersebut, mataku segera berkeliling mencari celah untuk mengintip. Ah, itu dia, lubang angin di atas pintu.
Cepat kuambil kursi dari ruang makan dan kutaruh di depan pintu. Perlahan aku naik ke atas kursi tersebut. Dengan mata melotot dan jantung yang hampir berhenti berdetak, kusaksikan tubuh telanjang Adel yang duduk membelakangiku, dengan posisi tubuh Pasha berada di bawahnya, telentang. Mereka sedang woman on top sekarang.
Meskipun lampu kamar disetel redup, namun bisa kulihat dengan jelas, Adel dengan penuh nafsu menggoyang tubuh sintalnya begitu liar. Ia menggenjot naik turun dengan cepat di atas tubuh Pasha yang cuma bisa telentang pasrah.
Wajah Pasha sendiri tidak kelihatan, terhalang oleh tubuh mulus sang istri, hanya tangannya saja yang kelihatan tengah gencar meremas-remas toket Adel yang bulat besar, sambil sesekali terdengar mengerang dan merintih nikmat.
Dari belakang, kulihat memek Adel melahap seluruh kontol Pasha hingga amblas tak bersisa, diiringi dengan rintihan dan remasan tangan pada rambutnya. photomemek.com Sungguh pemandangat yang sangat menggairahkan, hingga tanpa terasa tubuhku bergetar dan kontolku pun ikut bergerak naik seiiring dengan naiknya arus birahiku.
Namun sayang, adegan itu tak lama kulihat, karena beberapa saat kemudian Pasha mengerang keras, kakinya berkelojotan, dan terdengar Adel setengah mengerang sambil berteriak, “Jangan keluar dulu, Pap! Sebentar lagi, jangan keluar dulu!”
“Aku nggak kuat, Say, ahhhh… Nikmatnya goyanganmu… ahhhh!” erang Pasha.
“Tahan dulu, Pap, Aku juga hampiirrr…” jerit Adel.
“Ahh… ahhh… ahhhh…” hanya itu yang terdengar dari mulut Pasha sebagai akhir dari jebolnya pertahanan birahinya, yang ditandai dengan mengangkat pantatnya tinggi-tinggi sambil kedua tangannya meremas bokong Adel yang bulat begitu keras. Terlihat Pasha kelojotan beberapa kali saat ia memuntahkan cairan maninya di dalam memek sang istri.
Adel sendiri terlihat semakin gencar memutar dan menggoyang pantatnya, berusaha untuk mengejar pencapaian puncak yang telah Pasha dapatkan. Namun hingga beberapa saat, dia kelihatannya belum juga mendapatkan puncak yang ia inginkan.
Sedangkan di bawah, Pasha sudah terlihat megap-megap menahan luapan birahi yang baru dirasakannya. Perlahan goyangan Adel pun mengendur seiring dengan mengempisnya kontol Pasha di dalam liang memeknya.
“Pap, kok sudah keluar sih? Mama jadi tanggung hih…” protesnya.
“Kamu sih… goyangnya hebat banget. Aku jadi nggak kuat nahan lama-lama.” Pasha meremas bulatan payudara Adel dengan gemas. ”stirahat dulu, sayang, nanti kita lanjutkan lagi.” ia memelintir kedua putingnya yang tampak basah oleh air liur dan memilinnya pelan. ”Kalaupun nggak sekarang, nanti setelah aku kembali dari tour 20 kota, kita tuntaskan OK?”
Tidak menjawab, masih tampak kecewa, Adel segera turun dari tubuh sang suami.
”Sekarang aku ingin istirahat, besok harus berangkat pagi-pagi. Jangan marah ya, Sayang?” kata Pasha begitu melihat muka Adel yang masih ditekuk.
Masih diam, Adel merebahkan tubuh mulusnya disamping sang suami. Terlihat Pasha masih terengah-engah mengatur nafasnya. Sambil tersenyum kecut, Adel menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka yang telanjang. Di sebelahnya, sambil terus menggenggam bulatan payudaranya, Pasha berusaha memejamkan matanya untuk tidur.
Merasa kalau permainan telah berakhir, akupun turun dari kursi dan mengembalikannya lagi ke meja makan. Aku sudah akan kembali ke kamarku saat kudengar handle kamar Pasha terbuka. Aku spontan membeku. Apalagi saat mengetahui siap yang keluar dari sana. Adel. Hanya dengan memakai baju tidur minim, istri Pasha itu berjalan ke arahku.
”Belum tidur, Dick?” sapanya ramah, matanya tampak terpesona menatap tubuh kekarku yang hanya terbaut handuk.
”Ehm, habis dari kamar mandi.” jawabku sedikit gugup. Sementara aku mulai terbawa suasana, membayangkan tubuh mulus Adel yang tadi kuintip -dan sekarang berdiri tepat di depanku- ternyata sungguh-sungguh menciptakan sensasi tersendiri, dan tanpa sadar kejantananku kembali bangun dengan sekeras kerasnya. Duuh, jadi nafsu nih.
Adel tersenyum melihatku, ”Kok kamu malah bengong, Dick?” tanyanya.
Anjrit! Senyumannya malah bikin perasaanku jadi makin tak terkendali, kurasakan libidoku sudah naik ke ubun-ubun. Kulirik istri Pasha itu, kurasakan nafasnya juga sedikit berbeda, lebih cepat dari sebelumnya, dan kulihat wajah putihnya berubah menjadi merah saat menatap ke arah selangkanganku. Adel bisa melihat tonjolan kontolku dengan sangat jelas!
