GARANGAN KECIL
“Aaaaarrgghhh Dasar Anjing,” umpatku saat aku tidak bisa menyelesaikan dateline tugasku.
“GUK.”
Eh beneran ada anjing dong, padahal aku tadi cuma asal ngomong aja. Ini malah ada yang nyaut. Aku lihat sekelilingku tetapi tidak ada makhluk hidup sama sekali. Terus yang tadi jawab “Guk” siapa coba, padahal aku sangat yakin kalau tadi suara anjing kok.
“Siapa itu?”
“Anjing Mas,” terdengar suara wanita yang memberi jawaban pertanyaanku tadi.
Oh ternyata Anjingnya cewek, pantes aja aku cariin dari tadi gak ketemu. Biasa kan kalau cewek sukanya malu-malu. Biarin aja deh, anggep aja Anjingnya mau nemenin aku. Lagian kalau sendirian kan gak seru juga. Banyak- banyak bersyukur aku diwaktu yang seperti sekarang masih ada yang mau nemenin.
Sebelumnya kenalin dulu deh, namaku Aditya Pratama, tapi berhubung nama Adit sudah terlalu banyak dipakai orang jadi panggil saja aku Tama. Lelaki berumur 30 tahun yang sudah pernah memiliki istri. Ingat ya sudah pernah, berarti saat ini aku sudah tidak punya lagi. Aku berpisah dengan mantan istriku karena ada orang ketiga diantara kami. Orang ketiga itu adalah ibu mertuaku. Jangan salah sangka dulu lho ya, bukan aku berselingkuh dengan ibu mertuaku. Ya biarpun aku memiliki kecenderungan menyukai wanita yang lebih tua tetapi sepertinya ibu mertuaku tidak masuk dalam hitungan itu. Disamping karena bodinya yang sudah mulai kendor, aku juga tidak terlalu suka dengan nenek- nenek. Apalagi umurnya sudah menginjak 63 tahun. Mungkin kalau umurnya masih diangka 40 an bisa aku pertimbangkan lagi sih. Tetapi diusia segitu aku pikir mungkin sisa usianya tidak akan lama lagi. Kecuali Orang Tiongkok bisa membuat alat untuk mencharge umur karena sudah mau habis. Mungkin umurnya masih dapat diperpanjang lagi.
Ngomong- ngomong masalah orang ketiga yang memisahkan aku dan mantan istriku adalah ibu mertuaku tadi adalah cerita yang benar. Ibu mertuaku meminta istriku untuk menceraikan aku karena dia menganggap aku terlalu ganteng. Sehingga banyak gadis muda yang menggodaku. Dan itu dianggapnya kurang baik untuk iatriku. Padahal selama ini aku tidak pernah menanggapi para gadis muda itu jika mereka mengganggu. Paling juga aku cuma merempon susu mereka sedikit. Itupun juga tanganku masih diluar baju mereka kok. Jadi aku pikir ketakutan ibu mertuaku tadi tidaklah berdasar. Tapi ya namanya juga anak berbakti akhirnya istriku menceraikan aku dan sekarang sudah menikah dengan duda penjual nasi goreng keliling yang biasa lewat depan rumahku. Mungkin itu juga perintah dari ibunya agar disisa hidupnya dia bisa sering-sering makan nasi goreng gratis. Huft dasar wanita gak tua dan gak muda tetep aja semua matere.
Jadi sekarang kalian sudah kenal kan siapa aku?, Gak perlu aku kasih detail siapa aku. Karena aku akan menceritakan sedikit kisah yang pernah aku alami agar kalian lebih mengenal lagi siapa sebenarnya Aditya Pratama.
