Arjuna

Arjuna

Setiap 3-4 kali seminggu, sepulang kantor aku selalu ke gor dekat kantor ku, sudah hampir 2 tahun aku rutin mengikuti Muaythai. Disekitar gor ada 2 space lapangan. Satu di gunakan untuk muaythai satu nya futsal atau basket. Jadi cukup asik untuk melepas lelah setelah berjam-jam duduk dan meeting dengan client, suasana gor yang ramai dan energi orang2 yang positif selalu membuatku semangat.

Aku Dani, umurku 25 tahun. Kebiasaanku dulu mengikuti Taekwondo semasa sekolah. Membiasakanku melakukan olahraga bela diri. Tetapi selama kuliah. Aku hanya berolahraga 1-2 kali tak tentu, itu juga cuma ikutan tanding futsal antar kelas atau angkatan. Jadi kuputuskan setelah masuk kerja untuk memulai olahraga rutin lagi.

Hari itu, kamis malam. Aku telat pergi ke gor karena ada meeting dadakan, tapi aku putuskan tetap pergi. Setelah memarkirkan motor ku. Aku segera berlari menuju pintu masuk gor.

Dubrak!

Eh!
“Shit!” Seorang didepanku terjatuh.
Aku kaget mencari sumber suara itu. “Sorry!” Kulanjutkan setelah beberapa detik kemudian aku sadar aku baru saja menabrak seseorang.
“Hati-hati mas kalo jalan”, suara itu dari seseorang yang masih duduk sambil membereskan barang-barangnya. Aku sadar td aku berlari sekencang itu.
“Sorry sorry!” sambil ku coba meraih tangannya, membantu dia berdiri.
“Iya-iya, gw denger. Lain kali kalo buru-buru, ga usah lari sambil dengerin iPod. Bahaya!” suaranya sedikit ditinggikan.
“Oh iya..” Kataku sambil melepas headset iPod ku yang masih terpasang dikedua telingaku.
Dia malah tertawa kecil sambil keluar dan melambaikan tangannya seperti berhormat lalu berjalan kearah gerbang.
Itu siapa ya? Tanyaku dalam hati.

“Sorry Jon telat!”
“Santai, belom mulai kok. Dari sore gor dipake sama anak kampus deket sini buat latihan.. Sampe besok. Jadi besok kita mulai jam segini juga ya” kata temanku Jonny.
“Oh ok.”

Aku memutuskan untuk pergi seperti biasa mengingat hari ini hari Jumat dan udah musim hujan. Lebih baik berangkat lebih awal.
Sesampainya di gor, aku melihat jam tangan ku. Masih setengah tujuh, aku bisa makan dulu. Masih ada satu setengah jam lagi, pikirku.

Setelah aku menaruh tas di meja biasa, aku jalan menuju kios soto ayam.
“Bang Ipin, biasa…”
“Bang, soto ga pake daun bawang ya”
“…jangan pake daun bawang” aku melanjutkan pesananku sambil menoleh kearah suara itu.
“Eh mas, masih dipasang tuh iPod!?” Dia tertawa. Manis. “Wtf” aku berseru dalam hati sambil melepas headsetku.
“Ga suka daun bawang juga ya?”
“Ergh.. Iya. Oh soal kemarin. Sorry ya, lo ga kenapa-kenapa kan?” Lo ga kenapa2? Ngapain lo tanya itu Dani!? Ngapain!? Seruku dalam hati. Lalu dia memasang tampang heran, meninggalkan senyum simpul di ujung bibirnya.
“Enggaklah! Gitu doang” jawabnya.
“Iye gitu doang tapi lo sampe jatoh” jawabku mencoba sedatar mungkin.
“Sendiri aja mas?” Dia bertanya sambil tersenyum.
“Iya nih kecepetan, masih satu setengah jam lagi”
“Sama! Gw juga kecepetan beresnya jadi makan dulu deh disini” serunya masih tersenyum.
Manis sekali. Aku tidak bisa pungkiri, sosok laki-laki muda ini sangat menarik. Aku pun tersenyum.
“Makan bareng yuk” dia melanjutkan.

