Bang Tiang suami ku.
Bang Tiang suami ku.
– CERITA SEX GAY,,,,,,,,
Kevin adalah seorang pemuda berdarah Belanda berusia 20 tahun. Kulitnya yang putih bersih dan wajahnya yang imut-imut ditambah senyumnya yang menawan membuatnya menjadi pembicaraan para gadis di kampusnya. Namun tak satupun di antara para gadis itu yang membuat Kevin tertarik karena dia menyadari ketertarikannya secara seksual justru pada kaum sejenisnya sendiri.
Tipe pria yang menjadi idamannya adalah pria pribumi berkulit gelap dan berbadan tinggi tegap. Kevin kerap tak dapat menahan dirinya untuk tidak melakukan onani jika kebetulan bertemu dengan pria seperti itu. Dia selalu membayangkan dirinya menjadi objek seks pria yang berciri fisik demikian.
Suatu hari, karena suatu masalah, Kevin berkenalan dengan seorang perwira polisi bernama Tiang. Tiang berusia 32 tahun. Kulitnya yang kehitaman serta tubuhnya yang tinggi tegap dengan sepasang lengan yang kekar membuat dirinya segera menjadi “kekasih khayalan” Kevin. Kenyataan bahwa Tiang sudah berumah tangga dan memiliki dua orang anak kecil tidak menyurutkan impian Kevin untuk dapat bercinta dengan Tiang suatu hari kelak.
Kevin selalu merasakan lubang pantatnya menjadi gatal setiap kali membayangkan Tiang telanjang di hadapannya dengan kontolnya yang terayun-ayun siap menyetubuhinya. Kevin menduga kontol Tiang yang hitam dan panjang itu pasti liar dan ganas jika sedang bertugas, yang pasti kontol itu berpejuh subur karena sudah menghasilkan dua orang anak.
Setelah masalah itu selesai, Kevin acapkali mengundang Tiang datang ke rumah kontrakannya yang cukup mewah untuk sekedar minum-minum atau bersantai menonton DVD/VCD atau bermain playstation. Kevin memang tinggal di rumah kontrakan karena orang tuanya yang berada tinggal di kota lain. Karena Kevin adalah anak bungsu yang menjadi kesayangan kedua orang tuanya, mereka melengkapi rumah kontrakan Kevin dengan berbagai fasilitas dan kenyamanan. Namun Kevin menolak ketika orang tuanya juga menawarkan seorang pembantu untuk tinggal bersamanya dan mengurus keperluannya. Dia merasa lebih leluasa tinggal seorang diri dan mengurus segalanya sendiri. Terlebih-lebih dia tidak ingin pembantunya curiga jika suatu saat dia pulang membawa pria bermalam.
Tiang sebagai seorang polisi dengan gaji yang pas-pasan merasa senang atas undangan Kevin. Dia senang dapat menikmati segala kenyamanan di rumah Kevin. Tiang sendiri tidak merasa ada yang aneh dengan undangan tersebut atau sikap Kevin yang terkadang sangat manja kepadanya. Dia sudah menganggap Kevin seperti adiknya sendiri.
Suatu malam, ketika mereka sedang menonton teve sambil minum bir hitam dari botolnya, tiba-tiba Tiang menggenggam tangan Kevin dengan lembut. Lalu katanya..
“Wah lentik sekali jari-jarimu! Belum pernah aku melihat cowok dengan jari-jari selentik ini.” Meskipun terkejut atas tindakan Tiang, Kevin hanya tertawa, kemudian ujarnya..
“Baru minum beberapa botol bir kok sudah mabuk sih Mas? Mas pasti mabuk sampe ngelantur kayak gitu.” Tiang tidak mempedulikan kata-kata Kevin, dia justru meremas-remas tangan Kevin sambil berkata..
“Jari-jari selentik ini pantasnya diberi ciuman.” Dan dia benar-benar menciumi jari-jari Kevin.
Bagai tersengat aliran listrik yang dahsyat, Kevin menarik tangannya. Tiang seperti tersadar dari perbuatannya yang tak wajar. Dia menatap wajah Kevin dengan pandangan sayu dan berkata lirih..
“Istriku hamil lagi.”
