Cerita Dewasa Darmi Yang Suka Peras Susu
Cerita Dewasa Darmi Yang Suka Peras Susu – Ada seorang pedagang susu namanya Sudarmi, pagi yang segar dengan meminum susu sapi yang segar setiap hari. Setiap pagi Darmi selalu lewat di depan kiosku untuk menawarkan susu bawaannya. Orangnya tidak cantik memang, tetapi wajahnya manis khas wanita desa. Meskipun ia tidak cantik tetapi orangnya sangat menarik dan seksi. Betapa tidak…di usianya yang sekitar 35 tahunan ia masih tampak segar dan menggairahkan.
Tubuhnya yang tinggi sekitar 165 cm ditunjang dengan kulitnya yang kencang dan tonjolan-tonjolan tubuhnya yang menantang baik di depan maupun di belakang sangat menantang bagi lelaki mana pun yang melihatnya. Apalagi kalau ia sedang berjalan menenteng container kaleng isi susu yang dijualnya. Pantatnya yang bulat yang dibalut dengan kain kebaya yang ketat sangat mengundang selera lelaki. Dilihat dari depan pun tubuh yu Darmi sangat menggairahkan…dadanya yang membusung kelihatan sangat menantang karena tubuhnya selalu dibalut dengan kain kebaya yang ketat seolah hendak memamerkan semua isi yang tersembunyi di dalamnya. Saking seringnya lewat di depan kiosku aku jadi sangat mengenal kebiasaannya. Ia selalu datang di pasar tempat aku berdagang tepat jam 05.45 dan selalu diantar oleh suaminya, kang Sarjo dengan mengendarai sepeda motor tuanya.
Aku kenal dengan yu Darmi dan suaminya karena kebetulan suami yu Darmi berasal dari satu desa yang sama denganku yang kurang lebih sekitar 20 Km dari pasar tempatku berdagang. Hal yang membedakan adalah aku sudah mempunyai rumah sendiri di dekat pasar tempatku berjualan sedangkan kang Sarjo masih tetap tinggal di desa. Kang Sarjo memelihara sapi yang susunya dapat diperah setiap hari dan dijual istrinya ke pasar, yu Darmi itu.
Pertemananku dengan yu Darmi dan kang Sarjo sudah begitu erat bahkan hampir seperti layaknya saudara. Karena kalau ada apa-apa mereka pasti lari ke tempatku untuk meminta bantuan atau apa. Bahkan istriku pun sudah menganggap yu Darmi dan kang Sarjo sebagai bagian dari keluarga kami.
Suatu hari menjelang tahun baru seperti biasa aku sudah mulai menata kiosku untuk memulai rutinitas berdagangku. Waktu itu sudah menjelang jam 05.45 saatnya susu langgananku dan yu Darmi yang seksi itu datang. Oh iya aku hampir lupa menceritakan kalau aku juga sudah menjadi salah satu pelanggan susu yu Darmi.
Jam sudah menunjukkan waktu pukul 05.45, tetapi yu Darmi dan susunya belum juga datang. Aku heran juga kok tumben yu Darmi dan kang Sarjo sampai jam begini belum juga datang ke kiosku. Ada apa dengan mereka ya…kok tumben mereka terlambat. Setelah agak lama menunggu akhirnya yu Darmi datang di depan pasar jam 06.00. Ia baru turun dari bus yang antar kota dan turun tepat di depan kiosku. Ia sendirian tanpa disertai suaminya.
”Waduh maaf mas…aku telat”
”Gak apa apa yu…(mbakyu)… Kok tumben tidak bareng kang Sarjo? Lagi ada bisnis gedhe ya?” tanyaku dengan berondongan pertanyaan. Aku memang selalu memanggil yu Darmi dengan sebutan yu Darmi kependekan dari mbakyu Darmi karena usianya memang selisih sekitar tiga tahunan di atasku.
”Oalah mas…mas..sampeyan opo gak ngerti ta?. Aku ki lagi apes tenan je (maksudnya sedang kena musibah)….soalnya kemaren sore kang Sarjo ketabrak angkot (maksudnya mobil colt angkutan kota) dan harus mondok di rumah sakit. Tulang kakinya ada yang patah jadi saya harus naik bus sendiri”
”Whelhadhalah….. Memang mondoknya di rumah sakit mana? Nanti kalau ada waktu aku tak ke sana menengoknya”
”Wah nggak usah repot-repot to mas…wong Cuma patah sedikit kok…Paling-paling satu minggu lagi sudah bisa pulang kok”
Lalu ia menyebutkan salah satu rumah sakit tulang yang sangat terkenal di kotaku yang kebetulan sangat dekat dengan pasar tempat aku berjualan.
