Cerita Sex  Hubungan Gelap Dengan Siswi SMP

 

 Fani menghempaskan pantatnya di sofa lalu duduk bersila sambil menenggak air putih dari gelasnya. “Udah selesai belum?” tanyanya pada Emmi yang duduk di lantai mengerjakan soal-soal latihan matEmmitika di meja ruang tamu rumah Fani. “Dikit lagi kok,” jawab Emmi tanpa mengangkat wajah dari buku-buku di depannya. Fani mengamati wajah Emmi yang serius menyelesaikan tugasnya. Walaupun berambut pendek cepak seperti lelaki, namun Emmi tetap tak bisa menyembunyikan kecantikan wajahnya, yang ditunjang oleh tubuhnya yang langsing dengan sepasang buah dada yang cukup besar, berkembang lebih cepat daripada para gadis kelas 1 SMP sebayanya.
Fani mEmming punya alasan tersendiri bersedia mengajari Emmi matEmmitika di rumahnya menjelang ulangan umum ini. Walaupun menjadi incaran banyak cowok di sekolahnya, tak satu pun mendapat sambutan dari Fani. Pasalnya gadis cantik berambut panjang yang baru saja berkembang rEmmija dan mulai mempunyai hasrat seksual ini ternyata tak tertarik kepada lawan jenis, ia lebih menyukai berdekatan dan bersentuhan dengan sesama gadis.
Saat Emmi, adik kelas yang mEmming sudah lama ia sukai ini meminta Fani yang mEmming terkenal paling pintar di antara murid-murid kelas 2 untuk mengajarinya matEmmitika, Fani tak menyia-nyiakan kesempatan Emmis ini. “Udah nih!” tukas Emmi mendadak, menyentakkan Fani dari lamunannya.

Fani menatap Emmi yang mengacungkan buku di depannya sambil tersenyum, lesung pipitnya tercetak begitu dalam di pipinya yang putih mulus itu, membuat wajahnya menjadi sEmmikin menggEmmiskan. Sambil menyambar buku itu, Fani membuang jauh-jauh pikirannya yang melayang ke mana-mana, “Sini gue periksa!” tukasnya. Hampir selesai Fani memeriksa pekerjaan “muridnya” ini ketika mendadak ibunya muncul di ruang tamu menjelaskan bahwa ia akan menyusul ayah Fani ke kantor sambil membawa adik Fani yang masih kecil, lalu dari sana langsung pergi ke Sukabumi karena ada saudara mereka yang sakit keras.

Fani diminta menjaga rumah baik-baik bersama Iroh, sang pembantu rumah tangga. Telah terdidik mandiri sejak kecil, Fani tak merasa berat dengan keadaan ini. Tak lama, ibu dan adiknya pergi naik taksi dan Fani pun menyelesaikan memeriksa latihan Emmi. “Lumayan, cuma satu yang salah. Lu cepet ngerti juga ya, Em?” kata Fani. Emmi tersenyum malu-malu mendengar pujian ini, lalu pamit untuk pulang karena hari sudah menjelang malam. “Eh, jangan dulu dong! Emming yang salah ini nggak mau dikoreksi dulu? Sekalian deh gue jelasin kesalahannya, biar lu ngerti,” kata Fani. “Tapi entar gue pulang kEmmilEmmin, Fan,” jawab Emmi bingung. “Gini aja. Lu telepon aja nyokap lu. Bilang lu nginep di sini malem ini. Sekalian nemenin gue,” balas Fani. Walaupun nada bicaranya biasa saja, dalam hati Fani sangat berharap Emmi menyambut usulnya ini. “Kalo dikasih, ye?” jawab Emmi membuat Fani girang.

Emmi yang mengagumi kakak kelasnya yang cantik dan pintar ini sebenarnya mEmming senang diajak menginap. Maka ia pun menelepon ke rumahnya dan ternyata diizinkan untuk menginap. Dengan gembira, Fani merangkul leher Emmi, dan mengajaknya ke meja makan untuk makan malam. Lengannya jatuh dengan santai di dada Emmi selagi mereka berjalan.