“Wah! Selamat ya Mas! Mestinya Mas berbahagia dengan kehamilan ini dong! Mengapa wajah Mas muram begitu?”
“Kamu khan tahu usia kehamilannya yang masih dini membuatnya tak dapat menunaikan tugasnya sebagai seorang istri. Sudah sebulan ini aku tidak ngeseks dengan istriku,” keluh Tiang.
Kevin merasa iba mendengar penuturan Tiang. Rasa iba, itu ditambah perbuatan Tiang sebelumnya, membuat Kevin kemudian memberanikan diri membelai-belai wajah Tiang. Tiang membiarkan jemari lentik Kevin membelai-belai wajahnya. Dia justru menikmati sentuhan-sentuhan tersebut. Kevin bertindak lebih berani lagi dengan mendaratkan kecupan di dahi dan hidung Tiang. Dia ragu-ragu untuk mencium bibir Tiang, namun justru kepala Tianglah yang bergerak maju mencium bibir Kevin.
Detik berikutnya mereka sudah asyik berciuman. Tiang melumat bibir Kevin dan menjulurkan lidahnya yang basah menjelajahi mulut Kevin. Antara percaya dan tidak, Kevin pasrah menerima perlakuan demikian dari pria yang sudah lama diidam-idamkannya itu. Dia menikmati ciuman Tiang sedemikian rupa sehingga mendesah panjang..
“Aah Mas!” Lalu Tiang berbisik lembut kepadanya..
“Aku paling suka cowok berkulit terang dan imut-imut kayak kamu. Aku sayang kamu. Mau nggak kamu jadi kekasihku?”
“Mau Mas! Oh, mau sekali aku jadi kekasihmu! Sudah lama aku mengimpikan suatu hari menjadi kekasih Mas dan bermesraan dengan Mas seperti ini.”
“Kamu masih perawan?” Tiang bertanya. Kevin menganggukkan kepalanya..
“Aku rela mempersembahkan milikku yang paling berharga itu kepada Mas, kepada pria yang kucintai.”
Mereka kembali berciuman. Lalu Kevin berkata..
“Tetapi aku tidak mau kalau Mas hanya mengentot diriku. Aku mau kita bermain cinta seperti layaknya sepasang kekasih, didahului cumbu rayu yang menggairahkan.” Tiang hanya tertawa mendengar kata-kata Kevin.
“Tentu saja sayang! Kita akan bermain cinta, bukan sekedar ngentot. Kalau kau mau kau panggil aku ‘Papi’ dan aku akan memanggilmu ‘Mami’ jadi kita persis suami istri.” Betapa girangnya hati Kevin mendengar kata-kata Tiang.
“Kita ke kamarku saja Mas!” ujarnya.
Kevin bangkit hendak berjalan menuju kamarnya, ketika tiba-tiba dia merasakan tubuhnya terangkat. Rupanya Tiang menggendongnya.
“Aku merasa bagaikan pengantin baru hendak menghadapi malam pertama dengan suami tercinta, Mas,” kata Kevin sambil menyenderkan kepalanya di dada Tiang.
“Anggap saja malam ini adalah malam pertama kita,” jawab Tiang sambil membopong tubuh Kevin menuju kamarnya. Mereka terus berciuman sepanjang perjalanan.
Sesampainya di kamar, Tiang menurunkan Kevin dari gendongannya. Kevin hendak berbaring di ranjangnya ketika Tiang memanggilnya lembut..
“Sayang, masak suamimu kaubiarkan mencopoti kemejanya sendiri, bantu Papi dong sayang!”
“Oh, iya, lupa kalau sekarang aku sudah bersuami,” Kevin terkikik geli dengan ucapannya sendiri.
Satu demi satu dilepaskannya kancing pada seragam polisi Tiang. Setiap kali melepaskan satu kancing, mereka berciuman sehingga agak lama baru Tiang dapat mencopot kemejanya. Sekarang Tiang berdiri bertelanjang dada di hadapan Kevin. Bagai dalam mimpi Kevin mengulurkan tangannya meraba-raba dan membelai-belai dada Tiang yang sedikit berbulu itu.