Itulah orang Jawa!! Kecelakaan sampai kakinya patah saja masih bisa bilang ’cuma’. Memang orang Jawa paling terkenal kesabarannya.
”Iya yu terima kasih…Nanti sore kalau enggak hujan tak mampir ke sana…Pokoknya sampeyang yang sabar ya yu… namanya kena musibah..” Aku sedikit menyemangatinya.
”Wis yo mas… aku tak muter lagi…”
”Monggoh…yu…moga-moga susunya cepet habis..” Dan yu Darmi pun berlalu dari kiosku untuk meneruskan jualannya. Aku hanya memandangi goyangan pantatnya yang selalu membuat jakunku naik turun.
Sore itu sesuai dengan janjiku aku menjenguk kang Sarjo. Aku datang ke RS bersama dengan istriku. Aku pun tak lupa menjinjing makanan sekedarnya agar pantas. Nah …dari sinilah hubunganku dengan yu Darmi mulai semakin jauh dan bahkan sudah keluar jalur.
Kisah asmaraku yang terlarang berawal dari permintaan kang Sarjo yang memintaku membantu yu Darmi menguruskan jaminan kesehatan dari pemerintah yang diperuntukkan bagi orang miskin seperti mereka. Untuk mengurus itu prosesnya cukup rumit sedangkan mereka cukup buta terhadap proses birokrasi. Oleh karena itu aku yang sudah pernah makan bangku kuliah diminta oleh mereka untuk membantu menguruskannya.
Istriku yang mengetahui keakrabanku dengan kang Sarjo pun mengabulkan permintaan kang Sarjo agar aku membantu mengantar istrinya menguruskan surat-surat keesokan harinya. Seperti yang telah dijanjikan, keesokan harinya yu Darmi mampir di kiosku setelah selesai mendagangkan susunya.
”Jeng…bojomu (suamimu) tak pinjem dulu ya… ojo cemburu lho..” seloroh yu Darmi kepada istriku saat mau pamitan pada istriku untuk menguruskan surat-surat jaminan kesehatan denganku.
”Yo…gak apa-apa asal ojo mbok pek…” jawab istriku juga sambil berseloroh, “mugo-mugo kang Sarjo cepet sembuh ya mbakyu….”
”Yo muga-muga jeng….doain saja…. aku pamitan dulu ya…” yu Darmi pamitan dengan istriku, “Ayo mas Ardi nanti keburu kesiangan….”
Akhirnya aku dan yu Darmi pun berangkat ke desa Yu Darmi untuk mengurus surat-surat yang dibutuhkan. Aku memboncengkan yu Darmi dengan sepeda motorku. Selama dalam perjalanan berkali-kali punggungku berkali-kali tersenggol dada yu Darmi yang empuk..karena yu Darmi duduknya sangat dekat di boncenganku. Ser….ada semacam desiran aneh menggodaku setiap kali punggungku tertekan oleh payudara yu Darmi.
Setan pun mulai beraksi menggodaku. Aku menjadi semakin kerap mengerem kendaraanku secara mendadak sehingga payudara yu Darmi semakin kerap menekan punggungku.
“Mas duduk dulu…aku tak ganti baju dulu yo…” Yu Darmi mempersilahkanku masuk rumahnya dan pamitan mau ganti pakaian.
”Kok pakai ganti baju ta yu…pakai kebaya begitu malah seksi lho yu…”
”Wheleh…mas Ardi bisa aja…pakai ngerayu lagi…pasti ada maunya ya…awas lho nanti tak bilangin bojomu…” seloroh yu Darmi sambil menepuk lenganku.
”Lho tenan kok yu…sampeyan itu kalau pakai jarik begitu jan….seksi tenan lho..”
”Seksi opo hayo…?” belum sempat aku meneruskan kata-kataku yu Darmi sudah memotong dan mencekal lenganku semakin ketat.
”Yo seksi ta yu…kalau sampeyan pakai kain jarik itu…bodynya jadi kelihatan sempurna lho yu…”
”Wheleh..ngerayu ta…Sudah aku tak ganti pakaian dulu…sampeyan tunggu di sini dulu…awas jangan macem-macem lho…” yu Darmi segera masuk ke dalam.
