Cerita Seks Dua Gadis Lesbi Yang Seksi
Cerita Seks Dua Gadis Lesbi Yang Seksi – Beginilah cerita seks sejenis ini bermula, Fenita menghempaskan pantatnya di sofa lalu duduk bersila sambil menenggak air putih dari gelasnya.
“Udah selesai belum?” tanyanya pada Cinta yang duduk di lantai mengerjakan soal-soal latihan matematika di meja ruang tamu rumah Fenita.
“Dikit lagi kok,” jawab Cinta tanpa mengangkat wajah dari buku-buku di depannya.
Fenita mengamati wajah Cinta yang serius menyelesaikan tugasnya. Walaupun berambut pendek cepak seperti lelaki, namun Cinta tetap tak bisa menyembunyikan kecantikan wajahnya, yang ditunjang oleh tubuhnya yang langsing dengan sepasang buah dada yang cukup besar, berkembang lebih cepat daripada para gadis kelas 1 SMP sebayanya.
Fenita memang punya alasan tersendiri bersedia mengajari Cinta matematika di rumahnya menjelang ulangan umum ini. Walaupun menjadi incaran banyak cowok di sekolahnya, tak satu pun mendapat sambutan dari Fenita.
Pasalnya gadis cantik berambut panjang yang baru saja berkembang remaja dan mulai mempunyai hasrat seksual ini ternyata tak tertarik kepada lawan jenis, ia lebih menyukai berdekatan dan bersentuhan dengan sesama gadis.
Saat Cinta, adik kelas yang memang sudah lama ia sukai ini meminta Fenita yang memang terkenal paling pintar di antara murid-murid kelas 2 untuk mengajarinya matematika, Fenita tak menyia-nyiakan kesempatan Emas ini.
“Udah nih!” tukas Cinta mendadak, menyentakkan Fenita dari lamunannya.
Fenita menatap Cinta yang mengacungkan buku di depannya sambil tersenyum, lesung pipitnya tercetak begitu dalam di pipinya yang putih mulus itu, membuat wajahnya menjadi semakin menggemaskan. Sambil menyambar buku itu, Fenita membuang jauh-jauh pikirannya yang melayang ke mana-mana,
“Sini gue periksa!” tukasnya.
Hampir selesai Fenita memeriksa pekerjaan “muridnya” ini ketika mendadak ibunya muncul di ruang tamu menjelaskan bahwa ia akan menyusul ayah Fenita ke kantor sambil membawa adik Fenita yang masih kecil, lalu dari sana langsung pergi ke Sukabumi karena ada saudara mereka yang sakit keras.
Fenita diminta menjaga rumah baik-baik bersama Iroh, sang pembantu rumah tangga. Telah terdidik mandiri sejak kecil, Fenita tak merasa berat dengan keadaan ini. Tak lama, ibu dan adiknya pergi naik taksi dan Fenita pun menyelesaikan memeriksa latihan Cinta.
“Lumayan, cuma satu yang salah.”
Lu cepet ngerti juga ya, Cin?” kata Fenita. Cinta tersenyum malu-malu mendengar pujian ini, lalu pamit untuk pulang karena hari sudah menjelang malam.
“Eh, jangan dulu dong! Emank yang salah ini nggak mau dikoreksi dulu? Sekalian deh gue jelasin kesalahannya, biar lu ngerti,” kata Fenita.
“Tapi entar gue pulang kemaleman, Fen,” jawab Cinta bingung.
“Gini aja. Lu telepon aja nyokap lu. Bilang lu nginep di sini malem ini. Sekalian nemenin gue,” balas Fenita. Walaupun nada bicaranya biasa saja, dalam hati Fenita sangat berharap Cinta menyambut usulnya ini.
“Kalo dikasih, yaa?” jawab Cinta membuat Fenita girang.
Cinta yang mengagumi kakak kelasnya yang cantik dan pintar ini sebenarnya memang senang diajak menginap. Maka ia pun menelepon ke rumahnya dan ternyata diizinkan untuk menginap. Dengan gembira, Fenita merangkul leher Cinta, dan mengajaknya ke meja makan untuk makan malam. Lengannya jatuh dengan santai di dada Cinta selagi mereka berjalan.
