Cerita Dewasa Fiksi Maudy Koesnaedi

Bujubuneng, ini kayaknya cerita udah tua banget. Mungkin generasi micin gak bakalan paham deh, pokoknya kalo kamu paham sama cerita ini berarti kamu udah tua deh. Ini adalah cerita fan fiction karya ctan pada 25 Maret 2011 silam. Tapi dilihat dari setting ceritanya kayaknya cerita ini lebih tua dari itu, gak tau deh siapa pengarang aslinya.

Maudy Koesnaedi setengah berlari keluar menuju halaman rumahnya yang luas. Cantik nian ia sore itu dengan bawahan panjang yang ketat dari bahan halus berwarna krem. Busananya, baju krem penuh bordir berkerah rendah, juga ketat. Yang lebih menarik, hanya sepasang tali tipis di pundaknya yang menahan baju itu. Tatanan rambutnya mendukung penampilan seksi itu. Rambut-rambut halus tampak menghisasi lehernya yang jenjang, putih, mulus. “Sorry ya, agak lama,” katanya kepada seorang lelaki di sisi pintu mobil van dengan logo sebuah stasiun TV swasta di pintunya. “Mas yang biasanya kemana?” lanjut gadis periang itu, begitu duduk di kursi tengah, di belakang lelaki tadi yang kini duduk di belakang kemudi. “Sakit,” sahut lelaki itu sambil menjalankan mobilnya.

Malam ini, Maudy akan mengisi siaran live ‘Gebyar Tahapan BCA’ bersama Bagito Group. Acara ini memang punya rating tinggi. Produsernya yakin, salah satu faktor tingginya rating adalah Trio Bagito dan Maudy sebagai presenter. Maudy tak bicara lagi, ia kini sibuk mengecek make upnya lewat sebuah kaca kecil dari dalam tasnya. Lipstik merah tipis membuat bibirnya yang indah itu makin menarik. Maudy masih asyik dengan dandanannya, tak sadar sopir terus meliriknya dengan pandangan yang aneh lewat kaca spion. Ia juga tak sadar, tepat di belakang tempat duduknya, seorang lelaki berjongkok, membuka jok paling belakang. Lalu dari balik jok itu, seorang lelaki lain muncul.

Dua lelaki kekar itu lalu duduk di jok belakang, memandangi Maudy yang masih asyik dengan bibirnya. “Siarannya jam berapa Mbak?” lelaki berjaket kulit di belakang menyapanya. “Jam setengah dela….ehh…kaget aku. Kok tadi nggak kelihatan ada orang,” kata Maudy sambil menengok. Heran juga ia melihat dua lelaki berpenampilan kasar itu. “Kita tadi memang ngumpet,” sahut si jaket kulit. “Kok pakai ngumpet segala,” “Ya supaya elu nggak tahu,” kata lelaki itu, sambil pindah duduk di sebelah kiri Maudy. Maudy kaget bukan main mendengar lelaki itu menyapanya dengan ‘elu’. Apalagi begitu duduk, lelaki itu langsung memegang pahanya. “Eiiii….jangan kurangajar ya!” pekiknya.

Lelaki itu tertawa. “Gitu sih belum kurangajar, gini nih….” “Eiiihhh…” Maudy memiawik lagi, tangan lelaki itu menangkap dan meremas payudara kirinya. Pemeran Zaenab di sinetron Si Doel itu beringsut ke tepi jendela. “Ka..ka…kamu…mau apa….?” Maudy gemetaran sambil menyilangkan kedua tangan di dadanya. “He he… gue mau…itu,” lelaki itu menunjuk bagian bawah tubuh Maudy. “memiaw lu!” “Gue mau gigit pentil lu…” lelaki satunya tiba-tiba ikut nimbrung. Maudy panik, ia mencoba membuka jendela, tapi gagal. “Jangan…jangan…TOLLOOOOONGGGG….” Maudy menjerit histeris. Tapi kedua lelaki itu hanya tertawa-tawa. “Percuma lu teriak neng. Mobil ini kedap suara…” kata si jaket kulit sambil menangkap pergelangan tangan mungil gadis cantik ini.