Tak lama kemudian ia keluar lagi. Kali ini ia sudah berganti pakaian dengan baju gombrong dan celana spandeks ketat seperti orang kota layaknya. Wajahnya tampak segar dan rambutnya basah seperti habis mandi. Aku jadi melongo dibuatnya.
”Lho…kenapa malah melongo? Apa gak pernah lihat perempuan berdandan begini ta?”
”Oohh… eng…enggak kok yu..Aku cuma pangling saja…Soalnya baru kali ini aku melihat yu Darmi seperti ini…wahh…bener-bener beruntung kang Sarjo punya istri secantik sampeyan…”
”Wis…mulai ngerayu lagi ta..”
”Bener kok yu…sampeyan dandan seperti ini aku jadi …greng gitu lho…eh ngomong-ngomong rumah sepi memangnya anak-anak pada kemana to yu ?”
”Lho sampeyan gak tahu ta ? Apa kang Sarjo gak pernah cerita kalau dari dulu kami belum diberi momongan ?” Aku baru tahu kalau kang Sarjo dan yu Darmi ternyata belum punya anak. Padahal usia perkawinan mereka sudah hampir 15 tahunan.
Pagi itu belum terjadi insiden apapun. Kami segera berangkat ke balai desa untuk mengurus surat-surat yang diperlukan. Setelah selesai dari balai desa, kami segera meluncur ke kantor kecamatan untuk meminta legalisasi. Dari kecamatan kami pergi ke puskesmas untuk meminta rujukan. Rupanya kebersamaan kami belum berakhir, ternyata petugas yang berhak memberikan rujukan sedang keluar jadi kami harus menunggu.
Untuk menghilangkan kebosanan karena menunggu aku pun mengajak yu Darmi untuk mencari makan. Kami memang belum sempat makan siang, padahal waktu itu sudah hampir pukul 14.00. Akhirnya kami memutuskan untuk makan di warung dekat pasar kecamatan.
”Yu …cari makan dulu saja ya…daripada di sini nunggu…kayaknya masih lama kok” Aku bmengajak yu Darmi mencari makan.
”Yo gak apa-apa mas… mas Ardi mau makan di mana?”
“Ya makan di deket-deket puskesmas saja yu …jadi nanti kalau dokternya datang kita bisa segera kemari lagi”
“Iya ya mas…ayo di depan sana ada warung agak lumayan mas” yu Darmi yang menjadi petunjuk jalanku. Kami pun berjalan menuju warung makan yang memang tidak begitu jauh dari puskesmas itu.
Kami ngobrol segala macam sambil menunggu di warung makan itu. Bahkan obrolan kami mulai semakin menjurus ke hal-hal yang berbau seks.
”Yu….kerjanya kang Sarjo pasti enak dong …” aku memulai obrolanku.
”Enak apanya to mas….lha wong kerjanya meres susu sapi kok dibilang enak”
”Nah justru disitu enaknya yu…” aku mulai nekat.
”Enak gimana maksudnya to mas?”
”Lha enggak enak gimana ta yu… pagi pagi sudah memerah susunya sapi….terus malemnya memerah susunya yang punya sapi….kan enak to…siang malem mainin susu”
”Alaaaah… .mas Ardi ini bisa saja…” yu Darmi tertawa terpingkal-pingkal mendengar gurauanku sambil tangannya mencubit perutku.
”Lho….ini juga sama seneng mencet-mencet sama kaya suaminya…yang laki mencet susu yang perempuan mencet-mencet perut orang…untung enggak terlalu ke bawah…kalau terlalu ke bawah bisa bahaya…” aku terus menggodanya dan mencoba memancing-mancing.
”Bahaya piye….?”
”Ya jelas bahaya ta yu…kalau mencetnya yang di bawah perut kan bisa grengg….apalagi kalau yang mencet orangnya kayak yu Darmi ini….sudah orangnya manis…dan bodinya….” Belum sempat aku menyelesaikan kata-kataku yu Darmi sudah menyela.
“Memang bodiku kenapa hayo….” Sambil berkata begitu tangannya tetap mencubit perutku….bahkan semakin kuat.
“Aduh yu…bodinya seksi gitu loh…” akhirnya aku semakin berani.
