Cerita Seks Sampingan Pelayan Biliyard
Perkenalkan nama Yanka Gandhi, tinggiku sekitar 169cm dan berat badanku 55 lumayan iGisyal badanku ini. Dengan penampilan keren untuk memikat para gadis, Yanka baru saja lulus dari kuliah dan langsung mendapat kerja di suatu bank swasta. Aku bekerja untuk memenuhi kebutuhanku sehari hari dan sesekali bersenang senang.
Saat pulang kerja jam 5 sore aku langsung mengambil kontak motorku dan langsung bergegas nongkrong, Yanka ternyata sudah ditunggu tunggu oleh teman temanku ya memang kalau disore hari pasti anak anak pada nongkrong di alun alun.
“Hei Gandhi acara mu kemana nih ntar malam,” sapa seorang teman sesampainya di sana.
“Tau Fan (Fani) aku bingung nih, aku sih bisa kemana aja, emangnya pada mau kemana?”
“Tau tuh. Tapi si Wawan ngajakin main bilyard. Mau nggak Gandhi?” kata Fani.
“Aku mah boleh aja tapi anak-anak yang lain mau nggak?”
“Gandhi, anak-anak sih mau soalnya wasitnya banyak yang cakep,”
“Loh mau nyodok di mana? Bukan di tempat biasa?”
“Di *******.”
“O… enak nggak di sana mejanya?”
“Lebih enak lagi,” Kata si monkey temanku.
“Ya udah kalo anak-anak mau sih.”
Akhirnya kami semua berangkat ke lokasi. Sesampainya di sana kami langsung mencari meja kosong. Tentunya satu meja untuk beramai-ramai. Aku melihat sekeliling ruangan. Bagus juga tempatnya. Memang sih wasitnya cakep-cakep. Sambil melihat-lihat, Aku menangkap sesosok wajah yang boleh dibilang paling cantik sih dibanding wasit yang lainnya di tempat itu.
“Hei Gandhi giliran mu tuh…”
“Ha eh sorry lagi liat-liat nih,” kataku.
Setelah aku memukul bola, kudekati wasit yang sedang menghitung di meja kami.
“Mbak, wasit yang itu namanya siapa sih?” sambil menunjuk sosok cantik yang kulihat tadi.
“Kenapa tanya wasit itu? Cakep kan?”
“Iya sih boleh juga.”
“Gisya namanya. Kenapa naksir ya?”
“Nggak,” kataku.
“Kamu kayaknya baru sekali yach dateng ke mari (tempat bilyard maksudnya).”
“Iya…”
“Makanya sering-sering dong kemari.”
Aku tersenyum sambil menjawab, “Iya deh…!”
Cerita Seks Sampingan Pelayan Biliyard. – Keesokan harinya aku balik lagi ke sana. Sama anak-anak lagi. Tentunya menunggu wasit yang bernama Gisya itu. Dan akhirnya bisa juga diwasitin sama si Gisya. Wah semangat banget anak-anak mainnya. Ada juga yang menggoda. Aku lebih memilih untuk duduk diam sambil ngobrol sama Gisya sambil mengomentari anak-anak yang bermain bilyard. Sambil mengomentari anak-anak main, diam-diam aku melihat lekuk tubuh Gisya. Dia tubuhnya bagus. Terlihat dari kaos ketat yang dia kenakan. Dengan ukuran payudara kira-kira 36. Pinggulnya juga tidak terlalu besar. Yah ideal lah untuk seorang Cewek. Dan yang lebih wah lagi ternyata Gisya merupakan wasit primadona di sana. Jadi banyak juga pemain bilyard yang mau mengincar dia, baik diwasitin, ataupun yang lain. Ya temasuk aku juga sih. Akhirnya kami ngobrol. Aku bertanya macam-macam, tentunya pura-pura kenalan dulu sekedar basa-basi.
“Gisya,” katanya (sambil berjabat tangan).
