Galau Ber Cerita Panas
Marching March
Galau ber- Cerita Panas
– izy –
Why do birds suddenly appear
Every time you are near?
Just like me, they long to be
Close to you
Alunan lembut vokal Olivia Ong perlahan membelai telinganya. Dia masih asik berjalan menyusuri koridor lantai dasar sambil mengamati sekitar, memilih apa-apa saja yang akan dipakai untuk seharian ini. Senyumnya merekah, sesekali dia mengingat hari-hari menyedihkan yang dialaminya sebelum 13 hari lalu. Saat itu dia masih selalu mengeluh atas apa yang Tuhan berikan padanya. Takdir sederhana yang memaksanya terkungkung dalam sangkar raksasa berlabel, Status Sosial.
Kini semuanya berubah. Dia berjalan memasuki sebuah outlet pakaian paling mahal disana. Mengambil sebuah kaos merah menyala dari manekin yang berdiri pada urutan terdepan, serta celana jeans hitam yang terlipat rapi diatas meja kayu berdesain classy disampingnya. Satu set kaos dan jeans berharga ratusan ribu yang tak mungkin dibelinya dalam kondisi normal.
Why do stars fall down from the sky
Every time you walk by?
Just like me, they long to be
Close to you
Pet!
Suara renyah Olivia Ong mendadak lenyap bersamaan dengan padamnya seluruh cahaya lampu yang sejak tadi mengiringi tiap langkah kakinya. Hanya senyap dan pekat yang tersisa. Seluruh gerak tubuhnya terhenti, detak jantungnya terpacu kencang. Dia langsung mengambil ponsel berlayar lebar dari dalam saku, menyalakan lampu flash kamera yang diharapkannya mampu memberi penerangan darurat.
Baru saja lampu flash ponselnya menyala, suara Olivia Ong kembali terdengar, meski temponya tak lagi sama seperti tadi. Kali ini lebih melambat, jauh lebih lambat, dan hanya mengulang-ulang bagian yang sama.
That is why all the girls in town
(Girls in town)
Follow you
(Follow you)
That is why all the girls in town
(Girls in town)
Follow you
(Follow you)
That is why all the girls in town
(Girls in town)
Follow you
(Follow you)
~ o0o ~
Ini seharusnya menjadi cerita ke empat, atau ke lima. Entahlah, aku tak begitu pintar dengan angka. Beberapa cerita sebelumnya, di bulan maret ini, disusun dengan prolog yang sama.
Sengaja ?
Iya !
Kenapa?
Entahlah, mungkin aku sekedar menghabiskan waktu di tengah padatnya kehidupan di sekelilingku. Mall, tempat aku bekerja ini memang selalu padat tiap akhir pekan. Yap, seperti hari ini, akhir pekan kedua di bulan Maret 2015.
Iya, aku bekerja di Mall ini. Aku bukanlah seorang manager toko, atau seorang pengusaha luar biasa kaya. Aku hanya petugas keamanan.
Satpam?
Iya sih, tapi petugas keamanan lebih keren didengar daripada satpam.
Badanku cukup tegap, kulit coklat gelap. Wajah? Standar aja, mata dua hidung satu dan satu mulut dengan gigi yang sedikit gingsul.
Iya, ini cerita panas. Tapi, aku tak mau pamer ukuran kejantananku, atau inteleknya dibilang penis. Tak mungkin aku bilang 30 cm panjangnya, karena memang tak sampai sepanjang itu.
Entah kenapa, penulis cerita panas suka pamer ukuran kejantanannya. Buka cuma itu, ukuran punya cewek target eksekusinya pun demikian. Dibilang 38 D, apa 40 D, dengan tinggi 165 dan berat 46 kg. Aku yakin, si penulis waktu menceritakan itu tak begitu paham makna angka angka tersebut. Aku pernah mampir di bagian pakaian dalam wanita, ngobrol sama mbak-mbak penjaga yang cerewet tak ketulungan.
Aku dikasih liat ukuran 38 D dan 40 D. Buset. Kegedean itu mah !?