Apa yang selama ini dibayangkannya mengenai tubuh Tiang memang benar. Tinggi, tegap, dan berdada bidang, Tiang tampak sangat jantan dan perkasa bertelanjang dada seperti itu. Kulitnya yang gelap menambah wibawa penampilannya. Namun yang paling membuat mata Kevin terbelalak terpesona adalah lipatan ketiak Tiang yang selama ini belum pernah dilihatnya. Sangat seksi dengan bulu-bulu hitam yang tumbuh lebat, apalagi saat itu dalam keadaan basah oleh keringat.
Kevin tidak lagi dapat menahan dirinya. Segera dia menciumi dada Tiang, dijulurkannya lidahnya untuk menjilati keringat yang membasahi tubuh Tiang. Aroma tubuh Tiang terasa sangat khas pria: jantan, tajam, dan kuat. Tiang memejamkan matanya menikmati perlakuan “istri baru”nya pada tubuhnya sambil sesekali terdengar suara lenguhan berat keluar dari mulutnya.
Lidah Kevin terus bergerak menjilati setiap jengkal tubuh Tiang. Kini dia beranjak turun menjilati perut Tiang yang meski tebal namun rata. Di pulas-pulasnya daerah di sekitar pusar Tiang yang berbulu sambil sesekali lidahnya menjulur masuk ke lubang pusar Tiang. Tiang mengerang hebat setiap kali ini terjadi.
Kevin berlutut di hadapan Tiang dan membenamkan wajahnya pada daerah kemaluan Tiang. Ditelusurinya batang kontol Tiang yang tersembul dan tercetak pada celana seragamnya yang ketat. Tiang berusaha melepaskan ikat pinggangnya namun Kevin mencegahnya dan berkata..
“Biar aku saja yang melakukannya Mas. Ini tugas seorang istri.”
Kevin melepaskan ikat pinggang Tiang dan membuka kancing serta restleting celananya. Terlihatlah celana dalam Tiang yang berwarna putih dan tampak menggembung oleh kontol yang menonjol di baliknya. Tiang membantu Kevin memerosotkan sedikit celana seragam dan celana dalamnya sehingga kini batang kontolnya tersembur keluar. Terayun-ayun dalam keadaan semi ngaceng di depan wajah Kevin persis seperti yang selama ini dikhayalkan olehnya. Besar, panjang, berotot, dan berwarna hitam, penampilan kontol Tiang tampak sama berwibawanya dengan pemiliknya. Bagian pangkalnya ditumbuhi lebat oleh bulu-bulu hitam keriting. Aroma yang keluar dari sana membuat Kevin mabuk kepayang.
Dijulurkannya lidahnya menjilati bagian kepala kontol Tiang yang bersunat dan berwarna keunguan. Disapu-sapukannya lidahnya pada lubang kencing di ujung kepala kontol itu. Terus dijilatinya batang pelir itu sampai ke bagian pangkalnya. Diciuminya rerimbunan bulu jembut Tiang lama-lama seolah hendak menghirup habis aroma kejantanannya.
Kemudian digenggamnya kontol itu dan diangkatnya sedikit sehingga kini biji pelir Tiang yang sebesar bola tenis terlihat di hadapannya. Dibukanya mulutnya lebar-lebar seolah hendak ditelannya keseluruhan biji pelir Tiang. Namun selebar apapun Kevin membuka mulutnya, biji pelir itu tetap terlalu besar untuk dapat masuk ke dalam mulutnya seluruhnya. Akhirnya dia hanya menjilatinya sambil dikocok-kocoknya kontol yang berada dalam genggaman tangannya.
Tiang hanya melenguh dan mengerang dengan suara berat selama ini. Kini tiba-tiba dia menjadi beringas. Di pegangnya kepala Kevin agar tetap di tempat, kemudian perlahan namun pasti didorongnya masuk batang kontolnya ke dalam mulut Kevin. Tampaknya mustahil jika keseluruhan batang kontol yang besar dan panjang itu dapat masuk ke dalam mulut Kevin, tetapi itulah yang terjadi. Tiang membiarkan Kevin sejenak agar dapat membiasakan diri dengan kontolnya dalam mulutnya, lalu perlahan-lahan pinggulnya bergerak maju dan mundur sehingga batang kontolnya keluar masuk dalam mulut Kevin. Kevin harus membuka mulutnya lebar-lebar agar dapat mengakomodasi seluruh batang kontol Tiang jika dia tidak mau tersedak.