“Oh ternyata lo dari kampus itu.”
“Iya nih minggu depan ada tanding, karena lapangan kampus juga lagi ga bisa terus-terusan dipake. Jadi kita sewa disini” dia menjelaskan sambil menatap kearah mangkuk dan manyantap soto tanpa daun bawangnya itu. Sama sepertiku.

Terlihat otot bicep nya yang toned ketika mengangkat sendoknya dibalik baju basketnya yang terlihat masih sedikit basah karena keringat. Aku memperhatikan. Lalu mata kami bertemu. Sial, dalam hatiku berumpat malu karena ketahuan memperhatikan dia. Tetapi dia malah kembali tersenyum kali ini menunjukan giginya yang rapih.

“Oh iya, kita belom kenalan. Gw Arjuna, sounds too romantically dramatic ya? I know. Panggil gw Juna aja. Hahaha” dia memecahkan keheningan.
“Gw Dani.” Jawabku sambil melanjutkan makananku. Lalu kita kembali terdiam dan menghabiskan makanan masing-masing.

Arjuna, nama yang bagus. Walaupun aku kurang tahu kisah Mahabarata tapi nama itu terdengar pas. Arjuna laki-laki kemungkinan berumur 19 atau 20 tahun, bertubuh tinggi, rambutnya yang hampir cepak, seperti ia biarkan saja tumbuh setelah botak. Matanya bagus, sedikit sipit menyerupai mata kucing dihiasi dengan alis yang tebal serta rahangnya yang tegas. Kulitnya yang kecokelatan menambah nilai lebih membuat Arjuna terlihat sangat laki-laki, pasti karena sering olah raga diluar, pikirku. Ditambah ada luka gores di atas tulang pipinya menambah kesan jantan. Sempurna. Apa sih Dan? Pikiran lo kemana-mana. Sadar! Aku berkata dalam hatiku.

Kurasakan lututku gemetar, lemas. Tidak pernah kurasakan aku begitu tertarik menelusuri, memperhatikan tubuh laki-laki. Aku menggelengkan kepalaku. Lalu tiba-tiba suara hpku berbunyi.

“Halo Jon, kenapa?”
“Dan, ga usah dateng ke gor. Irwan lagi ga bisa ngelatih, ada urusan memdadak katanya.” Suara dari telpon sebrang sana langsung menutup telponnya sebelum ku respon.
“Errgh” aku bereaksi sambil menaruh hpku diatas meja.
“Kenapa Mas Dani?” Juna bertanya.
“Ini, ga ada latihan Muaythai hari ini.” Jawabku datar.
“Oh Mas Muaythai! Pantes fit banget. Keren Mas badannya!”

Aku menangkap mata Juna melihat dadaku dan pundak hingga tanganku. Tanpa terasa risih. Aku terdiam heran melihat dia bebas memperhatikan tubuhku tanpa rasa malu. Lalu mata kami bertemu kembali,
“Iya Ma, pas! Ototnya jadi. Keren gw suka nih tipe-tipe badan kaya lo.”
“Lo juga kok, keren.” aku terdiam membodohi apa yang aku bilang.
Juna menyeringai kecil,
“Makasih Mas. Tapi bagusan mas Dani lah. Liat dong mas badannya biar jadi motivasi gw!”
“Liat gimana!?” tanyaku heran,
“Liat badan lo Mas, disini aja!” jawabnya antusias,
“Eh, disini? Malu ah. Ada Bang Ipin. Ntar dia mikir aneh-aneh lagi”
“Santai mas, emang aneh apa? Orang cuma liat badan aja gak ngapa-ngapain. Tapi mau dong berarti kalo liatinnya di tempat yang sepi?” Juna menjawab, kulihat senyumnya nakal.

Aku tidak pernah mendapati diriku bisa terbawa pesona laki-laki. Aku terbiasa dengan kehadiran laki-laki ganteng maupun berbadan bagus di gor. Tapi Juna, ada hal lain yang mambuatku ingin terus memandangnya. filmbokepjepang.com Aneh. Aku tahu ini aneh dan salah. Tapi ku beranikan diriku mengabiskan waktu lebih lanjut, otakku tak berarah, aku kehilangan kontrol atas diriku yang aku tahu laki-laki ini memakan hampir seluruh kesadaranku. Aku berusaha mengambil kembali kesadaranku, dan melupakan perasaan aneh ini.

