CALON MODEL
Aku bertemu dengan model cantik yang bernama Nanda,
ketika aku meliput pemilihan model di salah satu hotel bintang 5. Sebagai
fotografer yang sudah dikenal di kalangan artis papan atas, membuatku selalu
mendapat sambutan setiap aku muncul di berbagai event. Ini mungkin yang membuat
model baru seperti Nanda, ikut ‘hanyut’ akan kehadiranku.
“Hai, namaku Nanda. Kenalan dong dengan Mas!”,
sapanya dengan senyum manisnya yang menggemaskan.
“Oh., Boleh!”, jawabku kaget.
“Mas, mau dong di foto untuk media Mas!”, serang Nanda.
“Lho, kok tahu kalau aku fotografer?”, kataku memancing.
“Lho siapa yang nggak kenal fotografer sekaliber Mas Boy! Di
kalangan model sensual, nama Mas Boy kan sangat terkenal”, kata Nanda merayu.
“OK! Aku jadi nggak enak hati nich, dipuji cewek secantik
kamu. Kalau memang kamu kepingin tampil di mediaku, tahu dong syarat utamanya.
Harus tampil sensual, kalau perlu tanpa busana he.. he.. he..”, kataku dengan Nanda
memancing.
“Tapi dijamin jadi gadis sampul kan? Kalau dijamin aku mau,
yang penting yang miskin (maksudnya tanpa busana) tolong untuk Mas saja, jangan
dimuat di media massa dan internet”, jawab Nanda.
Setelah sepakat, akhirnya aku janjian pemotretan dengan Nanda
di salah satu hotel di bilangan jalan Pramuka, Jakarta Timur. Pada hari Rabu
yang telah disepakati, Nanda datang bersama 3 rekannya yang tidak kalah cantik.
Namanya Maya dan Ayu (bukan nama sebenarnya). Pemotretan dimulai di kolam
renang tentunya, sambil ngetes kebenaran omongan Nanda. Benar saja, Nanda
langsung mengenakan busana renang yang Nanda dengan warna cerah. Membuat Nanda
kelihatan semakin cantik saja.
“Gimana Mas, okey nggak?”, tanya Nanda sekeluar dari kamar
ganti.
“Badanmu benar-benar oke. Aku nggak nyangka, cewek secantik
kamu punya nyali besar!”, pujiku.
“Demi karier dan masa depanku, resiko apapun aku hadapi
Mas!”, tantang model yang memiliki ukuran bra 36B ini.
“Loh, kok nekad amat. Emang keluarga dan pacarmu
mendukung?”, aku mencoba mengorek lebih dalam.
“Apapun yang aku tempuh, mereka mendukung. Karena mereka
memang membutuhkan uluran tanganku. Sehingga mereka tidak bisa protes atas
perbuatanku”, jawabnya dengan wajah menunduk.
“Nanda, aku bisa bantu kamu. Tapi resikonya sangat berat,
karena kamu mesti korban harga diri dan perasaan”, kataku.
“Nggak apa-apa Mas, yang penting Mas bisa mengorbitkanku
menjadi model dan pemain sinetron terkenal”, jawab Nanda sungguh-sungguh.
“Oke, sekarang kita mulai sesi pemotretan untuk sampul
mediaku dulu di kolam renang ini. Setelah itu, kita sesi pemotretan di room,
gimana?”, kataku.
“Oke!”
Lalu pemotretan berlangsung sampai pukul 05.30 dan menghabiskan
5 rol film isi 36, dengan berbagai gaya yang sangat menantang. Matahari mulai
menghilang dari peredarannya, pemotretan di kolam renang aku akhiri dan
dilanjutkan di kamar. Setelah beristirahat dan makan malam, Nanda menawariku
untuk sesi pemotretan lagi.
“Mas, foto lagi yuk!”
“Sip!”
“Pakai baju apa nich?”, tanya Nanda.
“Ngapain pakai baju, tadi kan udah lima kostum. Bosan ah..”,
ujarku menggoda.
Godaanku disambut serius oleh Nanda. Nanda dengan secepat
kilat melucuti busana G string yang dari tadi menempel. Aku terperangah melihat
kemolekan tubuh Nanda yang memang Nanda, hampir saja kameraku terjatuh hanya
karena memelototi tubuh putih mulus di hadapanku.
