Cerita cinta
Cerita ini berawal ketika saya berkenalan dengan seorang gadis cantik yang sedang mengikuti training di hotel tempat saya bekerja. Saya sebagai seorang supervisor mendapat tugas membimbing mereka yang ditugaskan di bagian saya. Memang gadis ini sudah menjadi perhatian saya, selain manis, cantik, body yang aduhai dan kulit yang putih, gadis ini masih muda, baru 17 tahun. Ternyata bimbingan yang saya berikan terlalu berlebihan, sampai dengan bimbingan pribadi antara dia dan saya. Pada mulanya memang berat mengambil hatinya, tetapi akhirnya dapat juga, dan mulailah kisah ini.
Saya mulai aktif ke rumahnya. Sampai pada suatu saat, kedua orang tuanya harus pergi ke kampung halaman untuk waktu yang lama. Mereka menitipkan kedua anak perempuannya dan rumahnya kepada saya. Kesempatan ini tidak saya sia-siakan begitu saja. Malam itu saya menginap di rumahnya. Setelah asyik bercengkrama, kakaknya mengantuk dan tidur di kamar yang terletak di bagian atas. Saya dan dia (sebut saja Ira) masuk ke rumah dan duduk sambil menonton TV. Pucuk di cinta Ulam tiba, dia duduk di pangkuan saya, saya tidak tinggal diam, saya menciuminya dari mulai tengkuk sampai akhirnya kedua bibir kami bersentuhan saling mengulum terus. Saya kulum sampai akhirnya saya mainkan lidah saya ke dalam mulutnya bergantian, ternyata dia pun mengerti apa yang saya maksud.
Tangan saya tidak tinggal diam, saya meraba bagian dadanya, perlahan-lahan saya tekan bagian putingnya dan dia pun mendesah keasyikan. Saya jilati terus bagian lehernya dan lama kelamaan turun sampai ke bagian buah dada. Saya buka kaos ketat yang Ira pakai, dia pun terdiam seakan mengerti apa yang sedang terjadi.
“Eit.. tunggu sebentar.” katanya.
Ia memakai kembali kaos ketatnya, kemudian dengan setengah berlari dia naik ke atas. 2 menit kemudian dia kembali dan menghampiri saya.
“Ngapain sih?” tanyaku.
“Ira kan musti check dulu Mbak Ari, udah tidur beneran apa belum?” katanya.
Benar juga pikirku. “Udah tidur?” tanyaku.
“Udah tuch, Ira kunci saja dari luar biar lebih aman.”
Saya kemudian melanjutkan foreplay tadi, saya jilati bagian lehernya.
Erangan halus pun terdengar, “Aah.. trus say, kamu pintar memberi rangsangan ya?”
“Emangnya enak?” tanya saya.
“Enak banget lagi.”
“Mau yang lebih enak?”
“Mau dong..”
Saya buka kaos ketatnya, tampaklah kedua bukit kembar yang menyembul (36B) berdiri menantang tertutup BH. Tidak saya hentikan jilatan saya sampai seluruh badannya terjilat (bagaikan menjilat es cream yang besar). Saya beralih lagi ke bibirnya, saya kulum sampai habis sambil tangan saya bergerak ke bagian belakang badannya membuka kaitan BH. Saya gigit tali BH satu persatu sampai terjatuh ke lantai. Maka tampaklah jelas dua bukit kembar yang dengan puting kemerahan siap menanti kedatangan kedua bibir saya. Saya jilati puting kemerahan itu bergantian.
Erangan dasyat pun terdengar, “Jim, bener kamu ya, lebih enak! Trus.. Trus.. dong, enak.. ah.. ah.. ah..”
Mendengar itu, saya semakin beringas. Saya permainkan puting kemerahan itu dengan lidah dan sesekali mengisapnya. Makin menggelinjanglah tubuhnya.
“Jim, ada yang lebih enak lagi ngga?” tanyanya.
“Ada dong, tenang aja pasti kamu serasa di Surga.”
Saya jilati terus sambil mengarahkan ke bagian celana Hawai yang dia gunakan. Saya buka tali pengikat dengan gigi, kemudian perlahan-lahan saya turunkan. Tampaklah celana dalam berwarna pink yang agak jarang saya lihat, basah oleh cairan dari kemaluannya.
“Lho kok basah?” kata saya bertanya sambil berpura-pura tidak tahu.