“Jun, kayanya makin sepi disini. Gw balik ya” aku berkata sambil menengok Bang Ipin yang melambaikan tangan mengarah keluar gerbang sambil berkata, “Mas Dani, cepet pulang kayanya mau ujan deres!”
Aku membereskan tasku dan memberi isyarat kepada Juna tanda aku berhendak pulang.
“Lo mau disini sampe kapan? Balik juga gih”, aku berkata setengah memerintah. Kulihat dia sedikit diam dan datar.
“Ok”, jawabnya singkat.

Aku berjalan kearah parkiran, tinggal ada motorku disana. Juna naik apa pulangnya? Pasti sebentar lagi hujan, pikirku dalam hati.

Brr!
Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Aku berlari belok kearah gor, kulihat Juna mengikutiku. Kami berteduh di depan pintu gor. Sedikit kebasahan.
“Sial, ujan lagi.” Seruku.
“Ya cuma ujan, air. Pengen buru-buru balik banget apa gimana!?” Jawab Juna terlihat kesal.
Aku terdiam.
Kulihat pejaga gor berlari kearah kami.
“Mas Dani, ujan deres banget. Mas sama temennya neduh dulu aja di dalem. Nunggu reda sekalian aja bersihin rambut. Dari pada pusing dan masuk angin. Saya nanti ada di pos kalo ujan udah berenti, Mas kunci lagi ya. Jangan lupa kasih saya lagi ya Mas”,
“Ok bang, makasih ya” jawabku lega, seraya penjaga gor berlari kembali ke pos.

“Yaudah yuk Mas kedalem aja, daripada basah-basahan disini” juna memberi ide.

Kita masuk ke dalam gor, berjalan ke ruang ganti melalui lapangan. Kulihat Juna dibelakangku berjalan sambil melepas baju basketnya yang basah seketika di jatuhi hujan.
Badannya mengkilap basah terkena air hujan. Aku menengok sedikit terlihat sangat jelas perutnya yang kokoh, otot-ototnya membuatku merasakan hal yang aneh. Lalu aku kembali berjalan.
Mataku kembali melihat kebelakang, sambil memeras kaosnya, kulihat otot-otot dadanya yang bidang mengkilap diterpa lampu gor yang sedikit temaram.
Sungguh, laki-laki seperti apa dia bisa meningkatkan gairahku secepat ini? Batinku.

“Kalo mau liat, liat aja. Gak usah gengsi” dia berkata dari belakangku.
“Hah? Apaan deh” aku salah tingkah.

Sesampainya di ruang ganti aku membelakangi Juna. Mencoba memikirkan hal lain, sambil melepaskan kemejaku yang juga basah.
“Kan gw bener! Sayap lo jadi parah. Pas, punggung lo bagus banget Mas.” Juna tiba-tiba berkata dengan nada senang.
Aku berbalik memasang muka heran.
“Ah biasa aja Jun, masih banyak yang lebih bagus”. Juna menatap mataku binar, dan tersenyum.

Senyum Juna membuat lututku bergidik lemas, lagi. Juna menaruh tasnya disampingku, melepas celana basketnya dan melemparnya begitu saja. Mengambil handuk dan mengelap badannya yang basah. Aku pun melepaskan celana kerjaku.
Aku sepertinya kehilangan kesadaranku
. Aku ingin terus melihat Juna, ingin memandang lebih laki-laki muda ini. Aku menoleh kembali ke arah sebelahku. Juna sedang mengeringkan kepalanya dengan handuk, terlihat jelas otot tricep nya yang kecil tetapi kokoh. Lalu kulihat ketiaknya yang ditumbuhi bulu-bulu puberitas yang tak kusangka membuat gairahku meningkat tajam.