“Gandhi. Kamu udah lama jadi wasit di sini?” aku membuka percakapan.
“Hmm.. lama juga. Hampir setahun.”
“Wah lumayan juga yach.”
“Iya.”
“Usiamu berapa Gisya?”
“Baru 23 kok,” katanya.
“Kamu?” dia balik bertanya.
“Udah 23 (Usia Yanka saat itu). Kenapa?”
“Ah nggak pa-pa. Kamu kayaknya baru-baru aja yach main di sini.”
“Iya. Kok tau?” kataku.
“Iya nggak pernah keliatan,” sambil tersenyum.
“Sering-sering dong kemari,” katanya.
“Wow pasti, soalnya ada Gisya sih.” dia cuma tersenyum.
Berawal dari obrolan itu akhirnya aku sering main bilyard di situ, dengan Gisya sebagai wasit tentunya. Terkadang aku pun sering menawarkan sesuatu seperti minuman atau makanan (di luar gedung suka banyak orang yang jualan). Di samping itu aku pun berniat untuk mendapatkan dia. Yah untuk iseng aja soalnya aku dulu suka sekali nyobain perempuan-perempuan baik perempuan baik-baik maupun yang nakal.
Tapi setelah kupikir, saingannya banyak juga karena yang bermain di sana matanya pasti melihat ke Gisya. Tatapan mereka pun bukan sekedar tatapan biasa tetapi bagaikan tatapan seekor singa yang sedang mengincar seekor domba. Aku sih cuek aja soalnya aku menganggap ini suatu kompetisi. Namanya juga lagi usaha. Jadi kalau dapat syukur nggak dapat ya udah. Lagi pula Gisya sepertinya memberikan lampu hijau kepadaku kalau dilihat dari sikapnya setelah beberapa kali aku datang dan diwasitin olehnya. Setelah melihat sikap Gisya seperti itu, aku mencoba untuk berbicara kepadanya.
“Eh Gisya, kayaknya aku suka nih sama kamu.” rayuku gombal.
“terus memangnya kenapa..?” tanyanya.
“Kita jadiin yuk! mau ngak kamu…”
Dia dia sejenak.
“Kenapa?” Tanyaku, “Ada yang marah yach?”
“Nggak. Siapa yang marah!?”
“Nggak… siapa tau aja..” kataku, “Jadi mau nih….”
“Hmmm,” sambil mengangguk.
“Yes!” kataku dalam hati.
Cerita Seks Sampingan Pelayan Biliyard. – Kami pun akhirnya resmi pacaran. Tapi aku tidak menganggap serius. Gisya pun kukira begitu. Jadi sekedar have fun saja. Kebetulan, dalam hatiku. Setelah kejadian tersebut aku jadi lebih sering datang ke sana terutama malam. Terkadang aku datang sendiri, terkadang bersama Fani, terkadang rame-rame. Yah sekedar setor muka sekalian ngobrol-ngobrol. Jika Gisya tidak ngewasitin kita, setelah selesai ngewasitin meja lain dia langsung ke meja kami. Aku pun terus berpikir, “Gile nih Gisya… Body oke… aku udah bisa jalan sama dia… masa sih aku ngak bisa ngedapetin tubuhnya!” Sampai suatu malam kucoba mengajak dia untuk main ke tempatku.
“Eh Gisya, acara kamu kemana selesai tugas?”
“Nggak ke mana-mana kok.”
“Main ke tempatku mau?”
“Mmm (sambil berpikir) boleh…”
Yes lagi dalam hatiku. Akhirnya dengan membonceng dia, kuajak Gisya ke tempat kost-ku yang lumanyan jauh jaraknya.
“Yah beginilah tempat bujangan,” kataku membuka pembicaraan sesudah sampai di tempat kost-ku.
“Lumayanlah buat ukuran kamu yang masih sendiri. Eh Gandhi, ngomong-ngomong ada yang marah nggak Gisya kemari?” sambil tesenyum.
“Nggak kok,” kataku.