Walau tampak santai, sebenarnya Fenita sangat berdebar-debar merasakan buah dada lembut adik kelasnya ini bergesek-gesek dengan tangannya. Tapi apa lacur, jarak tak jauh membuat Fenita terpaksa melepas rangkulannya. Selesai makan, mereka pun melanjutkan pelajaran dengan serius, hingga Fenita pun melupakan sensasi gairah singkat yang sempat ia rasakan.
“Udeh dulu ye, Fen?” pinta Cinta setelah sekitar 1,5 jam belajar,
“Otak gue udeh butek nih!” lanjutnya setengah memohon.
“Iya deh. Gue juga udah capek,” jawab Fenita,
“Yuk ah!” katanya sambil berdiri membereskan buku-buku di meja makan.
Mereka beranjak ke kamar Fenita dan Cinta langsung menghenyakkan tubuhnya di ranjang sementara Fenita sendiri duduk di kursi meja belajarnya. Mereka mengobrol tak tentu arah beberapa saat ketika akhirnya arah obrolan entah kenapa mulai menyinggung ke arah yang sensitif.
“Ooh, jadi lu udah mens?” kata Fenita, lalu dilanjutkan,
“Jadi udah doyan cowok dong?”
“Tapi gue masih males cari pacar. Cowok-cowok pada kasar sih! Nggak demen gue!” balas Cinta.
Fenita yang merasa mendapat angin langsung mengarahkan pembicaraan.
“Lha, gue kirain toket lu gede karena sering dipegang-pegang ama pacar lu.”
“Enggak ajaa. Ini Emang dari sononya begini,” jawab Cinta sambil menatap buah dadanya,
“Kayaknya sih Emang keturunan, keluarga gue yang cewek toketnya Emang gede-gede.”
Fenita yang mulai berdebar-debar dengan arah pembicaraan ini merasa mendapat jalan dan terus menekan. Ia membuka kaosnya, menampilkan mini set menutupi buah dadanya yang kecil, walaupun tampak mulai tumbuh.
“Kayaknya toket gue nggak gede-gede deh,” ujarnya sambil meloloskan mini set dari dadanya, menampilkan putingnya yang berwarna coklat muda,
“Gue pengen segede punya lu, Cin.” Cinta terhenyak melihat kakak kelasnya dengan santai bertelanjang dada di depannya.
Seumur hidup ia belum pernah melihat wanita telanjang, bahkan ibunya sendiri.Fenita melanjutkan serangannya.
“Coba deh lihat toket lu.” Cinta semakin terbelalak.
“Ah, malu ah gue!”
“Idih, ngapain malu lagi! Kan nggak ada cowok,” tukas Fenita,
“Ayo buka aja.” Agak bingung namun bangga dengan perhatian sang kakak kelas, Cinta pun akhirnya meloloskan kaos dari tubuhnya, menampilkan BH putih yang menyembunyikan buah dadanya.
Fenita beranjak ke ranjang dan duduk di belakang Cinta, langsung meraih dan melepaskan kait BH Cinta.
Wajah Cinta bersemu merah, apalagi saat Fenita melepas BH-nya lalu menarik lengannya, membalikkan badannya hingga kini mereka duduk berhadapan di ranjang, sama-sama bertelanjang dada.
Cinta tertunduk sementara Fenita merasakan darahnya berdesir menyaksikan pemandangan indah sepasang buah dada berukuran 34 di hadapannya ini.
Fenita menelan ludah berusaha mengendalikan pengalaman seksual pertamanya ini. Ia melihat wajah Cinta yang menghindari kontak mata dengannya.
“Em, lu kok malu sih? Toket lu bagus lagi.” Cinta melirik Fenita,
“Segini sih kecil, Fen. Kakak gue pake BH nomor 36B.”
“Ya dia kan udah kuliah,” tukas Fenita,
“Untuk usia lu, toket lu tuh udah gede.” Wajah Cinta semakin memerah dengan perasaan malu bercampur bangga akan pujian kakak kelasnya yang cantik ini.
Sementara di lain pihak, Fenita sendiri semakin berdebar-debar dan memberanikan diri melanjutkan eksperimen seksualnya.
“Gue pegang, ya?” pinta Fenita sambil menatap Cinta. Gadis manis berambut cepak ini ternyata masih belum berani menatap Fenita dan tak memberi jawaban apa-apa.
