Cerita Sex: Gigitan Memek Erna
– Ini adalah kisahku dengan seorang wanita setengah baya, dia benar benar berkesan dalam pengalaman sex ku. Namanya Erna, Wanita bersuami yang tinggal tak jauh dari tempat tinggalku. Aku mengenalnya ketika sama sama antre di ATM, wanita berkulit putih, mulus, dan terawat ini menarik perhatianku. Aku tak lepas memandangi tubuhnya yang padat dengan ukuran payudara cukup besar dan menantang.
Cerita Sex: Gigitan Memek Erna – Ist
Mulanya kuperkirakan dia seorang karyawati kantoran karena melihat dari pakaiannya, dengan celana panjang hitam, sepatu, dan kemeja kantor merah, hanya saja dia tidak bisa menyembunyikan tonkjolan buah dadanya sehingga ketika antre aku dapat menikmati dengan jelas pemandangan belahan dadanya. Aku memang selalu tertarik dengan wanita dengan payudaranya yang besar montok, sehingga tanpa sadar aku telah memperhatikan dia untuk jangka waktu yang cukup lama untuk membuat dia menyadari bahwa mataku tak lepas darinya.
Cerita Sex | Dia tersenyum kecil, spontan aku kaget dibuatnya. Aku tak berani berbuat apa karena disebelahnya aku melihat seorang pria setengah baya. Aku pikir dia suaminya. Aku mengalihkan pikiranku dan konsentrasi tunggu giliran. Selang beberapa saat wanita itu masuk ruang ATM sendiri, aku jadi yakin kalau pria itu juga berkepentingan sama yaitu antre ATM.
Seketika otakku berputar, aku keluar dari antrean dan menunggu, untung untungan bisa kenalan, karena tadi kulihat dia kasi senyuman untukku, kalaupun nggak, anggap saja hari sialku… aku menyiapkan kartu nama yang menyebutkan kalo aku adalah agen sebuah perusahan asuransi ternama. Dan kemudian saat yang kutunggu tiba, dia keluar dari ruang ATM langsung ke parkiran, aku ambil ancang ancang mencegatnya di tempat yang agak sepi dan ….
“Permisi mbak…” sapaku halus. Dia menoleh padaku
“Ya mas, ada apa” tanyanya. Akupun mulai dengan basa basi memperkenalkan diri sebagai agen asuransi yang ujung ujungnya akhirnya minta alamat dan nomor telepon bahkan nomor HP segala, Dari situ aku tahu namanya Erna. dan aku minta ijin berkunjung kerumahnya suatu saat. Dan dia mengiyakan dengan syarat telepon dulu sebelumnya. Dan kami berpisah di parkiran.
Aku tak sabaran menunggu, jam 5 sore aku coba hubungi nomor HP nya dan ternyata tidak dapat dihubungi, aku coba telepon rumahnya juga tak ada yang angkat, aku merasa dibohongi…. Dalam hati kupikir “gak apa apa lah, aku juga bohong…. Jadi lupakan saja” aku berpikir begitu supaya gak ada beban, dan aku benar melupakannya.
Sekitar jam 6 an Hp ku berbunyi, tanpa melihat aku langsung mengangkat telpon dan betapa kagetnya karena yang nelpon adalah Erna…
“Halo, tadi telpon ya…. Maaf lho Hp nya dimatiin soalnya lagi di tempat senam”
“Oh ya, gak apa-apa dan terimakasih udah telpon balik” aku basa basi sedikit
“Ada apa mas? Apa mau kerumah sekarang?” busyet nih cewek langsung ke inti, aku jadi gelagapan sendiri dan jantungku mulai berdegup gak karuan, aku gak sadar kalo aku belum jawab pertanyaannya.
“Halo…. Mas.. masih disitu”
“Oh, ya… memang ada waktu sekarang” aku jawab sekenanya
“Sekarang aku masih di tempat senam, ntar jam 8 baru balik, mau datang jam 8?
“Saya sih mau saja, asal nggak kemalaman buat mbak” jawabku. Aku mulai menguasai diri
“Ah nggak kok, sampai nanti ya…”
“Ok, bye…” aku segera menutup telepon, takut dia berubah pikiran.
