BORONG WANITA PENGHIBUR

Mendengar suara bel mobilll dimmmm…dimmmmmmm dengan suara lantang “Woiiiii gusssssss letsgo”dengan itu temanku sudah datang di depan rumahku, aku langsung mengambil jam tangan dan dompet dan aku keluar ke luar untuk menemuinya, tak lupa aku mengunci kamar kosku di halaman kost aku terlihat dua mobil, satu Toyota Corola warna putih yg merupakan milik si Peter dan satu Suzuki Esteem milik si Herry (bukan tokoh utama). Aku memperhatikan si mobilnya si Herry telah berisi empat orang, jadi aku menuju mobilnya si Peter.

“Wow… cakep nih…. kayaknya ini malam yg tak terlupakan…” komentar si Hendi yg duduk di samping Peter yg mengemudikan mobil ketika aku masuk. Perkataan tanpa ia sadari akan menjadi kenyataan.

Kemudian meluncurlah kedua mobil tersebut ke daerah Mangga Besar. Berdasarkan petunjuk Peter dan ramalan aku (hihi…) kami sepakat untuk pergi ke karaoke di hotel transit Mangga Besar (aku lupa Mangga Besar berapa, tapi kalau dari Mangga Besar mengarah ke Gunung Sahari, belok ke sebelah kanan sekitar 50 meter).

Dlm perjalanan kami bercanda apa saja, dari pacar baru Jeby yg sangat montok, petualangan baru si Hendi, sampai ke tamu Jepangnya si Peter yg bernafsu dengan wanita Indonesia.

Tanpa terasa sampailah kami di depan hotel tersebut. Terlihat keempat teman aku yg lainnya telah menunggu. Habis memarkir mobil, Peter memimpin kami ke dlm (soalnya dia telah sering ke sini). kami berjalan melewati lobby hotel, terlihat beberapa wanita cantik yg berpakaian seronok.

“Wah… adik aing udah berontak nih…” kata aku yg dilanjuti dengan tertawa teman-teman aku. Memang aku terkenal dengan nafsu aku yg besar, prinsip aku ya mirip semboyannya lampu Philips Tegang Terus.

Di ujung lorong tersebut, Peter meminta kami menunggu, dia berbelok ke kanan untuk mencari manager karaoke untuk mem-booking kamar. Iseng-iseng aku berjalan ke lorong sebelah kiri. Di ruangan pertama terdapat cafetaria atau semacam restoran. Di dlmnya, amboi… banyak wanita cantik yg berpakaian seksi. Benar-benar cantik. Aku mulai menghitung satu, dua, tiga… setaknya ada 13 wanita yg cakepnya selangit.

“Cakep ya?” tanya si Hendi.

“Kalau ente mau disini juga ada wanita yg langsung bisa dipakai, harganya 250 ribu berikut kamarnya,”

seperti germo saja itu anak.

“Nggak mau ah…” jawab aku.

Aku memang tak suka membayar untuk urusan bercinta, bukannya pelit tapi aku tak mau bercinta dengan sembarang perempuan. Harus perempuan yg aku cinta dan dianya juga harus cinta dengan aku. Dengan begitu pasti lebih nikmat kan? Asyiknya aku gampang sekali jatuh cinta (hahaha…).

“Ayo… teman-teman, ikut aing… aing udah booking kamar yg cukup untuk 20 orang,” seru si Peter.

Terpaksa deh aku mengalihkan perhatian aku dari belasan wanita di cafetaria tersebut. Seperti anak ayam, kami mengikuti Peter ke kamar karaoke. Ruangan karaoke tersebut cukup luas, terdapat sofa yg besar dan di dekat pintu masuk ruangan tersebut aku memperhatikan ada toilet yg cukup bonafide. Asyik juga.

“silakan duduk,” kata seorang tante dengan dandanannya yg menor.

Aku menebak ini pasti germonya yg biasa dipanggil Mami.

“Mau pesan berapa wanita?” tanya si Mami.

“Pesan…” pikir aku, seperti barang saja.

“Tolong panggilin 8 orang wanita dong!” jawab si Peter dengan bahasa yg lebih halus. Memang teman aku ini tutur bahasanya sangat sopan dan halus.