”Eh, maaf!” spontan aku segera menutupinya dengan tangan.
Adel malah tertawa melihatnya, ”Mikirin apa, Dick. Dingin-dingin kok malah ngaceng?” tanyanya dengan mata terus menatap tonjolan penisku, seperti sangat menginginkannya. Sepertinya dia juga sudah terbawa suasana.
”Ehm, bukan apa-apa.” aku berpikir, tidak ada rotan akarpun jadi. Kenapa aku tidak merayu Adel saja? Dia kan seperti gak puas gitu saat main dengan Pasha, siapa tahu bisa kumanfaatkan.
”Jangan bilang gara-gara nglihat tubuhku lho ya,” ancam Adel pura-pura, tapi antara perkataan dan perbuatan sama sekali tidak sama. Dia malah seperti sengaja memajukan dadanya untuk memamerkan payudaranya yang bulat membusung itu kepadaku.
Aku yang mengerti sinyal itu segera bereaksi. Sambil pura-pura mau menggaruk tubuh, sengaja kusentuh ujung teteknya dengan sikutku. ”Emang kalau nglihat kenapa?” tanyaku menantang. Karena kami berdiri berdampingan dan badan Adel agak condong ke arahku, makanya ujung lenganku tepat mengenai ujung cup BH-nya. Ehm, terasa empuk sekali.
Adel sedikit kaget saat menerimanya, “Ihh…” keluar desahannya, tapi sama sekali tidak terlihat marah.
“Sorry, Del. Nggak sengaja… ini mau garuk-garuk lengan, gatal banget.” kilahku, dan sambil tetap menempelkan ujung sikuku ke tonjolan buah dadanya.
Adel diam saja, malah sedikit tersenyum. Bahkan yang ada, dia seperti menekan-nekan bulatan payudaranya, membiarkanku menggeseknya dengan ujung lengan.
”Ehhss…” kami mendesah berbarengan. Entah siapa yang dulu yang memulai, tahu-tahu bibir kami sudah terpaut dan saling mengulum mesra. Pelan-pelan kami saling melumat dan bertukar lidah.
Kunikmati kehangatan bibir istri Pasha itu sambil tanganku mulai turun ke bawah, menjamah lembut kemulusan kulit pahanya yang cuma dibalut rok pendek selutut. Aku sudah tidak ingat lagi pada istriku yang menunggu di rumah, yang penting bagiku saat ini adalah bagaimana melampiaskan libidoku pada Adel.
Nekad, kugeser posisi tanganku lebih ke tengah, menuju pangkal selangkangannya sambil terus kuusap-usap kulit pahanya yang terasa lembut dan hangat. Tangan kananku mencoba untuk memegang tangan Adel yang masih lemas, kugenggam dan sedikit kuremas, kurasakan tangannya sedikit gemetaran. Pelan-pelan kubimbing tangan itu dan kutaruh di atas pangkal pahaku.
Dengan sedikit memekik kaget, Adel tersipu saat tangannya menyentuh rudalku yang sudah mengeras dari tadi. Dan sekali lagi, tidak kulihat ada penolakan darinya. Yang ada, dia mulai mengelus dan meremasnya pelan.
”Dick,” rintih Adel di telingaku. Bibirnya kembali mendekat, minta untuk dicium.
Tidak menyia-nyiakannya, sambil tangan kiriku terus mengelus-elus kulit pahanya, kembali kulumat bibir tipis itu. Kurasakan deru nafas Adel yang semakin memburu, apalagi saat tangan kananku mulai merambat untuk memijit dan meremas-remas tonjolan buah dadanya, semakin lemaslah dia.
Melihat itu, aku jadi semakin bernafsu. Perlahan tangan kiriku aku sorong lebih masuk ke dalam rok Adel. Dia sedikit membuka pahanya untuk memberi kemudahan bagi tanganku. Sementara tangan kananku yang berada di celah gundukan buah dadanya, kini menyelusup masuk ke dalam kaosnya dan lansung mengarah ke dalam isi BH-nya.
Kuremas-remas buah dada Adel dengan lembut sambil kucari-cari putingnya yang mungil, lalu aku pilin-pilin dengan gemas. Kurasakan Adel mulai lebih berani karena kurasakan tangannya yang ada di atas pangkal pahaku mulai meremas penisku dengan lebih keras. Aku yakin dia juga sudah naik nafsunya. Kekecewaan persetubuhannya dengan Pasha seperti ingin dilampiaskannya kepadaku.
”Tenang, Del. Aku pasti akan memuaskanmu!” yakinku dalam hati sambil kuelus-elus pangkal pahanya yang telah melembab. Perlahan juga kuturunkan ciumanku ke arah telinga, terus ke leher, lalu kuangkat kaosnya sampai sebatas leher dan kutarik BH Adel ke atas.
Wow, ternyata susunya begitu putih dan kencang, kelihatan begitu ranum dan sangat menggairahkan. Benda itu mengacung dengan indahnya dengan ukurannya yang lumayan besar. Saat kutangkup dengan tanganku, terasa begitu empuk dan kenyal. Ughh, aku menyukainya. Apalagi ditambah putingnya yang mungil menggiurkan, makin lengkaplah benda itu menggoda nafsuku.