Tiang mulai mempercepat gerakan pinggulnya mengentot mulut Kevin. Maju-mundur, keluar-masuk, kadang-kadang diputarnya pinggulnya sehingga kontolnya turut berputar dalam mulut Kevin. Biji pelirnya menghantam dagu Kevin setiap kali batangnya menghunjam masuk. Lidah dan langit-langit Kevin tergilas habis oleh kontol Tiang bahkan sampai hampir menyentuh dinding kerongkongannya.
Semakin lama gerakan Tiang semakin cepat. Bahkan kadang-kadang kepala Kevin ikut digerakkannya maju dan mundur seolah-olah hendak mendapatkan semua kenikmatan yang dapat diperolehnya dengan mengentoti mulut kekasihnya itu.
Sampai suatu saat Kevin memuntahkan kontol Tiang dari dalam mulutnya. Dia tidak sanggup lagi menelannya. Otot-otot pipi dan mulutnya sampai terasa sakit karena harus bekerja keras. Dia menduga kini mulutnya menjadi lebih lebar beberapa centimeter akibat dientot oleh pria idamannya itu.
Tiang tersenyum manis dan membimbing Kevin bangkit. Dihadiahinya mulutnya dengan ciuman yang hangat. Kemudian dia berbisik lembut di telinga Kevin..
“Isap tetekku ya, Sayang.”
Tanpa harus diminta dua kali Kevin mendekatkan wajahnya ke dada Tiang dan menghisap-hisap putingnya sebelah kiri yang mencuat tegang itu. Warnanya yang kecoklatan segar membuat Kevin semakin bernafsu menghisapnya. Dengan kuat dihisapnya tetek kiri Tiang, sementara tangannya memilin-milin tetek satunya lagi. Dengan lembut Tiang berbisik lagi kepada Kevin..
“Cubit sayang, cubit yang keras,” pintanya.
“Aah!” jerit Tiang tertahan ketika Kevin benar-benar mencubit teteknya.
Sekarang ganti putingnya sebelah kanan yang menjadi sasaran mulut Kevin. Kali ini Kevin tidak menghisapnya melainkan hanya menjilati dan memulas-mulas tetek kanan Tiang sambil sesekali menggigit-gigit kecil. Kedua pentil Tiang menjadi lebih besar, keras, dan merah setelah Kevin selesai menggarapnya. Tiang kembali menghadiahi Kevin dengan kecupan lembut di bibir.
“Mas tahu nggak apa yang sangat aku idam-idamkan dari tubuh Mas selama ini?” tanya Kevin
“Katakan saja Sayang,” kata Tiang sambil mencium bibir Kevin.
Kevin menyelipkan jari-jarinya ke dalam lipatan ketiak Tiang yang berkeringat kemudian menjilati jari-jari tersebut. Tiang tertegun karena tidak menyangka ada cowok yang menyukai aroma ketiaknya. Kevin terus menyelipkan jemarinya ke dalam liapatan ketiak Tiang dan menjilatinya.
“Kau suka bau ketiakku Sayang? Kau tidak jijik?” tanya Tiang.
“Tidak Mas! Aku sangat suka aroma ketiakmu. Aku ingin selalu dapat melakukan ini.” Tiang mengangkat kedua lengannya dan kedua ketiaknya yang berbulu lebat terlihat.
“Nikmatilah Sayang,” ujarnya sambil menyodorkan ketiaknya ke wajah Kevin.
Kevin tidak menyia-nyiakan tawaran Tiang tersebut. Dibenamkannya wajahnya pada lipatan ketiak Tiang. Dihirupnya aroma ketiak Tiang semaksimal mungkin. Baunya sungguh jantan dan memabukkan. Dijilatinya ketiak itu, rasanya asin dan masam, bulu-bulunya membuat lidah Kevin terasa kasap, kadang-kadang digigitnya pula bulu-bulu itu.
“Terus Sayang, teruskan menikmati ketiakku,” Tiang mengerang sambil meracau karena kenikmatan yang dialaminya.
“Ayo Mami! Mami suka ketiak Papi khan?”