Tapi kami-kami ini semuanya terlihat sopan dan polos lho. Jarang ada wanita yg bisa menebak kalau kami-kami ini adalah cowok yg suka memuaskan wanita.

“Seperti biasa, cariin aing yg rada tomboi dan berambut pendek,” lanjut si Peter, memang dia ini sukanya dengan perempuan yg rada tomboi.

Kemudian si Mami keluar dan dlm waktu singkat dia telah kembali dengan membawa 6 orang perempuan. Dengan cepat mata aku menyapu mereka yg datang, cakep-cakep. www.filmbokepjepang.net   Mereka masuk dan berkenalan dengan kami.

Aku sih tak memperhatikan nama mereka, yg penting saat itu adalah rok pendek tanpa stocking (hihi…). Teman-teman tahu dong maksud aku? Di ruangan gelap seperti karaoke ini mau apa sih cari yg cakep banget kalau dianya pakai baju yg tebal dan celana jeans. Dengan cepat otak dan mata aku bekerja.

Kemudian aku melambaikan tangan aku ke seorang perempuan yg bernama Dian. Dia memakai rok super mini, kaos ketat tanpa lengan, dan tanpa stocking. Aku meminta dia duduk di sebelah aku. Akhirnya kelima teman aku telah mendapatkan pasangan mereka, tinggal si Boy dan Jeby yg masih terlihat ragu-ragu. Tapi karena hanya 6 perempuan, terpaksa deh merekanya menunggu.

Tapi tak lama kemudian si Mami telah kembali lagi dengan dua orang perempuan. Satu seorang perempuan yg baru datang tersebut sangat menarik perhatian aku (aku sedikit menyesal telah memilih Dian), namanya Diah.

Postur tubuhnya kecil (sekitar 155 cm) dan agak montok. Namun ada yg misterius di tatapan matanya. Oh ya, aku paling suka memperhatikan mata seseorang, buat aku mata bisa menceritakan kondisi orang tersebut.

Kami bisa tahu orang tersebut lagi sedih, senang, terangsang, orgasme (hehe…), dan sebagainya. Tatapan si Diah ini begitu liar dan menantang. Akhirnya Jeby memilih si Diah. Sementara itu aku terus menerus memperhatikan si Diah.

Aku begitu penasaran. Habis itu kami bernyanyi riuh rendah. Suara si Peter yg sangat bagus bercampur baur dengan suaranya Hendi yg sumbang. Pokoknya ribut sekali. www.filmbokepjepang.net   Sambil bernyanyi kami bercanda dan mengobrol ke sana ke mari.

Dari situ aku tahu Dian berasal dari Bandung sementara wanita lain ada yg berasal dari Medan, Padang, Surabaya, Batam, dan sebagainya. Ternyata prinsip Bhineka Tunggal Ika berlaku juga di sini. Si Diah sendiri berasal dari Jakarta.

Tapi beda dengan yg lain, si Diah ini lebih pendiam. Karena Jeby sendiri tak begitu pintar bergaul, jadinya mereka hanya diam-diaman. Aku sendiri telah bercanda kemana-mana dengan si Dian, kadang tersenggol buah dadanya yg montok, kadang aku meletakkan tangan aku di pahanya yg mulus.

Habis hampir dua jam bernyanyi, aku memperhatikan Diah berjalan keluar. Dengan alasan lapar, aku menyusul dia keluar. Terlihat Diah berjalan menuju lobby dan merokok di sofa yg terletak dekat pintu masuk.

“Hai… ngapain disini?” tanya aku.

Diah menatap tajam ke aku.

“Panas di dlm… mau cari udara seger,” jawab dia.

Habis itu aku memancing dia dengan pertanyaan-pertanyaan seputar dia, tapi jawaban dia hanya singkat-singkat saja, aku memutar otak.

“Boleh memperhatikan telapak tangan ente?” tanya aku, akhirnya aku memutuskan untuk mengeluarkan ilmu ramalan aku.

“Mau ngapain?” tanya dia cuek.

“Mau memperhatikan nasib ente…” jawab aku.

Diah memandang aku dengan ragu-ragu, kemudian dia menyodorkan tangan kanannya.

“Yg sebelah kiri…” kata aku.