Sambil terus meremas-remas, tanpa membuang waktu, mulutku kuarahkan ke putingnya dan dengan lembut aku jilat dan hisap-hisap. Terdengar desahan kecil keluar dari mulut Adel.
”Sshh… uhhh… enak, Dick!” dan kurasakan kocokan tangannya di penisku semakin mengencang. Malah, tanpa perlu kuperintah, dia dengan pintar segera membuka lilitan handukku hingga keluarlah penisku yang sudah mengeras tajam. Benda itu mendongak seperti menantang siapapun yang berani mengusik tidurnya.
“Hmm… besar sekali, Dick!” lirih Adel suka, matanya tak berkedip menatap batang kemaluanku. Tangannya kembali memegang dan mengocoknya dengan lembut.
”Ehm,” melenguh keenakan, akupun berbisik. “Aku mau tubuhmu, Del.”
Masih tetap memandangi batang penisku, Adel menyahut. “Lakukan, Dick. Aku milikmu malam ini…”
Waduhh, jadi nih… “Makasih, Del.” kataku penuh semangat dan segera aku cium bibirnya pelan sambil aku pelorotkan celana dalamnya tanpa aku melepas roknya – karena situasi tidak memungkinkan untuk bugilin Adel- Pasha bisa bangun sewaktu-waktu. Lalu aku baringkan dia di meja makan. Pelan kugosok-gosokkan penisku ke selangkangannya agar sedikit licin.
”Sshhh… uuuhh…” Adel mulai mendesis-desis. Matanya sayu menatap mataku. Kucari lobang memeknya dan ketika sudah pas, perlahan kumajukan pinggulku hingga terasa ujung penisku melesak masuk sampai sebatas kepala.
“Uuhhh… shhhh… pelan-pelan, Dick!” rintih Adel saat aku sedikit demi sedikit terus mendorong hingga perlahan penisku makin meluncur masuk dan terbenam.
“Uuhhh… enak banget, Dick. Memekku rasanya penuh sama kontol kamu!” racaunya
“Sebentar lagi aku kasih yang lebih enak.” kataku sambil menciumi tonjolan buah dadanya. ”Terima ini, Del! Ughhh…” selesai berkata, segera kuhentakkan pinggulku kuat-kuat.
”Auw!” Adel memekik kaget, tapi langsung tersenyum begitu melihatku yang mulai menyetubuhi tubuh sintalnya. ”Yah… begitu, Dick. Tusuk memekku. Lebih cepat. Lebih dalam. Ughhh!” rintihnya penuh kepuasan.
Aku makin mempercepat ritme goyanganku karena aku juga merasa nikmat. Memek Adel yang sempit bagai menjepit batang penisku, memijitnya lembut hingga aku jadi tak tahan lagi.
“Arghh… shhhh… enak, Dick! Enak banget!” jerit Adel berulang kali. Semakin cepat aku menggoyang, semakin keras juga dia menjerit. Takut kedengaran oleh Pasha, segera kusumpal mulutnya dengan ciuman.
Sepanjang permainan, vagina Adel terus berdenyut-denyut. Benda itu bagai meremas dan menghisap batang penisku. Sungguh nikmat sekali rasanya. Pantas saja Pasha tidak tahan lama. Siapa juga yang sanggup menghadapi memek yang ’hidup’ seperti ini. Untung aku bisa sedikit olah nafas, jadi aku masih bisa mengerem nafsuku.
Berpelukan, terus kugenjot pinggulku maju-mundur. Adel mengimbangi dengan mencium bibirku dan membiarkanku meremas-remas teteknya yang ranum dengan lembut, sesekali juga kupilin-pilin putingnya yang telah mengeras.
Kurasakan jepitan memeknya semakin kencang dan berdenyut-denyut, aku yakin dia sudah mau orgasme. Karena aku juga sudah konak banget, dan melihat situasi yang tidak memungkinkan untuk ngentot lama-lama -takut ketahuan sama Pasha- maka akupun mempercepat sodokan penisku.
”Ssshh… uuuhh… ahhhh…” rintih Adel keenakan. Pelukannya di tubuhku semakin mengerat, rambutku juga dijambaknya kuat-kuat, sambil punggungku dicakarinya saat aku memacu pinggulku semakin cepat. Hingga akhirnya…
“Ssshhhh… aku keluar, Dick! Ssshhh… uuhhhh… ahhhh…” jerit Adel dengan tubuh menggelinjang kesana-kemari. Cairannya menyembur deras membasahi penisku.
“Aku juga, Del! Ughhh… ssshh…” Tak ingin kalah, kutumpahkan air maniku ke dalam memeknya dengan kenikmatan yang tiada terlukiskan oleh kata-kata. Tubuhku terasa melayang sejenak.
Kami terdiam untuk beberapa saat, berusaha untuk meresapi orgasme masing-masing.
Saat kesadaran berangsur-angsur kembali, aku merasa sangat lemas dan kecapekan, tapi sangat puas. Aku segera duduk di kursi makan, sementara Adel tetap berbaring di meja. Kuperhatikan ada cairan putih kental merembes keluar dari celah vaginanya saat aku mencabut pelan penisku.
Kembali kami berciuman. Kulumat bibir tipis Adel dengan lembut sebagai tanda terima.
“Maafkan aku, Del. Aku nggak bisa menahan diri.” kataku berbisik.