Aku buka kembali alamat yang diberikan Erna siang ini, aku mulai mereka reka daerahnya, ternyata gak begitu jauh, pake motor paling 15 menitan, tapi aku nggak mau mengecewakan di pertemuan pertama. Aku segera mandi, dan bersiap siap. Menunggu sebentar gak masalah….
Aku kendarai motorku pelan-pelan, setelah memasuki daerah yang dimaksud yang ternyata komplek perumahan, aku berputar sebentar, tak sulit mencari alamatnya, sebuah rumah cukup besar dan tampaknya sangat rapi. Aku perhatikan dari luar hanya lampu ruang tamu dan garasi yang menyala. Dan tak terlihat ada tanda tanda orang didalamnya, beruntung didepan rumahnya ada lapangan bermain sehingga aku bisa duduk dibangku taman sambil merokok dan menunggu… untungnya perumahan ini agak sepi, orang orangnya mungkin sudah pada masuk rumah masing masing.
Jam 8 lewat 5 menit, belum ada tanda dia bakal datang, aku angkat Hp dan mulai menelpon. Kecewa… Hp tidak aktif. Tunggu 10 menit lagi…. Biasa perempuan nggak bisa disiplin waktu… ternyata belum juga ada tanda, aku mulai gelisah, khawatir dibohongi… aku coba telpon lagi… sama… tidak aktif. Dalam hati aku berpikir
“ oke lewat 30 menit nggak ada tanda tanda, aku pulang…” Dan 30 menit berlalu, dia belum nongol juga, Hp masih tidak aktif.
Tapi satu hal telepon rumah yang dia kasi benar, karena aku mendengar sayup sayup dari dalam rumah suara telpon berdering ketika ku coba menghubunginya. Akhirnya kuputuskan untuk pulang. Kecewa? Tentu saja, tapi masih ada sedikit harapan.
Jam 9 malam Hp ku berdering, aku lihat nomor Erna terpampang disana. Pelan aku angkat, belum sempat berhalo halo dia langsung nyerocos…
“Aduh maaf ya mas, tadi pulangnya aku makan dulu, aku tunggu telepon gak ada bunyi, ternyata Hp ku belum dihidupin, sory banget ya…. Jangan marah… lama ya nunggunya?”
“Lumayan juga sampai setengah sembilan” jawabku kalem
“Sory ya… besok aja kalo gitu datang jam 12 siang bisa nggak? Besok aku nggak kemana mana kok” kelihatan sekali kalo dia mau nebus kesalahannya.
“Oke, jam 12 siang saya kesana, mungkin lebih sedikitlah, saya dari kantor nanti meluncur ke rumah mbak” aku sedikit jaga gengsi, padahal jam 11 juga bisa…
“Oke, besok aku tunggu ya” katanya meyakinkan
“Oke, sampai besok” seperti biasa aku langsung menutup telepon
Besoknya jam 11 aku sudah pulang dari kantor, tapi aku mesti jaga gengsi, akan datang jam 12 lebih… meski sedikit gelisah aku berangkat untuk menemui Erna, tak lupa aku siapkan proposal asuransi untuk dia sekenanya. Sebagai bahan pembicaraan tentunya. Aku berhenti di kedai dekat rumahnya untuk beli minuman biar fresh dan sedikit camilan untuk oleh oleh sambil menunggu waktu.
Jam 12 lebih 15 menit aku sampai didepan rumahnya, seorang pria membukakan pintu, kupikir pasti pembantunya.
“Mas Dewa ya” tanya pria itu.
“Benar pak, ibu ada” tanyaku balik
“sudah ditunggu kok mas, silahkan masuk, ibu di ruang tamu” katanya
“Oh ya pak, terima kasih” Aku langsung menuju ruang tamu dan disambut senyuman hangat Erna.
“Sory lho, kemarin pasti kecewa ya….” Erna memulai percakapan sambil mengulurkan tangan
“ngak apa apa, saya udah biasa kecewa kok, gimana kabar mbak” aku menjawab sambil menyambut tangannya.
“Ya … beginilah…. Mari mas silahkan duduk, sebentar ya… tak bikin minum dingin ya… biar adem siang begini” seperti biasa dia seperti mau nyetir dan tanpa ba-bi-bu langsung ke dapur.
“Silahkan minum mas” katanya mengagetkan. Tiba tiba saja dia sudah didepanku sementara aku melamunkan apa yang akan terjadi.
“Oh ya trima kasih, kok sepi mbak “ aku mencoba cari tahu.