Kemudian dia menjulurkan telapak tangan kirinya ke aku. Aku pegang tangannya. Hmmm… sangat halus. Kemudian aku memperhatikan garis-garis tangannya. Jujur saja, saat itu aku begitu kaget, garis tangan begitu amburadul yg menandakan kehidupan dia yg juga amburadul.

Aku memperhatikan garis cintanya, kemudian aku berkata,

“Kamu sangat susah mencintai seseorang dengan sungguh-sungguh, tapi baru-baru kamu menemukan orang tersebut, sayg kalian harus berpisah…”

Aku menatap wajahnya, matanya yg besar terbelalak.

“Teruskan…” kata dia.

“Kalian berpisah karena persoalan yg sangat prinsipil, bisa masalah agama atau suku,” lanjut aku.

“Aing nggak tahu pasti tapi orang tua dia atau orang tua kamu tak setuju dengan percintaan kalian…”

Sekarang tatapan matanya yg liar menjadi lembut, terlihat sendu dan sedih. Dia menghela nafas panjang.

“Orang tua dia nggak setuju…” jawab dia lemas.

“Terus?” tanya dia lagi.

Aku memperhatikan garis keluarga dia, hancur.

“Kamu sendiri tak mempunyai keluarga yg harmonis, kamu sering berantem dan jarang berhubungan dengan keluarga kamu lagi. Bahkan kamu membenci mereka…”

Kali ini terlihat matanya berkaca-kaca. Wah, aku paling tak bisa memperhatikan perempuan menangis di hadapan aku. Aku sedikit menyesal. Akhirnya aku memutuskan untuk berbicara sesuatu yg menyenangkan.

“Tapi kalau kamu nggak berputus asa, kamu akan menemukan lelaki kedua yg sangat mencintai kamu,” kata aku.

Sebenarnya perkataan ini hanya untuk menghibur dia. Ternyata efeknya luar biasa, terlihat keriangan dan secercah harapan di sorot matanya.

“Terus…?” selanjutnya aku cuma asal bicara saja, aku bilang kalau dia berusaha dia akan sukses (tentu saja bukan?).

Habis itu kami menjadi akrab, dia bicara banyak mengenai kondisi dia. Ternyata ramalan aku hampir seluruhnya benar. Kemudian timbul keisengan aku, aku meminta agar dia menunjukkan telapak tangannya lagi. Kemudian aku bilang,

“Jangan marah ya, aing memperhatikan kamunya udah nggak perawan… dan mempunyai banyak cowok…” Hehe… tentu saja, masa sih ada wanita malam yg masih perawan, hihi.

Sebagai informasi, berdasarkan hasil survey aku dengan pertanyaan ini, hampir 80% perempuan (perempuan baik-baik yg belum kimpoi!) di Jakarta mengaku mereka tak perawan lagi.

“Kok tahu sich?” jawab Diah dengan polos sambil memperhatikan telapak tangannya sendiri.

Hehe… mana bisa sich tahu perawan nggak perawan dari telapak tanga

n, pikir aku. Buat rekan yg belum pengalaman, jangan coba-coba menanyakan persoalan tersebut ke perempuan yg baru anda kenal, ok? Biasanya aku memberikan ramalan yg jitu dulu baru bertanya hal tersebut, jadinya mereka telah percaya dengan aku. Kalau datang-datang terus kalian tanya perawan atau tak ya siap-siap digampar.

Habis itu kami sepakat untuk masuk kembali ke ruangan karaoke. Singkat cerita, kami menyanyi atau teriak-teriak selama 5 jam, habis membayar (hampir 2.4 juta!) kami saling pamitan dengan perempuan masing-masing.

Aku lihat teman-teman aku pada minta nomor telepon, aku sendiri tak begit

u tertarik dengan Dian. Habis aku telah mau berangkat ke UK, tapi mata aku terus terpaku ke satu sosok… Diah! Sambil berjalan keluar aku mendekati Diah dan menawarkan jasa untuk mengantar dia.

Pertama dia menolak. Oh ya, perempuan di karaoke ini biasanya high class dan tak bisa langsung diajak tidur. Kecuali dia suka sekali atau bayarannya mahal sekali.

“Ayo dong, kasian ente-nya sendirian… Entar diculik lagi… ama kami-kam

i kan aman. Dijamin nggak diapa-apain dech…” bujuk aku.

“Itu yg aing takutin, nggak di apa-apain…” jawab Diah.