“Wheleh-wheleh….body kayak gini kok dibilang seksi…mau ngerayu ya…ini pasti mas Ardi ada maunya…pakai ngerayu-ngerayu begini…”
“Lho emang tubuh yu Darmi itu sangat seksi kok yu….bener. Aku enggak bohong…”
Wajah yu Darmi memerah seperti malu, tapi aku yakin kalau ia sangat senang ketika aku bilang kalau ia sangat seksi. Kami semakin berani berbicarakan hal-hal yang menjurus…hingga akhirnya dokternya datang ke Puskesmas. Akhirnya kami pun selesai mengurus surat-surat yang diperlukan dan siap berangkat ke RS di kotaku.
Mungkin sudah suratan takdir kalau kami harus menjalani hubungan yang sumbang ini. Dalam perjalanan pulang yang harus menempuh sekitar 20 km itu tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Karena terlupa tidak membawa jas hujan, kami pun berhenti untuk berteduh di depan sebuah penginapan kecil.
”Lho…kok berhentinya di sini mas?”
“Lha emangnya kenapa yu…apa yu Darmi mau hujan-hujanan?”
“Eh..anu enggak apa-apa….maksudku kenapa kok berhenti di depan penginapan?” jawab yu Darmi dan wajahnya agak bersemu merah.
Aku jadi paham kalau wajah yu Darmi tiba-tiba menjadi merah karena tadi kami sempat ngobrol menyerempet ke hal-hal yang berbau seks. Dan sekarang tiba-tiba harus berteduh di depan sebuah penginapan.
“Ohh….ini to…lha tadi hujan derasnya kebetulan di sini masak mau berteduh di tempat lain…. memangnya kenapa kalau berteduh di depan penginapan?” aku menjawab asal-asalan sambil terus menggodanya.
“Anu …enggak apa-apa kok…” jawab yu Darmi semakin malu.
“Lho…kalau yu Darmi enggak keberatan malah akan lebih enak kalau kita masuk sekalian…jadi enggak kehujanan kayak begini…dan malah jadi hangat lho…” aku semakin berani menggodanya.
“Ehhh…malah makin berani sama mbakyumu ya….nanti dimarahi bojomu lho…” yu Darmi menjawab sambil mencubit pinggangku. Aku tahu kalau yu Darmi sepertinya sudah memberi lampu hijau bagiku.
“Lha …kan tadi yu Darmi sudah ijin sama istriku kalau hari ini mau pinjem suaminya….masak mau dimarahi…kan istriku sudah mengijinkan to..” aku semakin berani menggodanya.
Hujan semakin deras seolah-olah menumpahkan seluruh airnya. Akhirnya tempat berteduh kami mulai terguyur air. Peluang ini segera kumanfaatkan dengan sebaik-baiknya apalagi si setan di kepalaku semakin sering menggodaku.
“Ayo masuk dulu yu….kayaknya hujannya makin besar dan masih lama” akhirnya aku mengajak masuk yu Darmi ke penginapan dan check in di kamar yang paling bagus. Pakaian kami sudah agak basah karena kehujanan tadi.
Yu Darmi yang masih malu-malu akhirnya menurut juga karena alasan yang kuberikan cukup masuk akal juga. Kami pun memesan minuman panas untuk menghangatkan tubuh kami yang kedinginan.
“Wadhuh…bajunya basah semua ini mas…gimana ya” kata yu Darmi begitu kami sudah duduk di dalam kamar dan menikmati kopi panas.
“Lha kalau yu Darmi takut masuk angin ya bajunya dilepas saja to… kan di sini ada selimut jadi bisa dipakai dulu sampai bajunya agak kering…dan sekalian bisa mandi air hangat”
“Oooo ada air hangatnya juga to…enak juga ya di sini” yu Darmi memang sangat lugu sehingga tidak tahu kalau di penginapan yang bagus ada fasilitas air hangatnya juga.
Akhirnya ia pun menuruti saranku. Ia masuk ke kamar mandi dan tak lama kemudian kudengar ia mulai mengguyur dengan air. Aku pun duduk sambil menikmati kopi dan rokokku sambil membayangkan keindahan tubuhnya di kamar mandi yang ada di depanku.
Belum sempat aku menghabiskan rokokku tiba-tiba yu Darmi membuka pintu kamar mandi dan hanya kepalanya yang terjulur keluar sambil berteriak
”Mas katanya ada air hangatnya….kok yang ada Cuma air dingin to? Piye carane biar air hangatnya keluar…”
”Oooo itu ta…sini tak kasih tahu caranya…” kataku sambil bangkit dan mendekat ke pintu kamar mandi.