Dari pembicaraan itu aku tahu kalo Erna ditinggal kerja di Jakarta, pulang paling 2 minggu sekali, dan yang mengagetkan ternyata suaminya sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan batin, jadi nggak begitu masalah mau pulang seminggu atau sebulan. Hal itu aku ketahui berkat pancingan pancingan pertanyaanku, rupanya Erna juga tidak begitu berkeberatan untuk cerita masalahnya. Tak lupa juga aku pancing dengan obrolan seputar sex secara halus. Kami mengobrol sampai 30 menitan sampai akhirnya dia bilang….
“Kalo datang malam, pembantuku nggak disini, jadi kita bisa bebas, dia itu mata mata bapak lho…”
“Oooh pantesan dari tadi dia mondar mandir dan ngelirik kesini terus” aku mengiyakan… dan mengerti arah pembicaraan.
“Dia makan dimana?” tanyaku
“Biasanya jam segini dia makan di warung” Erna memberitahuku
“Oke, kalau gitu, sekarang kamu kedapur bikinin aku kopi, aku atur pembantumu” aku mengatur siasat
“Hati hati lho, kalo dia nggak mau jangan di paksa, kita bisa ketemu di luar kan?”
“ Tenang saja, kalo situasi tidak memungkinkan, aku nggak akan ambil resiko” jawbku menenangkan
Erna pun berlalu ke dapur, dan aku ambil ancang ancang mendekati pak tua ini. Aku pancing dengan sedikit obrolan seputar keluarganya, trus aku teruskan tentang obrolan seputar makan siang, akhirnya dengan jelas pak tua ini memberi isyarat kalau dia nggak ada uang makan, aku cepat memaklumi, dan segera saja kusodorkan 50 ribuan padanya. Berbinar mata pak tua ini dan dia langsung pamit sama Erna untuk makan siang. Tak lupa aku pesan agar makan siangnya agak lamaan.
Akhirnya kami dapat kesempatan, begitu melihat pembantunya pergi, Erna langsung memelukku dengan erat.
“Kita ke kamar yuk, ntar pembantuku keburu datang” wanita ini memang selalu langsung ke inti, aku tahu sejak pertama kenal, dan aku yakin dia orang yang nggak sabaran.
“Tenang saja, aku udah pesan biar makan siangnya lamaan, santai saja….”
“Kamu emang bisa” katanya, sementara tangannya terus mencoba membuka pakaianku, rupanya benar perempuan ini sudah lama kesepian.
Ia lalu mencium pipiku. Nafasnya menderu-deru. Dalam hitungan detik mulut kami sudah lekat berpagutan. Aku merengkuh tubuh montok itu ketat ke dalam pelukanku. Tanganku mulai bergerilya di balik baju mencari-cari buah dadanya montok yang kulihat kemarin itu. Ia menggeliat-geliat agar tanganku lebih leluasa bergerak sambil mulutnya terus menyambut permainan bibir dan lidahku. Lidahku menerobos mulutnya dan bergulat dengan lidahnya.
Tangannya pun aktif melepaskan pakaian yang kukenakan dan meraba-raba perut dan punggungku. Membalas gerakannya itu, tangan kananku mulai merayapi pahanya yang mulus. Kunikmati kehalusan kulitnya itu. Semakin mendekati pangkal pahanya, kurasa ia membuka kakinya lebih lebar, biar tanganku lebih leluasa bergerak. Peralahan-lahan tanganku menyentuh gundukan kemaluannya yang masih tertutup celana dalam tipis. Jariku mulai ke balik celana dalam itu dan menyentuh bibir kemaluannya. Kurasakan badannya mulai menggeletar menahan nafsu birahi yang semakin meningkat.
Tangannyapun menerobos celana dalamku dan tangan lembut itu menggenggam batang kemaluan yang kubanggakan itu. Kemaluanku tergolong besar dan panjang. Ukuran tegang penuh kira-kira 15 cm dengan diameter sekitar 4 cm. Senjata kebanggaanku inilah yang pernah menjadi kesukaan dan kebanggaanku. Aku yakin senjataku ini akan menjadi kesukaan Erna. Ia pasti akan ketagihan.
“Au… Besarnya”, kata Erna sambil mengelus lembut kemaluanku.