Eh, nantang nich.

Akhirnya dia setuju juga diantarkan oleh kami. Kami mempersilakan dia duduk di depan, di samping Peter yg menyetir mobil. Aku sendiri duduk di belakang, di tengah, jadi bisa agak maju ke depan untuk mengobrol dengan Diah.

Di sebelah aku duduk Hendi dan Jeby. Sewaktu di mobil si Peter menanyakan alamat si Diah, tapi anehnya dia tak mau memberitahu kami.

“Muter-muter saja dech… aing malas pulang,” jawab Diah.

Akhirnya si Peter cuma putar-putar di daerah Kota, tanpa tujuan. Waktu itu kami banyak mengobrol dan menurut Diah dia anak orang kaya yg tinggal di daerah Pondok Indah, dan dia ke karaoke cuma untuk bersenang-

senang, bukan untuk duit.

Dia itu freelance, dan kami percaya dengan dia, soalnya si Peter tak pernah memperhatikan dia sebelumnya (si Peter hampir setiap hari nongkrong di karaoke tersebut).

Aku sendiri sibuk berpikir, maunya apa sich ini anak? Akhirnya aku ber

tanya ke Diah,

“Aing ngantuk nich, cari hotel saja ya?” Jawabannya sangat mengagetkan,

“Siapa takut… tapi aku nggak mau berdua… maunya ente semua ikut.”

Saat itu yg timbul di benak aku adalah dia tak mau bersenggama, jadi cuma tidur ramai-ramai. Akhirnya aku meminta Peter untuk mencarikan hotel, habis capai putar-putar terus. Habis berdiskusi cukup lama, kami memutuskan untuk check in di motel yg berlokasi di Jalan Daan Mogot (aku lupa namanya).

Tapi aku tahu ada tiga motel di Daan Mogot, kami menuju ke motel yg berada di sebelah kiri (kalau mengarah ke perempatan Grogol). Motel ini sangat lux dan biayanya tak mahal-mahal sekali. Saat itu harganya 98 ribu untuk enam jam. Tapi masalahnya, motel hanya memperbolehkan dua orang di dlm kamar. Sekarang kami berlima, bagaimana ya? Akhirnya kami sepakat untuk check in secara sembunyi-sembunyi.

Tiba di motel tersebut, Peter membelokkan mobilnya ke dlm. Kami yg dibelakang harus membungkuk dan bersembunyi. Aku mengintip sedikit, terlihat pintu-pintu garasi yg tertutup, gila… penuh sekali. Akhirnya

kami menemukan garasi yg kosong di ujung jalan masuk. Peter segera memasukkan mobilnya ke garasi, habis itu menutup pintu garasinya dengan menekan satu tombol.

Saat itu aku sedikit was-was, bisa tak ya kami-kami dijebak atau sebagainya. Tapi pikir-pikir tak mungkin juga, akhirnya habis pintu garasi ditutup kami berhamburan naik ke kamar yg berlokasi di atas garasi. Kamar motel ini termasuk lux dan bersih. Di dlm kamar terdapat satu kasur air berwarna hijau yg cukup besar.

Di sebelah pintu masuk terdapat toilet dan shower. Uniknya shower ini tak mempunyai pintu, hanya dindingnya berupa kaca jadi tentunya orang yg di dlm kamar bisa memperhatikan orang yg lagi mandi. Aku berpikir, kalau roomboy-nya datang ketahuan tak ya? Biasanya sekitar 15 menit kemudian room boy-nya akan datang untuk memungut bayaran.

Aku memperhatikan jam tangan aku, hampir jam 3 malam. Memperhatikan kasur, langsung saja kami menjatuhkan diri ke sofa dan ke ranjang. Aku sendiri berbaring di samping Diah. Sekarang di ruangan yg terang benderang baru aku sadari kalau si Diah ini cakep sekali.

Kulitnya putih mulus. Dadanya tak terlihat besar namun terlihat sangat kenyal. Iseng-iseng aku mencoba memeluk dia. Dia tak menolak. Aku mengarahkan ciuman aku ke pipinya, lagi-lagi dia cuma diam. Tapi aku tak berani melangkah lebih jauh, soalnya ada tiga teman aku di ruangan tersebut.