Aku adalah anak pertama dari 3 orang bersaudara. 3 orang lali-laki yang sudah memiliki pasangan masing-masing. Tentunya kecuali aku karena aku hanya memiliki mantan pasangan. Aditya Pratama, Dwi Aditya dan Tri Aditya. Entah kenapa kedua orang tua memberikan nama seperti itu kepada kami. Sepertinya ayah dan ibu malas untuk memikirkan nama yang pantas untuk kami, jadi mereka memberikan gelar dimasing-masing nama dengan tetap menyandang nama Aditya. Dwi berumur 28 tahun dan memiliki istri yang lumayan cantik bernama Nisa dengan umur 26 tahun. Sedangkan Tri saat ini berumur 26 tahun dan memiliki istri bernama Rini berumur 28 tahun. Dimana istri dari Dwi adalah adik dari istri si Tri. Jadi sampai sekarang aku bingung bagaimana kisah percintaan yang aneh seperti itu bisa terjadi. Menurut cerita si Dwi sih dulu Dwi adalah pacar si Rini, namun ketika mereka putus masing-masing dari mereka memutuskan untuk menikahi adik dari mantan pasangan mereka. Ugh kisah percintaan yang sangat menginspiratif bukan.
Oke sekarang lupakan tentang percintaan mereka kini kita fokus tentang kisah perjalanan hidupku. Saat ini aku bekerja di perusahaan swasta yang bergerak dibidang pengadaan barang. Dan posisiku adalah seorang Marketing. Dengan posisiku sekarang aku banyak menerima fasilitas dari kantorku. Baik itu mobil maupun rumah Dinas.
Dan sekarang kembali ke Anjing yang ada di atas tadi, saat ini aku sedang lembur mengerjakan rekap order barang untuk akhir Minggu ini. Hari ini berbeda dengan lembur-lemburku sebelumnya. Biasanya aku tidak pernah sendirian, tetapi malam ini aku sendiri karena teman-temanku sudah selesai mengerjakan pekerjaan mereka.
Waktu sudah menunjukan jam 8 malam sedangkan aku masih belum selesai mengerjakan rekap orderku ini. Padahal besok pagi harus aku kumpulkan di meja bagian pengadaan. Karena jika aku terlambat menyerahkan yang ada aku bakal kena semprot oleh para costumerku karena barang yang mereka pesan juga akan ikut terlambat. Jadi mau tidak mau harus aku selesaikan hari ini. Saat aku sedang fokus mengerjakan tugasku itu di tengah jalan tiba-tiba komputerku mati sendiri padahal kerjaanku yang tadi belum jadi aku Save.
Ditengah kejengkelanku aku coba mengurangi emosi dengan mengeluarkan kata Anjing, namun sejenak kemudian ada suara seekor anjing wanita yang menjawab umpatanku itu dengan bahasa Anjing yang baik dan benar. Kenapa aku bisa tahu kalo Anjing yang menjawab adalah Anjing wanita karena suaranya sedikit lebih melengking dibandingkan anjing lainnya.
Aku perhatikan sekelilingku untuk mencari sesosok anjing tapi masih saja belum ketemu. Yang ada bulu kudukku malah bergidik saat menyadari ada sesuatu yang aneh. Kembali aku perhatikan sekelilingku untuk memastikan dimana Anjing itu. Kali ini aku menemukan seorang wanita sedang berdiri di belakangku dengan tangan yang tersilang di dada yang tak lain adalah Bu Icha atasanku. Gila Anjingnya berubah menjadi cewek. Jangan-jangan suara tadi adalah suara Anjing jadi-jadian. Atau selama ini Bu Icha adalah Anjing jadi-jadian. Arrrgghh kenapa jadi serumit ini sih.
“Masih belum selesai Ma?, padahal kan besok pagi harus kamu berikan ke bagian pengadaan,” kata Bu Icha yang sekarang sudah berpindah menjadi duduk di sebelahku. Rok warna hitam terangkat semakin ke atas sehingga memamerkan paha mulusnya karena kaki kirinya disilangkan di atas kaki kanannya.
Gila semakin mulus aja wanita ini, sudah lama aku tidak memperhatikannya secara detai seperti inil. Kalau ditungguin disebelahku seperti itu yang ada bukan pekerjaanku cepat selesai tetapi malah hal yang enak-enak yang akan terjadi.
“Iya Bu, ini tinggal sedikit aja udah selesai kok,” kilahku padahal aku harus memulai lagi dari awal pekerjaanku karena komputer yang sempat mati tadi.