Curiosity kills the cat, tapi kali ini, keingin tahuan itu seharga makan siang.
Iya, bener. Mbak-mbak penjaga konter pakaian dalam , minta ditraktir makan nasi bungkus di samping parkiran motor samping mall. Apes deh.
Oke, ini cerita panas dan aku memang belum bercerita di mana panasnya. Bisa saja aku mulai dengan deskripsi sok puitis tentang awan mendung di luar, atau semilir angin di pematang sawah.
Ndak, aku ndak mau. Kali ini aku bosan. Aku pengen mulai cerita panas ini langsung saja.
Mbak penjaga pakaian dalam?
Jangan ah, kasian. Aku tiap hari ketemu dia kok. Senyumnya lumayan manis. Apalagi kalo kelihatan rambut pendeknya basah di pagi hari, sambil diantar cowok. Mungkin pacarnya, mungkin suaminya. Entah, tapi aku nggak tega untuk bikin cerita panas tentang mbak yang itu. Dia baik soalnya.
Mbak mbak yang lain?
Banyak loh, yang cantik cantik. Tapi aku nggak mau ah kali ini. Kan aku udah bilang tadi, aku baru bosen. Pokoknya bosen habis. Soalnya mereka rata rata udah punya cowok. Terus kalo aku bayangin cewek cewek itu, akhirnya aku inget cowoknya. Lalu, gak jadi horny. Kalo nggak horny, gimana bisa nulis cerita panas sih?
Lalu siapa dong?
Mbak komandan petugas keamanan?
Emoooh. Ndak mauu. Galak banget. Aku sering dimarahin.
Sering sih yang jadi bahan cerita-cerita ku itu para pengunjung. Udah ketebak ya, pasti dianggap aku ini satpam yang suka cengar cengir di pojokan sambil liatin cewek-cewek berseliweran di depanku, lalu berfantasi jadi cerita.
Hngg, kadang iya sih. Tapi ndak, ndak…! Jelek jelek gini, aku petugas keamanan berdedikasi loh.
Aku sering nangkep orang orang yang suka nyolong gitu. Rata rata mereka pakaiannya bagus malah. Dan kadang, malah cewek cewek cantik gitu. Ah, begitulah kehidupan di kota besar gini. Banyak topeng, banyak tukang tipu.
Oiya, ini cerita panas. Aku mulai cerita panas ah.
Nah itu, mbak yang itu. Hidungnya mancung, kulitnya putih. Cukup tinggi juga, jangan tanya tinggi berapa berat berapa ukuran pakaian dalam berapa loh ! Udah aku ingatkan di atas.
Aku ikutin mbak yang tadi itu. Anggap saja namanya Anggraeni, dipanggil Eni. Manis sekali senyumnya. Kaki jenjang, ramping, terbungkus celana putih bergaris garis.
Nah ini, pakaiannya. Aku nggak tau nama pakaiannya apa namanya.
Blus ? Bercorak kembang kembang, warna merah-oranye. Oke, anggap saja blus. Tipis, halus. Menutup sampai lengan. Rambutnya panjang dikuncir seadanya dengan jepit rambut.
Eni, gadis itu melirik ke aku. Aku cuek cuek saja, pura pura lihat ke bawah void. Seragamku biru, tak mungkin mbak itu tak tau kalo aku sat.. eh, petugas keamanan disini.
Mbak Eni jalan lagi, aku masih berdiri, pura pura tak peduli. Ekor mataku mengikuti langkahnya. Pantatnya lumayan seksi lah, celana bergaris itu membentuk lekukan seksi di bawah punggungnya. Dan tiap bergerak.. Duhh… seksi, sudah mulai hot ini.
Nah, saat udah mulai begini, harusnya aku mulai berpikir. Jalan cerita yang pantes seperti apa.
Latar belakang, Mbak Eni harus aku kasih sejarah hidup dong. Jangan disamakan dengan cerita cerita panas lama, yang asal ketemu cewek seksi langsung ajak ihik ihik terus.