Fenita menganggap Cinta tak menolak dan segera meraih dada adik kelasnya ini. Cinta menggigit bibir.
“Hi hi hi hi hi..” Cinta terkikik saat Fenita mengelus-elus buah dadanya dengan jantung berdebar-debar,
“Geli, Fen!” lanjut Cinta lagi.
“Gue mau ngerasain juga dong!” tukas Fenita sambil meraih tangan Cinta dan menuntunnya ke arah dadanya.
Cinta kembali menggigit bibir, namun tak memberikan perlawanan. Tangannya menyentuh puting Fenita dan ia pun menggerakkan tangannya berputar-putar meraba buah dada Fenita. Cinta terpesona saat ia melirik wajah kakak kelasnya ini dan tampak Fenita memejamkan mata sambil menggigit bibir. Tampak sekali bahwa Fenita sangat menikmati sentuhannya.
“Enak ya, Fen?” tanya Cinta setengah bingung, Fenita hanya menganggukkan kepala tanpa membuka mata,
“Coba lu raba gue lagi dong,” pinta Cinta penasaran.
Kedua gadis itu pun saling meraba buah dada masing-masing beberapa saat. Tampak Fenita sangat menikmati sensasi seksual pertamanya ini. Kulit telanjang mereka sama-sama tampak merinding. Fenita melepaskan tangannya dari dada Cinta, lalu menghela napas panjang, menikmati dengan sepenuh hati rangsangan gairah pertamanya ini, sementara Cinta kembali terkikik geli.
Fenita bangkit dan menarik lengan Cinta agar mengikutinya berdiri.
“Lu mau tahu nggak rasanya kalo pacaran ama cowok?” tanya Fenita yang membuat Cinta bingung tak mengerti. Fenita melanjutkan,
“Gue juga belom pernah. Kita cobain yuk?!” Cinta semakin tak paham maksud Fenita, namun diam saja saat Fenita membungkukkan badannya dan langsung mengulum puting Cinta dengan lembut.
Cinta tersentak dan sontak mundur sambil mendorong kepala Fenita,
“Gila lu, Fen! Geli lagi! Lihat tuh gue sampe merinding!” tukas Cinta menunjukkan seluruh kulit tubuhnya yang mCintang berbintik-bintik merinding. Tetap dalam posisi membungkuk, Fenita melirik sang adik kelas sambil berkata,
“Namanya juga baru nyobain. Lu rasain aja dulu. Kata orang-orang enak.”
Fenita merengkuh pinggang Cinta dan menariknya mendekat, sementara Cinta yang kebingungan dengan pengalaman pertama yang baginya sangat aneh ini tak kuasa melawan. Dengan jantung berdebar penuh perasaan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata, Fenita kembali menempelkan bibir mungilnya yang basah itu pada puting Cinta dan dengan lembut memasukkan puting berwarna gelap itu ke dalam mulutnya.
Ia mengulum puting Cinta dengan lembut sementara Cinta menggigit bibir menahan rasa geli hebat yang kembali membuat seluruh tubuhnya merinding. Tak lama hingga Cinta merasakan rasa geli berubah menjadi perasaan berdesir yang tak ia pahami dan tak bisa ia jelaskan.
Setiap hisapan Fenita memberikan semacam perasaan tersetrum ringan yang nikmat dan lenguhan kecil terlepas dari bibirnya tanpa terkendali,
“Uhh..” Terkesiap mendengar ini, Fenita menghentikan hisapannya dan bangkit menatap Cinta,
“Enak ya, Cin?” tanyanya dengan polos dan tulus.
Cinta tak bisa menjawab, hanya menganggukkan kepalanya.
“Terus terang, gue juga suka banget ngisepin pentil lu,” lanjut Fenita lagi,
“Gue nggak bisa jelasin perasaan gue, tapi pokoknya enak banget deh, terangsang banget.” Cinta kembali hanya mengangguk tanpa bisa bicara.
Kini Fenita menarik lengan Cinta dan mendudukkannya di pinggir ranjang, sementara ia sendiri berlutut di lantai,
“Gue terusin ya?” katanya lembut.