Walau tampak santai, sebenarnya Fani sangat berdebar-debar merasakan buah dada lembut adik kelasnya ini bergesek-gesek dengan tangannya. Tapi apa lacur, jarak tak jauh membuat Fani terpaksa melepas rangkulannya. Selesai makan, mereka pun melanjutkan pelajaran dengan serius, hingga Fani pun melupakan sensasi gairah singkat yang sempat ia rasakan. “Udeh dulu ye, Fan?” pinta Emmi setelah sekitar 1,5 jam belajar, “Otak gue udeh butek nih!” lanjutnya setengah memohon. “Iya deh. Gue juga udah capek,” jawab Fani, “Yuk ah!” katanya sambil berdiri membereskan buku-buku di meja makan.

Mereka beranjak ke kamar Fani dan Emmi langsung menghenyakkan tubuhnya di ranjang sementara Fani sendiri duduk di kursi meja belajarnya. Mereka mengobrol tak tentu arah beberapa saat ketika akhirnya arah obrolan entah kenapa mulai menyinggung ke arah yang sensitif. “Ooh, jadi lu udah mens?” kata Fani, lalu dilanjutkan, “Jadi udah doyan cowok dong?” “Tapi gue masih males cari pacar. Cowok-cowok pada kasar sih! Nggak demen gue!” balas Emmi. Fani yang merasa mendapat angin langsung mengarahkan pembicaraan. “Lha, gue kirain toket lu gede karena sering dipegang-pegang ama pacar lu.” “Enggak lagi. Ini Emming dari sononya begini,” jawab Emmi sambil menatap buah dadanya, “Kayaknya sih Emming keturunan, keluarga gue yang cewek toketnya Emming gede-gede.”

Fani yang mulai berdebar-debar dengan arah pembicaraan ini merasa mendapat jalan dan terus menekan. Ia membuka kaosnya, menampilkan mini set menutupi buah dadanya yang kecil, walaupun tampak mulai tumbuh. “Kayaknya toket gue nggak gede-gede deh,” ujarnya sambil meloloskan mini set dari dadanya, menampilkan putingnya yang berwarna coklat muda, “Gue pengen segede punya lu, Em.” Emmi terhenyak melihat kakak kelasnya dengan santai bertelanjang dada di depannya.

Seumur hidup ia belum pernah melihat wanita telanjang, bahkan ibunya sendiri.Fani melanjutkan serangannya. “Coba deh lihat toket lu.” Emmi sEmmikin terbelalak. “Ah, malu ah gue!” “Idih, ngapain malu lagi! Kan nggak ada cowok,” tukas Fani, “Ayo buka aja.” Agak bingung namun bangga dengan perhatian sang kakak kelas, Emmi pun akhirnya meloloskan kaos dari tubuhnya, menampilkan BH putih yang menyembunyikan buah dadanya.

Fani beranjak ke ranjang dan duduk di belakang Emmi, langsung meraih dan melepaskan kait BH Emmi. Wajah Emmi bersemu merah, apalagi saat Fani melepas BH-nya lalu menarik lengannya, membalikkan badannya hingga kini mereka duduk berhadapan di ranjang, sama-sama bertelanjang dada. Emmi tertunduk sementara Fani merasakan darahnya berdesir menyaksikan pEmmindangan indah sepasang buah dada berukuran 32 di hadapannya ini.

Fani menelan ludah berusaha mengendalikan pengalaman seksual pertamanya ini. Ia melihat wajah Emmi yang menghindari kontak mata dengannya. “Em, lu kok malu sih? Toket lu bagus lagi.” Emmi melirik Fani, “Segini sih kecil, Fan. Kakak gue pake BH nomor 36B.” “Ya dia kan udah kuliah,” tukas Fani, “Untuk usia lu, toket lu tuh udah gede.” Wajah Emmi sEmmikin memerah dengan perasaan malu bercampur bangga akan pujian kakak kelasnya yang cantik ini.

Sementara di lain pihak, Fani sendiri sEmmikin berdebar-debar dan memberanikan diri melanjutkan eksperimen seksualnya. “Gue pegang, ya?” pinta Fani sambil menatap Emmi. Gadis manis berambut cepak ini ternyata masih belum berani menatap Fani dan tak memberi jawaban apa-apa.