Tiba-tiba lelaki itu menyentak tangan Maudy hingga gadis itu tertelungkup di pangkuannya. Lelaki yang duduk di belakang kemudian pindah ke sebelah kanannya. Maudy meronta dan menjerit saat tangannya ditelikung ke belakang, lalu diikat dengan tali rafia. “Wah, ini pantat yang hebat…****** gue bisa gepeng kalau kegencet lobangnya,” kata lelaki di sebelah kanannya sambil meremas-remas gundukan daging pantat Maudy. “****** gue ngaceng nih, ketindihan toketnya si Zaenab,” kata lelaki satunya. “Jangannn…jangannn..kalian mau apa….mau uang…saya kasih… berapa….” Maudy terengah-engah, panik ketika merasa roknya ditarik ke atas. Tapi kedua lelaki itu tak menjawab. Lelaki yang memangkunya malah menyusupkan tangannya ke punggung Maudy, melepas pengait BH tanpa tali pundaknya. “Awwwhhh…” Maudy memiawik, saat BH itu tiba-tiba dibetot hingga terlepas.

Pada saat yang sama, ia merasakan dinginnya AC menyentuh kulit pahanya. “Aunghhhh….” ia mengerang, saat pangkal pahanya diremas telapak tangan kasar di belakangnya. Maudy meronta-ronta, kedua kakinya menendang-nendang, saat remasan makin keras dan menyakiti kelaminnya. “Aaaaakkkhhhhhh….mmmmfff…mmmfff,” jeritnya tiba-tiba terbungkam ketika lelaki yang memangkunya menekan kepalanya sehingga terbenam di pangkal paha lelaki itu. Maudy bisa merasakan sesuatu yang menggembung, keras di balik ristleting celana lelaki itu.

Maudy hampir kehabisan nafas ketika rambutnya dijambak sehingga ia terpaksa mendongak. Tubuhnya menggigil ketika sebilah belati tajam ditempelkan ke leher jenjangnya. “Heh cewek bandel…elu nggak bisa ngelawan tahu. Mending lu nurut aja, kita nggak bakal bunuh elu tahu. Tapi kalo elu masih bandel juga, gue bisa potong pentil lu. Lu tahu kan, laki-laki seneng ngisep pentil? Lu ngerti, hahhh!!??” bentak lelaki itu. “I…i…iya…” Maudy menjawab lemah, air mata menitik di sudut matanya yang indah. Tapi tak urung ia merintih dan menggeliat ketika merasakan ujung belati menelusuri bagian dalam pahanya yang mulus, terus naik, lalu menelusuri tepian celana dalam putihnya.

“Udah Brur, cepet copot tuh celana, gue udah nggak tahan pengen lihat memiaw cewek ngetop ini,” kata lelaki satunya, kedua tangannya terus asyik menekan-nekan bagian samping payudara Maudy. “Sabar….semua dapet bagian…he…he…” kata si pemegang belati. Maudy menahan napasnya ketika merasa ujung belati menekan tepat di ‘pintu’ kemaluannya. Rasa takut dan terhina sungguh menyiksanya. “Buka lebar-lebar kaki lu neng…” Maudy gemetar, ia diam saja. “Ayo cepet buka!” lanjut lelaki itu, kini menekan belatinya agak jauh, sehingga terlihat celana dalamnya menyelusup ke celah bibir kelaminnya. “Jangannn…jangan…” rintih Maudy. “Cepettt!!!” lelaki itu membentak dengan suara menggelegar. Belati ditekannya lebih jauh, sehingga celana dalam Maudy mulai koyak sedikit. Maudy terisak, menggigil merasakan logam yang yang dingin menyentuh bibir kemaluannya. Perlahan ia merenggangkan kedua kakinya. Maudy agak lega ketika belati itu ditarik. Tapi ia kembali cemas begitu belati itu kembali menyusup ke balik celana dalam katun di bagian pinggangnya. TESSS… Maudy memiawik ketika merasa belati itu memutus bagian samping kanan celdamnya.