Elusan lembut jari-jarinya itu membuat kemaluanku semakin mengembang dan mengeras. Aku mengerang-ngerang nikmat. Ia mulai menjilati dagu dan leherku dan sejalan dengan itu melepaskan bajuku. Segera setelah lepas bajuku bibir mungilnya itu menyentuh puting susuku. Lidahnya bergerak lincah menjilatinya. Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa. Tangannya kembali menerobos celanaku dan menggenggam kemaluanku yang semakin berdenyut-denyut. Aku pun bergerak melepaskan pakaiannnya. Sekarang yang kulihat adalah pemandangan seorang wanita yang cantik dan seksi duduk di pahaku hanya dengan celana dalam dan BH.
“Ayo ke kamar”, bisiknya, “Kita tuntaskan di sana
Aku bangkit berdiri. Ia menjulurkan tangannya minta digendong. Tubuh bahenol nan seksi itu kurengkuh ke dalam pelukanku. Kuangkat tubuh itu dan ia bergayut di leherku. Lidahnya terus menerabas batang leherku membuat nafasku terengah-engah nikmat. Buah dadanya yang sungguh montok dan lembut menempel lekat di dadaku. Masuk ke kamar tidurnya, kurebahkan tubuh itu ke ranjang yang lebar dan empuk. Aku menariknya berdiri dan mulai melepaskan BH dan celana dalamnya.
Ia membiarkan aku melakukan semua itu sambil mendesah-desah menahan nafsunya yang pasti semakin menggila. Setelah tak ada selembar benangpun yang menempel di tubuhnya, aku mundur dan memandangi tubuh telanjang bulat yang mengagumkan itu. Kulitnya putih bersih, rambutnya hitam tergerai sampai di punggungnya. Buah dadanya sungguh besar namun padat dan menonjol ke depan dengan putting yang kemerah-merahan. Perutnya rata dengan lekukan pusar yang menawan. Pahanya mulus dengan pinggul yang bundar digantungi oleh dua bongkah pantat yang besar bulat padat. Di sela paha itu kulihat gundukan hitam lebat bulu kemaluannya. Sungguh pemandangan yang indah dan menggairahkan birahi.
“Ngapain hanya dilihat ” protesnya.
“Aku kagum akan keindahan tubuhmu”, sahutku.
“Semuanya ini milikmu”, katanya sambil merentangkan tangan dan mendekatiku.
Tubuh bugil polos itu kini melekat erat ditubuhku. Didorongnya aku ke atas ranjang empuk itu. Mulutnya segera menjelajahi seluruh dada dan perutku terus menurun ke bawah mendekati pusar dan pangkal pahaku. Tangannya lincah melepaskan celanaku. Celana dalamku segera dipelorotnya. Kemaluanku yang sudah tegang itu mencuat keluar dan berdiri tegak. Tiba-tiba mulutnya menangkap batang kemaluanku itu. Kurasakan sensai yang luar biasa ketika lidahnya lincah memutar-mutar kemaluanku dalam mulutnya. Aku mengerang-ngerang nikmat menahan semua sensasi gila itu.
Puas mempermainkan kemaluanku dengan mulutnya ia melepaskan diri dan merebahkan diri di sampingku. Aku menelentangkannya dan mulutku mulai beraksi. Kuserga buah dada kanannya sembari tangan kananku meremas-remas buah dada kirinya. Bibirku mengulum puting buah dadanya yang mengeras itu. Buah dadanya juga mengeras diiringi deburan jantungnya. Puas buah dada kanan mulutku beralih ke buah dada kiri. Lalu perlahan tetapi pasti aku menuruni perutnya. Ia menggelinjang-linjang menahan desakan birahi yang semakin menggila. Aku menjilati perutnya yang rata dan menjulurkan lidahku ke pusarnya.
“Auu…” erangnya, “Oh… Oh… Oh…” jeritnya semakin keras.
Mulutku semakin mendekati pangkal pahanya. Perlahan-lahan pahanya yang mulus padat itu membuka, menampakkan lubang surgawinya yang telah merekah, aku mencium bau harum. Rambut hitam lebat melingkupi lubang yang kemerah-merahan itu. Kudekatkan mulutku ke lubang itu dan perlahan lidahku menyuruk ke dalam lubang . Ia menjerit dan spontan duduk sambil menekan kepalaku sehingga lidahku lebih dalam terbenam. Tubuhnya menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan. Pantatnya menggeletar hebat sedang pahanya semakin lebar membuka.
