Cerita Sex Adegan Mesum Saat Casting Film
Pagi hari di kantor mewah sebuah perusahaan film nasional. Seorang gadis cantik sedang diwawancara oleh manajer casting perusahaan tersebut. Pewawancara adalah seorang pria bernama Toni berumur 28 tahun keturunan India. “Namanya siapa?” kata Toni lalu duduk dan mengambil setumpuk kertas di mejanya. “Santi, lengkapnya Beznifa Santi Putridewi.” jawab gadis itu. Toni lalu mencari file gadis itu di tumpukan kertas yang dipegangnya. “Tinggi 170 cm, berat 50 kg, umur 20 tahun,” Toni mengguman sendiri membaca data di depannya. “Pernah main Sinetron atau pementasan sebelumnya?” “Belum pernah.” “Kamu tahu bakat kamu apa?” “Saya bisa menyanyi, tenis dan bakat yang terbesar menurut saya adalah akting.” “Kok tahu bakatnya akting?” “Saya ahli mempermainkan perasaan orang Pak,” jawab Santi sambil tersenyum malu mengakui jika dia sering mempermainkan orang. “Bapak bisa buktikan sendiri,” tambahnya. “Mempermainkan bagaimana maksudnya?” “Saya bisa pura-pura menangis, sampai keluar air mata. Saya juga bisa marah atau membentak-bentak orang padahal dalam hati sih biasa aja.” “Oke.. saya ingin lihat itu, tapi nanti saja..!” “Oh ya, Kamu panggil saja aku Toni. Tidak usah terlalu formal OK..!” tambah Toni. “Iya Pak.” “Tu kan..!” “Oh iya.” tersipu Santi, ternyata dia masih memanggil Toni dengan Pak. “Baik Ton.!” kata Santi terlihat canggung waktu mengucapkannya. “Namanya siapa?” kata Toni lalu duduk dan mengambil setumpuk kertas di mejanya. “Santi, lengkapnya Beznifa Santi Putridewi.” jawab gadis itu. Toni lalu mencari file gadis itu di tumpukan kertas yang dipegangnya. “Tinggi 170 cm, berat 50 kg, umur 20 tahun,” Toni mengguman sendiri membaca data di depannya.
“Pernah main Sinetron atau pementasan sebelumnya?” “Belum pernah.” “Kamu tahu bakat kamu apa?” “Saya bisa menyanyi, tenis dan bakat yang terbesar menurut saya adalah akting.” “Kok tahu bakatnya akting?” “Saya ahli mempermainkan perasaan orang Pak,” jawab Santi sambil tersenyum malu mengakui jika dia sering mempermainkan orang. “Bapak bisa buktikan sendiri,” tambahnya. “Mempermainkan bagaimana maksudnya?” “Saya bisa pura-pura menangis, sampai keluar air mata. Saya juga bisa marah atau membentak-bentak orang padahal dalam hati sih biasa aja.” “Oke.. saya ingin lihat itu, tapi nanti saja..!” “Oh ya, Kamu panggil saja aku Toni. Tidak usah terlalu formal OK..!” tambah Toni. “Iya Pak.” “Tu kan..!” “Oh iya.” tersipu Santi, ternyata dia masih memanggil Toni dengan Pak. “Baik Ton.!” kata Santi terlihat canggung waktu mengucapkannya. “Ha.. ha.. ha.. ha..!” berderai tawa Toni melihat keimutan gadis di depannya. “Cantik juga gadis ini, seksi, lugu, kulitnya putih. Wajahnya sangat keibuan, mirip Nia Daniati. Tubuhnya memang langsing tapi susunya montok juga. Andai saja dia istriku, pasti aku sarungan terus. Ha.. ha.. ha.. ha.. ha.. Kira-kira dia mau nggak ya?” Toni berkata dalam hatinya sambil tersenyum-senyum. “Coba aja ah..!” “Ya Ton?” Santi memajukan kepalanya, disangka Toni berkata padanya.