”Nggak apa-apa, Dick. Aku juga menginginkannya kok.” kulihat dia tersenyum puas.
Kami kembali berpelukan. Kukecup bibir dan keningnya sebelum akhirnya perlahan aku angkat dia untuk bangkit berdiri, takut ketahuan sama Pasha kalau berada di situ lama-lama.
Kuseka memeknya yang belepotan sperma dengan tisu dan aku pakaikan lagi celana dalamnya. Adel menjilati penisku sebentar hingga bersih saat aku mau memakai lagi handukku. Kemudian kami segera beranjak dan masuk ke kamar kami masing-masing.
Paginya aku bangun agak siang. Kulirik jam di dinding, sudah pukul sepuluh pagi. Rumah terlihat sepi, sepertinya Pasha sudah berangkat. Mungkin dia tidak ingin mengganggu jadi tidak repot membangunkanku. Aku sih gak masalah. Setelah menggeliatkan badan beberapa saat, aku segera meloncat bangun.
Terbayang gimana panasnya persetubuhanku dengan Adel tadi malam. Aku tersenyum saat mengingatnya, betapa aku sangat beruntung sekali bisa merasakan tubuh istri Pasha yang mulus dan montok itu. Tak terasa, aku mulai horny lagi. Penisku pelan-pelan menggeliat dan mengeras mengangguk-angguk.
”Walah, lha kok jadi ngaceng lagi?” pikirku dalam hati. Lagi sendiri, eh ngaceng, ya bakalan repot. Aku yakin Adel sedang mengantarkan Pasha ke bandara saat ini.
Tapi nafsuku rasanya sudah tidak bisa ditahan lagi. Jadi kurebahkan tubuhku kembali ke ranjang dan mulai mengocok penisku biar hasratku cepat tuntas. Nanti kalau Adel pulang, aku bisa minta jatah lagi sama dia. Mumpung Pasha lagi tidak ada di rumah, kami akan ngentot sepuasnya. Itulah yang dikatakan Adel semalam sebelum kami berpisah.
Kubuka celanaku dan pelan-pelan mulai kuurut batang penisku. Rasanya memang tidak senikmat saat masuk ke dalam memek Adel, tapi sudah lumayan untuk meredakan keteganganku.
Tampak dari ujung lubang kontolku lelehan cairan bening yang berbau khas, tanda bahwa birahiku sudah sangat memuncak. Tepat saat itulah, dari luar kamar, kudengar langkah kaki seseorang yang menuju ke dapur dan kemudian sibuk disana. Sepertinya lagi memasak.
”Adel?” aku bertanya dalam hati, girang bukan main. Kalau memang dia sedang ada di rumah, kenapa tidak kumanfaatkan saja. Daripada ngocok sendirian di kamar seperti ini, lebih baik aku menghampirinya untuk meminta jatah kepadanya. Toh Pasha sudah tidak ada di rumah, kami bisa bebas melakukannya.
Berpikir seperti itu, aku lekas bangkit dan membenahi pakaianku. Dengan nafsu menggelegak, aku keluar dari kamar dan menuju ke dapur. Disana, kulihat Adel berdiri membelakangiku.
Dia sepertinya sedang sibuk mengiris-iris sesuatu. Ingin memberinya kejutan, aku sengaja berjalan mengendap-ngendap dan langsung meloncat dan memeluk tubuhnya dari belakang begitu jarak kami sudah dekat. Kulingkarkan tanganku di payudaranya yang bulat besar dan mulai meremas-remas pelan disana.
”Del, aku pengen nih…” bisikku di telinganya, kususupkan mukaku di lehernya yang jenjang dan mulai menjilat lembut disana. Adel sepertinya berganti parfum karena baunya kurasakan sangat berbeda dengan tadi malam. Sambil membuat cupangan di sekitar lehernya, tanganku terus bergerilya di gundukan payudaranya yang kurasa agak sedikit kecil sekarang, rasanya juga tidak sepadat dan sekenyal tadi malam.
Aneh, agak lembek meski kesan empuk masih tetap terasa.
”Ahh… shhh,” Adel merintih pelan. Kudengar suaranya agak sedikit sengau.
”Del, main yuk?” ajakku, yang disambut anggukan kepala olehnya.
Merasa mendapat lampu hijau, aku pun makin mengintensifkan serangan. Sambil terus meremas-remas payudaranya, kugeser tubuh Adel agar menghadap ke arahku, aku ingin mencium bibirnya. Tapi…
”Lho, Okie?” tanyaku kaget saat melihat siapa sebenarnya wanita yang kugumuli itu.
Dia adalah Okie Agustina, istri pertama Pasha. Bagaimana bisa dia ada disini?
Terlalu bernafsu membuatku jadi tidak bisa membedakan mana Adel mana Okie. Ah, dasar bodoh.
Okie tersenyum menatapku, ”Ayo, katanya mau main. Nih aku sudah siap.”
Dia menyodorkan dadanya kepadaku, memintaku untuk meremasnya lagi.
Aku bengong, tak tahu harus berkata apa. Aku benar-benar malu dengan semua ini.
”Ah, m-maaf, Mbak Okie. Aku…” kataku terbata-bata.
Tapi Okie cepat memotong ucapanku. ”Sudahlah, aku nggak keberatan kok. Sebenarnya aku kesini buat minta jatah sama Pasha, tapi karena dia ada acara, terpaksa batal deh.”