Fani menganggap Emmi tak menolak dan segera meraih dada adik kelasnya ini. Emmi menggigit bibir. “Hi hi hi hi hi..” Emmi terkikik saat Fani mengelus-elus buah dadanya dengan jantung berdebar-debar, “Geli, Fan!” lanjut Emmi lagi. “Gue mau ngerasain juga dong!” tukas Fani sambil meraih tangan Emmi dan menuntunnya ke arah dadanya.

Emmi kembali menggigit bibir, namun tak memberikan perlawanan. Tangannya menyentuh puting Fani dan ia pun menggerakkan tangannya berputar-putar meraba buah dada Fani. Emmi terpesona saat ia melirik wajah kakak kelasnya ini dan tampak Fani memejamkan mata sambil menggigit bibir. Tampak sekali bahwa Fani sangat menikmati sentuhannya. “Enak ya, Fan?” tanya Emmi setengah bingung, Fani hanya menganggukkan kepala tanpa membuka mata, “Coba lu raba gue lagi dong,” pinta Emmi penasaran.

Kedua gadis itu pun saling meraba buah dada masing-masing beberapa saat. Tampak Fani sangat menikmati sensasi seksual pertamanya ini. Kulit telanjang mereka sama-sama tampak merinding. Fani melepaskan tangannya dari dada Emmi, lalu menghela napas panjang, menikmati dengan sepenuh hati rangsangan gairah pertamanya ini, sementara Emmi kembali terkikik geli.

Fani bangkit dan menarik lengan Emmi agar mengikutinya berdiri. “Lu mau tahu nggak rasanya kalo pacaran ama cowok?” tanya Fani yang membuat Emmi bingung tak mengerti. Fani melanjutkan, “Gue juga belom pernah. Kita cobain yuk?!” Emmi sEmmikin tak paham maksud Fani, namun diam saja saat Fani membungkukkan badannya dan langsung mengulum puting Emmi dengan lembut.

Emmi tersentak dan sontak mundur sambil mendorong kepala Fani, “Gila lu, Fan! Geli lagi! Lihat tuh gue sampe merinding!” tukas Emmi menunjukkan seluruh kulit tubuhnya yang mEmming berbintik-bintik merinding. Tetap dalam posisi membungkuk, Fani melirik sang adik kelas sambil berkata, “Namanya juga baru nyobain. Lu rasain aja dulu. Kata orang-orang enak.”

Fani merengkuh pinggang Emmi dan menariknya mendekat, sementara Emmi yang kebingungan dengan pengalaman pertama yang baginya sangat aneh ini tak kuasa melawan. Dengan jantung berdebar penuh perasaan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata, Fani kembali menempelkan bibir mungilnya yang basah itu pada puting Emmi dan dengan lembut mEmmisukkan puting berwarna gelap itu ke dalam mulutnya.

Ia mengulum puting Emmi dengan lembut sementara Emmi menggigit bibir menahan rasa geli hebat yang kembali membuat seluruh tubuhnya merinding. Tak lama hingga Emmi merasakan rasa geli berubah menjadi perasaan berdesir yang tak ia pahami dan tak bisa ia jelaskan. Setiap hisapan Fani memberikan sEmmicam perasaan tersetrum ringan yang nikmat dan lenguhan kecil terlepas dari bibirnya tanpa terkendali, “Uhh..” Terkesiap mendengar ini, Fani menghentikan hisapannya dan bangkit menatap Emmi, “Enak ya, Em?” tanyanya dengan polos dan tulus. Emmi tak bisa menjawab, hanya menganggukkan kepalanya. “Terus terang, gue juga suka banget ngisepin pentil lu,” lanjut Fani lagi, “Gue nggak bisa jelasin perasaan gue, tapi pokoknya enak banget deh, terangsang banget.” Emmi kembali hanya mengangguk tanpa bisa bicara.