“Kan udah Juna bilang, kalo mau liat. Liat aja Mas. Juna kan juga mau liat badan Mas Dani.” Juna berkata tenang sambil tersenyum.
Mukaku memerah, tapi kurasakan ini bukan karena aku malu tetapi kata-katanya membuat libido laki-laki ku meninggi tak berarah. Kurasakan aliran darahku memanas. Aku ingin menyentuhnya. Merasakan kulitnya yang mulus ditumbuhi bulu-bulu halus.

“Mas Dani,”
Aku mendapati diriku menatap kosong tasku dan mencari-cari sesuatu yang aku tidak ketahui. Lalu ku berdiri tegap melihat kearah Juna.

Kudapati Juna tanpa celana dalamnya. Dia telanjang! Oh! Ini sungguh indah. Aku bisa merasakan aliran aneh dalam tubuhku.

“Liat aja Mas, Juna tau Mas dari tadi udah merhatiin badan Juna.” Juna mendekatiku, tangannya meraih pundakku dan meremasnya. Berani sekali anak ini, pikirku dalam hati. Aku melepaskan tangannya dari pundakku.

“Jun tapi ini? Salah. Gw bukan cowok kaya gitu” tetapi kusadar aku tidak melepaskan tangan Juna. Dalam hatiku memikirkan bahwa tangan ini begitu halus, ingin ku terus rasakan kulit Juna. Tapi, aku akhirnya melepaskannya.
Kulihat Juna tertunduk, malu. Tapi tidak lama ia mendekatiku lagi.

“Mas Dani, Juna suka sama Mas sejak kejadian kemarin, Juna kaya mikirin muka Mas terus dan kesempatan kali ini Juna mau kenal Mas lebih jauh.”
Aku terdiam, Juna memelelukku seketika.
Aku rasakan tubuh kami bersentuhan, aku memejamkan mata tidak mau melihat kejadian ini.
Batinku menolak, ragaku merelakan.

Aku rasakan tangan Juna meraba punggungku hingga leherku secara halus seperti menikmati setiap senti tubuhku. Aku merasakan sensasi yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Seperti seolah sentuhannya memuji setiap lekukan tubuhku. Membuatku bangga akan tubuh ini.

Aku merasakan ada desakan dari luar tubuhku tepat diluar celanaku. Aku merasakan batang kejantanan Juna mengeras, keras sekali hingga batangku merasakan desakannya dari dalam boxer.

Aku menyerah, aku membuka mataku.
Aku menatap kosong ke mata Juna, mata yang indah. Mata yang membuat ragaku melemah. Juna tersenyum nakal. Lebih terlihat bahagia. Lagi-lagi, melihatnya begitu, libidoku naik. Kurasakan tangan Juna masuk kedalam boxerku, meraih batang kejantananku yang setengah tegang.
“Kontol Mas, tebel” Juna mengintip lalu meremasnya lembut.

Tidak ku pernah bayangkan rasanya batang kejantananku disentuh oleh laki-laki. Dan terlebih aku tidak pernah menyangka bahwa laki-laki seperti Juna, bisa mempunyai orientasi yang beda. Ini suatu hal diluar kontrolku. Kepalaku kembali memanas.

Aku dorong Juna, kali ini dengan kasar.
Fuck, aku mau Arjuna.
Juna terjatuh, aku dekap rahang Juna.
“Suka lo sama kontol!?” Aku bertanya sedikit membentak,
“Juna suka mas Dani!”
“Pegang kontol gw! Lo buat gw ngaceng, sekarang lo tanggung jawab sama kontol gw” aku benar-benar kehilangan akal.
Aku tidak sadar apa yang aku katakan, keluar dari mana kalimat seperti itu? Tapi aku menikmatinya. Seperti merasa tertantang.
Aku ikuti insting laki-lakiku.
Aku arahkan kepala Juna kearah kontolku yang sudah berontak ingin keluar dari boxerku.
Kulihat Juna mengikuti arahanku, mencium-cium kontolku dari luar. Lalu Juna menarik kebawah melepaskan boxerku. Batang kejantananku menegang total-keras, ingin segera dioral.

