Hari Yang Kelam Bagi Merry Si Mahasiswi Judes
Minggu siang itu udara Jakarta panas sekali. Sebuah metromini masih ngetem di depan sebuah gedung di Jakarta utara, menunggu penumpang. Meski kesal, para penumpang terpaksa bersabar.
Joni lantas menadahkan tangannya ke tiap penumpang. Ada yang ngasih, ada yang cuma melambaikan tangan. Di pojok, seorang mahasiswi asyik dengan handphonenya sehingga dia tidak sadar kalau Joni sudah di depannya dan menadahkan tangan.
“Mbak! recehnya dong!” kata Joni sambil nyolek mahasiswi itu.
“Ih apaan sih! Ga ada!” kata mahasiswi yang kita sebut saja Merry itu sambil sebal. Dia lantas bangkit dan pindah duduk ke bangku depan.
Joni melotot. Dalam hatinya dia ngedumel “Sialan lo! awas lo ya!”. Biasanya langsung turun, Joni kali ini tetap di dalam metromini, duduk sambil agak sembunyi di bangku belakang.
Metromini berjalan lagi. Saat sampai di depan sebuah mal besar, metromini berhenti. Beberapa penumpang turun termasuk Merry. Dia tidak sadar kalau Joni ikut turun dan membuntuti agak jauh di belakang.
Merry keluar-masuk beberapa toko di dalam mal, sedangkan Joni memperhatikannya terus. Selang beberapa saat, Joni melihat Merry berjalan ke arah WC. “Ini die kesempatan gue. Awas lo ya!” kata Joni dalam hati.
Sambil celingak-celinguk, Joni memperhatikan sekeliling. Kebetulan WC itu berada di pojok gedung dan suasana sepi. Dia melihat Merry sudah masuk ke dalam WC perempuan.
Joni segera ikut masuk setelah melihat tidak ada penjaga di situ. Dia lalu mengganjal pintu masuk dengan bangku di situ supaya tidak ada yang bisa masuk lagi. Dia kemudian bersembunyi di sebuah kamar toilet yang kosong sambil mendengarkan Merry yang sedang buang air.
Joni mendengar pintu toilet tempat Merry berada terbuka. Pelan-pelan dia mengintip dan melihat Merry sudah keluar dan kini sedang berada di depan kaca sambil membetulkan roknya.
“Ini die saatnya!” kata Joni. Dengan cepat dia keluar dari toilet lalu berlari ke belakang Merry, memiting lehernya lalu membantingnya ke lantai. Merry yang tidak tahu bakal diserang menjadi kaget. Dia mencoba bangun tapi Joni segera memukul wajahnya dan perutnya. Buk! Buk!
Saking kerasnya pukulan, Merry langsung mengerang kesakitan. Joni tidak tanggung-tanggung lagi. Dia segera menyibakkan rok yang dipakai Merry, langsung menarik celana dalam putih yang dipakai mahasiswi itu. “Awas lo ****** lo!” kata Joni dengan ganas.
Joni lantas menindih Merry, tangannya berusaha membuka paha Merry lebar-lebar. Merry yang masih kesakitan berusaha menangkis tapi tidak kuat melawan Joni yang sudah nafsu. Dengan terburu-buru, Joni lalu membuka retsleting celananya dan memperosotkan celananya. Kontolnya yang sudah tegang langsung keluar.
Sambil tangan kanannya memegang kedua tangan Merry, Joni memakai tangan kirinya untuk mengarahkan kontolnya ke arah vagina mahasiswi itu. Merry mulai menangis tapi langsung ditampar Joni. Joni mulai mencoba memasukkan kepala kontolnya tapi masih susah karena lobang vagina Merry kecil dan masih kering. “****** lo!” sumpah Joni lagi sambil membuang ludah yang kemudian dipakai membasahi kontolnya.
Kali ini kepala kontolnya mulai bisa masuk. Joni lantas mengangkat kedua kaki Merry supaya dia lebih leluasa beraksi. Merry terus menangis dan mengerang, tapi tidak bisa apa-apa karena tangannya dipegangi. Dengan sekuat tenaga Joni mencoba memasukkan batang kontolnya dan kali ini mulai masuk.
Joni merasa ada sesuatu yang menghalangi. “Ini die perawan asli!” kata Joni dalam hati sambil ketawa-ketawa. Dia agak mencabut keluar kontolnya, lalu dengan sekuat tenaga mendorong kontolnya sejauh-jauhnya ke dalam vagina Merry. Slep! Srot! Selaput dara Merry pecah!
“Aaa..huhuhuhuh!” jerit Merry yang kesakitan setelah selaput daranya pecah ditembus ****** Joni. Perlahan darah kental mulai keluar dari lobang vaginanya, membasahi lantai WC.
Joni masih terengah-engah, kontolnya keluar-masuk vagina Merry. Peluh Joni menetes membasahi muka mahasiswi yang terus menangis. “Rasain lo ******!” kata Joni sambil kembali menampar perempuan manis itu.
Karena sudah tidak tahan lagi, Joni segera mengangkat kaki Merry lebar-lebar, lalu sambil mengeden keras, dia segera mengucurkan seluruh air maninya di dalam vagina perempuan itu. “Aaah…!” kata Joni sambil mengeden menahan kenikmatan.
Joni terdiam sejenak. Seluruh kenikmatan itu membuat badannya bergetar. di bawah badannya, Merry masih mengguguk menangis kesakitan.
Perlahan Joni bangun, mengusap kepala kontolnya yang masih berlumur darah dengan celana dalam Merry. Lantas celana dalam itu dilemparkannya ke muka perempuan itu. “Nih rasain lo ******!”
Joni lantas memakai kembali celananya dan perlahan sambil celingak-celinguk melihat keluar dari pintu WC. Aman, tidak ada orang lain. Dia segera sedikit berlari keluar dari mal itu dan lantas mencegat sebuah metromini untuk kembali ke tempat nongkrongnya.
Merry sendiri perlahan bangkit dari lantai WC. Vaginanya perih sekali. Dia menangis lalu berusaha bangkit sambil berpegangan ke dinding WC. Darah masih mengalir dari vaginanya dan jatuh ke paha. Dengan terseok-seok Merry kembali masuk toilet dan menggunakan celana dalamnya untuk membersihkan diri. Sungguh hari itu menjadi hari kelam baginya. END