“Aaa… Auuu… Ooo…”, jeritnya keras.
Aku tahu tidak ada sesuatu pun yang bakalan menghalangiku menikmati dan menyetubuhi si cantik bahenol nan seksi ini. Sedikit demi sedikit tetapi sangat nikmat. Aku terus mempermainkan klitorisnya dengan lidahku. Tiba-tiba ia menghentakkan pantatnya ke atas dan memegang kepalaku erat-erat.
“Aku nggak kuat, tahan sebentar sayang” Ia melolong keras.
Pada saat itu kurasakan banjir cairan vaginanya. Ia sudah mencapai orgasme yang pertama. Aku berhenti sejenak membiarkan ia menikmatinya.
“Sory say, aku kebobolan, nggak tahan” dia menyatakan penyesalannya
“Nggak apa apa, kamu kan masih bisa membalasnya” aku menenagkannya
Sesudah itu mulailah aku menjelajahi kembali bagian tersensitif dari tubuhnya itu. Kembali erangan suaranya terdengar tanda birahinya mulai menaik lagi. Tangannya terjulur mencari-cari batang kejantananku. Kemaluanku telah tegak sekeras beton. Ia meremasnya. Aku menjerit kecil, karena nafsuku pun sudah diubun-ubun butuh penyelesaian.
Kudorong tubuh bahenol nan seksi itu rebah ke kasur empuk.
Perlahan-lahan aku bergerak ke atasnya. Ia membuka pahanya lebar-lebar siap menerima penetrasi kemaluanku. Kepalanya bergerak-gerak di atas rambutnya yang terserak. Mulutnya terus menggumam tidak jelas. Matanya terpejam. Kuturunkan pantatku. Batang kemaluanku berkilat-kilat dan memerah kepalanya siap menjalankan tugasnya. Kuusap-usapkan kemaluanku di bibir kemaluannya. Ia semakin menggelinjang seperti kepinding.
“Cepat… Cepat… Aku sudah nggak tahan!” jeritnya.
Kuturunkan pantatku perlahan-lahan. Dan… seret sekali… aku harus memasukkan dengan extra pelan, sekarang aku yakin benar kalau tubuh mulus ini lama tak pernah menikmati ****** besar, pelan tapi pasti aku tekan kemaluanku dan akhirnya ….BLESS! sampai juga, kemaluanku menerobos liang senggamanya diiringi jeritannya membelah malam. Tetangga sebelah mungkin bisa mendengar lolongannya itu.
Aku berhenti sebentar membiarkan dia menikmatinya. Lalu kutekan lagi pantatku sehingga kemaluanku yang panjang dan besar itu menerobos ke dalam dan terbenam sepenuhnya dalam liang surgawi miliknya. Ia menghentak-hentakkan pantatnya ke atas agar lebih dalam menerima diriku. Sejenak aku diam menikmati sensasi yang luar biasa ini. Lalu perlahan-lahan aku mulai menggerakkan kemaluanku. Balasannya juga luar biasa.
Dinding-dinding lubang kemaluannya berusaha menggenggam batang kemaluanku. Rasanya seberti digigit-gigit. Pantatnya yang bulat besar itu diputar-putar untuk memperbesar rasa nikmat. Buah dadanya tergoncang-goncang seirama dengan genjotanku di kemaluannya. Matanya terpejam dan bibirnya terbuka, berdesis-desis mulutnya menahankan rasa nikmat. Desisan itu berubah menjadi erangan kemudian jeritan panjang…. Dia orgasme lagi. Kubungkam jeritannya dengan mulutku. Lidahku bertemu lidahnya. Sementara di bawah sana kemaluanku leluasa bertarung dengan kemaluannya, di sini lidahku pun leluasa bertarung dengan lidahnya.
“OH…”, erangnya, “Tahan sebentar sayang… Oooaaah!”
Tangannya melingkar merangkulku ketat. Kuku-kukunya membenam di punggungku. Pahanya semakin lebar mengangkang. Aku membiarkan kemaluanku terbenam sesaat, aku kasihan pada wanita cantik ini, mungkin sudah begitu lama dia menunggu saat sepert ini, tapi aku juga senang bisa memberinya multi orgasme, yang jelas dia pasti ketagihan dengan permainanku ini. Setelah agak reda sedikit aku mulai mengayuh lagi, terdengar bunyi kecipak lendir kemaluannya seirama dengan gerakan pantatku. Rupanya dia merasa tidak enak dengan suara kecipak itu.