Juna terdiam, memandang baik-baik benda yang ada di depannya. Matanya nakal, bibirnya membentuk senyuman yang tidak bisa aku lupakan, lalu Juna membasahi bibirnya dengan lidahnya. Seperti anak kecil diberi es krim cokelat di taman bermain, kegirangan.

“Mas kontol lo jantan banget..” puji Juna sambil tangannya menggenggam dan meraba-raba kejantananku.
“Suka?” sengaja ku tanyakan pertanyaan retoris,
“Banget! Akhirnya dari tadi gw bayangin kaya gimana bentuk kontol Mas. Sekarang ada di depan mata gw..” Juna terus menatap batangku, tidak pernah aku merasakan pujian terhadap kejantananku sebegitu terkesimanya. Membuatku ingin terus mendorong libido laki-laki ini untuk terus membuatku bangga. Dan melihat sampai mana permainan ini akan berlanjut. Aku tersenyum nakal.

Juna membuka mulutnya yang basah. Bibirnya yang tipis serta kemerahan membuatku makin terangsang. Tanpa ragu, Juna menciumi batang kejantananku. Dia mulai dari kepala kontolku, dijilat-jilat ujung kepala kontolku hingga basah. Ibujari Juna berpindah ke kepala kontolku, membuka sedikit lubang kencingku. Kulihat cairan precum keluar, disapukan lagi lidahnya berfokus dilubang kencingku. Bulu kudukku berdiri, sensasi yang baru.

“Arghh… Terusin Jun. Fuck jilatan lo enak banget”
Aku melihat kebawah, Juna sedikit menengok keatas. Menatapku lurus, sungguh pemandangan yang luar biasa.

Lalu dilahapnya batang kejantananku. Terasa hangat. Juna mencoba memasukan semua bagian batang kejantananku hingga ia tersedak dan bibirnya yang tipis itu menyentuh bulu kemaluanku. Dia memberikanku oral terbaik! Aku tarik rambut Juna. Kontolku pun terlihat merah dan berdenyut kecil, belum puas di service.

Aku raih batang kejantananku, aku sapu-sapu kan di permukaan pipinya. Aku mainkan di sekitar mukanya. Melihat Juna terus memandang kontolku yang berganti arah. Tak sabar ingin merasakannya lagi.
Lalu Juna membuka mulutnya lebar-lebar, mengeluarkan lidahnya.

“Mau lagi lo?” sahutku, kepala Juna berusaha menangkap kontolku dengan mulutnya tetapi aku sedikit menghindar. Ada rasa ingin ku permainkan sedikit emosi anak ini. Juna menyeringai licik.

Juna berdiri, memegang kontolku yang basah karena liurnya.
“Suka kan Mas sama sepongan gw? Enak kan? photomemek.com Gw suka banget kontol lo. Wangi jantan, tebel. Mulut gw sampe penuh.” Lalu Juna meraih leher ku. Aku balas meraih pinggang Juna dan menariknya. Sehingga tubuh kita bersentuhan.

“Iya gw suka kontol gw ada di mulut lo yang tipis ini. Sexy banget lo Jun”, sambilku mainkan jariku di bibir Juna, Juna pun menangkap jariku dan diisapnya.

Aku gendong Juna, menaruhnya di meja dekat kaca sambil berciuman. Akhirnya kita berciuman. Lidah kami beradu. Saling membuktikan kemampuannya masing-masing.

Aku melihat refleksi kejadian ini di belakang Juna. Sungguh, peristiwa yang jantan. Melakukan hubungan dengan laki-laki, ternyata tidak membuatku terlihat kurang jantan. Justru terefleksikan dua birahi laki-laki yang saling bertemu, membiarkan nafsu kejantanan kita beradu menjadi satu.