”E…ee…mengko dhisik..to mas..aku isih udo… aku tak ngaggo anduk dhisik” yu Darmi berteriak agak gugup dengan bahasa jawanya yang medhok.
(maksudnya ”Nanti dulu …to mas…aku masih telanjang…aku pakai handuk dulu”)
”Lho justru aku malah seneng kalau yu Darmi telanjang….kan aku jadi bisa melihat tubuh yu Darmi yang seksi” balasku menggodanya.
”Yo nggak boleh to…nanti bisa bahaya…” ia menjawab. Tetapi aku tahu kalau ia sudah memberi lampu hijau. Dan ini tak boleh kusia-siakan. Aku harus dapat menikmati tubuhnya demikian tekadku.
”Caranya begini lho yu…” aku memperagakan cara memutar kran dan mengatur air panas shower di kamar mandi. Aku sempat melirik dan melihat tubuhnya yang seksi hanya terbalut handuk. Sungguh seksi sekali membuat napsuku semakin tak terkendali.
”Hayo…jangan melirik…nanti ada setan lewat lho..” yu Darmi agak kikuk ketika melihatku melirik ke arah tubuhnya.
”Ya biarin ta kalau setannya mau menggoda aku malah seneng kok…” aku menjadi semakin berani karena aku sudah tidak tahan dengan godaan tubuh seksi yu Darmi yang hanya terbalut handuk.
”Wiss…aja ngono to…mengko bojomu nesu lho” (Sudah jangan begitu lho, nanti istrimu marah lho).
”Nesu rak yen dhekne ngerti…lha yen ora ngerti kan ra apa-apa to” (Marah kan kalau dia tahu…lha kalau enggak tahu kan enggak apa-apa to). Aku semakin nekat dan segera melepas pakaianku satu per satu.
Yu Darmi hanya terpaku dengan keberanianku. Aku yang sudah bertekad harus menikmati tubuhnya menjadi semakin nekat..pokoknya now or never..
”Lho…lho…lho…kok malah nekat… dasar bocah edan” ia berteriak-teriak memprotes. Tetapi aku tahu kalau ia tidak sungguh-sungguh.
Setelah seluruh pakaianku terlepas, aku segera melemparkan keluar kamar mandi. Batang kemaluanku yang sudah sedari tadi mengeras tampak tegak di depan mata yu Darmi. photomemek.com Kulihat mata yu Darmi membelalak melihat batang kemaluanku yang demikian kerasnya. Lalu tanpa membuang waktu aku segera menarik lepas handuk yang melilit tubuh yu Darmi dan melemparkannya keluar kamar mandi.
Kini tubuh yu Darmi sudah bugil di depanku. Tangannya secara otomatis segera menutupi bagian dada dan selangkangannya yang sempat kulirik ternyata tidak mempunyai bulu alias sudah dicukur gundul. Gila ini mah kayak bayi raksasa yang tidak memiliki bulu kemaluan!! Desisku dalam hati.
Tanpa membuang waktu aku segera memeluk tubuh telanjang yu Darmi dan menariknya ke bawah siraman shower air panas. Aku tidak mempedulikan teriakan-teriakan protes yang keluar dari mulut yu Darmi. Apa yang ada di benakku hanya satu…segera menikmati keindahan tubuhnya!
Awalnya bibir yu Darmi terkatup rapat saat aku mendaratkan bibirku ke bibirnya. Perlahan tetapi bibirnya mulai terbuka dan aku merasakan ada respon dari dirinya saat lidahku mulai mencoba menerobos ke dalam mulutnya. Dan akhirnya kami mulai saling berpagutan di bawah guyuran shower air hangat.
Lidah yu Darmi mulai membalas dorongan lidahku…bahkan ia mulai menyedot lidahku dengan tak kalah ganasnya. Tanganku yang bebas segera menjelajah seluruh tubuh bagian belakang yu Darmi.
Tanganku bergeser turun dari punggungnya yang kencang ke arah bongkahan pantatnya yang selalu membuatku gemas kalau melihatnya berjalan membawa susu segarnya itu.
“Ughh…..massss….ohhhh” yu Darmi mulai melenguh pelan saat tanganku mulai bermain-main meremas pantatnya yang bulat itu dengan gemasnya. Ia pun merespon dengan ikut meremas pantatku. Kami saling meremas selama beberapa saat sambil terus berpagutan.