“Ah masa sih? Gisya nggak percaya..”
“Bener lagi, kenapa emangnya?”
“Ah nggak apa-apa kok,” kata Gisya.
“Gisya mau minum apa? teh manis yach?” kataku.
“Boleh…”
Kemudian aku mulai merebus air dan membuatkan teh manis untuk Gisya. Sesudah selesai aku membuatkan teh manis untuknya, kami mengobrol kembali dan ternyata Gisya sudah tiduran di kasur busa ruangan kost-ku. Sambil menaruh cangkir teh di meja, aku mencoba untuk memeluknya. Ya ampun… si junior mulai bereaksi juga nih. Soalnya dia sexy sekali. Apalagi waktu dia tiduran roknya agak tersingkap sehingga terlihat sedikit kulit mulus di balik roknya. Dengan sedikit senyum di wajahnya, dia menginginkan aku tidur di sebelahnya. Aduh mak.. bingung juga nih. Soalnya dia lebih agresif, diluar perkiraanku sih. Padahal aku ada rencana untuk memulainya.
Tanpa menunggu lama lagi kubikin remang-remang ruangan di kamar kost-ku. Lalu aku tidur di sebelahnya. Deg-degan juga sih rasanya. Kemudian tanpa dikomando kami memulai saling berhadapan. Nggak tahu juga kenapa bisa bersamaan mulainya. Dia mulai memelukku kemudian aku memulai mencium keningnya. Lalu dia langsung membalas mencium leherku dan tanpa basa-basi lagi aku menyambar bibirnya yang mungil. Kemudian kami langsung berciuman dengan saling mengulum lidah kami. Gila! dalam hatiku. Nih cewek jago juga ciumannya. Kemudian dia membuka bajuku dan menempelkan lagi bibirnya di leherku. “Ssshh..” dengan lincahnya dia memainkan lidahnya di antara leher dan sekitar belakang telingaku.
“Sshhh… eh Gisya..”
“Hemm.. kenapa lagi Yank?” katanya terkejut.
“Nggak ada cupang-cupangan yach?”
Kemudian dia langsung menyambarkan lagi bibirnya dengan bernafsu. Busyet deh. Aku menggeliat sedikit sambil menghindar dan Gisya tersenyum.
“Iya deh… Nggak dicupang.”
“Suer lho aku kan malu…”
“Emang aku pikirin?” katanya.
Cerita Seks Sampingan Pelayan Biliyard. – Setelah selesai berbicara aku langsung menyambar bibirnya. Kemudian tanganku berusaha melepaskan kaitan bra tanpa membuka busananya terlebih dahulu. Terbuka juga. Aku langsung mengarahkan tanganku ke payudaranya. Gile bener 36. Kemudian aku memainkan puting susunya. “Mmmhh.. sshhh..” desisnya. Melihat kelakuanku dia sadar juga. Akhirnya dia membuka baju yang dia kenakan malam itu, dan langsung menjulanglah dua gunung yang indah menantang itu.
Dia rupanya sudah mulai terangsang. Kemudian kuarahkan mulutku ke arah puting payudaranya, lalu kulumat puting susu yang ranum itu secara perlahan tapi pasti. Kujilat sekeliling puting susunya. “Mmmhh…” Dan dia pun sedikit mengejang. Mungkin akibat rangsangan yang ditimbulkan dari kuluman lidahku terhadap puting susunya. Sambil mengalungkan tangannya ke leherku, terkadang menjambak rambutku.