“Ya Papi, Mami suka sekali ketiak Papi. Seksi sekali ketiak Papi,” Kevin menjawab juga sambil meracau.
Puas dengan satu ketiak, Kevin berpindah ke ketiak yang lain. Sensasi luar biasa kembali dialaminya. Akhirnya karena tak tahan lagi Tiang mendorong tubuh Kevin sehingga jatuh ke ranjang. Dengan ganas diterkamnya dan disobeknya pakaian dan celana yang dikenakan Kevin sehingga kini Kevin terbaring telanjang tanpa selembar benang pun melekat di tubuhnya. Wajahnya merona merah menyadari dirinya telanjang di hadapan pria idamannya. Tiang sendiri segera mencopot celananya. Kini dia juga telanjang polos di hadapan Kevin.
Tubuh Tiang yang besar menindih tubuh mungil Kevin. Mereka bercium-ciuman bertukar lidah dan ludah. Tiang merayap turun menciumi dan menjilati kedua paha Kevin yang ramping dan putih. Kevin membelai kepala Tiang. Setelah puas menikmati paha Kevin, tubuh Tiang beringsut naik kembali lalu menciumi bibir dan pipi Kevin.
“Mas, aku ingin mengatakan sesuatu tapi aku malu,” kata Kevin tiba-tiba.
“Katakan saja Sayang, mengapa harus malu?” Tiang berkata sambil terus menciumi pipi kekasihnya.
“Emm.. Begini Mas. Aku tahu aku tidak punya payudara seperti istrimu, tapi aku ingin berkhayal di dadaku ini ada sepasang payudara yang hendak kupersembahkan kepadamu,” ujar Kevin malu-malu. Tiang tertawa kecil mendengar kata-kata Kevin.
“Tentu saja Sayang. Tanpa berpura-pura pun aku menyukai dadamu.”
Lalu dengan lembut dikulumnya puting-puting susu Kevin. Mata Kevin sampai terpejam-pejam karena nikmatnya sensasi yang dialaminya. Dia merasa seperti seorang istri yang sedang mempersembahkan miliknya yang paling indah kepada suami tercinta.
“Ehmm.. Nikmat sekali netek di dada Mami seperti ini,” puji Tiang. Kevin mengusap kemudian mencium kepala Tiang mendengar pujian itu. Lidah Tiang yang tebal, hangat, dan basah terasa lembut membuai puting-puting payudaranya.
“Eeh Papiku sayang,” Kevin mendesah berkepanjangan. Dia merasakan puting-puting susunya mengeras dan lebih besar dari semula.
“Berbaringlah telungkup Sayang,” kata Tiang kemudian. Kevin menurut.
Tiang menciumi leher dan bagian belakang telinga Kevin kemudian bergerak turun menciumi punggungnya. Tubuh Kevin menggelinjang mendapat perlakuan sedemikian rupa. Ketika sampai pada bagian pantat Kevin, Tiang meraba-raba dan meremas-remas terlebih dahulu kedua bongkahan pantat Kevin sebelum menciuminya.
“Tunggingkan sedikit pantatmu Sayang!” perintah Tiang. Kevin menurut.
Dicium dan digigitinya kedua bongkahan pantat Kevin. Jari-jarinya menyusuri belahan pantatnya. Kevin memekik kecil ketika jari-jari Tiang menusuk-nusuk pantatnya.
“Sakit ya Sayang? Ditahan ya!”
Dimasukkannya lagi jari-jarinya ke dalam lubang anus Kevin yang ketat karena masih perawan itu. Pantat Kevin bergoyang-goyang menahan rasa sakit dan nikmat yang datang bersamaan. Tiang terus memainkan jari-jarinya dalam pantat Kevin. Sesekali dijilatnya jari-jarinya.
“Emm.. Gurih,” gumamnya.
Kemudian Tiang mementang kedua bungkahan pantat Kevin sehingga belahan pantatnya terbuka. Lubangnya yang menguncup berwarna merah muda. Dijulurkannya lidahnya menjilati dinding dan lubang anus kekasihnya. Cairan anal membanjir keluar dari dalam lubang anus Kevin. Tiang menghisap habis cairan tersebut.