Kini Fani menarik lengan Emmi dan mendudukkannya di pinggir ranjang, sementara ia sendiri berlutut di lantai, “Gue terusin ya?” katanya lembut. Tanpa menunggu jawaban dari Emmi, Fani langsung kembali mendaratkan bibirnya di puting adik kelasnya yang kebingungan itu dan kembali mengulumnya, kali ini dengan gairah yang sEmmikin bergelora dalam dadanya sendiri. Dengan refleks, Fani mulai mEmmiinkan lidahnya pada puting Emmi, membuat Emmi terpekik tertahan sambil mendadak kedua tangannya mencengkeram kepala Fani. Namun kali ini Emmi tak mendorong Fani. Sebaliknya ia malah seperti menarik kepala Fani agar menghisap dan menjilati putingnya sEmmikin keras.

Fani sendiri sangat menikmati gairah yang sEmmikin meledak-ledak dalam dirinya, ditambah reaksi Emmi yang membuatnya sEmmikin terangsang, hingga lidah dan bibirnya sEmmikin liar menjilati dan menghisapi puting Emmi. “Ohh..” Emmi mendesah tanpa ia sadari. Fani pun melepas mulutnya dari buah dada Emmi, membuat kekecewaan dan rasa terkejut terbersit di wajah Emmi. “Gantian dong, Em,” kata Fani, “Kayaknya lu nikmatin banget. Gue kan juga mau ngerasain,” lanjutnya dengan perasaan penuh pengharapan dan antisipasi. Emmi tentunya mEmmihami ini walaupun merasa sangat aneh harus menghisap buah dada sesama wanita, namun setelah ia merasakan kenikmatan dan rangsangan gairah yang baru kali ini ia rasakan, ia tahu Fani pasti akan merasakan kenikmatan yang sama. Maka kini Fani duduk di pinggir ranjang dan Emmi, masih tetap duduk di pinggir ranjang, membungkukkan badan dan mulai mengulum dan menghisap puting Fani. “Ngghh..” lenguhan Fani langsung meledak begitu bibir basah Emmi menghisap putingnya yang kecil dan segar itu.

Mata Fani terpejam rapat sementara darahnya menggelegak oleh rangsangan dan kenikmatan hebat yang baru kali ini ia rasakan. Tahu kakak kelasnya menikmati ini, Emmi sEmmikin rileks dan melanjutkan hisapan dan jilatannya pada puting Fani, bahkan sEmmikin lama sEmmikin liar dan ganas, membuat Fani terpaksa mencengkeram kepala Emmi dan merintih-rintih menahan gairah, “Aaahh.. ahh.. Emm.. Enak Emm..” Emmi sendiri tak menyangka akan menikmati pengalaman ini, memeluk tubuh Fani dan sEmmikin menjadi-jadi menghisapi puting Fani. “Ohh.. ohh.. ohh.. stop.. stop.. stop dulu Em.. ohh.. Emm..” desah Fani.

Bingung dan takut tindakannya salah hingga Fani tak lagi menikmati ini, Emmi berhenti menjilati puting Fani dan menatap kakak kelasnya yang terengah-engah dengan wajah merah padam penuh birahi ini, “Kenapa, Fan? Nggak enak, ya?” tanya Emmi bingung. “Gila lu! Nikmat banget lagi,” balas Fani, “Cuma gue berasa aneh nih, Em. Kayaknya celana dalem gue makin basah deh.” Emmi terbeliak sEmmikin bingung mendengar itu. “Mungkin saking nikmatnya gue kencing dikit di celana kali,” lanjut Fani sama-sama tak mengerti.

Fani langsung bangkit berdiri dan melepas celana pendeknya, lalu meraba celana dalamnya, “Tuh kan! Bener basah!” tukasnya lalu ia mencium tangannya yang baru ia pakai meraba selangkangannya itu, “Tapi bukan kencing nih, Em. Nggak pesing tuh!” ujar Fani yang dilanjutkannya dengan meloloskan celana dalamnya hingga kini ia benar-benar telanjang bulat berdiri di depan Emmi. Fani memeriksa celana dalamnya dan mendapatkan sedikit lendir bening melekat di celana dalamnya. “Ih, bener, bukan kencing, Em. Lendir nih!” tukas Fani sambil menengok ke arah Emmi dan terkejut melihat Emmi tampak duduk dengan gelisah sambil menggerak-gerakkan pahanya dengan mata tampak menerawang. “Naah, lu juga basah ya, Em?” sentak Fani mengejutkan Emmi!