Tanpa menunggu jawaban dari Cinta, Fenita langsung kembali mendaratkan bibirnya di puting adik kelasnya yang kebingungan itu dan kembali mengulumnya, kali ini dengan gairah yang semakin bergelora dalam dadanya sendiri.
Dengan refleks, Fenita mulai memainkan lidahnya pada puting Cinta, membuat Cinta terpekik tertahan sambil mendadak kedua tangannya mencengkeram kepala Fenita. Namun kali ini Cinta tak mendorong Fenita. Sebaliknya ia malah seperti menarik kepala Fenita agar menghisap dan menjilati putingnya semakin keras.
Fenita sendiri sangat menikmati gairah yang semakin meledak-ledak dalam dirinya, ditambah reaksi Cinta yang membuatnya semakin terangsang, hingga lidah dan bibirnya semakin liar menjilati dan menghisapi puting Cinta.
“Ohh..” Cinta mendesah tanpa ia sadari.
Fenita pun melepas mulutnya dari buah dada Cinta, membuat kekecewaan dan rasa terkejut terbersit di wajah Cinta.
“Gantian dong, Cin,” kata Fenita,
“Kayaknya lu nikmatin banget. Gue kan juga mau ngerasain,” lanjutnya dengan perasaan penuh pengharapan dan antisipasi.
Cinta tentunya memahami ini walaupun merasa sangat aneh harus menghisap buah dada sesama wanita, namun setelah ia merasakan kenikmatan dan rangsangan gairah yang baru kali ini ia rasakan, ia tahu Fenita pasti akan merasakan kenikmatan yang sama.
Maka kini Fenita duduk di pinggir ranjang dan Cinta, masih tetap duduk di pinggir ranjang, membungkukkan badan dan mulai mengulum dan menghisap puting Fenita. “Ngghh..” lenguhan Fenita langsung meledak begitu bibir basah Cinta menghisap putingnya yang kecil dan segar itu.
Mata Fenita terpejam rapat sementara darahnya menggelegak oleh rangsangan dan kenikmatan hebat yang baru kali ini ia rasakan. Tahu kakak kelasnya menikmati ini, Cinta semakin rileks dan melanjutkan hisapan dan jilatannya pada puting Fenita, bahkan semakin lama semakin liar dan ganas, membuat Fenita terpaksa mencengkeram kepala Cinta dan merintih-rintih menahan gairah,
“Aaahh.. ahh.. Ciin.. Enak Cin..” Cinta sendiri tak menyangka akan menikmati pengalaman ini, memeluk tubuh Fenita dan semakin menjadi-jadi menghisapi puting Fenita.
“Ohh.. ohh.. ohh.. stop.. stop.. stop dulu Cin.. ohh.. Cin..” desah Fenita.
Bingung dan takut tindakannya salah hingga Fenita tak lagi menikmati ini, Cinta berhenti menjilati puting Fenita dan menatap kakak kelasnya yang terengah-engah dengan wajah merah padam penuh birahi ini,
“Kenapa, Fen? Nggak enak, ya?” tanya Cinta bingung.
“Gila lu! Nikmat banget lagi,” balas Fenita,
“Cuma gue berasa aneh nih, Cin. Kayaknya celana dalem gue makin basah deh.” Cinta terbeliak semakin bingung mendengar itu.
“Mungkin saking nikmatnya gue kencing dikit di celana kali,” lanjut Fenita sama-sama tak mengerti.
Fenita langsung bangkit berdiri dan melepas celana pendeknya, lalu meraba celana dalamnya,
“Tuh kan! Bener basah!” tukasnya lalu ia mencium tangannya yang baru ia pakai meraba selangkangannya itu,
“Tapi bukan kencing nih, Cin. Nggak pesing tuh!” ujar Fenita yang dilanjutkannya dengan meloloskan celana dalamnya hingga kini ia benar-benar telanjang bulat berdiri di depan Cinta.
Fenita memeriksa celana dalamnya dan mendapatkan sedikit lendir bening melekat di celana dalamnya.
“Ih, bener, bukan kencing, Cin. Lendir nih!” tukas Fenita sambil menengok ke arah Cinta dan terkejut melihat Cinta tampak duduk dengan gelisah sambil menggerak-gerakkan pahanya dengan mata tampak menerawang.