Tubuhnya makin berkeringat saat belati menyusup ke sisi sebaliknya. Dan…sisi yang satu itu pun putus juga. Maudy terisak ketika merasa kain celdam yang menutup pantatnya ditarik turun. Dinginnya AC mobil kini menyapu pantatnya yang bundar, putih mulus dan padat. “Ha…ha….ha….ini baru namanya pantat!” seru lelaki yang memangkunya sambil meremas-remas bongkahan daging pantatnya. Isak Maudy makin keras terdengar. Baru kali ini ada lelaki melihat dan memegang pantatnya. Bahkan, Gilang bekas pacarnya pun tak pernah melakukan itu. Perlahan Maudy merasakan celdamnya ditarik hingga lepas. Kini dinginnya AC pun dirasakannya menyentuh bagian depan pinggulnya yang terbuka. “Aiiihhh….” Maudy kembali memiawik begitu merasakan bagian bawah tubuhnya yang terbuka dibekap telapak tangan yang besar dan kasar. “Hebat, akhirnya gue bisa megang memiaw Maudy Koesnaedi!!!” seru lelaki di belakangnya sambil terus meremas-remas hingga Maudy merintih-rintih.

Lelaki itu kini mulai menjambak rambut kemaluan Maudy yang cukup lebat. “Wah, lu keramas jembut lu pake sunsilk juga ya…hitam berkilau nih…he he…” lanjut lelaki itu, kali ini sambil menarik puluhan helai rambut kemaluan Maudy ke bawah, hingga terlihat kulit kelaminnya ikut tertarik. “Ayo bilang dong…ini namanya apa,” kata lelaki itu sambil menjambak hampir seluruh rambut kemaluan Maudy. Maudy hanya merintih. “Ayo bilang!!” bentaknya. “Ram…ram…rambut…” katanya. “Kalau rambut sih ini…,” sahut lelaki itu, sambil menjambak rambut di kepalanya. “Bilang…jembut gitu…” lelaki itu menjambak rambut kemaluannya lebih jauh. “Jem… jem… jem…. BUUUUUUUUUTTTTTT….. awwwwhhh…. saakkkkkiiiit!!!” Maudy menjerit histeris. Sebab, begitu dia bilang ‘but’, lelaki itu membetot rambut kemaluannya sekuat tenaga. Puluhan helai rambut kemaluan Maudy kini berada di genggamannya. Di depan wajah Maudy, dimasukkannya puluhan lembar rambut hitam berkilau itu ke dalam sebuah amplop. “Bisa untuk nyantet elu, kapan-kapan perlu,” katanya. Kedua mata Maudy tampak basah oleh air mata.

Maudy agak lega ketika tubuhnya ditarik hingga ia kini duduk. Rok panjangnya masih tergulung sampai ke pinggangnya, hingga dari pinggang ke bawah terbuka bebas. Sisa rambut kemaluannya tampak menyembul dari sela-sela pangkal pahanya. Tapi kelegaannya hanya sejenak saja. Kedua lelaki di kanan dan kirinya, kini mulai tertarik pada dadanya. Payudara Maudy tak seberapa besar, tetapi tampak kencang dan bundar. Lelaki di sebelah kirinya mulai membelai-belai lembut payudara kirinya. “Jangan…tolong…jangan…saya bisa beri kalian apapun, tapi tolong…jangan perkosa saya…” Maudy coba berbicara lagi, sementara lelaki di kirinya mulai meremas-remas payudaranya. Seluruh gumpalan daging yang kenyal itu masuk dalam genggamannya. “Diperkosa aja takut. Kalau mau, elu kan bisa nikmatin juga,” kata lelaki di kanannya.