”Hah?! T-tapi… kalian kan, sudah bercerai?” gagapku lagi, masih bingung mencerna semua ini.
”Emang kenapa, nggak boleh? Kalau emang kami mau sama mau, trus kamu mau apa. Aku kasih tahu ya, hubungan ranjang kami malah jadi tambah panas setelah kami bercerai. Memang benar kata orang, selingkuh itu sangat nikmat.” jelas Okie sambil tertawa, menampakkan gigi putihnya yang berbaris rapi.
”Lha terus, Adel?” tanyaku lagi.
“Oh, si gatel itu. Dia sih nggak ada masalah. Yang penting aku nggak ganggu rumah tangga mereka. Malah, kami sering main bareng bertiga.” Okie tertawa lagi.
Gila! Aku benar-benar tak menyangka kejadian seperti ini akan terjadi. Kutatap wajah cantik Okie, dan dia kembali tersenyum kepadaku.
”Ayo kalau mau main, mumpung anak-anak pada ikut Adel ngantar Pasha ke bandara. Kalau mereka sudah kembali, kita tidak akan bebas lagi seperti sekarang.” Okie mengerling nakal.
Aku masih bengong. Bahkan saat Okie mulai menarik tanganku dan ditaruhnya lagi ke atas gundukan buah dadanya, aku tetap tidak bereaksi. Aku terlalu terkesima dengan apa yang terjadi.
”Adel sudah cerita semuanya, maka itu dia menyuruhku tinggal di rumah. Dia ingin agar aku juga merasakan kejantananmu.” Sebuah kecupan mendarat di pipiku, lalu bergeser ke bibirku, dan Okie mulai melumat bibirku dengan gemas dan mesra.
Aku yang dipancing seperti itu, tentu saja tidak bisa berdiam diri lebih lama. Apalagi bagiku, kecantikan dan kemolekan tubuh Okie juga tidak kalah dengan Adel. Tidak ada Adel, Okie pun jadi, hahaha… maka, sambil memberanikan diri memeluk tubuhnya, kusambut ciuman mantan istri Pasha itu. Tapi baru saja aku menikmati bibir tipisnya, Okie tiba-tiba mendorong tubuhku, berusaha untuk menghentikan.
”Kenapa?” aku bertanya tidak mengerti. ”Mbak berubah pikiran?”
Okie tersenyum. ”Bukan,” dia kemudian membalikkan badan dan mematikan kompor.
”Biar aman dan lebih leluasa.” jelasnya saat kembali berbalik menghadapku.
Tersenyum membenarkan, aku segera memeluk tubuhnya dan langsung mendaratkan ciuman di bibirnya yang tipis.
”Hmph…” Okie membiarkanku melumat bibir mungilnya. Dengan manja ia memeluk tubuhku dan membalas kecupanku. Kembali kami berciuman dengan panas dan cepat, seakan ingin melepaskan seluruh perasaan yang dari tadi tertahan.
Kedua bibir kami saling beradu dan melumat, hingga air liur kami berjatuhan dan saling menempel. Aku terus mencumbui Okie seperti seorang musafir yang menemukan sebuah oase di padang pasir. Benar-benar nikmat rasanya.
“Kamu suka, Dick?” tanya Okie di sela-sela dengusan nafasnya.
”Ehm, suka sekali, Mbak.” aku mengangguk mantap. ”Bibirmu enak.” kembali kuseruput bibir tipis itu.
Tapi Okie lekas menghindar. ”Aku masih punya yang lebih enak,” katanya dengan senyuman, jari telunjuknya mengusap-usap belahan bibirku.
Aku segera mengangguk. ”Dan aku tahu apa itu,” Selesai berkata, cepat kubopong tubuh kurus Okie hingga membuat wanita cantik itu menjerit pelan.
”Aaoo…” dan dia kembali menjerit ketika aku mendudukannya di atas meja makan, tempat dimana aku dan Adel bercinta tadi malam. Ini membuatku seperti mengalami deja vu, tapi dengan sosok wanita yang berbeda.
Kami kembali berciuman dengan panas. Permainan lidah mulai menghiasi percumbuan kami berdua. Wangi parfum yang tercium dari sekujur tubuh Okie membuat nafsuku kian menggelora. Kini tanganku mulai merambah dan meremasi kedua payudara Okie dari balik kaos putih yang ia kenakan.
Tapi ternyata itupun tidak cukup. Sambil tetap mencium bibirnya, tanganku dengan cekatan membuka kaos itu ke atas hingga payudara Okie yang masih terbungkus BH berwarna hitam terpampang dengan jelas. Aku sedkit terbengong saat melihatnya.
”Kenapa?” tanya Okie sambil jari-jari lentiknya yang berada di selangkanganku mulai mengusap pelan, membuat tonjolan yang ada di sana menjadi semakin keras.
”Payudara mbak bagus,” sahutku singkat.
”Alah, nggak usah bohong. Lebih bagus punya Adel kok, Pasha sering bilang gitu.” tolak Okie, tapi tak urung tetap senang juga mendengar pujianku.
”Nggak bisa dibandingin, mbak. Adel kan masih muda, anaknya juga baru satu. Sedangkan mbak, setelah menyusui tiga anak, dengan payudara masih bulat seperti ini, menurutku itu sudah luar biasa.”