Anggraeni, baru saja lulus kuliah. Iya, kayaknya pantes. Baru lulus kuliah, lalu sekarang pulang kampung ke sini. Mbak Eni, lahir dari keluarga yang berkecukupan. Dan sekarang sudah keterima kerja di bank. Jangan deh, jangan bank. Kerja di notaris saja. Sambil kuliah lagi, ngambil spesialis notaris gitulah.
Eh, stop sebentar. Mbak Eni baru masuk ke toko pakaian. Kayaknya lihat lihat baju seksi gitu, nggg…bukan sih. Tapi anggap aja begitu, namanya juga cerita panas. Nah disini, aku mulai ikutan masuk.
Aku mendekat, pelan aku berjalan di belakang mbak Eni. Kuhirup harum parfumnya, wangi banget. Duh, jadi makin panas ini. Aku melepas kancing baju paling atas, kukibaskan kerah supaya sedikit dingin.
Mbak Eni masih memilih milih baju, lalu menarik beberapa dari gantungan untuk di coba. Lingerie warna merah muda dan hitam. Oke, itu cuma Tshirt sama blus polos biasa, tapi ayolah, anggap aja itu lingerie. Namanya juga cerita panas.
Mbak penjaga toko menunjuk ke pojok. Ke arah kamar ganti. Mbak Eni tersenyum lalu berlalu. Nah, aku ikutin dong. Namanya juga cerita panas. Aku ikutin cewek bercelana garis tadi, lalu ikut masuk ke kamar ganti.
Tak perlu menunggu lama, kupeluk pinggang ramping Mbak Eni. Gadis itu tersenyum dari kaca cermin, tak ada penolakan. Kepalaku menyusuri leher jenjangnya, hingga Mbak Eni mendesis. Telapak tangannya mengusap rambutku, meremas kepalaku.
Perlahan jariku bergerilya dari pinggangnya, naik ke kancing blus kembang merah-oranye. Melepas satu persatu dari bawah. Mbak Eni memiringkan kepalanya, memberiku jalan untuk semakin menggerayangi leher jenjangnya dengan bibir dan lidah. Telinganya kujilat, kukulum lembut ujung bawah telinga.
Mbak Eni mendesis, dan memegang erat jariku. Jariku yang sudah berhasil membuka kancing blusnya diremas kuat. Telapak tanganku dibuka, lalu diarahkan ke buah dadanya yang masih tertutup beha.
Kuremas kencang, Mbak Eni mendongak sambil mendesis. Pantatnya digerakkan ke belakang, perlahan bergoyang menggoda.
Tanganku segera bergerak cepat, memutar bahu Mbak Eni menghadapku. filmbokepjepang.com Blus kembang kembang warna merah-oranye pun segera terjatuh. Bagaikan seorang playboy ulung, jariku terlatih meneruskan pekerjaan copot sana copot sini, hingga gadis itu berakhir telanjang.
Aku berlutut, kukecup perlahan pusar Mbak Eni di depan wajahku. Kulirik wajahnya, cantik dan menggemaskan. Kilatan matanya menunjukkan birahi yang sedang mendaki.
Kepalaku kembali diremas tangan halus Mbak Eni. Lidahku merambat perlahan, mengelilingi pusar lalu perlahan turun. Kulit perut Mbak Eni sedikit mengejut kaget, geli. Bibirnya semakin mendesah.
Kuangkat kaki kirinya, membuka celah yang terjepit diantara dua paha mulus tersebut. Kepalaku semakin membungkuk, menelusuri kulit halus hingga sampai ke bibir bawah Mbak Eni.
eehhkkksss….
Mbak Eni mengerang saat ujung jariku menembus bibir kewanitaannya. Gadis itu mendesah tak keruan. Matanya tiba tiba mendelik, lalu pahanya mengencang. Telapak tanganku yang sedang bergerilya di bukit kecil diantara dua paha mulus, dijepit kencang.
Tubuh seksi Mbak Eni menggelosor terduduk lemas di lantai, telanjang. Aku berdiri perlahan.
Jari lentik gadis berambut panjang di depanku meraih retsleiting celanaku. Dengan cekatan, celana seragam biru tersebut sudah teronggok di lantai.