Maudy melirik dengan panik, sebab lelaki itu menyentuh payudara kanannya dengan bagian tajam belatinya. “I…i…iya…sa..saya…takut…aduh…pelan- pelan…. sakit… aduh…” Maudy merintih, lelaki di kirinya mencengkeram payudaranya yang tak seberapa besar hingga ke pangkalnya. Tangan kasar itu seolah hendak merenggut bukit kecil itu dari tempatnya melekat. Maudy menarik napas sejenak, ketika cengkeraman di dadanya dilepas. Tapi kini rasa geli yang aneh melandanya ketika lelaki itu menggerakkan ujung jari telunjuknya di sekeliling putingnya yang tertutup bajunya. Hal serupa dilakukan lelaki satunya dengan ujung belati di puting sebelahnya. Perlahan, tanpa bisa dikendalikannya, kedua putingnya mulai mengeras dan Maudy mengerang lemah. “Kenapa sih takut diperkosa? Lu kan udah nggak perawan. Udah berapa kali ******nya Gilang masuk memiaw lu? Udah berapa kali juga ****** para produser maen-maen ke situ supaya mereka bantu lu jadi ngetop?” lanjut lelaki yang memegang belati, sambil terus menggerakkan ujung belatinya, memutari puting susu kanan Maudy. “Nggak…nggak…bohong itu…saya belum pernah…ti…tidur sama lelaki…”

Maudy menjawab dengan panik. Kedua lelaki itu kini memilin- milin kedua puting susunya, perlahan. “Jadi lu masih perawan?” “I…iya,” “Bohong!” “Awwwhhh…be…betul….” Maudy memiawik, kedua putingnya dijepit keras. “Buktinya apa?” “Eh…bukti?” “Iya!!! BUKTI!!!” bentak lelaki itu. “Ah…eh…AWWWWW!!!” Maudy menjerit lagi, kedua putingnya kembali dijepit dan dipelintir dengan keras. “Buktinya cuma di situ neng…” kata lelaki di kiri Maudy berlagak menengahi, sambil menunjuk selangkangan gadis itu. “Oke, sekarang kita buktikan. Gue mau lihat lu masih punya selaput perawan nggak. Angkat kaki lu, ngangkang!” lanjut lelaki satunya sambil mulai menarik paha kanan Maudy ke atas. “Ah…eh, jangan…jangan dilihat…” kata Maudy mengiba. “Gimana kita percaya kalau lu nggak mau buktiin.

Gue kasih tahu ya…kalau lu ternyata masih perawan, mungkin bisa gue pertimbangkan untuk nggak jadi memperkosa lu!” Maudy terisak. Ia tak punya pilihan lain. Dipikirnya, mungkin ia akan dilepaskan kalau mereka tahu ia masih perawan. Perlahan diangkatnya kedua kakinya. Kedua telapak kakinya kini bertumpu di jok mobil yang didudukinya. Posisinya yang demikian membuat bagian tubuhnya yang paling pribadi, terbuka bebas. Maudy menggigit bibirnya, tak pernah dibayangkannya akan melakukan hal tersebut di hadapan lelaki yang sama sekali asing baginya. Lelaki di sebelah kanan Maudy kini berjongkok di hadapannya. Wajahnya hanya sekitar 15 cm dari Maudy’s private area. Maudy memejamkan kedua matanya yang sayu. Ia bisa merasakan panasnya hembusan napas lelaki itu. “Hmmm…memiaw yang hebat,” gumam lelaki itu.

Temannya di atas, hanya tertawa sambil terus meremas-remas kedua payudara gadis itu. Tubuh Maudy bergetar hebat ketika jemari lelaki itu menyentuh tepi celah kemaluannya, menyusurinya dari atas ke bawah. Dengan hati-hati lelaki itu menjepit dua sisi labia minora Maudy yang tampak menyembul sedikit akibat kakinya yang mengangkang lebar. Masing-masing sisi dijepit dengan ibu jari dan telunjuk. Perlahan daging tipis itu ditariknya ke arah berlawanan. Maudy diam, tapi tubuhnya terus bergetar, keringatnya bercucuran. “Hebat…gue seneng memiaw yang kaya gini,” kata lelaki itu begitu melihat bagian dalam vagina Maudy. “Bener kata orang,

bibir atas nggak beda jauh sama yang di bawah. Dalemnya memiaw Maudy merah jambu Brur, seger kayak bibir atasnya,” lanjutnya, memberitahu temannya.