“Emm.. Nikmatnya rasa cairan lubang nikmatmu sayang,” ucap Tiang tanpa sedetik pun menghentikan perbuatannya menjilati anus Kevin. Kevin tidak dapat menjawab kecuali dengan menggoyang-goyangkan pantat tanda dia menikmati perlakuan ini.
Setelah puas menjilati pantat Kevin, Tiang menggenggam dan mengocok-ngocok batang kontolnya sendiri. Dia melumasinya dengan cairan precum yang membasahi lubang kencingnya. Diposisikannya kontolnya pada belahan pantat Kevin. Sebelum dia melanjutkan perbuatannya Tiang membisikkan kata-kata di telinga Kevin..
“Sekarang Sayang, aku hendak menunaikan tugasku sebagai seorang suami. Siapkah kau?” Kevin mengangguk dan menjawab..
“Kuserahkan keperawananku padamu Mas, ambillah! Aku siap menunaikan tugasku sebagai seorang istri.”
Tiang mengarahkan kontolnya pada mulut lubang anus Kevin, kemudian dengan perlahan namun pasti dihentakkannya pinggulnya sehingga seluruh batang kontol itu melesak masuk, amblas ke dalam lubang anus Kevin. Bles!
“Auff!!” jerit Kevin menahan sakit.
Batang kontol Tiang yang menembus pertahanan lubang anusnya seperti hendak membelahnya menjadi dua. Sakit sekali memang. Tiang membiarkan Kevin membiasakan diri dengan keberadaan kontolnya dalam pantatnya. Dia tidak melakukan apa-apa selain menciumi pipi Kevin dan menghiburnya..
“Tahan ya Sayang! Memang sakit pada awalnya, tapi lama-lama kau akan terbiasa bahkan menyukainya.”
Dan memang berangsur-angsur rasa nyeri itu mereda. Tiang memegang pinggul Kevin dan mulai menggerakkan pinggulnya sendiri maju-mundur. Batang pelernya bergerak keluar-masuk pantat Kevin. Gesekan antara kontol Tiang dan dinding anus Kevin menimbulkan sensasi kenikmatan yang tiada tara. Karena Kevin masih perawan, gerakan keluar-masuk kontol Tiang dalam pantatnya agak tersendat-sendat lantaran dinding-dindingnya menjepit kuat kontol Tiang. Namun justru hal itulah yang menimbulkan rasa nikmat.
“Hgghh! Sempit sekali lubangmu Sayang! Aku memerawanimu Sayang,” Tiang mengentot sambil meracau..
“Mau rasanya aku mengentoti pantatmu selamanya.”
Gerakan pinggul Tiang semakin cepat, dia juga melakukan gerakan berputar sehingga kontolnya dalam pantat Kevin ikut berputar. Bunyi kecipak timbul karena cairan anal Kevin dan precum dari kontol Tiang membasahi dinding-dinding anus Kevin yang tergesek-gesek.
Tiang mengentot sambil meraba dan meremas bungkahan pantat Kevin. Sesekali ditaboknya bungkahan pantat itu agar Kevin mengetatkan otot-otot dalam pantatnya. Bunyinya pukulan itu terdengar nyaring. Tar! Tar! Kadang-kadang diangkatnya kedua tangannya sehingga hanya pinggulnya yang bergerak maju-mundur persis seperti koboi sedang menunggangi kudanya. Jika sedang begini Tiang akan berteriak, “Yeehaw!”
Kevin sendiri tidak berkata apa-apa selama itu. Dia tidak ingin berkata apa-apa. Dia hanya memejamkan matanya menikmati persetubuhan itu. Inilah persetubuhan pertamanya. Berbagai perasaan dan emosi campur aduk dalam batinnya. Mengira Kevin kesakitan, Tiang memperlambat gerakannya dan lalu bersikap lembut padanya. Direbahkannya tubuh mereka berdua. Diciuminya pipi dan bibir Kevin dari belakang.
“Kau menikmatinya Sayang?”
“Ya Mas!”
Tiang mencabut kontolnya dari pantat Kevin. Kevin sempat merasa kecewa karena mengira Tiang hendak menyudahi permainan cinta mereka. Tetapi rupanya Tiang hanya ingin berganti posisi. Diperintahkannya Kevin agar berbaring telentang, kemudian diangkatnya kedua kaki Kevin ke atas pundaknya dan kembali diposisikannya kontolnya pada mulut lubang anus Kevin dan didorongnya masuk. Bles! Kali ini lebih lancar daripada tadi, namun begitu Kevin tetap merasakan sakit meski tidak senyeri tadi.