“Loh, kok bengong, ayo foto lagi apa nggak!”, ujar Nanda
membuyarkan imajinasiku.
“Oo, ya.. ya!”, jawabku tergagap.
Pemotretan di room makin seru saja, karena Nanda adalah tipe
model yang menuruti semua perintahku. Sehingga tanpa terasa 3 rol telah
berlalu. photomemek.com Di saat aku mengarahkan gaya tidur Nanda, secara tidak sengaja tangan Nanda
menyentuh meriam belandaku yang dari tadi telah mengacung seperti anggota DPR
yang melakukan interupsi.
“Loh, apaan nih Mas! Kok keras amat?”, tanya Nanda sambil
memegang rudalku yang kencang sekali. Akupun blingsatan mendapat reaksi
sensitif dari Nanda.
“Iya nich. Aku juga nggak konsen motretnya, habisnya kamu uh…
banget. Baru kali ini aku melihat tubuh bagus seperti ini”, rayuku.
“Ah, yang bener! Aku yakin Mas sering melihat tubuh lebih Nanda
daripada tubuhku, kalau Mas Bilang tubuhku uuuhhh, aku yakin Mas menghinaku”,
katanya merajuk.
“Aku ‘kan mesti motret dulu”, kataku sambil menelan ludah.
“Buktinya Mas dari tadi, diem aja. Nyentuh tubuhku aja
nggak, kalau memang tubuhku Nanda, dari tadi Mas kan udah menyerangku”, kata Nanda
nakal.
Tanpa dikomando lagi, aku menyerang Nanda dengan ganas. Nanda
pun memberikan perlawanan lebih ganas. Nanda langsung mencopoti celana dan
bajuku.
“Mas, kalau memang kepingin ngomong aja. Jangan ditahan,
jadinya nggak baik Mas. Kayak gini, laharnya meleleh di celana, ‘kan cayang”,
kata Nanda sambil melahap senjataku dengan lahapnya.
Karena aku sudah horny dari siang, maka lahar panasku dengan
cepat muncrat dengan kencangnya. Tanpa bisa menghindar, laharku pun ditelan Nanda.
“Aduuh, Mas! Kok aku nelan lahar Mas sih, tapi asin-asin
enak gitu”, katanya manja.
Kemudian aku lunglai tak berdaya. Dengan sabar Nanda menyeka
seluruh daerah meriam belandaku. Seusai menyeka, Nanda mengocok-ngocok
senjataku dengan nafsunya.
“Horee.. ‘Mas Boy kecil’ bangun..”, sambut Nanda sambil
menjilati ujung senjataku.
“Ohh.. Kamu kok pinter say..”, ujarku dengan suara parau
karena gairah seksku membara lagi.
Sedotan Nanda semakin mantap dan lahap, imajinasiku kian
melayang. Tanganku kemudian menyambar gunung kembar yang dari tadi belum sempat
kuremas-remas. Begitu gunung kembarnya kuremas, Nanda langsung terpancing.
“Mas, ciumi gunungku dong”, pinta Nanda manja.
Kemudian aku melahap dua gunung yang sangat ranum dan
menantangku untuk meremas-remasnya.
“Aakk, Mas! Aku nggak tahan nich”
“Say, posisi 69 ya!”, pintaku.
Aku langsung menindih tubuh Nanda sehingga membentuk 69, aku
tanpa diminta langsung menciumi gua nikmat yang akan membawaku ke sorga itu.
“Mas, kok uennak gini sich. Aku nggak tahan nich, mau..
kel.. aahh.. nah.. kan keluar”, ujar Nanda.
Kemudian aku membalik badan, sehingga kami saling
berhadapan. Nanda langsung tersenyum dan langsung menyambar bibirku, kami pun
kemudian berciuman dengan hangat.
“Mas, aku kepengin ‘disuntik’ sama senjata Mas, kayak apa
sih rasanya”, kata Nanda menggodaku.
Senjataku, kuarahkan ke gua yang dari tadi menunggu disodok,
biar laharku keluar kian deras.
“Akk..!!” teriak Nanda sambil mengigigit bibirnya.