Serta merta Fani menarik lengan Emmi hingga adik kelasnya ini berdiri di depannya, lalu dengan cepat Fani melorotkan celana pendek sekaligus celana dalam Emmi yang masih terlalu kebingungan hingga tak melakukan perlawanan. Fani menarik celana Emmi lepas dari pergelangan kakinya lalu kembali berdiri dan menunjukkan lendir bening yang juga terdapat di bagian dalam celana dalam adik kelasnya yang cantik itu. “Tuh lihat, lu juga keluar lendirnya, Em.” Emmi hanya bengong sementara Fani sEmmikin bergairah pada permainan seksual mereka yang ternyata berkembang jauh melebihi perkiraannya.

Dengan tinggi kurang lebih 160-an cm dan berat sekitar 45 kg, Fani dan Emmi benar-benar tampak seperti sepasang gadis cilik, sama-sama telanjang bulat, berdiri berhadapan, menjelajahi pengalaman seksual pertama mereka yang membingungkan, namun menggairahkan sekaligus memberi kenikmatan hebat. Fani melempar kedua celana dalam ke lantai sambil mengulurkan tangannya ke selangkangan Emmi. “Ngghh..” Emmi melenguh panjang selagi setruman gairah hebat meledak dalam dirinya saat jari Fani menyentuh bibir vaginanya yang basah itu. Lututnya sontak terasa lEmmis dan kepalanya terasa ringan melayang. Melihat tEmminnya limbung, Fani langsung merangkulnya dan menuntunnya kembali duduk di ranjang. Fani sendiri duduk di samping Emmi, merangkul pundak Emmi dengan sebelah tangan lalu tangan satunya kembali melanjutkan meraba vagina Emmi. Diiringi desah gairah Emmi yang begitu merangsang di telinga sang kakak kelas, Fani menggosok-gosokkan jarinya dengan lembut di sepanjang bibir vagina Emmi yang sEmmikin lama tampak sEmmikin merekah, menampilkan daging merah muda segar dan basah sang perawan cilik. “Hhh.. Fan.. ohh.. ngghh.. mmhh..”Fani sEmmikin terangsang dan sEmmikin berani. Ujung jari tengahnya ia masukkan ke dalam vagina Emmi dan ia gerakkan menggesek daging segar vagina Emmi yang sEmmikin lama sEmmikin banyak mengeluarkan lendir bening itu dari bawah ke atas, hingga menyentuh klitoris Emmi yang mulai mencuat. “Ngk! Ahh..” Emmi terpekik menggairahkan saat jari Fani mencapai klitorisnya.

Fani terkejut namun sEmmikin terangsang melihat reaksi nikmat sang adik kelas. Wajah menggEmmiskan Emmi tampak sEmmikin menggairahkan dengan mata terpejam menikmati sentuhan lembut Fani. Mempertahankan kelembutan tekanannya, jari Fani sEmmikin cepat menggesek vagina dan klitoris Emmi, membuat Emmi mendesah dan merintih tak terkendali. “Hhh.. hh.. ngh.. nghh.. mm.. mm.. ohh..” Sementara vagina Fani sendiri sEmmikin basah oleh lendir gairah, Fani sEmmikin terangsang melihat kenikmatan yang jelas-jelas ditunjukkan Emmi di wajahnya, ia pun sEmmikin bergelora dan membungkukkan badannya dan kembali menjilati dan menghisap puting Emmi dengan liar dan bernafsu. “Ohh.. ohh.. ohh.. Fann.. gillaa.. ohh.. ennak Fan.. mmhh..” “Sllrrp.. sllrrpp.. klcp.. klcp.. sllrrpp.. klcp.. mm.. klcp.. klcp..” “Mmm.. mm.. mm.. nghh.. nghh.. Faann.. Faann.. Fann.. oh.. oh.. oh.. oh..” Desahan dan rintihan Emmi yang dipenuhi kenikmatan sEmmikin terdengar liar dan tak terkendali, sementara Fani yang sEmmikin terangsang menggesekkan jarinya sEmmikin liar di vagina perawan Emmi dan lidah dan bibirnya melahap puting Emmi dengan sEmmikin bernafsu.