Dengan ditungguin Bu Icha disampingku aku mulai mengerjakan rekap orderku sekali lagi, berharap kali ini tidak ada masalah sehingga pekerjaanku bisa cepat selesai. Sedangkan Bu Icha masih sibuk dengan HPnya. Sesekali mataku yang nakal melirik paha mulusnya yang kali ini sudah dalam posisi mengangkang. Haduh cobaan apalagi ini, bukannya cepat selesai yang ada malah pikiranku jadi kemana-mana.
Ngomong-ngomong tentang Bu Icha, dia adalah wanita berumur 32 tahun atau 2 tahun diatasku. Berperawakan mungil dengan kulit putih sampai otot kebiruan terlihat dari kulitnya. Seorang istri dari orang yang aku juga belum kenal. Besok kalau ada waktu coba aku kenalan deh. Cuma yang aku tahu sih dia belum memiliki anak meskipun sudah lama menikah. Udah lah jangan ngomongin wanita itu yang ada aku malah jatuh cinta nanti.
Saat aku sedang mengerjakan laporanku tiba-tiba ada tangan halus yang mulai meraba pahaku. Perlahan dan terus naik sampai ujung pangkal paha berusaha untuk masuk kedalam celanaku. Dengan posisi seperti itu otomatis batang penisku jadi mengembang. Bu Icha menanggalkan seluruh pakaiannya dan saat ini tidak mengenakan pakaian sama sekali. Payudara sebesar kepalan tanganku menggantung di dadanya. Putting merah muda kecoklatan kini berada 3cm di depan bibirku.
“Hisap Ma,” perintah Bu Icha agar aku menghisap tonjolan sebesar biji melinjo itu. Aku yang sudah terhipnotis akan keindahan memonyongkan bibirku untuk menyambut tonjolan itu.
“Lebih kenceng Tama, hisap lebih kenceng.”
“Ma, Tama, ngapain kamu melamun, sambil monyong-monyong gitu?” kata Bu Icha menyadarkan aku dari lamunan sambil menggoyang-goyangkan tubuhku.
“Kamu ngalamun jorok ya Ma?, hayoo ngaku,” lanjutnya.
“Eh, gak Bu, ini mulutku agak pegel aja,” jawabku sekenanya.
Ya elah ternyata aku hanya melamun, aku sempat berpikir jika kejadian tadi adalah nyata. Kalau saja kejadian tadi adalah kejadian nyata sudah pasti aku kan betah lembur untuk kedepannya.
Akhirnya pekerjaanku berhasil aku selesaikan, pukul 10 malam aku sudah bisa pulang ke rumah, sedangkan bu Icha sudah meninggalkanku sejak 1 jam yang lalu. Dan sekarang aku masih kepikiran dengan lamunanku tadi, bagaimana bisa tiba-tiba aku berpikir jorok seperti itu. Ahhh dasar memang aku ini.
Paginya, setelah mengumpulkan rekap order kepada bagian pengadaan Bu Icha memintaku untuk menghadap keruangannya. Entah apa yang akan dibicarakan semoga saja bukan masalah aku ketahuan melamun jorok semalem. Karena kalau dia sampai ngomongin masalah lamunanku semalam dengan sangat terpaksa aku akan memesumin dia.
“Nanti siang makan dimana Ma?”
Lho sejak kapan dia peduli aku mau makan dimana, biasanya aku makan atau tidak makan juga gak ada masalah sama dia.
“Belum tahu Bu, mungkin makan di kantor aja, nanti pesan Kemfood aja Bu.”
“Nanti temenin aku makan diluar aja ya Ma.”
Entah itu sebuah permintaan atau sebuah perintah, namun apapun itu aku harus mengikuti kemauan atasanku itu. Ya setidaknya siang ini aku bisa makan gratis lah. Lumayan biarpun aku yakin pasti tetap akan dibatasi harga makanan yang akan aku beli.
“Baik Bu, nanti berangkat bareng atau ketemu dilokasi aja Bu?,” tanyaku sekedar memastikan.