“Naah, lu juga basah ya, Cin?” sentak Fenita mengejutkan Cinta!
Serta merta Fenita menarik lengan Cinta hingga adik kelasnya ini berdiri di depannya, lalu dengan cepat Fenita melorotkan celana pendek sekaligus celana dalam Cinta yang masih terlalu kebingungan hingga tak melakukan perlawanan. Fenita menarik celana Cinta lepas dari pergelangan kakinya lalu kembali berdiri dan menunjukkan lendir bening yang juga terdapat di bagian dalam celana dalam adik kelasnya yang cantik itu.
“Tuh lihat, lu juga keluar lendirnya, Cin.” Cinta hanya bengong sementara Fenita semakin bergairah pada permainan seksual mereka yang ternyata berkembang jauh melebihi perkiraannya.
Dengan tinggi kurang lebih 160-an cm dan berat sekitar 45 kg, Fenita dan Cinta benar-benar tampak seperti sepasang gadis cilik, sama-sama telanjang bulat, berdiri berhadapan, menjelajahi pengalaman seksual pertama mereka yang membingungkan, namun menggairahkan sekaligus memberi kenikmatan hebat.
Fenita melempar kedua celana dalam ke lantai sambil mengulurkan tangannya ke selangkangan Cinta.
“Ngghh..” Cinta melenguh panjang selagi setruman gairah hebat meledak dalam dirinya saat jari Fenita menyentuh bibir vaginanya yang basah itu. Lututnya sontak terasa lCintas dan kepalanya terasa ringan melayang. Cerita Sex
Melihat tCintannya limbung, Fenita langsung merangkulnya dan menuntunnya kembali duduk di ranjang. Fenita sendiri duduk di samping Cinta, merangkul pundak Cinta dengan sebelah tangan lalu tangan satunya kembali melanjutkan meraba vagina Cinta.
Diiringi desah gairah Cinta yang begitu merangsang di telinga sang kakak kelas, Fenita menggosok-gosokkan jarinya dengan lembut di sepanjang bibir vagina Cinta yang semakin lama tampak semakin merekah, menampilkan daging merah muda segar dan basah sang perawan cilik.
“Hhh.. Fen.. ohh.. ngghh.. mmhh..”
Fenita semakin terangsang dan semakin berani.
Ujung jari tengahnya ia masukkan ke dalam vagina Cinta dan ia gerakkan menggesek daging segar vagina Cinta yang semakin lama semakin banyak mengeluarkan lendir bening itu dari bawah ke atas, hingga menyentuh klitoris Cinta yang mulai mencuat.
“Ngk! Ahh..” Cinta terpekik menggairahkan saat jari Fenita mencapai klitorisnya.
Fenita terkejut namun semakin terangsang melihat reaksi nikmat sang adik kelas. Wajah menggemaskan Cinta tampak semakin menggairahkan dengan mata terpejam menikmati sentuhan lembut Fenita. Mempertahankan kelembutan tekanannya, jari Fenita semakin cepat menggesek vagina dan klitoris Cinta, membuat Cinta mendesah dan merintih tak terkendali.
“Hhh.. hh.. ngh.. nghh.. mm.. mm.. ohh..” Sementara vagina Fenita sendiri semakin basah oleh lendir gairah, Fenita semakin terangsang melihat kenikmatan yang jelas-jelas ditunjukkan Cinta di wajahnya, ia pun semakin bergelora dan membungkukkan badannya dan kembali menjilati dan menghisap puting Cinta dengan liar dan bernafsu.
“Ohh.. ohh.. ohh.. Fenn.. gillaa.. ohh.. ennak Fen.. mmhh..”
“Sllrrp.. sllrrpp.. klcp.. klcp.. sllrrpp.. klcp.. mm.. klcp.. klcp..”
“Mmm.. mm.. mm.. nghh.. nghh.. Fenn.. Feeenn.. Fenn.. oh.. oh.. oh.. oh..” Desahan dan rintihan Cinta yang dipenuhi kenikmatan semakin terdengar liar dan tak terkendali, sementara Fenita yang semakin terangsang menggesekkan jarinya semakin liar di vagina perawan Cinta dan lidah dan bibirnya melahap puting Cinta dengan semakin bernafsu.