“Ngga tau nich! Keluar sendiri. Kamu sih ngejilatin susuku, basah deh CD-ku.”
“Tapi enak kan?”
“Enak banget,” jawabnya sambil memeluk saya seakan-akan ingin merasakan sesuatu yang lebih.
Saya mulai kulum lagi bibirnya dan lidah mulai lagi bermain ke sekujur tubuhnya.
“Ahh..” hanya itu yang keluar dari mulutnya.
Saya menarik celana dalam pink itu dan tersembullah apa yang banyak dicari lelaki, yaitu bukit yang berbulu halus.
“Mau yang enak banget kan?”
“Iya dong!” jawabnya.
Saya arahkan kepala saya ke arah selangkangannya. Dia pun membuka lebar kedua kakinya. Tampaklah jelas bukit dengan bulu halus dengan goa kemerahan yang telah basah dengan cairan. Lidah saya mulai beraksi menjilatinya sampai habis, tercium bau khas wanita yang semakin membuat terangsang untuk menjilatinya. Saya menjilat terus sampai ke tempat seonggok daging sebesar kacang yang ketika saya jilat membuat gemetar tubuh Ira.
“Ahh.. trus Jim, enak.. bener, trus.. trus.. ahh..” kembali menyembur cairan dari dalam kemaluannya.
“Wah enak banget ya!” katanya lunglai.
“Gantian dong! Bikin enak aku, mau ngga?” “Ya mau dong! Masa aku trus yang enak, kamu juga harus enak lah.” jawabnya seraya menghampiriku.
Sekarang dia yang menciumi saya. Menjilati leher saya, kemudian tangan mungilnya segera membuka kancing baju saya, menjilati dada saya yang bidang. Dia menjilati puting saya.
Dalam hati saya tertawa, “Dasar anak 17 tahun belum tau caranya, dipikirnya gua sama apa kaya dia.”
Saya tarik tangannya, saya arahkan ke batang kemaluan saya. Dia pun mengusap-usap batang kemaluan saya yang mulai menegang.
Saya bisikkan, “Buka dong.”
Tangannya pun mulai aktif membuka ikat pinggang, kemudian kancing celana dan restleting, ditariknya celana jeans saya, kemudian dia tercengang.
“Jim, apaan sih tuh di balik CD kamu? Gede banget!”
“Ya, liat aja pasti kamu suka deh.”
Ditariknya CD hitam itu kemudian dibuangnya jauh-jauh.
“Wah gede banget.”
Dipegangnya sambil diusap-usap. Semakin meneganglah barang itu.
“Ih makin gede aja, serem.”
“Ah, entar juga kalo udah ngerasain minta tambah.” Dia pun tersenyum seakan-akan mengerti maksudnya.
Tangannya mulai aktif mengusap naik turun. Saya pun merasakan nikmatnya. Ada sesuatu hasrat dalam tubuh saya yang tidak dapat dilukiskan. Tanpa henti tangan yang mungil itu bermain dengan kemaluan saya.
“Isepin dong,” bisik saya.
Mulutnya pun mengarah ke batang tegang itu. Dikulumnya kepala batang itu bagaikan anak kecil mengulum Es Krim batangan.
“Ih asin, kok rasanya gitu sih?” Rupanya ada sedikit cairan mani saya yang keluar ke mulutnya.
“Ayo dong.. Katanya mau bikin gua enak?”
Kembali mulut mungil itu mengulum barang saya yang 16 cm dengan diameter 7 cm.
“Jilatin, terus masukin semua ke mulut kamu dong!”
Segera lidahnya menjilati, dari kepala sampai pangkal batang saya. Dikulumnya sampai habis, dimasukkan sampai ke dalam tenggorokkannya. Saya pegang tangannya, saya antar ke batang kemaluan saya. Saya ajarkan untuk menaik-turunkan tangannya sambil terus mengulum batang tersebut.
“Ah..” desahku, “Terus say, trus.. dikit lagi nih, yah trus..”
Dia menghentikan gerakannya, “Dikit lagi apaan sih?”
Dalam hati, “Sialan nih.. bukannya diterusin.”
Saya tarik tangan itu dan membaringkannya di lantai berkarpet, saya kocok sendiri kemaluan saya. Dia terbaring pasrah dengan wajah innocent tidak mengerti.
“Aah.. ah.. ahh..” keluarlah cairan putih kental yang sengaja saya arahkan ke buah dadanya.