“Nanti bareng aja Ma, biar gak tunggu-tungguan, sekalian nanti main ke PT Cakrawala, aku udah lama gak ketemu pak Sukamto.”
“Baik Bu.”
Siangnya kami sudah duduk dalam satu meja dengan sate dan gulai kambing di atasnya. Sebenarnya dia tadi ngajakin makan seafood sih, cuma aku pikir kalau kebanyakan makann seafood kandungan merkurinya sekarang terlalu tinggi, jadi yang ada aku nanti semakin awet muda karena merkuri dapat digunakan sebagai bahan pengawet suatu benda. Haduh merepotkan juga ya ternyata. Udah ah ngomongin merkurinya perasaan kalau mau cerita pasti muter-muter dulu akunya.
“Enak ya Ma, besok kita coba yang di Jl AM Sangaji deh, katanya disana juga ada yang enak,” kata Bu Icha ambil sedikit tersenyum.
Haduh kok aku jadi perhatian sama senyum Bu Icha sih, mana menggoda banget sih senyumnya. Berbahaya ini kalau aku lanjutin yang ada aku bisa jatuh cinta sama istri orang. Dasar memang aku baru dikasih senyum dikit aja udah jatuh cinta.
“Boleh deh Bu, mau berangkat juga ayo aja aku mah, kalau makan sate kambing kemana aja juga mau kok.”
“Sudah kenyang aku Ma, besok siang lagi aja, lagian kalau kamu kebanyakan makan kambing terus nanti pengen kan malah jadi repot.”
“Wiiihhhh kok malah repot sih Bu, lagian kalo pengen kan ada kambingnya juga, jadi gampanglah nanti,” jawabku.
“Atau ibu mau bantuin?” Eh kalau yang ini cuma dibatin aja sih gak sampai terucap dibibirku. Halah bahasa mana lagi itu terucap. Tapi serius lho yang barusan cuma aku batin, karena kalau beneran aku ngomong kaya gitu takut e Bu Icha malah beneran mau. Mau ludahin maksudnya.
Setelah makan siang berakhir kami langsung kembali ke kantor, rencana untuk berkunjung ke PT Cakrawala tidak jadi kami lalukan. Sebenarnya aku sendiri tidak kaget jika planing seperti ini bakal gagal. Disamping yang tadi cuma basa-basi busuk kami juga belum ada bikin janji dengan pemilik PT Cakrawala.
Sesampainya di kantor Bu Icha memanggilku untuk menemuinya diruangannya. Mampus aku, jangan-jangan dia bakal memanggilku gara-gara lamunanku yang semalam. Atau jangan-jangan dia membaca suara batinku yang tadi di rumah makan. Terus dia bener-bener mau bantuin. Haduh bisa repot ini kalau beneran kejadian kaya gitu. Bukanya kita tidak boleh melakukan affair dengan teman kantor. Apalagi dengan atasan sendiri. Belum lagi dia adalah istri orang. Mampus ini kalau beneran sampai kejadian yang ada aku bakalan masuk neraka dengan jalur undangan tanpa bantuan orang dalam.
“Masuk Tama,”perintahnya setelah mendengar ketukan tangan lku dipintu ruanganya.
“Sini duduk, jangan sungkan,” lanjutnya.
Tukan belum apa-apa udah disambut seperti itu, siapa yang tidak meleleh coba. Sambutan kaya gini yang bisa beneran membuat aku gampang jatuh cinta. Jangankan dengan sambutn seperti ini, baru diajak makan siang sekali aja aku udah bisa jatuh cinta. Ah dasar memang aku.
“Iya Bu, bisa saya bantu?,” jawabku sesopan mungkin, karena aku tidak mau disebut sebagai anak buah yang tidak punya tata Krama.
“Gini Ma, anak-anak kantor kan udah lama gak ada bikin acara, kamu ada ide gak kira-kira acara apa yang bisa bikin engagment tim kita jadi semakin bagus, biar nanti kinerja tim kita juga semakin oke.”jelasnya panjang lebar. Aku kirain dia mau bantuin aku karen terlalu banyak makan kambing, ealah ternyata karena dia mau minta pendapatku. Tau gitu kan mending ngomong di WA grup aja, jadi temen-temen kantorku juga ikut memberi pendapat.