Batang kemaluanku yang semakin keras jadi terjepit di antara perutku dan perut yu Darmi. Hangat sekali rasanya. Setelah puas saling melumat bibir. Tanganku segera meraih sabun mandi yang tersedia di kamar mandi itu. Kugosok punggung yu Darmi dengan sabun hingga licin karena busa.
Tanganku yang penuh busa sabun terus bergerilya menyusuri garis punggungnya turun ke arah pantatnya. Sekali lagi aku bermain-main dengan bongkahan pantat yu Darmi yang menggemaskan itu. Gerakan tanganku di bongkahan pantatnya semakin lancar karena busa sabun. Aku sempat melirik dan kulihat yu Darmi tampak terpejam seakan-akan sedang menikmati remasan tanganku di pantatnya. Tangannya semakin erat memeluk punggungku hingga batang kemaluanku semakin ketat terjepit perutnya yang masih rata.
Puas bermain-main dengan pantatnya, aku segera membalik tubuh yu Darmi. Posisinya sekarang membelakangiku dan batang kemaluanku sekarang jadi terjepit di antara bongkahan pantatnya yang mengiurkan. Waduh…luar biasa hangat sekali rasanya.
Lalu tanganku mulai bergerak menggosok tubuh bagian depan yu Darmi sambil memeluknya dari belakang. Tanganku yang penuh busa sabun dapat bergerak lancar menyusuri kedua belah bukit payudaranya yang masih kencang. Yu Darmi menengadah sambil memejamkan matanya seolah-olah sangat menikmati gosokan tanganku di kedua bukit payudaranya.
Puas dengan payudaranya… sekarang tanganku meluncur ke bawah ke arah perutnya yang masih kencang. Ia menggelinjang saat tanganku bergerak menyusuri perutnya di bagian bawah. Pantatnya digeser-geserkannya sehingga batang kemaluanku yang terjepit antara perutku dengan bongkahan pantatnya seperti dikocok-kocok rasanya.
“Ugh…..!!”.Aku menahan napas menikmati gesekan bongkahan pantatnya di batang kemaluanku.
”Aduh…masssss…ohhh..” Mulut yu Darmi mulai mendesah saat tanganku yang penuh busa sabun mulai bergerak-gerak mengelus dan meremas gundukan bukit kemaluannya yang sudah tercukur licin tanpa rambut itu. Pantatnya semakin bergerak liar menggesek batang kemaluanku yang terjepit di kedua bongkahan pantatnya.
Tanganku terus bergerak liar di selangkangan yu Darmi. Bahkan sesekali jari-jariku kumasukkan ke dalam celah hangat di selangkangannya yang sudah mulai licin itu. Mulut yu Darmi semakin keras mendesah saat aku menyentuh tonjolan daging di ujung atas liang kemaluannya.
”Ohhh….massshhh…ohhhh…..terrr…usshhhh…ohhhh” mulut yu Darmi tak henti-hentinya mendesis seperti orang kepedasan. Tubuhnya bergetar dan matanya semakin dipejamkan seolah-olah sedang menahan sesuatu.
Pantat yu Darmi semakin liar bergerak menjepit batang kemaluanku. Aku merasakan betapa batang kemaluanku seperti digiling oleh daging empuk dan hangat.
”Terushh yuu…ughhh” aku menggeram menahan gejolak yang sudah mulai mendesak. Batang kemaluanku serasa dipilin oleh kehangatan pantat yu Darmi.
Tanganku semakin kencang memutar-mutar kelentitnya sehingga tubuhnya semakin liar bergerak dalam pelukanku. Aku tahu ia sudah hampir mencapai orgasmenya sehingga aku semakin mempercepat gerakan jariku di selangkangannya.
”Akhhhh….massshhh…aduhhh….akhhh” tubuh yu Darmi berkejat-kejat seperti tersengat arus listrik saat jari-jari tanganku memutar kelentitnya yang sudah sangat licin. Ia terus bergerak selama beberapa saat dan akhirnya tubuhnya terdiam.
Aku tahu kalau ia sudah mencapai orgasmenya yang pertama. Tubuhnya bersandar lemas dalam pelukanku. Tangannya mengelus-elus lenganku seolah-olah mengucapkan terima kasih padaku yang telah memberinya kepuasan.
Kubiarkan yu Darmi bersandar dalam pelukanku “Gimana yu….masih mau bilang sama istriku?” aku berbisik menggodanya.