Maudy merasa betul-betul terhina mendengar hal itu, tapi ia tak kuasa apa-apa. “Udah cepet, liat masih perawan apa kagak,” sahut temannya yang tak bosan-bosan meremas payudara Maudy dari luar bajunya. Lelaki di bawah, kini menyusupkan satu ibu jarinya ke lubang vagina yang tampak sempit, lalu ibu jari satunya menyusul di sisi berlawanan. Dua telunjuknya pun menyusul. Maudy mengerang-erang.

Perlahan, digerakkannya ke empat jari itu ke arah berlawanan, sehingga liang vagina Maudy mulai membuka lebar, membentuk gua kecil. “Pelan-pelan…sakit…” rintih Maudy. “Nah, itu dia….” desis lelaki itu ketika melihat sebentuk selaput tipis di bagian dalam gua kecil itu. “Lu bener masih perawan,” jelasnya. “Sudah-sudah…lepaskan saya…” pinta Maudy. “Sebentar…nanggung…” sahut lelaki itu. Maudy kaget bukan main ketika merasakan wajah lelaki itu makin mendekat dan… “Aungghhhh….” Maudy merintih, meronta hebat, tapi kedua kakinya dipegangi erat dua lelaki. Lelaki itu ternyata menyentuh selaput dara Maudy dengan lidahnya, lalu dengan kasar lidah itu menyapu ke segenap penjuru bagian dalam vaginanya. Tak kurang 10 menit itu berlangsung, sampai Maudy merasakan jemari yang menguakkan liang vaginanya melepaskan tarikannya.

Kini, yang dirasakannya adalah dinding vaginanya yang menjepit lidah lelaki itu. Perlahan, dirasakannya lidah itu ditarik keluar. Sambil menjulurkan lidah seperti ******, lelaki itu mendongak. Maudy melihat lidah lelaki itu berlendir. “memiaw yang lezat….” ujar lelaki itu. “Sudah…tolong lepaskan saya…” iba Maudy lagi. “Sebentar, gue mau kasih tahu lu sesuatu. Habis ini, lu pasti minta diperkosa!” kata lelaki itu, lalu merapatkan lagi wajahnya ke selangkangan Maudy. Maudy menggeliat, mengerang, meronta…tapi sia- sia. Lidah lelaki itu dengan buasnya menyapu sekujur permukaan vaginanya. Rambut kemaluannya yang tak lagi selebat semula, tampak basah, melekat ke kulit yang kemerahan, bekas cabutan yang brutal tadi. Lidah lelaki itu lalu menjilati celah vaginanya, kanan dan kiri berganti-ganti. Lalu… slurrrppp…. slurrppp… “Aunggghhhhh…” Maudy mengerang, lelaki itu menghisap labia minoranya, kanan dan kiri berganti-ganti. Isak Maudy makin keras terdengar.

15 menit telah berlalu, tetapi lelaki itu seperti kelaparan, tak juga henti melahap vaginanya. Sementara di atas, lelaki satunya merogoh ke balik blus Maudy, mengeluarkan payudara kirinya. Puting susunya yang mungil, kecoklatan dengan areola hanya berdiameter sekitar 2 cm, tegak menantang. Lidah lelaki satunya pun mulai menyentil-nyentil area sensitif itu. Bersamaan dengan itu, Maudy merasa bibir kemaluannya dikuakkan lalu didorong ke atas. Lelaki yang di bawah, memandang tak berkedip, tonjolan kecil berwarna pink di pangkal vaginanya. Dielus-elusnya tonjolan kecil itu dengan telunjuknya perlahan. Akibatnya sungguh hebat. Maudy mengerang keras. Maudy merasa luar biasa terhina. Dalam keadaan demikian, ia bisa menikmati rangsangan. Beda jauh dari yang pernah dirasakannya ketika sekali jemari Gilang pernah ‘tersesat’ ke balik celdamnya.