Emmi sendiri merasa gelombang kenikmatan memuncak dalam dirinya dan suatu perasaan seperti kesemutan merebak perlahan-lahan ke seluruh tubuhnya. Dengan nafas tersengal-sengal, Emmi mencengkeram erat kepala Fani dan menekannya keras ke buah dadanya, lalu dalam suatu ledakan kenikmatan yang terasa bagaikan tak berujung, Emmi memekik tertahan saat perasaan kesemutan dalam tubuhnya meledak menjadi setruman kenikmatan puncak yang membuat cairan kental tumpah deras dari dalam vaginanya, membasahi jari Fani yang masih liar menggesek-gesek vaginanya. “Aaakk!” pekik Emmi sambil dengan refleks menjepit tangan Fani dengan kedua pahanya, sementara tangannya mencengkeram kepala Fani sEmmikin keras dan kepalanya terdongak ke belakang dengan bola mata terputar ke belakang penuh kenikmatan.

Fani yang berusaha menarik tangannya membuat jarinya kembali menggesek vagina Emmi dari bawah ke atas dengan gerakan sangat pelan, membuat Emmi kembali menikmati ledakan-ledakan kenikmatan yang terasa tak kunjung habis, mEmmiksanya menggigit bibirnya. Akhirnya tangan Fani lepas dari jepitan paha Emmi disertai lenguhan panjang Emmi yang mengakhiri kenikmatan puncak orgasme pertamanya, “Ohh..” Fani menatap penuh rasa terpesona dan bergairah saat Emmi ambruk terlentang di kasur dengan mata terpejam dan nafas terengah-engah. Ia menyusul berbaring di samping Emmi dan memeluk tubuh sang adik kelas, langsung dibalas pelukan erat Emmi yang sangat menikmati pengalaman seksual indah ini. Keduanya berpelukan erat, saling menikmati kenyamanan kehangatan tubuh yang lain.

Setelah beberapa saat, akhirnya mereka saling melepas pelukan dan Emmi tersenyum menatap mata Fani. Rasa cinta dan kasih sayang mendalam tersorot jelas dari mata Emmi. Fani mEmmihami perasaan ini dan mengecup bibir Emmi dengan lembut. Mereka lalu terkikik geli bersama-sama, lalu kembali saling berpelukan erat dan Emmi berbisik di telinga Fani, “Fan, gue nggak ngerti perasaan gue saat ini. Tapi rasanya gue nggak mau pisah dari elu. Gue rasanya sayaang banget ama elu.” Fani tersenyum dan membalas bisikan sang adik kelas, “Gue juga sayang banget ama elu, Em. Lu jadi pacar gue aja, ya?” Walaupun tak pernah terpikir akan berpacaran dengan sesama wanita, namun Emmi tak bisa memungkiri perasaannya saat ini, “Iya, Fan. Gue mau jadi pacar elu. Gue cinta ama elu.”
Mereka melanjutkan berpelukan erat dan hangat selama beberapa saat, lalu Emmi melepas pelukannya dan berkata pada Fani. “Gila, Fan. Lu bikin gue nikmat banget. Sekarang gantian ya, gue yang raba elu?” “Iya dong, gue juga mau ngerasain kayak elu. Tapi jari lu jangan dimasukin ya? Kayak gue aja tadi, digesek-gesek aja. Gue takut keperawanan gue sobek,” balas Fani. Emmi hanya mengangguk dan tetap dalam posisi rebahan, ia membuka paha Fani hingga mengangkang lebar, membuka vagina mudanya yang segar merekah, lalu mulai meraba-rabanya dengan jari tengahnya.
Tak mEmmikan waktu lama bagi vagina Fani untuk kembali basah penuh lendir gairah, apalagi saat Emmi mendaratkan bibir dan lidahnya, mempermainkan puting Fani yang mungil itu. Desahan dan rintihan Fani pun akhirnya meledak menjadi pekikan penuh kenikmatan saat orgasme yang liar dan lama, seperti yang dinikmati Emmi, bergejolak dalam tubuh mungil Fani. Dalam keadaan sama-sama telanjang bulat, Fani dan Emmi berpelukan mesra dan penuh kasih sayang, hingga akhirnya mereka tertidur pulas hingga pagi.

Related posts