“Ssshh.. aahh.. mmhh..” dia terus menikmati permainan lidahku terhadap putingnya. Tanpa terasa batang kemaluanku pun telah berdiri tegap. Terus terang pembaca, rasanya aku juga sudah mau keluar juga. Atas dasar itu aku menghentikan permainan lidahku dan langsung berbaring sebentar di sebelahnya. “Gisya… nyantai dulu yah. Jangan terlalu nafsu. Aku kayaknya udah diujung nih.” Tanpa perkataan dia terus mengarahkan bibirnya ke puting susuku dan memainkan lidahnya. Sedikit menggeliat tubuhku karena menahan gejolak yang amat sangat. “Mmhh aahh..” Dia kemudian memainkan lidahnya dari dadaku sampai ke pusar. “Bener-bener deh nih cewek,” dalam hatiku. Sambil terus memainkan lidahnya bak mandi kucing, dia mulai membuka celana yang kupakai dan, “Ups…” batang kemaluanku sudah menjulang agak miring sedikit. Sambil terus menjilati, dia memainkan batang kemaluanku. Dia begitu agresif. Akupun tidak mau ketinggalan untuk melawan agresifnya.
Aku pun mulai memainkan payudaranya lagi, dia tetap menjilati seluruh tubuhku. Karena posisinya agak nungging aku mencoba untuk memasukan tanganku ke dalam roknya. Tapi tanganku ditepis. “Lho..” dalam hatiku. Tanganku dipegang olehnya dan kemudian dia merubah posisinya menjadi agak tiduran.
Kemudian dia berbicara.
“Gandhi, Gisya aja yach yang puasin kamu..”
“Lho kenapa?” aku bertanya keheranan.
“Lagi M (mens) nih sorry nih…”
Ya ampun kecewa deh aku. Sambil tersenyum aku mengangguk.
“Ya udah ngak apa-apa kok, lain kali aja yach Gandhi puasin kamu.”
Dia mengangguk. Lalu dia melanjutkan memainkan lidahnya. Tapi batang kemaluanku… ya ampun… rupanya tidak bisa menerima kenyataan ini.
“Lho Gandhi, kenapa?” tanya Gisya.
“Marah nih si junior,” kataku sambil tersenyum, dan Gisya pun tersenyum sampai akhirnya kami berciuman dan tidur bersama menghabiskan malam itu dengan penuh kejutan-kejutan yang yang membuat kami saling tersenyum. Tentu saja hatiku sedikit jengkel. Ya gimana nggak jengkel, udah diujung tapi doi lagi palang merah, pusing.. pusing..!
Setelah peristiwa malam itu aku sering mengantar Gisya pulang walaupun harus bela-belain berangkat dari tempat kost-ku. Sampai tiba saat yang dinantikan yaitu ketika dia ada waktu dan mau main ke tempat kost-ku. Kejadian sama seperti yang lalu. Kali ini Gisya tampil lebih seksi dengan kemeja dan span. Setelah sampai di tempat kost-ku, aku langsung memeluknya dari belakang dan menciumi leher dan belakang telinganya. Sambil tetap memeluk dia aku bertanya.
“Lagi Mens nggak yank?” tanyaku.
“Nggak…” jawabnya mesra.
Cerita Seks Sampingan Pelayan Biliyard. – Kemudian dia berbalik dan bibir kami pun beradu dan saling memainkan lidah kami. “Mmmh… sss.. mmhh..” sambil terus kami berkuluman lidah, tanganku mulai membuka kancing baju yang dia pakai dan tanganku pun langsung membuka pengait Branya. Dan menjulanglah buah dadanya. Sambil meremas-remas aku mengarahkan bibirku di puting payudaranya. Langsung aku mengulum puting payudaranya. Terkadang aku memainkan dengan jariku sehingga dia agak menggeliat-geliat. Sampai akhirnya kupapah dia ke kasur. Lalu aku membuka baju dan celanaku sehingga yang tersisa hanya CD saja. Tentu saja si junior sudah ngecap di situ sampai nongol segala, seperti lagi ngintip.