“Maaf say, biar aku bersihkan dulu ya… “ Dia mendorong badanku sampai tercabut kemaluanku. Dia mengambil handuk dan mengeringkan kemaluannya.
“Jangan terlalu kering sayang, ntar susah masuknya, pepekmu kan sempit” kataku
“Aku mengecewakan ya…. Belum 5 menit udah 2 kali, maaf ya… aku lama nggak merasakan ini” katanya sedikit menyesal.
“Nggak apa apa kok, aku senang kamu menikmatinya, aku mau kamu keluar berkali kali hari ini” aku memberinya semangat.
“Benar?”
“Erna sayang,….. kamu nikmatilah hari ini…”
“Oke, kalau gitu aku diatas ya….”
Tanpa menunggu persetujuanku, dia langsung merangkak diatas ku, dia mulai mencari kemaluanku dan mengarahkannya ke lubangnya. Benar benar wanita liar, tubuhnya mulai bergerak naik turun, dia benar benar menikmatinya, teriakan teriakannya dibiarkan lepas dan selang beberapa menit dia kembali mengejang diatas tubuhku, dibiarkannya tubuhnya jatuh diatas tubuhku dan payudara montok itu mendekap wajahku. Kujulati dan ku ciumi buah dada yang semakin kenyal karena orgasme itu, sunnguh sebuah kenikmatan yang tak terbayangkan sebelunya.
“Lanjutkan lagi sayang” bisikku ditelinganya.
Erna tersenyum, dia mengangkat sedikit tubuhnya dan mulai menggerakkan pantatnya kedepan dan kebelakang. Terasa seluruh kemaluanku amblas ke dalam lobang kenikmatannya, sementara gundukan payudara menari nari didepan wajahku memberikan pemandangan yang luar biasa, sayangnya disinilah kelemahannku. Aku nggak kuat kalau seluruh kemaluanku masuk dan menyentuh dasar, di saat itulah kurasakan gejala ledakan magma di batang kemaluanku. Sebentar lagu aku akan orgasme.
“Aku mau keluar, Er”, bisikku di sela-sela nafasku memburu.
“Aku juga”, sahutnya, “Di dalam sayang. Keluarkan di dalam. Aku ingin kamu di dalam.”
Aku tak mau kehilangan kenikmatan ini maka aku membantunya dengan menggerakkan pantatku perlahan dan kemudian kupercepat gerakan pantatku. Keringatku mengalir dan menyatu dengan keringatnya. Bibirku kutekan ke bibirnya. Kedua tanganku mencengkam kedua buah dadanya. Diiringi geraman keras kuhentakkan pantatku dan kemaluanku membenam sedalam-dalamnya. Spermaku memancar deras. Ia pun melolong panjang dan menekan pantatnya, menerima diriku sedalam-dalamnya. Kedua kakinya membelit pantatku. Ia pun mencapai puncaknya. Kemaluanku berdenyut-denyut memuntahkan spermaku ke dalam rahimnya.
Aku orgasme…. Sekitar 10 menit kami diam membatu mereguk semua detik kenikmatan itu. Lalu perlahan-lahan aku mengangkat tubuhku. Aku memandangi wajahnya yang berbinar karena birahinya telah terpuaskan. Ia tersenyum dan membelai wajahku.
“Dewa, kamu hebat sekali, sayang”, katanya, “Sudah lebih dari setahun aku tidak merasakan lagi kejantanan lelaki seperti ini.”
“Erna, kamu juga luar biasa”, sahutku, “Aku sungguh puas dan bangga bisa menikmati tubuhmu yang menawan ini. kamu tidak menyesal bersetubuh denganku?”
“Tidak”, katanya, “Aku malah bahagia. Mau kan kamu memuaskan aku lagi nanti?”
“Tentu saja mau”, kataku, “Bodoh kalau nolak rejeki ini.” Ia tertawa.
“Kalau kamu lagi pingin, telepon saja aku,” lanjutnya, “Tapi kalau aku yang pingin, boleh kan aku nelpon?”
“Tentu… Tentu…”, balasku cepat.
“Mulai sekarang kamu bisa menyetubuhi aku kapan saja”, katanya.
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Share