Setelah hilang rasa sakitnya, Tiang kembali mengocok-ngocok kontolnya dalam pantat Kevin. Kali ini mereka bersetubuh berhadapan muka dengan muka. Mereka saling cium, saling raba, dan saling cubit. Tiang mengentot Kevin sedemikian rupa sehingga tubuh Kevin terguncang-guncang. Keringat mengalir deras di tubuh mereka namun mereka tidak mempedulikannya.
Kepala Kevin terangguk-angguk ke kiri dan ke kanan mengikuti irama persetubuhan mereka. Lidahnya sedikit terjulur keluar, matanya membelalak sehingga bagian hitamnya hampir hilang. Dari mulutnya terdengar kata-katanya meracau..
“Hggh! Hggh! Habisi saja aku Mas! Kawini Mami, kawini istrimu ini!” Tiang bertambah semangat mendengarkannya. Dihisapnya lagi puting-puting payudara Kevin.
“Aww Papi! Kawini Mami, Papi sayang! Bikin Mami hamil dengan kontol Papi yang besar!”
Tiang melakukan gerakan memompanya semakin cepat. Kevin merasa dirinya bagaikan seorang gadis yang tengah diperkosa oleh seroang pria bertubuh kekar. Sampai suatu ketika gerakan kontol Tiang dalam pantat Kevin terasa tersendat-sendat.
“Aargh Papi mau keluar sayang!” ujar Tiang terbata-bata.
“Keluarkan di dalam saja Papi! Tanamkanlah benih-benihmu dalam rahimku. Hamili aku Papi!”
Crrtt!! Menyemburlah pejuh kental dari ujung kontol Tiang bagaikan gunung berapi memuntahkan lahar. Rasanya hangat dan lengket memenuhi lubang pantat Kevin. Bersamaan dengan itu Kevin pun mengalami orgasme. Cairan putih meleleh keluar dari penisnya.
Tiang mencabut kontolnya dari pantat Kevin. Pejuhnya mengalir keluar berceceran dari pantat Kevin. Dia merebahkan tubuhnya di atas tubuh Kevin, nafasnya tersengal-sengal. Kevin terbaring membayangkan sel-sel sperma Tiang berenang-renang memasuki tubuhnya. Andai saja dia seorang wanita yang memiliki rahim.. Kini Kevin dapat merasakan beratnya tugas seorang istri dalam melayani suami di ranjang, apalagi jika suaminya adalah pria seperti Tiang yang daya seksnya begitu hebat.
Setelah hilang penat di tubuh mereka, Tiang menciumi pipi dan bibir Kevin.
“Kau puas Sayang?” tanya Tiang.
“Sangat puas Mas! Mas sungguh-sungguh perkasa. Ingin rasanya aku mengulangi semua itu. Percintaanku yang pertama. Aku bahagia kaulah pria yang mendapatkan keperawananku.”
Mereka berbaring berpelukan. Jemari Kevin yang lentik bermain di atas dada Tiang.
“Mas, apakah Mas akan mencintaiku selanjutnya?” Kevin ganti bertanya.
“Tentu saja Sayang! Aku bangga ada orang secantik dirimu yang memberikan keperawanannya padaku.”
“Aku ingin sekali bisa hamil dan mempersembahkan buah cinta kita padamu dari rahimku.” Tiang tertawa mendengar khayalan Kevin.
“Untuk apa?” tanyanya.
“Agar ada yang memanggilmu Papa dan memanggilku Mama,” jawab Kevin centil dan manja. Tiang tidak menjawab hanya meremas jemari Kevin dan menciumnya. Bagaimanapun juga semua berawal dari jemari lentik itu.
Sejak saat itu Kevin menjadi “istri kedua” Tiang. Tiang sering melewatkan malam, bercinta dengan Kevin di rumah kontrakannya, kadang-kadang sampai dua-tiga malam, dan Kevin melayaninya sebagaimana semestinya seorang istri yang setia.
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,