Penisku terbebas, tentu saja, mengacung menantang di depan hidung mancung Mbak Eni.
Dengan senyum menantang, Mbak Eni melirik. Aku hanya terdiam saja, tak berani bergerak.
Bibirnya mendekat, mencium ujung batang kemaluanku yang sudah mengeluarkan cairan pelumas.
Tangannya segera membersihkan, dengan mengusapkan di baju seragam yang masih kupakai.
Kembali, Mbak Eni memandang bentuk ujung penisku, lalu mencium.
Sekali, geli.
Dua kali, masih geli.
Tiga kali, lidahnya terjulur, memantul mantulkan batang penisku ke atas dan ke bawah.
Kemaluanku segera tegang penuh. Pantulan goyangannya semakin kecil, menandakan otot kejantananku di posisi maksimal.
Tak menunggu lama, kepala gadis cantik yang berlutut di depanku ini, semakin mendekat. Batang kemaluanku menghilang, menyisakan bibir seksi mengelilingi kulitnya.
Aku menahan nafas. Aduh, cantik sekali. Kerlingan mata nakalnya membuat Mbak Eni semakin seksi. Pipinya mengempot, menghisap batangku dengan kuat. Aku tak kuasa melepas nafas hingga mendesah panjang.
Pipinya semakin terlihat mengempot, ketika kepalanya bergerak mundur. Lalu mengembung kembali saat bergerak maju. Otot pantatku mengencang, semua indera perangsangku terpusat di bawah sana.
PLOP !
Sambil tertawa halus, Mbak Eni melepaskan kulumannya. Kupegang kepalanya, lalu pinggulku bergerak maju mundur. Aku ingin menikmati bibir itu lagi.
Ahh, enaknya kusetubuhi bibir seksi gadis ini. Tapi, aku tak mau berhenti disini. Harus kuhentikan sekarang.
Kulepas batang kemaluanku dari bibirnya, wajah Mbak Eni tampak sayu dan makin menggoda. Kuangkat pinggulnya, hingga menungging di depanku.
Kakinya kukangkangkan, sehingga celah di bawah pantatnya sedikit membuka. Kugesekkan batang kemaluanku disana.
Mbak Eni mendesah. Matanya memandangku dari cermin di ruang pas tersebut.
Kugesekkan lagi tanpa niat memberi lebih. Mata yang tadinya sayu, mulai terlihat sedikit protes. Mulutnya mendesis sambil meminta untuk dipuaskan lagi.
Kutarik pinggulku sedikit menjauh, memberi ruang untuk menempatkan ujung penisku di bibir kewanitaan Mbak Eni.
Kugoda gadis yang menungging di depanku ini, dengan memainkan ujung kemaluanku di bibirnya. Kugesek gesekkan turun hingga klitoris dan naik hingga mendekati lubang anal.
aaahhh…sss…
Lalu di saat yang tak terduga, kulesakkan dengan cepat ke dalam kemaluannya.
Matanya mendelik, tangannya menggenggam sambil menahan badannya di kaca cermin. Kudiamkan badanku di dalamnya.
Hangat.
Geli.
Kutarik perlahan, hingga tersisa kepala penisku di dalam sana. Lalu kudorong lagi.
Sekali.
Dua kali.
Tiga kalinya, Mbak Eni mendesah panjang.
Saat mendesah itu, pantat montoknya kupegang erat, lalu pinggulku memompa dengan cepat.
Mbak Eni berkelojotan tak karuan.
Orgasme pelan yang diharapkan datang, bersusulan dengan hujaman tongkat kejantananku di dalam tubuhnya. Membuat badannya menggelinjang, berkelojotan sekaligus linu di saat yang sama.
Kedua tangan Mbak Eni yang tadinya berpegangan di dinding kaca, berbalik menahan perut dan pinggulku. Berusaha meredam pompaan kerasku.
Namun apa daya, badannya yang terjepit antara tubuhku dan dinding kaca membuatnya tak mampu banyak bergerak.
Pompaanku semakin kasar, sampai Mbak Eni menjerit jerit. Antara enak, linu, dan sakit bercampur aduk. Kejutan kejutan listrik susul menyusul membuat badannya mengejang.
Lalu dengan tiba tiba, batang penisku ku keluarkan.
Sekejap Mbak Eni jatuh ambrug di lantai. Kakinya sudah sedari tadi lemas, tak kuat menahan badannya. Matanya terpejam, bibirnya terbuka dan lirih mendesah. Nafasnya masih tak beraturan.
Badan mulus Mbak Eni berkilat kilat, berkeringat. Aku masih berdiri dengan batang penis belasan centi teracung gagah.
huuufffttt….. Mbak Eni memaksa berdiri.
Mata bulat gadis cantik itu memandangku, lalu badannya mendekat. Tangannya meremas nakal.
Mbak Eni memberi tanda supaya aku rebah di lantai. Dengan sedikit memaksakan diri, di ruangan kecil kamar pas ini, aku duduk di lantai dan menyelonjorkan kakiku.
Kaki jenjang gadis cantik di depanku ini mengangkangi badanku, lalu lututnya ditekuk. Jongkok.
Tangannya mengurut penisku, lalu perlahan mengarahkan ke bibir kemaluannya.
Nafasku terbuang panjang. Penisku ditelan bibir kemaluannya, utuh.
Mbak Eni melenguh juga, dengan mata terpejam. Dadanya yang membusung diremasnya sendiri persis di depan mukaku.
Pantatnya menempel di pangkal pahaku. Tak bergerak sama sekali.
Selama beberapa detik , Mbak Eni memang berusaha menikmati batang kemaluanku tertanam penuh di dalam rahimya.
Kedua tangan yang tadinya meremas dada, kini bergerak di leherku. Kepalaku ditariknya mendekat ke dadanya. Puting coklat muda, mengacung di ujung bukit dada. Sangat menggoda untuk digigit.
aaahhhsss…..
Mbak Eni mengerang. Putingnya kupermainkan dengan lidahku, sementara badannya mulai bergerak. Pinggulnya bergoyang. Mbak Eni hanya mampu bergoyang menggesek, lutut dan kakinya sudah tak kuat untuk memompa.
Desahan dan nafas berat Mbak Eni terasa sangat kuat di telingaku. Dengan posisi di bawah, memang tak banyak yang bisa kulakukan. Apalagi ruangan ini sangatlah sempit.
Entah kenapa, Mbak Eni kembali mengejang kuat. Otot kewanitaannya terasa meremas batang kejantananku. Jemari lentiknya menutupi bibir, menghindar desahan puncak kenikmatannya yang sedikit berisik.
Tubuhnya ambrug ke badanku. Aku tak bisa bergerak.
Kugeser badanku, hingga aku merebah di lantai. Tanganku bergerak menyusuri pinggang, lalu meremas buah pantatnya yang masih menelan batang kemaluanku.
Tanganku sedikit menarik badannya ke atas, hingga pinggulku bisa bergerak dari bawah. Perlahan lahan aku mulai memompa.
Mbak Eni kembali tersenyum. Bibirnya memagut bibirku, semakin dalam.
Gerakan pinggulku semakin lama semakin keras dan cepat, seiring dengan pagutan bibirnya yang semakin rakus.
Tanpa pikir panjang, kemaluanku yang berkedut segera memuntahkan isinya ke dalam sana. Tujuh kali semprotan panjang, mengiringi kelojotan badan ramping Mbak Eni di atas tubuhku.
aaaahhhhssss…
Aku mendesah panjang.
Begitu ceritanya. Satu cerita panas baru saja selesai aku imajinasikan.
Aaahhh… Tapi aku tak tahan juga. Oke, oke… Mbak Eni ini tingginya sekitar 165cm, berat 50 kg kurang, dan behanya ukuran 38D.
Ternyata, cerita panas yang aku bikin tadipun, sama sekali nggak ada isinya. Gimana dong…
Aaaaahhh…aku gagal lagi.,,,,,,,,,,,,,
~ o0o ~