”Sudah ah, nggak usah banyak omong. Mau nyusu nggak?” tanya Okie sambil menyorongkan payudaranya ke mukaku.
Aku tersenyum mengendusnya, “Mau banget!”
Dan seiring jawabanku, Okie segera menarik cup BH-nya ke bawah hingga tonjolan buah dadanya yang kenyal dan padat, dengan puting kecil berwarna coklat kemerahan, terburai keluar, dua-duanya. Senyuman lebar makin terpancar di wajahku.
”Uhh… indah sekali, Mbak.” kataku sambil mengusap dan memelintir pelan putingnya yang sebelah kanan, sementara mulutku mencucup yang sebelah kiri.
“Aah… geli, Dick!” Okie mendesah pelan, tubuh montoknya menggelinjang.
”Kok gede banget sih, mbak?” Kini ganti yang kiri kupijat-pijat, sedang yang kanan kuhisap dan kumasukkan ke dalam mulutku.
”Ughh… ini gara-gara Pasha, suka banget dia ngemutin pentilku, jadinya bengkak gini.” jelas Okie.
Aku berpikir, ”Oh, jadi gitu ya… pantas saja puting Adel juga gede gini.”
Okie tersenyum genit. ”Kamu suka nggak?” tanyanya sambil melirik nakal ke arah kedua payudaranya yang memang kini sedang menganggur.
”Suka dong,” Selesai berucap, puting payudara kanan Okie langsung amblas ke dalam mulutku. Dengan penuh nafsu aku melahap kedua payudara montok itu secara Okie tampak menikmati sekali sedotan dan permainan lidahku pada kedua payudaranya. Belum lagi remasan tanganku yang tak kalah membangkitkan nafsunya.
Sambil menggigit bibir bawahnya untuk menahan geli, wanita cantik beranak tiga itu mengelus-ngelus rambutku dan berbisik, ”Habiskan aja, Dick. Jangan disisakan buat Pasha. Salah sendiri, aku lagi butuh kok malah ditinggal pergi.”
Penuh rasa sayang, dia terlihat seperti sedang menyusuiku.
”Oooh…” desah Okie pelan ketika aku sedikit menggigit puting payudaranya.
”Susumu benar-benar luar biasa, Mbak, padat dan kenyal!” Sambil tetap menikmati kepadatan payudaranya, berlahan tangan kananku merayap turun meraba kedua betis Okie yang kini dalam posisi menjuntai di atas meja.
Permukaan betis mulus tersebut terasa begitu lembut dan halus. Tangan dan jari-jariku terus merayap naik hingga menimbulkan sensasi geli di sekujur tubuh Okie. Apalagi ketika tanganku berlahan masuk ke dalam rok span pendek yang dikenakannya dan terus meraba permukaan pahanya, Okie makin menggelinjang dibuatnya.
Kini jari-jariku telah menyentuh permukaan celana dalamnya yang berenda, kurasakan sedikit lembab disana. “Udah basah, Mbak.” Kataku sambil melepaskan pagutan di putingnya dan tersenyum kecil.
Okie hanya mengangguk pelan dan mendesah. “Aaah…” Rok spannya semakin tinggi terangkat ketika tanganku bergerak liar di dalam celana dalamnya, mulai merabai bulu-bulu halus yang tumbuh disana.
”Aaakh… geli, Dick!” Okie berteriak pelan ketika dengan iseng kutekan klitorisnya.
”Geli tapi enak kan? Hehe,” kudekatkan bibirku ke mulutnya, ingin menciumnya, tapi Okie buru-buru menghentikannya.
”Jangan cuma yang atas, bibir yang ini juga dicium dong.” pintanya sambil menunjuk ke arah selangkangannya dan tersenyum menggoda.
”Hahaha, kamu benar-benar wanita nakal, Mbak.” aku menggeleng-gelengkan kepala, tak kusangka kalau Okie akan sebinal itu. Segera kumasukkan kedua tanganku ke dalam roknya dan menarik turun celana dalam wanita cantik itu. Okie membantu dengan sedikit mengangkat pantatnya dari meja. Setelah berhasil membukanya, aku tersenyum melihat kain mungil yang ada di tanganku.
”G-string?” tanyaku. Melihat modelnya yang begitu tipis dan menerawang, jelas sekali celana dalam merah muda itu tidak dipakai oleh pemiliknya untuk menutupi.
”Iya, hehehe…” angguk Okie tanpa malu, dia memasukkan tangan kanannya ke dalam rok dan mulai mengelus-ngelus permukaan vaginanya yang sudah nampak basah.
”Ayo dong, Dick, buruan dicium.” pintanya memelas.
Aku pun jongkok di depan meja dan membuka lebar-lebar kedua pahanya. Kini terlihatlah dengan jelas lubang kenikmatan Okie dengan bulu-bulu halus yang tumbuh tipis di sekitarnya. Anehnya nampak agak sempit meski ia sudah tiga kali melahirkan. Aku tentu saja senang dengan hal itu.
”Oooh… Dick!” Okie melenguh panjang ketika aku mulai menjilati lubang surganya.
Kepalaku kini telah hilang di dalam rok wanita cantik itu. Tubuh Okie hanya bisa menggelinjang-gelinjang merasakan lidahku yang menari-nari dengan lincah di selangkangannya. Sambil memilin-milin putingnya sendiri, ia terlihat menikmati betul jilatan, sedotan dan kadang tusukan lidahku.