“Kalau menurut saya kita coba makan malem dulu setelah kantor Bu, jadi temen-temen bagian oprasional juga ikut makan Bu, karena kalau siang kan mereka gak bisa ninggalin kantor Bu.”
“Atau bisa juga kita sewa vila aja Bu, terus nanti kita nginep berangkat Sabtu terus pulang Minggu, nanti disana bakar-bakar terus sewa organ tunggal atau band buat rame-rame.” lanjutku.
“Terus nanti kalau ibu kedinginan disana bisa saya peluk dari belakang, terus saya bisikin pelan dari belakang telinga sambil saya tiup-tiup kecil,” tu kan hampir aja aku keceplosan ngomong kaya gitu. Untung aja Rem mulutku masih bisa terkontrol, kalau saja udah gak bisa beneran di pecat aku.
“Saya suka ide kamu yang kedua Tama, nanti coba kamu sampaikan ke teman-teman yang lain biar kita bisa samakan jadwal, jadi tidak ada alasan kalau sampai ada yang tidak ikut, kalau perlu bikin panitia kecil biar acaranya bisa berjalan lancar.”
“Baik Bu, segera saya sampaikan.”
Setelah mendapatkan perintah dari Bu Icha aku memberitahukan rencana tersebut kepada-temanku. Dan hasilnya sebagian besar dari mereka menyambut baik rencana itu. Hanya beberapa orang yang sepertinya keberatan. Namun masih dapat diselesaikan mengingat itu adalah perintah dari atasan langsung. Apalagi mereka tidak perlu mengeluarkan biaya karena kami menggunakan uang akhir tahun.
Rencananya kami akan menginap di Vila daerah pegunungan pinggiran kota. Aku yang mendapatkan perintah langsung dari Bu Icha otomatis juga langsung diangkat menjadi panitia . Dan aku dibantu oleh Tia dari bagian pengadaan. Tugasku dan Tia sih sebenarnya tidak terlalu berat, hanya cukup mempersiapkan Vila yang sudah menyediakan alat untuk bakar-bakar dan juga mencari organ tunggal atau pemain band seperti yang Bu Icha inginkan tadi dan juga menyewakan bus sebagai alat transportasi kami nanti. Kalau ingin meriah sih sebaiknya aku cari organ tunggal dengan 3 penyanyi dangdut. Di samping lebih meriah yang mereka juga bisa satu paket dengan sound sistem sehingga kami juga gak repot. Namun setelah aku dan Tia melakukan sourvey lokasi akhirnya dipilihlah Band untuk menghibur kami. Karena menurut Tia lokasinya tidak memungkinkan untuk adanyan organ tunggal karena tempatnya yang agak lebar hanya di samping kolam renang. Dan Tia khawatir jika salah satu dari kami nanti akan tercemplung di kolam saat berjoget dangdut. Haduh ternyata Tia berpikir jauh ke depan, sepertinya nanti dia menjadi istri orang, keluarganya akan terencana dengan sangat baik. Ngomong-ngomong tentang istri yang baik, kok aku jadi senyam-senyum sendiri membayangkan Tia kalau menjadi istriku. Ah dasar aku cuma gara-gara survey gini aja aku bisa jatuh cinta gini.
Satu Minggu sebelum keberangkatan aku dipanggil lagi ke ruangan Bu Icha , sepertinya dia ingin mendengar progres rencana kami jalan-jalan.
“Sudah siap Ma buat acara Minggu depan?”
“Sudah bu, saya dan Tia sudah dapat Vila 10 kamar dan juga ada kolam renang Bu, nanti masing-masing kamar diisi 2 orang Bu, kita berangkat dari kantor jam 12 siang terus sampai sana istirahat bentar, habis itu kita bakar-bakar sambil ditemenin band akustikan Bu,”jelasku panjang lebar. Tampak Bu Icha puas dengan apa yang aku jelaskan.