Meski menolak penghinaan itu, tubuh Maudy tak bisa berbohong. Cairan vaginanya mulai menetes, membasahi seputar liangnya. Lelaki yang di bawah, dengan tak sabar, menghisap setiap tetes cairan itu. Sementara lelaki yang di atas, ternyata sudah asyik dengan payudara kanan Maudy, menyentil-nyentil putingnya dengan lidahnya. Maudy terhina luar biasa, ia merasakan sesuatu yang akan meledak dalam dirinya ketika lidah lelaki itu akhirnya menyapu tonjolan sebesar kacang tanah di pangkal vaginanya. Apalagi, lelaki di atas memegangi sebelah payudaranya dengan kedua telapak tangannya, lalu menyedot-nyedot putingnya sekuat tenaga sambil lidahnya menyentil- nyentil puting di dalam mulutnya itu. Erangan Maudy makin hebat saat akhirnya lelaki di bawah menghisap klitorisnya kuat-kuat dan terus menerus.

Punggungnya meregang ke depan, hingga payudaranya membenamkan wajah lelaki yang masih asyik dengan putingnya. “Aaannggghhhhhhhhh…. ngghhhh…. nghhh.. oowwhhhh….” tubuh Maudy tiba-tiba lemas, tetapi sesekali terlonjak-lonjak di luar kendali dirinya. Maudy orgasme!!! Lelaki yang tadi asyik dengan putingnya memandangi Maudy yang masih terlonjak-lonjak pelan. Sementara lelaki satunya terus menghabiskan cairan vagina Maudy yang menetes seiring orgasmenya. Tubuh Maudy masih lemas, matanya terpejam. Tiba-tiba ia membelalakkan matanya, karena merasakan sesuatu yang hangat menyentuh mulut liang vaginanya. “Jangan….jangan….jangan perkosa saya..!!!” pekiknya sambil meronta, ketika melihat kepala penis lelaki di depannya mulai menguakkan bibir vaginanya. “Alaaah…sok tahu lu. Ngaku aja tadi lu keenakan. Lagian memiaw lu sekarang udah siap…nggak bakal sakit deh…” kata si pemilik penis. Maudy tetap meronta hingga penis lelaki itu kini menjauh dari vaginanya. Wajah Maudy merah padam begitu sadar ia tadi mengalami orgasme.

“Tapi…tapi…saya masih perawan…jangan perkosa saya…saya akan beri apapun…” pintanya mengiba. “Oke…gue nggak akan perkosa lu sekarang. Betul lu mau lakukan apapun asal memiaw lu nggak kemasukan ******?” tegas lelaki itu dengan bahasa yang membuat telinga Maudy memerah. Lelaki itu menunggu jawaban Maudy sambil meremas kedua payudaranya yang tadi belum sempat dilihatnya. “I…i…iya….” “Bagus, kalo gitu, lu sekarang harus tanggungjawab,” “Tanggungjawab?” “Iya…****** gue udah ngaceng…lu harus lemesin pake mulut lu…” “Iiihhh…nggak mau…jangan…” “Tinggal pilih, mulut apa memiaw!!!” bentak lelaki itu, kali ini sambil menggerakkan pinggangnya hingga penisnya kembali menyentuh vagina Maudy. Maudy memiawik. “Aihhhh…ii…iya…” akhirnya ia menyerah. Kedua lelaki itu kemudian duduk di jok lalu memaksa Maudy jongkok di hadapan mereka. Maudy dengan pandang mata jijik dan takut memandangi penis lelaki yag tadi mengunyah vaginanya.