Peter terlihat sangat tertarik ke Diah, dia berbaring di sisi lain dari Diah. Sekarang Diah berbaring di antara aku dan Peter. Rok pendeknya tak sanggup menyembunyikan celana dlmnya yg berwarna putih, kontras dengan roknya yg hitam.

Aku memperhatikan tangan Peter mengelus pahanya. Otak aku bekerja keras, bagaimana caranya bisa main ya? Sepertinya paling tak meminta teman-teman aku menunggu di mobil, jadi kami bisa bergantian.

“Pet, Jeb, dan Hendi gimana kalau kalian menunggu di bawah?” tanya aku.

“Tentu kalau room boynya udah pergi,” kata aku lagi.

“Nggak mau ah…” ternyata si Diah yg menjawab.

“Aing mau kalian semuanya berada di kamar ini!” kata Diah.

“Ente kuat emangnya…?” pancing si Hendi.

“Emangnya ente sendiri kuat?” jawab si Diah menantang.

Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. Dengan buru-buru, aku, Jeby dan Hendi masuk ke toilet. Diah tetap berbaring di kasur dan Peter membukakan pintu. Dia sendiri telah menyiapkan uangnya sebesar 140 ribu (kamar 98 ribu, kondom 30 ribu, dan sisanya buat tip). Roomboy-nya sendiri cukup tahu diri, dia hanya berdiri di luar kamar.

“Mas, tolong beliin kondom dong, satu bungkus!” terdengar suara si Peter.

“Isi tiga biji Mas?” roomboy-nya menjawab.

“Nggak, yg isi 12 biji dan mereknya harus Durex (hihi… aing di sponsor Durex n

ih),” jawab Peter.

Kami yg di kamar mandi hampir tertawa, kok sepertinya nafsu sekali ya! Ketika Peter sedang membayar, Diah berjalan ke kamar mandi.

Di kamar mandi yg berukuran 1.5 x 1.5 m ini sekarang penuh terisi 4 orang. Di hadapan kami yg terbegong-bengong, Diah menurunkan celana dlm putihnya secara perlahan hingga ke atas lututnya dan memamerkan bulu kemaluannya yg tipis. Kami cuma melongo memperhatikan dia pipis di hadapan kami. Mau bersuara pada tak berani soalnya roomboy-nya masih di depan pintu. Aku memperhatikan muka si Jeby mulai memerah.

Diah sendiri terus tersenyum sambil memperhatikan muka kami yg pasti keliatan bloon. Ketika selesai, dia melepaskan celana dlmnya dan meletakkannya di kaitan di kamar mandi. Habis itu dengan senyum memancing dia berjalan dan berbaring telungkup di kasur.

Ketika mendengar pintu kamar ditutup Peter, kami segera berhamburan mendekati Diah. Si Peter sendiri masih belum menyadari apa yg terjadi. Aku berdiri di belakang Diah dan pahanya sedikit terbuka, dari situ aku bisa memperhatikan belahan kemaluannya yg berwarna merah. Terlihat bagus dan tanpa kerutan.

Saat itu Hendi telah berbaring di sebelah Diah, terlihat dia meraba punggung dan pundak Diah yg masih tertutup kaos. Jeby berdiri di samping, terlihat ragu-ragu untuk berbuat sesuatu. Peter dengan sigap membaca situasi, dengan cepat dia telah berada di sisi lain dari Diah dan mulai membelai paha Diah yg mulus.

Aku sendiri masih ragu-ragu, main ramai-ramai? Malu dong… Masa dilihat teman-teman aku? Aku pernah bermimpi untuk main ramai-ramai tapi dengan beberapa perempuan dan laki-lakinya cuma aku. Tapi sekarang kondisi yg aku hadapi begitu berbeda. Maju atau mundur ya?

Ketika itu Hendi mulai membuka kaos Diah, terlihat Diah hanya pasrah saja. Dlm sekejap lepaslah kaos Diah dan terpampanglah tubuh mulus dia yg tak bercacat sedikitpun. Peter yg berada di bagian bawah tak mau kalah, terlihat dia menaikkan rok mini si Diah hingga ke atas pinggulnya. Tapi Diah menutup pahanya dan aku hanya bisa memperhatikan dua bongkah pantat yg mulus dan menantang. www.filmbokepjepang.net

Related posts