“Oh nggak..!” “Kamu benar-benar ingin peran ini?” tanya Toni. “Sangat ingin Ton..” “Kamu tahu peran utama di film ini?” “Tahu, yaitu seorang Gadis yang mengandung karena diperkosa, lalu memilih untuk membesarkan anaknya sendiri,” jawab Santi. “Pada adegan perkosaan, kamu mau memerankan sendiri tanpa pemain pengganti?” Toni ingin mengetahui keberanian gadis itu. “Mau Ton.” “Tidak pa-pa sama keluarga?” “Nggak..” Santi memang dari keluarga liberal. Dia mengabiskan masa SMA-nya di USA mengikuti ayahnya dinas. “Ternyata kamu memang ingin sekali peran ini ya?” “Iya Ton, aku mau peran ini sebagai awal dari karirku di dunia film.” “Apakah kamu tahu pendatang baru di dunia film mau melakukan apa saja untuk dapat peran?” “Aku tahu Ton, Aku juga mau melakukan apa saja agar diterima.” “Aahhh..! Benar kamu mau?” Santi mengangguk. “Kamu bersedia jika diminta berhubungan seks?” “Bersedia Ton.” “Jika diminta mengulum penis, sorry nih ya, apakah mau juga?” tanya Toni sambil tersenyum. Toni merasa penisnya mulai berdenyut-denyut. “Mau Ton..” “Kok mau?” “Habis Toni ganteng sih, Ha.. ha.. ha.. ha.. ha..” tawa Santi berderai mendengar jawabannya sendiri. Toni pun tertawa mendengarnya.
“Entar kamu lapor polisi.” “Kok lapor polisi, kan dua-duanya senang,” jawab Santi sambil tersenyum. “Apakah kamu pernah melakukan sebelumnya?” “Dua-duanya pernah Ton.” “Maksudnya?” “Ya melakukan seks pernah, mengulum penis juga pernah.” “Ooohh.. dengan siapa?” “Dengan pacar,” jawab Santi. “Di mana?” Toni tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentang kisah seks Santi. “Di rumah, 2 tahun yang lalu waktu semuanya lagi pergi.” “Awalnya gimana?” lanjut Toni lebih semangat. “Waktu itu kami ganti baju untuk berenang, tapi karena ganti bajunya bareng satu kamar, kami jadi sama-sama terangsang. Terus mulai deh kami bercumbu dan akhirnya kami berhubungan seks.” Toni merasakan penisnya semakin keras. Ingin rasanya menyelipkan penisnya dalam vagina milik gadis cantik di depannya. “Kamu mau nggak menceritakan secara lengkap?” “Kok gitu Ton?” “Kok gitu gimana?” “Kenapa… kenapa nggak kita aja yang melakukannya?” kata Santi. Santi merasa dengan begitu maka peran itu pasti jatuh ke tangannya. “Ooohh, aku ingin dengar cerita kamu dulu aja deh.” “Diringkas aja ya Ton?” “Iya..!” jawab Toni tidak sabar. “Kami waktu itu akan berenang, rencananya mau ganti baju renang di kamarku. Setelah masuk kamar, kami mulai membuka baju. Aku membuka lemari pakaian, lalu membuka kaos dan celana pendekku. Sehingga aku tinggal memakai baju dalam saja. Risih juga berpakaian seperti itu di depan orang lain. Tapi ini kan pacarku, jadi ya kupikir tidak apa-apalah. Aku melirik ke samping, terlihat pacarku sudah membuka seluruh pakaiannya dan tinggal mengenakan celana dalam saja. Berdesir juga tubuhku. Aku merasa bibir kemaluanku mulai berdenyut, “Santi menggigit bibirnya. “Kalau tidak ingat aku ini perempuan pasti langsung kudatangi dia. Kuputuskan untuk lanjut mencari baju renang. Ketika sedang memilih baju renang yang merah atau yang biru, kudengar pacarku melangkah mendekat. Makin dekat dan makin dekat, lalu terasa hembusan nafasnya di leher ini. Waktu itu aku merasa tegang sekali, menduga-duga apa yang akan dia lakukan. Jantungku berdetak kencang dan vagina ini sepertinya berdenyut-denyut,” kata Santi sambil memegang rok bawahnya. “Tiba-tiba dia menelusupkan tangannya di antara pinggang, memelukku dan merapatkan badannya, sehingga punggungku dan dadanya bersentuhan. Dia mencium telingaku, gelii banget..” Santi berkata sambil mengangkat pundaknya seakan dia sedang kegelian di bagian telinga. “Dia mempererat pelukannya sehingga dadanya makin rapat ke punggungku. Ciumannya lalu