Cinta sendiri merasa gelombang kenikmatan memuncak dalam dirinya dan suatu perasaan seperti kesemutan merebak perlahan-lahan ke seluruh tubuhnya. Dengan nafas tersengal-sengal, Cinta mencengkeram erat kepala Fenita dan menekannya keras ke buah dadanya, lalu dalam suatu ledakan kenikmatan yang terasa bagaikan tak berujung, Cinta memekik tertahan saat perasaan kesemutan dalam tubuhnya meledak menjadi setruman kenikmatan puncak yang membuat cairan kental tumpah deras dari dalam vaginanya, membasahi jari Fenita yang masih liar menggesek-gesek vaginanya.
“Aaakk!” pekik Cinta sambil dengan refleks menjepit tangan Fenita dengan kedua pahanya, sementara tangannya mencengkeram kepala Fenita semakin keras dan kepalanya terdongak ke belakang dengan bola mata terputar ke belakang penuh kenikmatan.
Fenita yang berusaha menarik tangannya membuat jarinya kembali menggesek vagina Cinta dari bawah ke atas dengan gerakan sangat pelan, membuat Cinta kembali menikmati ledakan-ledakan kenikmatan yang terasa tak kunjung habis, mCintaksanya menggigit bibirnya.
Akhirnya tangan Fenita lepas dari jepitan paha Cinta disertai lenguhan panjang Cinta yang mengakhiri kenikmatan puncak orgasme pertamanya,
“Ohh..”
Fenita menatap penuh rasa terpesona dan bergairah saat Cinta ambruk terlentang di kasur dengan mata terpejam dan nafas terengah-engah. Ia menyusul berbaring di samping Cinta dan memeluk tubuh sang adik kelas, langsung dibalas pelukan erat Cinta yang sangat menikmati pengalaman seksual indah ini. Keduanya berpelukan erat, saling menikmati kenyamanan kehangatan tubuh yang lain.
Setelah beberapa saat, akhirnya mereka saling melepas pelukan dan Cinta tersenyum menatap mata Fenita. Rasa cinta dan kasih sayang mendalam tersorot jelas dari mata Cinta. Fenita mCintahami perasaan ini dan mengecup bibir Cinta dengan lembut. Mereka lalu terkikik geli bersama-sama, lalu kembali saling berpelukan erat dan Cinta berbisik di telinga Fenita,
“Fen, gue nggak ngerti perasaan gue saat ini..”
“Tapi rasanya gue nggak mau pisah dari elu. Gue rasanya sayaang banget ama elu.” Fenita tersenyum dan membalas bisikan sang adik kelas,
“Gue juga sayang banget ama elu, Cin. Lu jadi pacar gue aja, ya?” Walaupun tak pernah terpikir akan berpacaran dengan sesama wanita, namun Cinta tak bisa memungkiri perasaannya saat ini,
“Iya, Fen. Gue mau jadi pacar elu. Gue cinta ama elu.”
Mereka melanjutkan berpelukan erat dan hangat selama beberapa saat, lalu Cinta melepas pelukannya dan berkata pada Fenita.
“Gila, Fen. Lu bikin gue nikmat banget. Sekarang gantian ya, gue yang raba elu?”
“Iya dong, gue juga mau ngerasain kayak elu. Tapi jari lu jangan dimasukin ya? Kayak gue aja tadi, digesek-gesek aja. Gue takut keperawanan gue sobek,” balas Fenita.
Cinta hanya mengangguk dan tetap dalam posisi rebahan, ia membuka paha Fenita hingga mengangkang lebar, membuka vagina mudanya yang segar merekah, lalu mulai meraba-rabanya dengan jari tengahnya.
Tak memakan waktu lama bagi vagina Fenita untuk kembali basah penuh lendir gairah, apalagi saat Cinta mendaratkan bibir dan lidahnya, mempermainkan puting Fenita yang mungil itu. Desahan dan rintihan Fenita pun akhirnya meledak menjadi pekikan penuh kenikmatan saat orgasme yang liar dan lama, seperti yang dinikmati Cinta, bergejolak dalam tubuh mungil Fenita.
Dalam keadaan sama-sama telanjang bulat, Fenita dan Cinta berpelukan mesra dan penuh kasih sayang, hingga akhirnya mereka tertidur pulas hingga pagi.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,