“Gw mainin pentil lo ya, gemes gw daritadi Jun liat dada lo ini.” Sambilku main-mainkan putingnya lembut.
“Iya Mas, jangan ragu-ragu. Pasrah gw.”
Kutarik-tarik, tekan-tekan dan memberikan usapan halus pada permukaan puting dari dada yang kokoh ini.
“Please, isep pentil gw Mas” pinta Juna, tubuhnya menggelinjang, meminta service tambahan.
Aku mulai menjilat leher Juna, aku hisap sedikit lehernya yang halus. Lalu aku turun ke putingnya, mencium-cium dan menjilat-jilat liar puting Juna secara bergantian. Juna menjamba sedikit rambutku, tanda permainanku berhasil.
Aku angkat kedua pergelangan tangan Juna. Aku menahan kedua tangan Juna diatas kepalanya. Juna terlihat pasrah.
Aku tatap kedua ketiaknya, bulu-bulu yang tadi membuatku terdiam. Sekarang tanpa ragu aku langsung menciumi ketiak Juna. Menghirup dalam-dalam wangi kejantanan yang dihasilkan laki-laki muda ini bercampur dengan wangi parfum membuatku makin bernafsu. Aku jilat-jilat ketiak Juna.
“Arghhh.. Jilatin terus Mas ketiak gw, jantan banget lo Mas!”

Kulihat tubuh Juna bergidik keenakan sambil mendesah. Tangannya meremas-remas batang kejantananya yang slim tapi panjang dan ditumbuhi bulu yang lebat. Agak kontras tapi sangat menggoda.

Aku terdiam, aku bingung aku harus melakukan apa lagi? Dan bagaimana memulainya, aku belum terbiasa bercinta dengan laki-laki. Tapi aku mengininkan lebih dari ini!

Juna menangkap kebingunganku, lalu maraba batang kejantananku dan meremas-remasnya kembali.
“Sekarang Mas ikutin gw ya” Juna berkata suaranya lembut, sangat laki-laki. Fuck!

Juna mengubah posisinya, dia duduk dan kakinya merangkul pinggulku. Juna menyatukan kontolku dan kontolnya, digoyangkan pinggulnya sehingga kontol kami pun bergesekan. Lalu Juna meciumiku liar. Dihisapnya lidahku dalam-dalam. Tangannya berpindah ke dadaku. Meremas-remas, dan memainkan kedua puting ku secara bersamaan.

“Ugh! Enak banget ternyata dimainin putingnya gini. Kalo kaya gini rasanya sih gw bisa ketagihan” kataku dan mencium kembali bibir Juna.

Juna menunduk, mengatur posisi supaya dia bisa meraih putingku. Lalu Juna mulai menjilati putingku yang keras karena kedinginan. Ternyata masih hujan, sadarku singkat. Aku menunduk kebawah kearah rasa nikmat yang tidak pernah kupikirkan ini.
Juna masih mengisap-isap putingku sambil sesekali mendesah. Dan putingku yang satu lagi di mainkan oleh jari-jarinya.
“Oh yeah, terus Jun isep pentil gw. Rasain dada gw. Buat gw ngaceng terus. Fuck you are the greatest!” Pujiku kepada Juna.

“Mas belom pernah ngentotin pantat cowok ya? Mau ngentotin pantat gw gak?” Juna memberi arahan.
“Gw ga tau gimana caranya, masukin aja gitu? Emang gak sakit?”
“Sakit tapi gw bisa handle, apalagi buat kontol lo Mas. Please entotin gw!” Juna menjawab dengan nada memelas sambil memainkan jarinya di batang kejantananku.

“Ok..” Jawabku ragu.
Juna turun dari meja, berjalan kearah tasnya. Mengambil botol lotion.
“Pake itu?” Aku masih ragu,
“Harusnya pake lube tapi, heck! Lets do this!” Juna antusias.
Juna memposisikan lagi tubuhnya diatas meja menghadapku. Mengangkat pinggul dan kakinya, lalu ia menaruh lotion itu di sekitar anusnya dan terlihat pantatnya ternyata baru kuperhatikan bulat dan montok. Sepertinya karena hasil latihan rutin basket membuat pantat dan kakinya sungguh proporsional. Ah Arjuna kamu benar-benar sexy.

Juna meraih tanganku dioleskannya juga jari-jariku dengan lotion. Lalu mengahkannya ke lubang pantatnya. Aku terlihat ragu. Lalu Juna meraih leherku dan menarikku. Dicium nya bibirku, dan berbisik, “Ikutin aja ya”.