Hari yang kami tunggu akhirnya tiba. Kami berangkat dengan naik Delman. Aku duduk disamping pak Kusir yang sedang bekerja, mengendarai kuda supaya baik jalannya. Eh kok malah nyanyi. Yang bener kami berangkat dengan naik Bus. Rencananya kami akan sampai di Villa 1 jam lagi atau sekitar jam 4 sore. Jarak Vila dan juga kantor sebenarnya tidak terlalu jauh. Mungkin sekitar 2 jam perjalanan. Namun berhubung mengumpulkan manusia itu tidak semudah mengumpulkan bebek, jadi kami rencana kami berangkat jam 12 akhirnya bus baru mulai berkendara mulai jam 2, atau terlambat 2 jam dari jadwal. Untung saja tidak ada denda terkait keterlambatan ini. Kalau saja aku terapkan sistem denda pasti hari ini jumlah yang kami terima lumayan banyak, karena 18 dari 20 orang peserta terlambat hampir 2 jam. Hanya menyisakan aku dan Bu Icha yang tidak terlambat.
“Kok bisa terlambat lho Ti, lagian kamu kan panitia masa ikut-ikutan terlambat sih,”
“Maksud mas Tama?, perasaan masih sesuai jadwal kok mas.”jawab Tia
“Sesuai jadwal apanya, orang kita mau berangkat jam 12, ini udah jam 2 mas baru mu berangkat.”
“Lho wong mas Tama aja bikin undangan jam 2 kok mas, coba di check deh.”
Aku yang masih belum percaya kembali mengecheck chat yang ada di grup Kantor. Ternyata memang aku yang salah kurang angka 1 didepan angka 2. Pantes aja mereka masih santai-santai padahal udah pada terlambat. Lagian kalau memang aku salah nulis kenapa Bu Icha bisa ikut – ikutan berangkat jam 12. Berarti mereka kan yang salah, masa iya mau nyalahin atasan sih. Atau jangan-jangan Bu Icha tau nya juga jam 12 karena laporanku sebelumnya. Hasudahlah biarin aja toh dia nya gak protes ini.
Setelah melewati perjalanan panjang akhirnya kami sampai di Vila tujuan. Udara sejuk dan pemandangan yang indah telah menyambut kami. Kami memasuki kamar masing-masing yang sebelumnya telah kami bagi secara undian. Dan kebetulan aku sekamar dengan.. teng teng teng aku sekamar dengan Bambang. Udahlah gak usah ngarep , lagian kan undiannya cewek dengan cewek terus cowok juga dengan cowok, kalau beneran di campur takutnya nanti malah ada pelajaran bercocok tanam. Setelah istirahat sebentar kami bersama-sama mempersiapkan untuk acara bakar-bakar nanti malam. Untuk yang ini kami sudah minta bantuan pak Tono sinpenjaga Vila.
Persiapan untuk bakar-bakar telah selesai, panggung yang akan digunakan untuk live music nanti malam juga sudah selesai. Sekarang waktunya mandi dan menunggu jam acara nanti dimulai.
Jam 7 malam acara telah kami mulai, berbagai macam bahan untuk bakar-bakar seperti ayam, daging sapi, jamur, ikan dan juga kentang sudah ada di atas meja. Selain bahan makanan itu juga tampak 3 botol minuman jenis wisky dan beberapa gelas sloki di atas meja. Gila ini malah kaya mau dugem aja pake acara minum-minum seperti itu. Yang ada bukanya malah jadi dosa ya.
Acarapun telah dimulai teman-temanku yang lain sedang sibuk membakar makanan yang mereka pilih. Sedangkan aku dan Bu Icha masih duduk berdua dipojokan kolam renang. Dengan 1 botol wisky dan 2 buah sloki cantik yang siap membuat malam kami bergoyang. Haduh ternyata aku baru tahu kalau bosku ternyata suka minum-minum. Padahal mukanya alim banget begitu. Ternyata banyak rahasia yang aku tidak tahu.