“Ih, apaan sih nih? Jorok!”
“Ngga lagi, tadi juga kamu punya gua jilatin sampai abis semuanya.”
“Diusapin aja ke toket kamu biar tambah kenceng.”
Dia pun mengusap cairan itu dengan tangannya ke seluruh buah dadanya. Saya tertidur lemas di sampingnya.
“Kamu mau tidur di atas?” tanya saya.
“Iya dong.. nanti Kak Ari curiga lagi, saya tidur sama kamu di sini.”
“Iya deh, besok pagi saya bangunin ya?”
“Iya dong! Harus begitu, aku naik ya!”
“Dah! Selamat bobo,” kata saya sambil mencium dahinya.
Kami pun memakai pakaian kami dan dia naik ke atas. Saya tidur di bawah, di atas sofa sambil merencanakan kegiatan besok pagi.
Pagi itu jam 7.00, saya terbangun mendengar suara orang terburu-buru. Saya melihat Kak Ari terburu-buru mengambil sepatu.
“Pagi kak, buru-buru emangnya udah terlambat?”
“Iya nich, takut macet.”
“Kakak berangkat, ya.”
“Iya deh, hati-hati ya kak! Kalo jatuh bangun, ya.” kata saya sambil bercanda.
Ia hanya tersenyum, manis juga sih. Memang kalo dilihat manis juga calon kakak ipar saya ini. Sering juga ia menggoda saya, tapi saya mananggapinya main-main.
Sekarang rumah sudah kosong, tinggal saya dan Ira yang masih tertidur lelap di atas. Ada satu pendapat betapa asyiknya making love di pagi hari, lebih asyik dibanding secangkir kopi susu. Segera saya kunci pintu dan saya pun naik ke atas. Saya dapati sesosok tubuh aduhai dan cantik sedang tergolek lelap tertidur. Saya cium mesra dahinya, dia pun membuka matanya.
“Selamat pagi,” kataku mesra.
Dia pun memeluk saya seakan tidak mau kehilangan saya. Mulut saya segera menciumi leher dan bagian tengkuknya yang membangkitkan rangsangan baginya. Dia cuma terdiam dan sebentar-sebentar mendesah, “Ahh..”
Tangan saya segera membuka baju tidurnya yang tipis, saya jilati sekitar buah dadanya yang terbungkus BH. Tangan mungilnya ternyata sudah berada di sekitar batang kemaluan saya. Diusap-usapnya sehingga membesar. Wah, dia sudah lebih tahu sekarang bagaimana cara bercinta. Tangannya mulai agresif masuk ke dalam celana hawai yang saya pergunakan untuk tidur, kemudian masuk sampai menemukan batang keras yang akan terus menegang. Saya jilati buah dadanya sambil terus membuka BH yang digunakannya.
“Semalam udah dicuci belom nih,” tanya saya. “Udah dong, kalo ngga, kan lengket.. Udah terusin aja, pelan-pelan ya biar enak.”
Saya jilati terus bergantian dari kiri ke kanan sambil satu tangan saya mempermainkan kedua putingnya. Saya jilati puting susu kemerahan itu sambil sesekali menghisapnya.
“Ahh.. ahh..” cuma itu yang keluar dari mulutnya.
“Lho kok keluar susu?” kata saya bercanda.
“Yang bener?”
“Ngga lah, belum saatnya.” jawab saya sambil tersenyum.
Saya merasakan buah dada itu semakin mengeras, kurasa ia telah sangat terangsang. Tangannya terus mempermainkan batang kemaluan saya naik turun. Saya pun merasa sudah sedikit terangsang.
Saya tidurkan dia perlahan-lahan sambil menarik lepas celana tidurnya. Nampaklah CD yang sudah membasah akibat cairan dari kemaluannya. Saya tarik juga CD itu, saya lihat jelas bukit kemaluan yang berbulu halus itu. Saya jilati semua cairan yang keluar sampai bersih, tampak dia menggelinjang karena enak.
“Eh.. ah..” keluar desahan dari mulut mungilnya.
Kedua paha putih itu saya naikkan sehingga jika dilihat seperti huruf M. Tampaklah jelas semua isi dari kemaluannya itu. Saya jilati klitoris yang memerah, dia pun tambah menggelinjang. Semakin asyik saya menjilati sampai ke ujung dalam liang kemaluannya.