Juna memasukan jari tengah ku pelan-pelan kedalam anusnya. Aku melihat Juna mengigit bibir bawahnya dan sedikit tersentak seperti kesakitan.
“Sakit Jun?”
Dia menggeleng, melanjutkan mendorong jariku untuk lebih masuk ke dalam anusnya. Sekarang jari tengahku sepenuhnya masuk kedalam anus Juna. Hangat dan harus aku akui ini pemandangan yang sangat sexy. “Mainin lobang gw Mas” pinta Juna. Tanpa ragu aku main-mainkan jariku dianusnya. Mengeluarkan jariku lalu ku masukan lagi, berulang-ulang. Aku mengambil lotion, menambahkannya ke jariku. Aku menunjukan ke Juna, membetuk angka 3.

Arjunaku tersenyum, mengangguk tanda menyetujui keinginanku. Tanpa basa basi lagi, aku langsung memasukkan 3 jariku. Memainkan lobang Laki-laki jantan ini. Sungguh bukan main, pandanganku menelaah kesemua sudut tubuh Juna. Otot perutnya yang rata, dan dada yang bidang sungguh bentuk laki-laki yang selama ini mungkin aku tunggu-tunggu. Aku sedang memainkan tiga jari ku didalam anus anak basket selaki ini!

“Arghhhhh…fuck terus Mas. Entotin pantat gw pake jari lo!” pintanya sambil berdesah.
“Yeah.. enak banget liatin lo keenakan gini” tambahku sambil terus memainkan jari-jariku.
“Mas Dani ngentotin gw pake kontol lo Mas, biar kontol lo ngerasain pantat gw!”
Langsung ku oleskan lotion ke batang kejantanan yang sangat keras ini. Tanpa arahan dan bantuan tangan, aku langsung masukkan batangku ke pantat Juna.

“Arghhh!!! Fuck!!! Mas kontol lo jauh lebih tebel dari 3 jari lo! Shit!” Keluh Juna sambil menggigit tinju nya.
“Sempit banget pantat lo Jun, enak banget rasanya kontol gw, anget! Yeah! Fuck!” Tangan ku meraih dada Juna yang bidang, memainkan putingnya secara kasar. Juna memekik, ntah kesakitan atau keenakan. Aku hentak-hentakan kontolku sekeras yang aku bisa. Hingga Juna memejamkan matanya dan berdesah!
“Arghh! Entotin terus Mas. Entotin gw yang keras, yang liar!”
Aku membungkuk, meraih rahang Juna mendekatkan muka ku ke mulutnya. Aku ciumi bibir tipisnya yang makin memerah . Aku tahan erangannya dengan ciuman ku yang basah.
“Enak? Huh? Keenakan ya dientot cowok? Nih rasain kontol gw!” Aku mempercepat gerakanku. Membuat meja yang kita gunakan mengeluarkan suara. Aku kehilangan kontrol sepenuhnya.

“Gila! Entotan lo enak banget! Pantat gw buat lo Mas! Pasrah gw lo entot! Enak banget shit! Arghh!!” Juna bereaksi, kata-katanya semakin nakal. Aku suka permainannya.

Aku meludah dikontol Juna yang sudah menegang keras, aku kocok-kocok kontol Juna yang panjang. Tersenyum ku tatap mata Juna, Arjuna, laki-laki ku, aku berada didalam tubuh laki-laki ini. Tak pernah di dalam pikiranku yang paling liar aku mengentot pantat cowok dan merasakan kenikmatan yang luar biasa ini.

“Arghhh kocok terus kontol gw Mas, keluarin sperma gw pake tangan lo yang kekar itu!” Pinta Juna setengah berteriak.
“Fuck fuck fuck gw mau keluar mas!” Juna memberi aba-aba.
Ku kencangkan kocokan tanganku di kontol Juna yang sangat keras dan memerah.
Crot crot crotttt!
Sperma Juna keluar bebas dan sangat banyak. Muncrat ke arah muka Juna dan beberapa terkena kaca. Aku sapu sperma yang jatuh di muka Juna dengan jariku, lalu ku taruh dimulut Juna, memaksa Juna menjilat spermanya sendiri.