“Sampeyan nakal…mas” ia hanya menjawab singkat. Tetapi aku tahu kalau ia juga sangat menikmatinya. ”Lho…ini adik sampeyan kok masih nyondol-nyondol pantatku…kasihan deh…nanti biar mbakyu tidurin ya…” Ia sudah mulai bisa bercanda dan bahkan menekankan pantatnya sehingga batang kemaluanku semakin ketat terjepit di bongkahan pantatnya.
“Iya nih yu…kalau si dede tidak disuruh bobo bisa ngambek lho…” aku juga mendorong pantatku hingga jepitannya makin kencang.
Akhirnya acara ritual saling memandikan selesai sudah setelah yu Darmi gantian menyabuni seluruh tubuhku. Tangannya sangat telaten menggosok seluruh tubuhku terutama pada batang kemaluanku yang sedari tadi sudah tegak berdiri.
Hujan di luar semakin deras dan suasana semakin gelap. Padahal waktu itu jam baru menunjukkan angka 04.15 sore hari. Suasana yang dingin menjadikan kebersamaanku dengan yu Darmi justru semakin panas.
Setelah mengeringkan tubuh dengan handuk kami naik ke tempat tidur dengan tetap bertelanjang. Yu Darmi sudah tidak merasa malu untuk berbugil ria didepanku.
“Yu kayaknya hujan tambah deras lho…kita kayaknya bakalan lama di sini” aku membuka percakapan saat kami berbaring sambil berpelukan.
“Iya mas…nanti gimana dengan istrimu…apa enggak marah?” yu Darmi nampak agak khawatir.
“Enggak ah…aku telpon aja dulu ke rumah ya yu…biar enggak curiga dia”. Aku segera telpon istriku dan memberitahu kalau kami masih kehujanan dan menunggu hujan reda di Puskesmas. Yu Darmi pun ikut bicara sehingga istriku makin percaya.
Kami kembali berpelukan di atas tempat tidur. Suasana semakin menghangat karena yu Darmi menindih tubuhku yang telentang. Tangannya mengelus dadaku yang bidang dan terus bergerak turun ke selangkanganku.
Kurengkuh tubuh yu Darmi hingga sejajar dengan posisiku dan kukulum bibirnya dengan mesra. Lidahku disambut dorongan lidahnya saat kususupkan ke dalam mulutnya.
”Ugh…terus yuuuu…ough….” aku melenguh nikmat saat tangan yu Darmi yang bergerak di selangkanganku mulai meremas dan mengurut batang kemaluanku dengan lembutnya.
Bibir yu Darmi dengan ganasnya mulai menyedot lidahku. Tanganku yang bebas segera bergerak ke arah bagian tuuh yu Darmi yang selalu menjadi obsesiku, yaitu pantatnya yang menggemaskan.
Dengan gemas aku mulai meremas bongkahan pantatnya yang menggiurkan hingga dada yu Darmi yang gempal semakin ketat menekan dadaku. Kemudian dengan perlahan kudorong tubuh yu Darmi hingga akhirnya posisinya sekarang berbaring terlentang dan aku gantian menindihnya.
Kubaringkan badannya ke ranjang, yu Darmi di bawah dan aku di atas menindihnya. Lalu kuciumi, kusedot-sedot dan kugigit-gigit kecil puting susunya, tanganku meremas dadanya yang lain, jariku secara refleks mulai memutar-mutar dan mencubit-cubit kecil puting susunya.
“aaahh..”, desahnya.. Kubuka mulutku selebar-lebarnya dan dengan sedikit memaksa kutelan daging buah dadanya sebanyak mungkin di dalam mulutku. Aku ingin “menelan” semua dadanya. Kuremas, Kugigit, kujilat dan kusedot, semua itu kulakukan berulang-ulang kali sampai aku puas.
“ssshhh..aahhh..aah..aah..”, desahannya semakin membuat nafsuku menggebu-gebu.
Setelah puas dengan dadanya, aku mulai turun menciumi perutnya yang masih rata karena belum pernah melahirkkan. Lidahku mulai menjilat-jilat pusarnya, kedua tanganku tetap memegangi dadanya, tangan yu Darmi secara otomatis mulai memegang kepalaku, mengikuti kemana kepalaku bergerak.
Akhirnya aku sampai di depan memiawnya, yang ternyata sudah basah, aku mencium bau harum dan lembut dari memiaw dan di sekitar pangkal pahanya.