Tidak begitu lama, “Aah.. ah.. ahh..” desah panjang keluar dari mulutnya diikuti mambanjirnya cairan dalam kemaluannya. Ira pun mengejang dan tertidur lemas.
Saya membisikinya, “Gantian dong.”
Ia mengangguk tanda setuju.
Saya tiduran berganti posisi, Irapun berdiri dan berlutut di samping saya. Ia menarik celana Hawai yang saya pakai dan sekalian celana dalam saya. Ia menangkap batang kemaluan saya dengan kedua tangannya dan mengocoknya ke atas dan ke bawah. Darah saya berdesir kencang dan terasa betapa nikmatnya. Ira mulai menjilati kepala kemaluan saya, batang kemaluan saya bertambah keras dijilatinya terus bagai anak kecil menjilati es cream yang akan lumer. Ia terus menjilati dari atas ke bawah dan juga kedua buah kembar kemaluan saya. Puas menjilati, mulut mungil Ira mulai bermain mengulum batang kemaluan saya, sambil kedua tangannya tak berhenti mengocok batang keras itu. Saya mulai merasa semakin enak dan berpikir bagaimana selanjutnya.
Segera saya tarik Ira, saya telentangkan dan saya angkat lebar pahanya. Saya arahkan batang kemaluan saya ke arah lubang kemaluannya.
“Jim, jangan.. Entar Ira hamil, lagi.” katanya.
“Ngga dong, kan dikeluarinnya ngga di dalem, tapi di sini nih,” kata saya sambil memainkan kedua buah dadanya.
“Bener ya, kalo sampe hamil tanggung jawab ya,” katanya memohon.
“Kita langsung ke penghulu hari ini juga, OK!” jawab saya.
“Tapi pelan-pelan, ya!”
“Tenang aja, pokoknya enak deh.”
Saya hujamkan batang kemaluan saya ke arah liang kemaluan Ira, perlahan-lahan tapi pasti.
“Egh.. egh, kok gede amat sih, Jim.”
“Enakan yang gede kan?”
“Tapi muat, ngga?”
“Muat deh.”
Kembali saya berusaha melesakkan batang kemaluan saya dengan perlahan-lahan dan berirama. Saya dorong terus.
“Agh.. agh.. aghh..” Akhirnya masuk juga batang itu (maklum masih perawan sih).
Pelan-pelan saya goyangkan keluar dan masuk, semakin lama temponya semakin cepat.
Ira pun berteriak, “Agh.. agh.. Jim, gila lo pelan-pelan dong.”
“Tapi enak kan?” kata saya.
“Iya sih” jawabnya tersenyum.
Kemudian saya pacu batang kemaluan saya.
“Goyangin dong pantatnya, biar tambah enak.” pinta saya.
Ira menuruti kemauan saya mengoyangkan pantatnya ke kanan dan ke kiri. Saya merasakan nikmat yang luar biasa digoyang gadis yang masih punya keturunan Kerawang itu.
“Agh.. agh.. terus Jim.. terus.. enak,” hanya itu yang keluar dari mulut Ira.
Saya pun demikian, sambil memejamkan mata saya terus memacu barang saya untuk keluar masuk lewat liang perawan itu. Beberapa saat kemudian terasa oleh saya liang itu becek, wah dia sudah orgasme pikir saya.
Saya terus memacu sampai akhirnya, “Ah.. ah.. ah..” saya cabut keluar batang kemaluan saya dan saya arahkan ke dua bukit kembar Ira.
“Ah, ah, ahh, ahh,” muncratlah keluar air mani saya membasahi bukit kembar Ira.
Ira pun mengoles semua cairan putih itu ke seluruh buah dadanya.
Dia menjilat jarinya sambil berkata, “Ih, asin.”
Saya hanya tersenyum sambil tertidur lemas dan tidak berapa lama kami berdua pergi ke kamar mandi dan mandi bersama.
Selesai mandi, kami sarapan dan menonton TV. Begitulah pengalaman saya dengan Ira yang akhirnya menjadi tunangan saya. Tetapi Krismon melanda, maka kami pun sepakat menyelesaikan pertunangan kami sampai waktu yang tidak ditentukan.
Barangkali di antara pembaca wanita ada yang ingin merasakan kenikmatan bersama saya kirimlah pesan ke saya, saya janji tidak akan mengecewakan anda.
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
TAMAT