“Enak huh?! Sebentar lagi gw mau keluar Jun.” aku mendekat memeluk Juna, merangkulkan tanganku dan menahan tanganku dipundaknya lalu mempercepat gerakanku lagi dan menusuk pantat Juna sedalam-dalamnya hingga kita berdua kembali mengerang keenakan. Kita berdua berhadapan sangat dekat.
“Keluarin Mas dipantat gw! Pantat gw buat lo, keluarin sperma lo di dalem gw Mas!! Argh..hhh” Juna meminta,

Crot crot crot crot!
Kurasakan sperma ku keluar sangat banyak memghangatkan pantat Juna, kita berdua basah oleh keringat. Juna terengah-engah, begitupun aku. Juna memelukku dan berkata,
“You are the best fucker, bad boy!” Lalu mencium dadaku sekali dan menarik leherku lalu kami berciuman.

Tak terasa kini sudah jam 9 lebih, kami pun mandi bersama. Lalu cepat-cepat beberes setelah mengetahui hujan sudah berhenti. Kapan berhentinya? Tanyaku dalam hati. Mungkin aku terlalu menikmati Juna.

Kami pun sudah siap untuk pulang, kami keluar menuju pintu gor. Tiba-tiba Juna meraih tanganku.
“Mas Dani, terus kita gimana?” Juna bertanya dengan nada berhati-hati.
“Kita? Gimana apa?” aku salah tingkah, aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan setelah ini.
“Gw ngerasa nyaman sama lo Mas, kita bisa lakuin ini lagi gak? Tadi itu perasaan yang gak bisa gw tolak, gw sesuka itu sama lo. Apalagi setelah kejadian ini..” suaranya mengecil.
Aku sedikit merasa salah atas kejadian tadi, tapi yang kurasakan itu nyata, aku mengagumi sosok Juna, sepertinya perasaan pada umumnya. Rasa sayang, yang tidak perlu punya alasan.
“Oh… Hmm, kita jalanin dulu aja ya. Gw perlu belajar. Dan mungkin lo perlu lebih tau gw.”
Arjuna memelukku, mecium bibirku.
“Apapun itu, gw coba.” Juna berantusias, ah ekpsresi itu!

Kita berpisah di pos penjaga setelah aku mengembalikan kunci. Aku benar-benar lagi mengendalikan perasaanku, jadi ku biarkan Juna berjalan sendirian. Ah, lo harus tega Dani. Jangan kepancing.

Aku melewati Juna yang dan tersenyum. Juna membalas singkat. Sampai di perempatan jalan raya. Aku berheti dan memasang iPodku.
iPod..

Aku memutar balik motorku, mencari Juna.

“Hey, sini gw anterin lo balik” sapaku setelah menemukan Juna, ia pun tersenyum. Manis. Iya, kamu manis.  javcici.com Juna pun naik ke bagian belakang motorku.
“Makasih ya, udah bikin gw ngarep tadi. Hahahaa” tawanya renyah.
“Hahaha, iya maaf ya. Balik kemana?” tanyaku singkat.
“Kosan Mas, deket kampus kok”
“Ok”

Sepanjang jalan kita berdua tidak bicara. Aku memikirkan kejadian tadi di gor. Anak ini telah membuka hatiku. Hati yang mungkin aku tidak pernah tau ada, sebelum bertemu Arjuna. “Mungkin gw mau nyoba.” kataku dalam hati berusaha mengikuti perasaanku.

“Makasih ya Mas!”
“Iya sama-sama Jun.”
Ada diam diantara perpisahan kita.
“Mau masuk?” Lanjut Juna.
“Hmm..” aku tidak tahu kenapa aku berfikir, aku melihat ke arah Juna ragu.
Dengan berani Juna mengangkat kaosnya dan memperlihatkan perut hingga dada nya dan menatapku nakal.
“Heh!” aku menoleh kebelakang takut ada yang melihat.
“Makanya masuk… Juna belom rasain sperma Mas tadi” jawabnya dan berbisik.

“Dasar kamu.. Arjuna” aku tersenyum dan memarkirkan motor.,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts