Cerita Sex Toked Gede Sang Gadis Kampus
Cerita Sex Toked Gede Sang Gadis Kampus – Pada hari pertama aku masuk kuliah di universitas Semarang, tidak terdapat* yang aku kenal satupun, sampai-sampai* aku laksana* orang nyasar, bingung celingak-celinguk kesana kemari. Sewaktu sedang bingung-bingungnya tiba-tiba terdapat* cewek yang menegurku, ‘Eh, tau ruang belajar* MI1-3 nggak?’. Eeiittss.., ternyata aku pun* cari ruang belajar* itu.., kemudian* aku jawab, ‘mm.., saya pun* tidak tahu, mendingan cari sama-sama yuk’.
‘Saya Gita’ dia sebut namanya duluan. ‘Aku Iwan’, aku sebut namaku juga, di situlah aku mulai punya teman mempunyai* nama* Gita. Cewek manis ini memiliki* kulit kuning langsat, hampir* tanpa cacat, tinggi badan kira-kira 166 cm, dengan berat 49 Kg. Tapi yang buat* aku tidak jenuh* melihatnya ialah* dadanya yang menantang, lumayan* besar guna* ukurannya, namun* tidak terlampau* besar sekali.
Begitu pula dengan pantatnya, aku sangat* suka andai* dia menggunakan* jeans ketat, dengan kaos oblong warna putih. Kadang andai* ia bercanda, ngomongnya nyerempet-nyerempet porno terus, walaupun sekali-sekali saja. Tiga bulan telah* lamanya aku dekat dengannya, jalan kemanapun tidak jarang* kali* bersama, walaupun dia belum sah* jadi pacarku, namun* aku dan dia tidak jarang* kali* berdua kemanapun. Sampai kesudahannya* aku dan dia pergi jalan-jalan ke wilayah* Dieng, salah satu wilayah* dingin di Jawa Tengah, niatnya hanya* jalan-jalan saja, tidak menginap.
Entah mengapa* hari ini dia mengajakku berkelakar* yang berbau porno terus, dari pagi sampai* siang hari. Sampai kesudahannya* ia bertanya begini, ‘Wan, bila** kamu punya istri suka yang buah dada nya besar atau sedeng-sedeng saja?’. Lalu aku jawab ‘Mm.., yang kayak apa ya?, kayaknya aku suka yang laksana* punya kamu tersebut* lho’. ‘Lho emang anda* pernah liat punyaku?’, tanya dia. Aku bilang ‘Gimana inginkan* liat, orang kamunya ajah nggak pernah kasih kesempatan.., heheheh’. Dia tanya lagi seraya* bercanda, ‘Kalo aku kasih peluang* gimana?’.
Aku jawab, ‘Yaa.., nggak aku sia-sia’in’. ‘Emang berani?’, tantang Gita. ‘Siapa takut..’, jawabku tidak inginkan* kalah. ‘Kalo gitu bukti’in!’, kata Gita. ‘Oke.., anda* cari losmen sekarang.., gimana?’, tantangku gantian. ‘Siapa takut..’, jawabnya tidak inginkan* kalah juga. Jujur saja aku masih berfikir bahwa ini cuma berkelakar* saja, hingga* tiba-tiba di depan suatu* losmen, dia berkata, ‘Wan, disini ajah.., kayaknya losmennya bagus tuh’. ‘Deg!!’, jantungku terasa berhenti. Dengan ragu-ragu kuarahkan mobilku masuk ke halaman losmen tersebut. Aku masih diam dan separuh* tidak percaya. Terus dia berkata, ‘Kamu angkat tas-tas kita, aku yang check in.., OK?’.
Seperti babu untuk* majikannya, aku ikuti kata-katanya dan mengikuti tahapannya* masuk ke losmen. Masuk ke kamar losmen langsung anda* tutup dan kunci pintunya, aku masih terdiam terus duduk di atas kasur hingga* dia berkata, ‘OK, kini* aku kasih anda* kesempatan liat dadaku, tapi tidak boleh* macem-macem yaa?’. Tiba-tiba saja Gita unik* kaosnya ke atas, dan langsung membuang* ke atas lokasi* tidur. Lalu dia terdiam seraya* menatapku yang pun* terdiam, walaupun sebetulnya* aku sedang terpana.
Beberapa ketika* dia arahkan tangan kanannya ke pundak kirinya, digesernya tali BH-nya jatuh ke lengan. Lalu gantian tangan kirinya ke pundak kanan mengerjakan* hal yang sama. Lalu tangan kanannya ditunjukkan* ke punggung, namun* tangan kirinya masih memegangi BH unsur* depannya. Oh God.., Nafasku terasa berhenti di tenggorokanku.., BH-nya sudah* terlepas, namun* masih disangga* bagian depannya oleh tangan kirinya. Gita terus memandangiku. Gita menggigit bibir unsur* bawahnya.
Tiba-tiba ia berkata, ‘Aku nggak bakal* lepas ini, andai* kamu nggak buka pakaianmu semuanya’ Aku ragu-ragu.., namun* nafasku telah* tidak dapat* diatur lagi.., aku buka kaosku.., aku buka jeansku.., kemudian* aku berhenti, bermukim* celana dalam yang aku kenakan.., gantian aku yang menantang, ‘Aku nggak bakal* buka ini, andai* kamu nggak lepas tersebut* sekarang’ Gita diam sejenak kemudian* dia turunkan perlahan tangan kirinya dan kesudahannya* terlihat jelas buah dada nya yang kuning langsat dan benar-benar menantang.
Belum sempat aku rampung merasakan* pemandangan ini, tiba-tiba ia melompat ke arahku dan mendorongku telentang di kasur, dengan cepat dia menghirup* bibirku. Aku yang masih kaget bakal* serangan seketika* ini tidak menyia-nyiakannya, kami saling berciuman, saling melumat bibir, ‘uugghh.., oohh..’, melulu* kata tersebut* yang Gita keluarkan. Tiba-tiba saja di berdiri, dalam 5 detik celana jeansnya telah* terlepas. Kami sama-sama melulu* memakai celana dalam saja, saling pandang tetapi tersebut* hanya dilangsungkan* 6 detik, dengan cepat ia unik* celana dalamku kebawah dan melepasnya.
Gita tersenyum dan tidak banyak* tertawa, aku tak tahu dia senang menyaksikan* punyaku atau menertawai punyaku? Akupun tidak inginkan* kalah, kutarik perlahan-lahan celana dalamnya tidak banyak* demi sedikit, ternyata Gita telah* tidak sabar kemudian* dia tarik sendiri celana dalamnya dan melemparnya ke belakang, belum sempat celana dalamnya menyentuh lantai bibirnya telah* melumat bibirku, ‘oohh..’, kami kini* benar-benar telanjang bulat. Gita mulai menghirup* leherku tapi tersebut* tidak lama sebab* aku keburu membalik badanku. Sekarang gantian ia yang telentang di kasur.
Pemandangan yang estetis* sekali namun* kali ini aku tidak inginkan* lama-lama memandang, langsung aku berada diatasnya, kedua tangannya telah* kupegang dan tahan di samping kiri-kanan kepalanya. Aku ciumi lehernya, bibir, leher lagi. ‘Hhmmhh.., uugghh.., sstt’, cuma tersebut* yang dia katakan. Ciumanku telah* ‘bosan’ di leher. Aku mulai turun. Melihat gerakanku itu, tiba-tiba dia mengusung* dadanya. Kesempatan ini tidak kusia-siakan. Aku langsung ciumi buah dada nya sebelah kiri, sedang tangan kananku mengelus-elus buah dada nya yang kanan.
Kali ini tangan kirinya telah* memegang kepalaku. ‘sstt.., hh.., sstt..’, mulutnya berdesis laksana* ular. Dia unik* rambutku dan kepalaku dan menunjukkan* kepalaku ke buah dada nya sebelah kanan. Dengan t’. Lalu dengan gigiku aku mulai mengigit-gigit tidak banyak* puting susunya, kiri-kanan, kiri-kanan tidak jarang* kali* bergantian dan adil. Sementara dari mulut Gita terus terbit* kata, ‘Teruuss.., teruuss.., yang keras.., aahh.., gigit Wan.., gghh.., sstt’. Sementara punyaku telah* tegang keras.
Kepalaku mulai turun lagi namun* tiba-tiba ia berteriak kecil, ‘Wan.., Iwan.., uugghh.., kini* ajjaah.., masuk’iin.., nggak usah pake mulut lagi.., masukin sekaraanng.., plizz..’. Aku langsung di dorongnya. Sekarang ganti posisi, aku yang telentang dan Gita sedang di* atasku. Selangkangannya mencari-cari posisi, meski* aku tahu tentu* yang dia cari ialah* punyaku. Begitu posisinya tepat, Gita mendorongnya dengan kuat. ‘uugghh..’, sedang aku tidak banyak* berteriak, ‘aahh’. Punyaku telah* terbenam di dalam selangkangannya. Gita terus menggerak-gerakan pinggulnya ke atas, ke bawah, kiri-kanan, naik-turun segala arah gerakan ia lakukan.
Matanya terpejam, bibirnya digigit seperti menyangga* sesuatu, tidak jarang* dari mulutnya terbit* kata-kata, ‘oohh.., sshhtt.., uugghh.., sshhss.., sshhiitt.., aacchh.., oouuhh..’, nafasnya bukan lagi* teratur. Kedua tangannya meremas-remas buah dada nya sendiri, kepalanya tidak jarang* menengadah ke atas, ‘uugghh.., oohh.., sshhsstt’. Sedangkan aku melulu* sanggup meremas sprei di kiri dan kananku dengan kedua tanganku. Gigi atas dan gigi bawahku telah* saling menekan, tidak ada ucapan-ucapan* yang terbit* dari mulutku melulu* suara nafasku saja yang terdengar. Kali ini aku yang memungut* alih ‘kekuasannya’ gantian kudorong namun* dia justeru* tengkurap, menyaksikan* pantatnya yang putih mulus.
Aku jadi tambah bernafsu guna* segera memasukkan punyaku ke punyanya. Aku angkat pinggulnya dan Gitapun mengusung* badannya dengan kedua tangan dan kakinya. Sekarang posisinya laksana* mau merangkak. Langsung tanpa tunggu masa-masa* lagi aku mengupayakan* memasukan ‘adikku’ ke lubang vaginanya. ‘Mmaasuukkiinn.., ceeppeett..’, Gita memohon kepadaku namun* belum sempat ia menuntaskan* kalimatnya punyaku telah* masuk ke vaginanya. ‘oohh..’, dari mulutku terbit* kata tersebut. Dengan motivasi* aku mulai mendorong ke depan, menarik, mendorong, unik* terus menerus seiring dengan gerakanku.
Gerakannyapun bertentangan* dengan gerakanku, masing-masing* aku mendorong ke depan ia mendorong pantatnya ke arahku diiringi desahan dan leguhan dari mulutnya. ‘uugghh.., aahh.., Sshshhss.., oohh.., uugghh..’. Tiba-tiba ia berteriak, ‘Iwaann.., sshh.., oohh’, aku menikmati* sesuatu terbit* dari dalam lubang kemaluannya tapi, ‘oohh.., oohh.., aacchh.., Gitt.., aakku..’. Akupun merasakan kesenangan* yang tiada bandingannya seiring dengan keluarnya cairan dari dalam punyaku. ‘oohh.., uugghh’, tidak sedikit* sekali cairanku keluar. ‘Terus Wan.., keluarin semuanya..’, pinta Gita.
Tubuhku terasa telah* tidak powerful* lagi berdiri. Aku langsung telentang di kasur, sementara* Gita langsung memelukku dan membubuhkan* kepalanya di dadaku. ‘Gita sayang sama Iwan’, melulu* itu yang terbit* dari mulutnya, kemudian* matanya terpejam seraya* terus memelukku.
‘Iwan pun* sayang sama Gita’, kataku. Akhirnya sejak tersebut* aku dan Gita sah* pacaran.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,