Kemudian dia pun membuka kemejanya dan rok pendeknya. Sesudah dia membuka kemejanya aku langsung menjilati sekujur tubuhnya. “Mmmh.. sshh.. ahh..” Gisya mendesah sambil terus aku memainkan lidahku. Kemudian aku membuka CD Gisya karena yang tertinggal hanyalah itu. Kemudian aku melihat kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu kecil. Terkesan sensual sekali memang. Kemudian aku merubah posisiku agar aku dapat juga melihat lebih jelas, kalau perlu menjilati kemaluannya. Aku mencoba untuk mengangkangkan kedua kakinya. Alamak… mungil sekali daging yang berwarna pink pucat itu. Kemudian tanpa aba-aba lagi langsung aku melabrak benda kecil itu. Aku menjilatinya sampai di sela-sela klitorisnya. Dia pun tidak kuasa menahan kenikmatan yang tiada tara tersebut. Aku terus memainkannya sambil menjilati cairan-cairan pelumas yang sudah membanjir sejak tadi.
“Gandhi, eh ya udah dong, Gisya udah becek banget nih,” bisiknya sambil dia memutar tubuhnya untuk mendapatkan batang kemaluanku. Melihat itu aku langsung saja mengakhiri acara menjilati kemaluannya. Aku membiarkan dia menjilati seluruh tubuhku. Tentunya dengan rangsangan yang sangat hebat yang sedang menerpa dirinya. “Mmmhh… sshhh…” dia mulai memasukkan batang kemaluanku ke dalam mulutnya. “Sshhh.. ahhh.. mmhhh..” aku menaikkan sedikit pantatku sehingga batang kemaluanku agak masuk ke dalam mulutnya. “Aaahh… ssshh..” dia pun mengocok batang kemaluanku dangan menggunakan mulutnya. Bernafsu sekali. “Mmmpp.. mmpppp… mmmhhh..” sambil memainkan jariku di kemaluannya, ia mendesah kembali. “Ahhh… ssshh…”
“Oh Gandhi, masukin yach… Gisya udah nggak tahan nih.”
Aku melihat dirinya seperti hampir dilanda gmumbang orgasme yang hebat. Akhirnya dia pun menuntun batang kemaluanku ke dalam liang senggamanya (saat itu posisiku di bawah). “Blesss…” Karena dia sudah basah sekali, aku pun merasakan licinnya batang kemaluanku ketika mulai menembus liang keCewekannya. “Ahhh… sshhh… kamu hebat Gandhi.” Aku diam saja sambil mengimbangi goyangannya. “Ssshh.. ahhh.. ssshh.. Gandhi aku keluar.” Benar aku merasakan batang kemaluanku hangat di dalam liang senggamanya. Kemudian dia lemas. Aku menyuruh dia untuk posisi di bawah.
Cerita Seks Sampingan Pelayan Biliyard. – Akhirnya aku menghujamkan lagi batang kemaluanku ke dalam liang keCewekannya. “Eeeaahhh…” aku menggoyangkan pantatku naik-turun dengan kakinya yang kukangkangkan. Aku merasakan dia akan orgasme lagi. Sambil menggigit bibir bawahnya dia menatapku penuh harap supaya aku memuncratkan cairan kejantananku. “Ssshh.. aahhh… sabar yach Gisya,” aku terengah-engah, “Sebentar lagi..” Aku menggoyangkan pantatku secara cepat dan akhirnya… “Ssshhh.. ahhh.. uuhhh..” Aku menekan batang kemaluanku di liang keCewekannya. “Aaahh..” aku langsung mencium keningnya dan dia memelukku sambil berucap kecil, “Aku Yankang kamu Gandhi, kamu hebat.” Aku hanya diam saat itu.
Akhirnya kami pun melakukannya setiap ada kesempatan. Sampai pada akhirnya dia tidak bekerja lagi di ***** tersebut, dan aku pun tidak tahu lagi keberadaannya. Aku sudah mencoba bertanya kepada teman-temannya yang ada. Mereka hanya bilang, Gisya ada masalah keluarga. Harus pulang mendadak. Sampai saat ini pun aku tidak pernah bertemu Gisya lagi, kemana aku harus mencari. Aku tidak tahu lagi. Aku coba telepon tempatnya. Ya katanya sama, sudah pulang kampung.
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,