”Aaahh… oooh… aaahh…” kepala Okie mendongak menahan rasa nikmat yang menyerang lubang vaginanya. Suara decakan mulutku yang bertemu dengan biji klitorisnya terdengar semakin jelas, menandakan daerah selangkangan tersebut sudah mulai basah dan membanjir. Aroma wangi cairan memek Okie membuat birahiku semakin membara.
Aku pun semakin semangat melahap lubang kenikmatan itu beserta dengan cairan cinta yang membasahinya. Bulu-bulu lembut yang menutupi areal lubang tersebut sama sekali tidak mengganggu aktifitasku, justru keberadaannya makin menambah sensasi geli-geli nikmat di sekitar wajahku.
Cklek, krieeet…!! tiba-tiba terdengar suara pintu depan yang dibuka, dan sedetik kemudian, disusul suara celoteh anak-anak kecil. Rupanya Adel dan anak-anak Pasha sudah balik dari bandara. Kami begitu menikmati permainan hingga sampai tidak mendengar kedatangan mereka.
Panik, Okie cepat mendorong kepalaku agar keluar dari dalam rok span birunya. Dia langsung meloncat dari posisi duduknya di atas meja dan menyeret tanganku agar mengikutinya.
”Kita pindah ke kamar.” dia berbisik.
Kamarku adalah yang terdekat, jadi kami masuk ke situ. Tepat saat aku menutup pintunya, anak-anak Okie berlarian masuk ke dapur.
”Huft, untung!” aku menghela nafas lega. Begitu juga dengan Okie. Berpandangan, kami kemudian tertawa bersama.
”Gimana, mau dilanjut?” tawar Okie tanpa berusaha menyembunyikan tonjolan buah dadanya yang menggantung indah.
Aku segera menangkup dan meremas-remasnya sambil mengangguk penuh semangat.
”Kenapa tidak?” tanyaku.
”Kunci dulu pintunya.” kata Okie saat aku mulai mencium bibirnya.
”Sudah,” bisikku sambil langsung membekap tubuh sintalnya.
”Ih, kok nggak sabaran banget sih?” kembali Okie melemparkan senyum genitnya.
”Habis tubuh mbak montok banget sih, bikin burungku jadi nggak tahan. Hehehe.”
”Beneran? Mana, coba aku cek dulu…” Setelah mencium pipiku, Okie perlahan mengambil posisi jongkok dan pelan-pelan jari-jari tangannya menari.
Tanpa perlu bersusah payah, ia berhasil memelorotkan celana pendekku berikut dengan celana dalamnya. Kini di hadapannya terpampang sebuah batang tegang yang sudah berukuran besar.
”Jilat dong,” aku meminta.
Mengerlingkan mata, Okie pun melakukannya. Sambil mengocok-ngocok batang penisku, ia mulai menghisap dan mengulumnya. Tak beberapa lama, benda itu sudah keluar masuk dengan lancar di dalam mulutnya. Dengan telaten Okie menjilat dan menghisapnya.
Dia juga bergantian menciumi buah zakarku. Keenakan, aku jadi merem melek dibuatnya. Apalagi sambil Okie mengulum, ia juga menvariasikan dengan kocokan tangan guna memberi waktu baginya untuk menarik nafas. Wanita cantik itu juga sedikit membasahi batang berurat milikku dengan ludah guna memudahkannya melakukan kocokan.
”Cukup, Mbak!” aku mendesah. Kalau diteruskan, bisa-bisa aku muncrat sekarang. Dan aku tidak mau itu terjadi karena aku masih ingin mencicipi nikmat lubang vaginanya. Kupegangi pundak Okie dan kemudian kubantu dia untuk berdiri.
”Kenapa, udah nggak tahan ya?” tebak Okie pintar.
Aku mengangguk mengiyakan. ”Enakan muncrat di memek mbak daripada di mulut.”
Okie langsung tersenyum dan mencubit pinggangku, rupanya ia bisa menangkap maksudku yang sudah ingin melakukan penetrasi.
”Kamu nakal deh,” bisiknya.
”Hehe,” tersenyum, perlahan kudorong tubuh Okie agar rebah di ranjang. Lalu kuangkat rok spannya sampai ke pinggang hingga aku bisa melihat kembali lubang vaginanya. Kuraba-raba sebentar bulu-bulu lembut di sekitar wilayah itu sebelum akhirnya aku menerobos masuk.
”Aaakkh…!” Okie berteriak tertahan ketika kontolku menghujam deras ke dalam belahan memeknya. ”Oohh… oohh… oohh…” desahannya mulai keluar seiring batang penisku yang mulai mengocok perlahan.
”Enak, Mbak?” tanyaku dengan tusukan semakin cepat.
”Enak banget, Dick. Terus. Yang kenceng!” Okie menggunakan kedua tangannya untuk menahan tubuhnya agak tidak bergoncang terlalu keras. ia tidak ingin tautan alat kelamin kami yang sudah menyatu mantab sampai terlepas karenanya.
”Mimik dong. Haus nih kebanyakan menggoyang.” kataku sambil meraba-raba kembali tonjolan buah dadanya.
”Mau netek lagi?” dengan nakal, Okie mempermainkan kedua ujung puting payudaranya.
”Iya, mau mimik…” kataku sambil membenamkan wajah ke belahan payudaranya.