Maudy belum pernah melihat penis sebesar itu, tampak begitu kokoh dengan urat-urat di sekelilingnya dan kepala penis yang keunguan saking banyaknya darah terjebak di situ. Bahkan, penis Gilang pun belum pernah dilihatnya, kecuali memegangnya di balik celananya saat mereka terlibat petting berat. “Ayo cepet, jilatin dulu…” kata lelaki itu sambil menjepit kedua puting Maudy dan menarik ke arahnya. “Aduhh…sakit…iya…iya…” kata Maudy. Wajah Maudy memerah saat lidahnya mulai menyentuh kepala penis lelaki itu. “Jilatin muter kepala ****** gue!” Maudy pun menuruti perintah itu, menjilati sekujur permukaan kepala penis di depannya. Ketika menyentuh celah di kepala penis itu, ia merasakan cairan yang asin di lidahnya. “Jilat semua dari atas ke bawah, balik lagi, terus gitu…” Maudy menahan jijiknya, menjilat sekujur batang penis itu. “Bijinya juga!” Maudy makin mual. Kedua kantung zakar lelaki itu penuh rambut.

Aromanya membuatnya hampir muntah. Tapi Maudy terus melakukannya, karena khawatir lelaki itu marah dan memperkosanya. Diabaikannya lelaki satunya yang tak bosan-bosan meremas-remas payudaranya yang tadinya putih mulus hingga memerah. “Bagus…eghhhh…lu pinter juga. Ini yang terakhir, isep punya gue,” Maudy terdiam sejenak, tapi akhirnya perlahan ia membuka bibirnya yang indah itu. Sungguh pemandangan yang menggairahkan, gadis secantik Maudy membiarkan penis yang tampak mengerikan masuk ke mulutnya. Maudy hampir tak bisa memasukkan penis yang besar itu ke mulutnya. Sampai akhirnya ketika masuk juga, pipinya tampak menonjol tertekan kepala penis lelaki itu. “Ayo maju mundur…ahhhh…yang dalem…ouhhh….sedot yang kuat….yak…bagus…ohhh….” Tiba-tiba lelaki itu memegangi bagian belakang kepala Maudy dengan kedua tangannya. Dengan kasar, ia kini menggerakkan sendiri kepala Maudy hingga penisnya masuk makin jauh ke dalam kerongkongan Maudy. “MMffff…mmmfff…nggghhh….” Maudy nyaris kehabisan napas. Kepala penis itu berkali-kali menyentuh dinding kerongkongannya.

Tiba-tiba Maudy merasakan penis di mulutnya itu berdenyut-denyut, lalu pemiliknya mengerang keras sambil menarik kepala Maudy hingga wajah Maudy tenggelam di kerimbunan rambut kemaluannya. Maudy seperti kehilangan kesadarannya ketika merasakan cairan kental dan hangat tersembur ke dalam kerongkongannya, memenuhi rongga mulutnya. Maudy hampir tak bisa bernapas, tak ada jalan lain, ia harus menelan cairan itu. Rasa dan aromanya yang aneh membuat Maudy hampir muntah. Tapi ia terus menelannya, hingga beberapa kali semburan kecil yang makin lama melemah dan berhenti seiring lemasnya penis lelaki itu di dalam mulutnya. “Terus isep, sekalian bersihin ****** gue!” kata lelaki itu dengan napas terengah-engah. Maudy dengan sisa-sisa tenaganya, menuruti perintah itu. Lalu lelaki itu pun menarik penisnya yang lemas keluar. Maudy dihempaskannya begitu saja ke lantai mobil. Napasnya terengah- engah membuat kedua payudaranya bergerak naik turun.

Dari sisi bibirnya yang seksi menetes cairan putih kental. Kedua matanya menitikkan air mata. Kedua lelaki itu dan sopir di depan hanya terbahak mendengar isak Maudy. “Gila, ternyata si Zaenab jago nyepong juga. Mani gue disedot abis,” kata lelaki di depannya. Maudy betul-betul merasa terhina. Maudy baru mulai bisa bernapas lega ketika lelaki satunya menggerakkan jari telunjuknya, memberi kode agar ia mendekat. Maudy panik melihat lelaki itu memegagi penisnya yang sudah menegang, nyaris sebesar milik kawannya. “Gue juga ngaceng nih…lu kudu tanggungjawab!” katanya. Lagi-lagi Maudy terpaksa mendekat ketika kedua putingnya dijepit dan ditarik. Lalu adegan memalukan tadi pun berulang. Tapi kali ini tak pakai pemanasan dengan aksi jilat. Lelaki itu langsung memaksa Maudy menelan penisnya dan memegangi kepalanya, lalu menggerakkannya maju mundur.