Setelah setengah jam acara bakar-bakar dimulai akhirnya pertunjukan live music juga sudah mulai. Dengan kepala yang agak berat karena sudah beberapa sloki yang masuk ke tenggorokan aku mulai menikmati pertunjukan musik itu.
Lima orang pemuda sudah berada di atas panggung live music dengan membawakan lagu-lagu yang sedang nge Hits saat ini dan beberapa lagu masa lalu yang masih enak untuk di dengarkan. 1 orang memegang gitaris, 1 orang memegang bassis, 1 orang memegang Kajon, 1 orang memegang keyboard dan 1 gadis pada vocal.
“Selamat malam bapak dan ibu yang berbahagia, satu lagu selanjutnya adalah sebuah lagu dari salah satu Musisi legenda Indonesia, untuk menemani teman-teman yang sedang Jatuh Cinta, AKU MILIKMU dari Dewa 19, selamat menikmati.” ucap sang vocalis bersamaan dengan suara keyboard yang mulai mengiringi.
Terdengar lirih bisikanmu
Di antara bayang-bayangmu
Terucap kata cinta
Yang dulu tersimpan
Dan tak mau pergi
Sekejap cinta yang terjalin
Dan menjadi sebuah cerita
Yang tak mungkin terlupa
Terukir di hati
Dan tak mau pergi
Mungkinkah kumiliki
Cinta seperti ini lagi
Jangan biarkan aku
Kehilangan dirimu
Coba dengarkanlah sumpahku
(Janji suci) dari hati
Aku cinta kamu
Jangan dengar kata mereka
Yang tak ingin kita satu
Yakinkan aku milikmu
Aku milikmu
Jalinan cinta tulus suci
Terpadu terikat erat
Jangan terpisah lagi
Waktu ‘kan menguji
Cinta kita berdua
Mungkinkah kumiliki
Cinta seperti ini lagi
Jangan biarkan aku
Kehilangan dirimu
Coba dengarkanlah sumpahku
(Janji suci) dari hati
Aku cinta kamu
Jangan dengar kata mereka
Yang tak ingin kita satu
Yakinkan aku milikmu
Aku milikmu…
Tak disangka bibirku ikut melantunkan lagu Dewa itu, sambil sesekali aku melirik Bu Icha yang kebetulan sudah berpindah disebelahku. Kalau saja tidak didepan teman-teman kantorku, sepertinya aku akan merebahkan kepalanya dipundakku. Apalagi aku baru sadar ternyata tempo lagu yang mereka mainkan dikurangi setengah ketukan sehingga lagu terasa semakin sendu.
“Mungkin ada dari bapak atau ibu yang ingin menyumbang suara emasnya untuk bersama-sama menghibur teman-teman disini, mari dipersilahkan, tidak usah malu-malu,” kata sang vocalis menawarkan kepada siapa saja untuk menyumbangkan lagu. Ehmm sebenarnya sih gak cuma menyumbang lagu, tetapi juga menyumbang uang seperti memberi tips kepada para player yang ada di atas panggung itu.
“Ayo mas Tama, berikan suara emasmu mas.”
“Iya mas, ayo mas,” celetuk Bambang yang juga diikuti teman-teman yang lain.
Baiklah, demi menghibur teman-teman kantorku, aku naik ke atas panggung, jujur saja aku sebenarnya aku sedikit grogi, karena sudah lama sekali aku tidak naik panggung, tetapikan tengsin juga misal aku tidak berani tampil, lagian kepalaku udah terlanjur oleng ini, jadi anggep aja cuma rame-ramean.
Aku mengelurakan 5 lembar uang berwarna hijau dan menaruhnya diatas keyboard. Aku berikan 5 lembar agar mereka berlima tidak saling berebut.
“Terima kasih Pak, Mau lagu apa Pak?” ucap sang keybiardis setelah menerima uang pemberianku.
“Bisa?” jawabku setelah membisikan sebuah judul lagu kepada keyboardis itu
“Seventeen ya Pak?”
“Iya, bisakan?”
“Bisa Pak,” jawabnya sambil mengangguk.