”Aaaoo… geli ah, Dick!” Okie menggelinjang saat puting payudara kanannya amblas ke dalam mulutku. Juga yang kiri. Keduanya bergiliran kuhisap dan kuemut bagai bayi besar yang kehausan.
Sementara di bawah, penisku terus menggenjot keluar masuk hingga membuat lubang memeknya semakin licin dan basah. Wajah Okie sampai jadi memerah dibuatnya. Tapi dia tidak berani berteriak karena menyadari kalau di luar lagi banyak orang. Rupanya dia tidak ingin perselingkuhan kami diketahui oleh anak-anaknya.
Sebagai gantinya, Okie memilih untuk memeluk tubuhku kuat-kuat sebagai pelampiasan rasa nikmatnya. Dia juga mencium bibirku guna meredam desahan dan erangan yang ingin keluar dari mulutnya. Disaat yang bersamaan, genjotan kontolku menjadi semakin kencang dan kuat. Tak perlu waktu lama untuk membawa gairah kami ke puncak yang tertinggi.
”Hmm… memekmu nikmat banget, Mbak…” pujiku jujur.
”Kontol kamu juga nikmat banget, Dick!” balas Okie.
”Oya?” aku menyahut bangga.
”Iya, Dick. Sungguh luar biasa. Terus kocok memekku, Dick… terus! Aaahh…” racau Okie tanpa kelihatan berpura-pura.
Tak terasa sudah hampir sepuluh menitan kontolku mengaduk-ngaduk lubang memeknya, sementara tangan kananku terus dengan nakal meremasi kedua payudaranya.
”Balik dong, Mbak. Pengen masuk dari belakang nih.” pintaku sambil mencabut batang Okie menurut. Ia segera membalikkan tubuhnya dan mengambil posisi menungging. Dia menggunakan kedua tangannya sebagai tumpuan di atas ranjang. Okie menoleh ke belakang saat melihatku yang hanya terdiam sambil menatap nanar ke arah bongkahan pantatnya.
”Kenapa, Dick, ada yang salah?” tanyanya heran.
Sambil mengocok kontolku sendiri, aku menjawab, ”Tidak. Tidak ada,”
Lalu buru-buru kubuka kedua kakinya semakin lebar. Kuperhatikan memek merah Okie yang terekspos bebas sejenak, sedikit mengagumi betapa basah dan indahnya benda itu, sebelum akhirnya… bless!
Kumasuki dengan batang penisku.
”Aaaakkh…!!!” Okie tidak bisa lagi menahan lenguhan panjang yang keluar dari mulutnya saat aku mulai menggenjot tubuh sintalnya. Ia sudah tidak peduli lagi meski bakal ada yang mendengar persetubuhan kami berdua saat itu. ”Ahh… pelan-pelan, Dick!” rintihnya.
Mulut Okie ternganga lebar ketika aku kian mempercepat tusukan pinggulku. Tapi dia tampak mulai bisa menikmatinya, pinggulnya yang lebar mulai bergoyang pelan agar lubang kenikmatannya dapat memberikan jepitan maksimal pada batang penisku.
Tapi sadar kalau waktu yang kami miliki kian menipis sebelum anak-anak curiga dengan ketiadan ibu mereka, aku pun kian mempercepat genjotanku. Aku berusaha menghujam-hujamkan kontolku secepat dan sedalam mungkin, sampai tubuh Okie berguncang-guncang hebat dibuatnya.
Mantan istri Pasha itu terus mendesah-desah. ”Dikit lagi, Dick! Oughh… terus! Lebih dalam… ooh… ooh…”
”Aaaahh… Mbak, memekmu…” Kami mulai meracau tak karuan, menandakan nafsu kami sudah di ambang klimaks. Rasa nikmat yang semakin mendera membuat kami kian sulit menahan teriakan dan desahan yang terus keluar.
”Dick, aku dapeeet…!!” teriak Okie dengan tubuh bergetar dan menggelinjang. Di tengah genjotan kontolku yang semakin menggila, ia mencapai puncak kenikmatannya.
”Tahan, Mbak. Tahan dikit lagi… arghhh!” aku melenguh hebat. Kepalaku terdongak dengan mata terpejam saat spermaku menyembur kencang menyusul Okie yang sudah orgasme duluan.
Kucabut kontolku dan kusuruh dia untuk mengulumnya. ”Mbak, isepin kontolku dong!”
Setelah sedikit menikmati sensasi klimaks yang baru saja melandanya, dengan sigap Okie berjongkok dan memasukkan kontolku ke dalam mulutnya. Sesekali Okie mengocok-ngocok batang tegang itu dengan tangan untuk kemudian mengulumnya kembali. Tak lama kontolku pun menyusut dan mengecil di dalam mulutnya.
Saat itulah, ada ketukan di pintu kamar. ”Hei, buka. Aku mau masuk.” itu suara Adel.
Sementara Okie bersembunyi di balik selimut di atas ranjang, aku segera membuka pintu dengan hanya melongokkan kepala karena tubuhku memang masih telanjang. Adel segera mendorong pintunya dan memeluk tubuhku.
“Ikut dong, pengen nih.” ucapnya sambil memagut mesra bibirku. Okie cuma tersenyum melihat ulah istri muda Pasha.
Waduh-waduh, sepertinya aku harus kerja keras hari ini. Kuat nggak ya?,,,,,,,,,,,,,,,,,,