Sodokanku pelan-pelan kutekan semakin dalam hingga membuat
mulutnya menganga dan memainkan lidahnya. Kemudian aku menyambar lidah Nanda,
dan goyangan demi goyangan terus kutingkatkan.
“Mas, genjot yang keras lagi dong, ak.. ku mau kel.. uar
lagi”.
Genjotan aku tingkatkan hingga membuat Nanda sampai ke
puncak kenikmatan.
“Aduuh.. Akk, Mas! Aku keluar lagi..”, Nanda memang orgasme
untuk kedua kalinya, sementara senjataku masing mengacung.
“Lho, Mas belum keluar ya?”
“Emang kamu nggak merasakannya Say?”
“Habisnya, aku enak banget. Jadi nggak mikirin Mas Boy”
Tanpa diminta, Nanda langsung naik dengan posisi duduk dan
mengarahkan lubang ‘gua’nya ke meriam belandaku. Goyangan Nanda kian liar,
ketika ia berada di atas perutku. Ini membuat rasa nikmatku kian memuncak dan..
“Ya.. Yaa.. Keluar lagi deh” kata Nanda.
Mendapat reaksi orgasme Nanda, membuatku terpancing dan
membalikan tubuh Nanda sehingga posisinya di bawah. Dengan cepat aku memasukkan
senjataku yang sudah memuntahkan lahar.
“Mas terus, terus.. Terus Mas.. Yang keras..”
Mendapat support dari Nanda membuat sodokan kian
kutingkatkan.
“Say, ak.. ku keluar”, kataku dengan Nanda tidak karuan.
“Aku juga Mas.. Bareng ya..”
Selesai genjot-genjotan, aku dan Nanda tidur terlelap hingga
jam 6 pagi. Nanda tersenyum melihatku bangun.
“Pagi Mas..”BeritaSeks
“Pagi, kok kamu bangun pagi amat?”
“Iya, kebiasaanku bangun subuh”, jawab Nanda sambil menyedot
rokok putih dalam-dalam.
“Mas, boleh nggak aku mohon satu permintaan, sebelum kita
pisah hari ini?”, kata Nanda sambil tersenyum nakal.
“Boleh! Paling kamu minta ongkos pulang ‘kan?”, Kataku
enteng.
“Buk.. Bukan itu!”
“Lalu minta apa, kalau bukan minta uang?”
“Minta ‘rudal’mu lagi, puasin aku lagi donk..”
“Gimana yach..”, godaku.
“Gimana apanya?” kata Nanda lagi-lagi dengan Nanda manja.
“Maksudku, gimana memulainya ha.. ha.. ha..”, kataku sambil
melirik.
Nanda langsung mengejarku dan kami pun kejar-kejaran seperti
anak kecil rebutan mainan. Aku melompat ke tempat tidur dan Nanda terus
mengejarku.
“Mas nakal deh”
Kamipun kemudian berpagutan dan berciuman dengan saling
serang. Tanganku langsung meremas-remas gunung kembarnya. Hal itu membuat Nanda
semakin ketagihan dan tangan Nanda memegang tangan kananku dan menuntunnya
untuk mengorek ‘gua selarong’nya yang sudah kebanjiran lahar. Jari tanganku
langsung kuarahkan ke gua tersebut hingga..
“Akk, nikmat Mas. Teruskan Mas, terus ach.. ach aku keluar..
Mas!”, ‘kicau’ Nanda.
“Mas, tuntaskan yuk”
“Okelah”, kataku.
Senjataku sebenarnya belum keras betul, sehingga aku
malas-malasan untuk memasukannya ke ‘gua’ Nanda. Bleezz..
“Mas, aku kepingin kenikmatan ini dari Mas Boy terus. Mau
nggak?”
“Siapa nolak” jawabku sambil terus memompa Nanda.
Nanda menggoyangkan pantatnya dengan lincahnya hingga
membuatku tidak tahan..
“Say.. aahh.. aku mau.. keluar.. nich..”
“Aku juga Mas.., aahh..”
Akhirnya kami berdua sampai ke puncak kenikmatan
‘pamungkas’. Jam telah menujukan jam 12.00, artinya kami harus check out.
“Mas, kalau tabloid yang memuat fotoku sudah keluar tolong
kabarin ya, entar aku kasih hadiah deh”, pintanya dengan senyum menawan…