Tak sampai lima menit kemudian, kembali cairan kental yang berbau khas menyembur, memenuhi rongga mulutnya. Lagi, Maudy kembali harus menelannya. Kini ia terduduk di lantai mobil, terisak dengan sekeliling bibirnya tampak cairan sperma. “Nggak usah nangis…kata dokter Boyke, orang kagak bakal hamil kalo nelen mani…he…he…” kata lelaki terakhir. “Sudah…sekarang tolong lepaskan saya….” pinta Maudy lagi. “Sebentar, masih ada yang harus lu kerjakan supaya nggak gue perkosa,” sahut lelaki di depannya. Maudy terdiam, putus asa… *** Maudy tak tahu lagi kemana mobil ini berjalan. Apalagi, dari posisi duduknya, ia tak bisa melihat leluasa keluar. Ia hanya bisa melihat tiang listrik atau pepohonan. Yang jelas, ia bisa mendengar, suasana jalan tampaknya makin sepi.

Sampai akhirnya, mobil itu berhenti, lalu terdengar suara seperti pintu gerbang dibuka. Mobil kemudian kembali berjalan, lalu berhenti di dalam sebuah garasi yang luas. Maudy kembali mendengar, kali ini suara rolling door ditarik turun. Dua lelaki itu lalu keluar sambil menyeret Maudy turun. “Tolong, ikatan saya dilepas…” kata Maudy dengan suara pelan. Seorang lelaki kemudian berusaha melepaskan ikatan tangan Maudy. “Eh…eh…entar dulu. Lu enak, gue belon dapat bagian. Nih, ****** gue juga ngaceng, butuh saluran!” “Alaah…entar juga bisa. Dia udah ditunggu bos nih,” sahut temannya. “Sebentar aja, gue janji, lima menit aja!” “Ya udah, cepet…” Maudy ketakutan. “Jangan…sudah..sudah cukup…jangan…” rintihnya saat si sopir memaksanya berlutut. Penis lelaki itu menyentuh hidungnya yang mancung. “Nggak usah bawel ah…cepetan…lima menit aja…buka mulut lu…nah gitu…ahhh….bagus…” kata si sopir, lalu satu tangannya menarik kepala Maudy hingga bergerak maju mundur.

Betul saja, sekitar lima menit kemudian, semburan sperma kembali memenuhi rongga mulut Maudy. Cuma kali ini, lelaki itu langsung menarik keluar penisya, sehingga semburan kedua, ketiga dan keempat mendarat di sekujur wajah cantik Maudy. Lelaki itu tertawa-tawa sambil membersihkan penisnya dengan rambut sunsilk Maudy. “Makasih ya…” katanya sambil meremas kedua payudara Maudy, lalu tangannya menyempatkan meremas pangkal paha gadis itu. Sementara Maudy terisak. Bibirnya betul-betul belepotan sperma kini, begitu pula kening, pipi dan di sudut matanya. “Gila lu…bikin kotor aja…” kata lelaki yang pertama memaksa Maudy melakukan oral seks, sambil melepas ikatan tangan Maudy.

Begitu terlepas, Maudy membenahi bajunya, kembali menutup kedua payudaranya. Maudy kemudian menerima cabikan celdamnya dari lelaki di depannya. Dibersihkannya wajahnya yang belepotan sperma dengan cabikan celdamnya sendiri. “Ayo, bos udah nunggu…” kata lelaki berjaket kulit sambil melangkah ke sebuah pintu di salah satu sudut garasi. Maudy tegang menunggu apa yang akan terjadi di balik pintu itu.

Tolong jempolnya bro :,,,,,,,,,,

Related posts