turun ke leher, rongga vaginaku rasanya makin berdenyut dan rasanya agak basah di bibirnya. Lalu pantatnya mulai bergerak-gerak digesekkan naik turun ke pantatku. Terasa benjolan penisnya di antara belahan pantatku. Selama itu aku diam saja karena tidak tahu harus bagaimana. Setelah beberapa menit dia membalikkan badanku sehingga kami saling berhadapan.” “Diciumnya bibir ini, kami saling berpagutan. Lidah kami saling bersentuhan, kadang bibirku disedot, kadang digigit. Nikmat sekali rasanya. Tidak pernah saya merasa sesenang itu. Tiba-tiba dia melepaskan ciumannya dan membopong tubuh ini. Digendong ke arah tempat tidur. Aku direbahkan, sebenarnya malu juga terlihat dalam keadaan seperti ini dari depan tapi karena aku juga sudah terangsang aku mau aja,” Santi berhenti sebentar. Tak lama dia melanjutkan lagi. “Pacarku lalu membuka bra-ku dilanjutkan dengan celana dalam. Pada saat dibuka gesekan antara tangannya dan kulitku menimbulkan perasaan yang nikmat sekujur tubuh. Aku merapatkan pahaku karena aku benar-benar malu. Melihat itu pacarku lalu memegang pahaku dan membuka secara perlahan lalu dia bilang jangan tutupi keindahan tubuhmu, selain itu aku kan pacarmu,” Santi berhenti sejenak lalu melanjutkan lagi ceritanya. “Pahaku membuka begitu juga vaginaku, aku mencoba melihat apa yang terjadi pada kemaluanku saat terangsang. Kulihat warnanya menjadi lebih merah, bibir luarnya telah membuka dan kurasa vaginaku lebih tebal dari biasanya. Terlihat ada lendir yang menetes keluar,” Santi lalu menyilangkan kakinya. “Setelah itu, dia pegang bahuku. Dia pegang dan belai rambutku yang terurai di bahu. Perlahan-lahan dilepaskan celana renang dan celana dalamnya. Kulihat tubuh pacarku yang telanjang di depanku. Dia lingkarkan tangan di pinggang dan mulai mendekapku lembut. Kami berpelukan dan bertautan bibir sambil jari-jarinya meraba dan menggosok seluruh badan.” “Kok lama amat sih pemanasannya? Kapan penisnya masuk ke vaginamu?” Toni sudah tidak sabar. “Ceritanya lebih cepet dong..!” tambahnya lagi. “Tuh kan, nggak sabar. Sudah penis kamu aja yang diselipkan. Setelah itu terima aku main di film,” kata Santi. Selain dia ingin kepastian dapat peran, dia juga merasa terangsang mendengar ceritanya sendiri. Terasa vaginanya sudah lembab. “Oooh nggak.. nggak..! Lanjutin aja. Aku pengen tahu bagian vaginamu meremas-remas penis pacarmu.” “Kalau itu yang kamu mau!” Santi membenarkan letak duduknya dan melanjutkan ceritanya. “Setelah itu dia mengusap kedua susuku. Diremas dan dipermainkan putingnya sambil menggesek-gesekan batang penisnya ke perutku. Lalu dia mencium payudaraku, perlahan diturunkan ciumannya ke bawah. Bibir kemaluanku dijilat, dijulurkan lidah dan menusuk ke dalam lubang vaginaku. Dijilat, terus jilat dan dijilat sambil tangannya meremas-remas puting payudaraku. Aku terus melihat ke bawah mengamati perubahan yang terjadi di kemaluan ini. Setiap lidahnya dijulurkan ke dalam, maka vaginaku makin terbuka. Bibir vaginaku ditarik oleh giginya, rasanya sakit tapi nikmat maka vaginaku akan monyong ikut tertarik. Kelihatan vaginaku berdenyut setiap lidahnya mengusap permukaan klitorisku..” “Setelah sekian menit dalam posisi ini, ada rasa yang tidak pernah aku alami sebelumnya. Sangat nikmat. Otot vaginaku seperti tersedot-sedot. Rasanya aku ingin menjerit-jerit dan berteriak untuk melampiaskan