“Sebuah lagu spesial buat teman istimewa saya malam ini, semoga dapat menikmati, JIKA KAU PERCAYA.” aku sengaja hanya menyebutkan kata teman dan memberikan tekanan yang berbeda dikata iatimewa karena lagu ini memang sanagt istimewa buatku. Padahal bagiku sendiri semua teman kantorku adalah orang yang istimewa, setidaknya para wanitanya telah membuata aku jatuh cinta minimal satu kali.
Apakah kau percaya aku sepenuhnya?
Saat aku jauh darimu
Sudikah kau hapus air mata tertumpah?
Saat aku terkulai lemah
Mungkinkah ‘ku dengar jawabmu
Dari hati yang terdalam yakinkanku
Jangan buat ‘ku meragu
Cintamu bisa membunuhku
Bila tiada percaya dalam hatimu
Cintamu bisa tegarkanku
Bila kau percayakan hatimu padaku selamanya
Setelah reff pertama berakhir aku sempat melirik ke arah Bu Icha, dan terlihat matanya berkaca-kaca. Dari gerak bibirnya seperti mengatakan kata terima kasih. Tapi terima kasih buat apa coba, orang aku gak ngapa-ngapain ini. Atau mungkin dia merasa aku nyanyiin lagu ini buat dia ya. Huhuhuhu jangan-jangan dia beneran jatuh hati kepadaku. Karena sudah pasti aku tidak dapat menolak perasaan itu.
Sanggupkah kau rejamkan api cemburumu?
Saat aku ‘tak bersamamu
Oh, mungkinkah ‘ku dengar jawabmu
Dari hati yang terdalam yakinkanku, oh
Jangan buat ‘ku meragu
Cintamu bisa membunuhku
Bila tiada percaya dalam hatimu
Cintamu bisa tegarkanku
Bila kau percayakan hatimu padaku…
“Terima Kasih,” ucapku saat lirik terakhir telah selesai aku nyanyikan.
“Huuuuuu, lagi, lagi, lagi, lagi,” teriak cecunguk-cecunguk liar yang merupakan teman-teman di kantor.
“Mau lagi Pak?” tawar sang Vokalis.
“Tidak Mbak, lain kali saja,” jawabku sambil menyerahkan Mikropon kepada Vokalis tersebut.
Setelah selesai bernyanyi aku kembali kemeja Bu Icha, ternyata dia masih saja sendiri. Sepertinya teman-teman yang lain sedikit sungkan untuk mendekati atasanku itu. Jadi yang ada dia masih sendirian.
“Mau kemana Bu?” Tanyaku ketika menyadari Bu Icha sudah berdiri dari tempat duduknya.
“Ketoilet bentar Tama,” jawabnya.
“Sini tak anterin, lagian ibu udah mabuk gitu, nanti kalo kenapa-kenapa di toilet siapa yang tanggung jawab coba?” Sambil mengikuti langkah Bu Icha dari belakang.
Setelah sampai di toilet Bu Icha langsung masuk ke dalam toilet, tapi sepertinya dia sengaja tidak menutup rapat pintu toilet itu, terlihat ada sedikit cahaya yang bisa menembus dari celah pintu itu. Yang seperti mengundangku untuk semakin mendekat kearah pintu dan mengamati apa yang sebenarnya terjadi di dalam.
Currrrrrrr, terdengar suara air dengan tekanan tinggi yang menyentuh lantai. Dan tak lama diikuti suara tekanan air yang lebih tinggi lagi bersentuhan dengan lantai. Sepertinya Bu Icha sudah selesai buang hajat. Lebih baik aku segera menjauhkan diri dari pintu dari pada nanti terjadi fitnah.
Bu Icha yang baru setengah badannya keluar dari kamar mandi menarik paksa tubuhku untuk masuk kedalam ruangan toilet. Setelah itu dia mendorongku ke arah pintu sampai pintu terganjal dengan tubuh. Dan dengan sangat cekatan dia menyalakan air keran agar suara didalam ruangan ini tersamarkan.
“Bantuin aku bentar Tama,” ucapnya sambil tergesa-gesa.