Aku sudah tidak tahan lagi, langsung saja kujilat dan kugigit-gigit kecil itilnya, aku memainkan lidahku dengan cepat di duburnya, naik-turun dari pantat ke itilnya, berulang-ulang sampai daerah itu basah oleh ludahku.
“aaaaaaaaahhhh……aduh masss….tempekku diapakno…..”, suara desahannya semakin kerap terdengar.
Aku tak menggubris desisan-desisan dari bibir yu Darmi yang rendah. dan semakin kuat. Lidahku terus bergerak liar di selangkangannya.
“
Baca Juga :Cerita Dewasa Menunggu Bercinta Dengannya
Kujilati memiaw nya seperti sedang menjilat es krim, es krim yang tidak akan pernah habis. Setelah itu aku berlutut di ranjang dan mengangkat pantatnya tinggi-tinggi, sehingga kedua lututnya berada di dekat dengan kepalanya, selama dalam posisi kepala dan kaki dibawah tapi pantatnya terangkat seperti itu, kedua tangannya hanya bisa memegang pantatnya, menarik kekanan dan kekiri, sehingga lubang vagina dan lubang pantatnya dapat kulihat dengan jelas.
Tangan kiriku memegang perutnya, dengan badan kutahan punggungnya supaya posisinya tidak berubah. Dan dengan jari tengah serta telunjuk tangan kanan, kumasukkan kedalam vaginanya, kedua jariku bermain-main, berputar kiri-kanan, dan keluar masuk di lobang vaginanya.
“aaaahh… aaaahh..aaaahhh.. eennaaaakkk…”, kata yu Darmi sambil memejamkan mata, membuatku semakin bersemangat memainkan lubang kemaluanya.
“jangan berhentii…. trussss…. aaaahh…”
Setelah cukup lama aku bermain-main dengan memiawnya, akhirnya tubuh yu Darmi seperti kejang-kejang, dan bergerak-gerak dengan cepat serta kuat, sampai aku sedikit kewalahan menahan posisinya.
“aaaah.. aaaa..aaaaaaaaaaaaahh..”, jerit yu Darmi, sembari tubuhnya mengejang-ngejang. Beberapa saat kemudian tubuhnya melemas. Tangannya pun jatuh terkulai keranjang, yu Darmi terlihat seperti orang yang sudah KO.
Aku biarkan yu Darmi untuk mengatur napasnya. Akupun berbaring di sisinya dan memeluknya dengan mesra. Yu Darmi segera mengecupku dengan mesra dan berbisik lirih di telingaku.
”Aduh mass….tadi itu tempekku diapakno ta? Kok enak banget…” bisik yu Darmi tanpa malu-malu.
”Itu namanya jilmek yu” aku membalas sambil menggoda.
”Jilmek kuwi apa ta mas? Kok istilahnya ada-ada saja?” yu Darmi jadi penasaran dengan istilah yang baru kukatakan tadi.
”Jilmek itu jilat memiaw yu….Apa kang Sarjo enggak pernah seperti itu?” aku menjawab sambil tersenyum sambil mengelus payudaranya dan mulai memilin putingnya dengan lembut.
”Wadhuh…..boro boro kang Sarjo mau seperti itu. Dia itu sudah sejak lima tahunan yang lalu malah sudah jarang sekali ngajak begituan kok mas”
Aku jadi kaget mendengar hal ini. ”Lha memangnya kenapa yu?” aku jadi penasaran mendengarnya.
”Dulu kan kami pernah ke dokter mau nanya kenapa saya kok enggak hamil-hamil. Lalu setelah diperiksa ternyata kata dokter spermanya kang Sarjo itu lemah. Nah sejak itu ia jadi seperti orang minder dan tidak mau ngajak begituan lagi”
”Lha terus kalau yu Darmi lagi kepengin bagaimana?” aku tambah penasaran.
”Itulah mas….paling-paling kalau aku sudah kepengin banget yang kupaksa kang Sarjo untuk begituan. Tapi hasilnya ya aku jadi tambah pusing soalnya kang Sarjo sudah keluar duluan terus tidur..”
”Yo wis ta yu…sing sabar…kan ada aku. Nanti kalau yu Darmi kepengin bisa ngajak aku kan tiap hari kita ketemu di kiosku.”
”Mas Ardi ini kok ada-ada saja….dasar bocah gendheng…” jawabnya. ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,