nikmatnya. Aku baru tahu kalau itu yang namanya orgasme,” lalu Santi terdiam seperti mengenang saat-saat itu. “Jangan bilang kalau ceritanya sudah selesai, mana cerita kalian berhubungan seks dan kamu mengulum penisnya?” Toni curiga cerita Santi telah selesai melihat Santi diam. “Kok kamu diam sih..? Dia kan belum orgasme. Mana mau dia cuma muasin kamu aja. Dia pasti ingin juga ngerasain orgasme,” lanjut Toni agar Santi melanjutkan ceritanya. “Itu kamu tahu. Kamu aja deh yang ngelanjutin,” sahut Santi sambil tersenyum. “Waduh..! Kamu ngerjain saya ya? Ya nggak mau dong..!” jawab Toni ikut tersenyum. “Hi.. hi.. hi.. hi.. hi..” berderai tawa Santi melihat reaksi Toni. Lalu Santi menarik napas sebentar dan melanjutkan ceritanya. “Lalu dia merebahkan badanku ke kasur. Didekatkan pinggulnya ke selangkanganku. Pahanya berada di bawah pahaku. Aku tahu dia akan memasukkan penisnya. Sesungguhnya aku tidak tahu apakah aku juga menginginkan hal itu. Terasa kepala penisnya sudah menempel di bibir vaginaku. Geli juga rasanya. Tiba-tiba aku tersentak karena rongga vaginaku terasa penuh. Tidak jelas rasanya, antara perih dan nikmat..” “Vagina kamu memijat-mijat penisnya tidak?” tanya Toni bersemangat. Dia membayangkan nikmat yang dirasakan pacar Santi. “Ya nggak tahu dong. Kan dia yang rasain,” jawab Santi. “Kalau yang saya rasain, vagina saya berdenyut-denyut, dan hangat sekali. Aku mencoba mendongakkan kepala melihat ke vaginaku, kemaluanku lebih menggelembung dan tebal. Kulihat juga pacarku memaju-mundurkan penisnya ke dalam vaginaku. Vaginaku akan monyong setiap dia menarik penisnya dan akan ikut masuk setiap dia menekan penisnya.” “Pacarku mendongakkan kepala dan memejamkan matanya. Peluh membasahi seluruh tubuh dan wajahnya. Makin lama rasa perih di kemaluanku makin hilang, yang tersisa hanyalah rasa nikmat yang luar biasa. Aku pun ikut menaik-turunkan pantatku berkebalikan arah dengan gerakan pacarku. Setiap permukaan vagina dan klitorisku menyentuh pangkal penisnya rasanya indah sekali..” “Setelah itu yang kutahu aku memejamkan mataku, lalu aku merancau tak menentu. Hingga kurasakan rasa yang tadi kualami, vaginaku kembali seperti disedot-sedot. Aku berteriak dan menggigit bibirku. Rasanya lebih nikmat dari orgasme pertamaku. Tidak lama pacarku juga berteriak. Ouughh katanya,” Santi tersenyum ketika dia menirukan ucapan pacarnya. “Terasa hentakan di vaginaku. Pacarku menekan penisnya sedalam mungkin ke vaginaku, sambil badannya terhentak-hentak. Terasa tembakan sperma di ujung dalam kemaluanku sekitar 7 kali. Hangat sekali” “Untuk berapa lama, penisnya tetap terselip di vaginaku. Sepertinya kami berdua tidak mau memisahkan kemaluan kami, kalau kata pacarku sih. Spermanya dan cairanku telah jadi lem. Ha.. ha.. ha.. Pacarku memang garing Ton,” berderai tawa Santi. “Lalu cerita aku mengulum penisnya terjadi setelah kami selesai bereng..” belum selesai Santi bicara Toni memotong ucapannya. “Cukup.. cukup.. Aku sudah nggak kuat nih. Bagian kamu mengulum penis dipraktekin aja. Aku janji deh kamu bakal dapat peran itu.” Mata Santi langsung berbinar. Daripada mulut ini capek dipakai untuk bicara lebih baik dipakai untuk bekerja. Ternyata mulut seorang wanita bisa membantu kariernya. “Ayo kita mulai,” lanjut Toni. “Bagaimana awal ceritanya?” Toni berdiri mendekat ke arah Santi. Celananya tidak bisa menutupi penisnya yang ereksi, sehingga terlihat tonjolan di situ. “Kami waktu itu berenang tidak memakai baju. Jadi..” Santi berkata sambil jarinya memberi kode agar Toni membuka bajunya. “Oh ya.. tentu saja,” jawab Toni sambil membuka kancing baju lalu reitsleting celananya. Dilepas semuanya. Setelah itu celana dalamnya. Penisnya sudah penuh, keras dan tegak menunjuk ke arah Santi. Santi lalu membuka bajunya. Dilepas satu-satu seluruh kain yang melepas di badannya. “Santi..! vaginamu tebal sekali.” Toni terkejut melihat montoknya vagina Santi. “Nggak pernah saya lihat yang seperti kamu..” “Santi..! Enggak usah dikulum deh. Kita ngeseks aja yuk..” “Kamu mau dong..! Aku nggak tahan melihat itumu. Sudah pengen nyelipin penis ke situ nih,” kata Toni sambil mengusap-usap penisnya. “Tentu aku setuju Ton. Dua-duanya kan jadi ngerasain nikmat.” “Sekarang kamu naik ke atas sofa,” perintah Toni sambil membuang semua benda yang ada di sofa ruang kantornya. Santi melangkah ke arah sofa. Direbahkan badannya perlahan, posisinya kini terlentang menghadap ke Toni. Pahanya dibuka mempertunjukan seluruh alat kemaluannya. Bibir vaginanya telah membuka, merekah sehingga bagian dalam dari vaginanya terlihat jelas. Merah, basah dan berdenyut. Tentu nikmat sekali merasakan pijitan otot-otot di vagina itu. “Uoogh…” tanpa terasa mulut Toni mendesah takjub menyaksikan keindahan bukit kemaluan yang tebal itu. Belahan bibir kemaluannya yang sedikit kecoklatan terlihat sangat tebal membentuk sebuah bukit kecil. Bibir luarnya masih terbuka seakan memanggil-manggil Toni untuk menikmati. Melihat hal itu, Penis Toni semakin tegang. Dia ingin sekali memasukkan kemaluannya ke lubang vagina yang ada di depannya, merasakan jepitan dan pijitannya. Jelas sekali Toni melihat vagina itu berdenyut-denyut. “Terbayang betapa nikmatnya jika penisku bisa masuk ke situ,” guman Toni dalam hatinya. Toni mendekat dan berlutut di selangkangan Santi. Lalu tangan kirinya merekahkan bibir kemaluan Santi, sedangkan tangan kanannya mengarahkan penisnya agar arahnya tepat. Dengan lembut Toni menyelipkan penisnya ke dalam kemaluan Santi yang basah. Toni berhenti sejenak ketika kepala penisnya masuk 1/4. Dia memejamkan matanya menahan nikmatnya perasaan saat itu. “Uughh…” ujar Toni. Perasaan luar biasa ketika kepala penisnya menggesek bibir vagina Santi. Santi mungkin mengira batang penis itu akan dimasukkan seluruhnya, karena begitu kepala penis menyelip di antara bibir kemaluannya terlihat ia membuka kedua pahanya lebar-lebar. Tapi ternyata Toni menghentikan gerakannya. “Lagi Ton, masukin lagi..!” Santi merengek ketika mengetahui Toni menahan gerakannya. “Jangan berhenti Ton.. masukin semuanya,” Santi merengek lagi karena Toni masih memejamkan mata menikmati 1/4 penisnya yang sedang diremas-remas oleh otot vagina Santi. Toni yang memang ingin seluruh bagian penisnya menikmati pijitan tentu saja mengikuti permintaan itu, dia lalu menekan penisnya lebih dalam perlahan-lahan sampai akhirnya semuanya masuk. “Ouugghh..!” Toni melenguh ketika pangkal penisnya menyentuh lubang kewanitaan Santi. Terasa seluruh penisnya digenggam erat oleh vagina Santi. “Ahhkkk..! Tekan Ton, tekan yang keras..!” rengek Santi sambil menggigit bibirnya. “Kayak gini bukan?” lalu Toni menghentakkan pantatnya ke depan, sehingga mulut vagina Santi terdorong dengan keras. “Oughh..” teriak Toni. “Aaahhkkk..! Gila Ton..! Lagi Ton..!” rintih Santi merasakan nikmat. Toni lalu menarik penisnya, vagina Santi terlihat monyong. Setelah tertarik setengah didorongnya lagi pantatnya seperti tadi. “Aaahkkkk..!” bersamaan mereka berteriak. Toni lalu memaju-mundurkan pantatnya. Dia menarik sampai sekitar 50 persen panjangnya, lalu menekan lagi hingga masuk semuanya. Toni terus melakukan itu. Sementara itu Santi tetap merancau tidak karuan. Sedangkan Toni lebih banyak diam. “Aahhkk.. Toni.. enaak.. hiks.. hiks.. hikss ooohh..” “Yaahh.. tusuk yang keras.. hmm.. Oughh.. yaa.. terus Ton..” “Sshhh.. ssshhh.. oughh.. enak Ton, terus.. terus.. tarik dorong yang keras Ton..!” “Oougghh.. oh.. oh.. oh.. oh..” Santi terus menjerit-jerit. Vaginanya menjepit keras penis Toni. “Ough.. terus Ton..!” Santi menggelepar-gelepar sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Lubang vagina Santi semakin basah, dan meremas-remas batang kemaluan Toni. “Uhh.. hu.. hu.. huu..” terdengar suara Santi seperti merintih, menahan nikmatnya sodokan penis Toni. Santi makin membuka kakinya. Ditariknya kakinya ke atas, sehingga lututnya menyentuh dadanya. Hal ini membuat Toni makin leluasa memasukkan penisnya. “Ton.. bentar lagi Ton.. aku mau dapat.!” teriak Santi ketika merasakan orgasmenya akan datang, rongga kewanitaannya menjadi lebih berdenyut, seperti menggigit lembut penis Toni. Santi menaikkan pantatnya agar penis Toni makin dalam mengisi vaginanya. “Ouughhh… Ton.. hiks.. hiks.. hu.. hu..” Santi kembali merintih kenikmatan. Kedua tangannya meremas-remas pundak Toni. Sesaat sebelum Santi mencapai orgasme. Toni tiba-tiba merenggut pantat Santi, mencengkeramnya. Dihentak-hentakkan pantatnya ke bawah lebih cepat. Hal ini membuat gesekan antara penis dan rongga vagina makin cepat. Toni terus melakukannya hingga pada hentakan terakhir ditekannya pantat lama sekali ke bawah. Santi merasakan senjata Toni semakin besar, vagina Santi terasa semakin penuh, Toni mencapai orgasmenya. “Ooouughh..” lenguh Toni. Santi merasakan ada tembakan hangat di dalam ujung vaginanya. Lembut dan mesra. Semprotannya kencang sekali dan berkali-kali. Kira-kira tujuh atau delapan tembakan, badan Toni mengejang, dan lalu lemas, lunglai, jatuh ke depan, menindih Santi. Toni lalu mencium bibir Santi. “Terima kasih San..” Santi mencium balik. Mereka berpagutan beberapa saat. Tubuh mereka berkeringat, basah sekali. Setelah agak lama Toni menjauhkan bibirnya dan mencabut penisnya. Terdengar bunyi, “Plop..!” ketika kedua alat kenikmatan itu dipisahkan. “Kamu aktris berbakat San..! kamu akan dapat peran di film itu, tapi bukan sebagai peran utama. Kamu jadi teman SMA si pemeran utama,” kata Toni sambil memakai celananya. “Lhoo..! Ton.. katamu..” belum selesai Santi bicara Toni sudah bicara. “Aku memang bilang kamu akan dapat peran. Tapi aku tidak bilang kalau itu peran utama. Kalau tidak mau ya udah. Kalau mau peran utama, nanti tunggu film yang baru lagi, kamu casting lagi sama saya. Kita lihat kamu serius tidak menjalani kariermu.” “Sekarang kamu mau nggak peran tadi?” lanjut Toni bertanya. “Mau dong, tapi kiraiinn.!” “Mau nggak?” tanya Toni lagi. “Iya.. iya.. mau..!” jawab Santi sambil memakai bajunya. Wawancara pun selesai, Santi pergi meninggalkan ruangan dan kehidupan di kantor sang manajer berlangsung lagi seperti biasa.