Anggi yang manis
“Halo..,” aku coba bicara sesopan mungkin.
“Ya, hallo. Ini Jarot ya,” ujar suara lembut dari seberang sana.
“Ini siapa ya, maaf saya tidak mengenal suara anda,” jawabku dengan sedikit heran. Soalnya, sama sekali aku tidak mengenal suara tersebut, termasuk nomor teleponnya.
“Ini Anggi, kita memang belum pernah kenal kok,” jawabnya semakin membuat saya heran.
“Anggi..? Trus, dari mana kamu dapat nomor HP saya,” aku coba bertanya.
“Nanti kamu akan tahu juga kok. Kita bisa ketemu nggak?” ujarnya lagi.
Aku sedikit tersentak kaget. Soalnya, selain aku tidak mengenalnya sama sekali, aku juga tidak tahu apa maunya cewek itu ingin berjumpa denganku. Namun dengan masih penasaran, akhirnya aku menyanggupi permintaannya untuk bertemu denganku di sebuah pusat perbelanjaan yang cukup terkenal di kotaku.
Setelah menghabiskan sisa juice sirsak di hadapanku, aku langsung menghidupkan mesin mobil dan melaju arah utara, menuju pusat perbelanjaan tempat aku janjian bertemu dengannya.
Sesampai di tempat kami janjian untuk bertemu, aku coba untuk menghubungi nomor HP-nya yang masih tersimpan di HP-ku. Seketika terdengar suara dering HP milik seorang cewek cantik yang berdiri tak jauh dari tempatku berada. Seketika aku matikan kontak telepon dengannya, dan langsung menuju arah cewek itu.
“Anggi ya, saya Jarot..,” aku mengulurkan tangan memperkenalkan diri.
“Anggi,” kurasakan tangannya yang lembut bersentuhan dengan tanganku.
Setelah berkenalan, aku ajak dia untuk masuk ke salah satu cafe yang ada di pusat perbelanjaan itu, sekaligus untuk mengobrol. Dari percakapannya dengannya, ia menyatakan mendapatkan nomor HP-ku dari seseorang yang katanya kenal denganku. Tapi ketika memberikan nama orang yang memberikan nomor HP-ku itu padanya, ternyata aku juga tidak mengenalnya sama sekali.
“Persetan dengan orang yang memberikan nomor HP-ku, yang penting bisa berkenalan dengan cewek cantik,” ujarku dalam hati.
Dari pembicaraanku dengannya, ternyata kuketahui ia kuliah di fakultas hukum di Universitas “BH” yang cukup terkenal di kotaku, dan kost di daerah “T” yang dekat dengan bandara. Dari ceritanya, aku juga bisa menebak bahwa ia saat ini sedang kebingungan setelah ditinggal pergi sang pacar.
“Sudahlah, tak usah dipikirkan lagi. Justru kalau kamu memikirkannya terus, akan menambah beban pikiranmu,” ujarku sambil coba menenangkan perasaannya dengan membelai rambutnya yang direbonding.
Dan tanpa kusadari, ternyata ia merebahkan kepalanya ke dadaku. Aku terkejut bukan main, karena tak menyangka ia akan begitu. Lalu perlahan, aku tawarkan padanya untuk pergi dari tempat itu mencari tempat yang bebas untuk bercerita. Ia setuju, dan kamipun meluncur menuju pinggir pantai.
Dalam suasana yang sejuk dan senja mulai merambat turun itu, aku memberanikan diri untuk merengkuh pundaknya. Ia terlihat pasrah, dan aku jadi makin berani untuk berbuat lebih lagi. Ku coba kembali membelai rambutnya dan mengecup lembut keningnya, terus turun ke bibirnya yang ranum.
“Ah..,” dia mendesah.
Aku jadi semakin berani. Lidahku mulai keluar masuk ke rongga mulutnya, dan perbuatanku itu ternyata mendapat balasan darinya. Aku jadi semakin berani, dan tanganku coba meremas daging kenyal di dadanya, sementara ia juga terlihat mencoba menrambat ke sela-sela sudut pahaku.
Anggi terlihat mulai tak sabaran untuk bisa mengelus-elus rudalku yang sudah menegang sejak tadi. Secara perlahan-lahan, ia mencoba untuk bisa membuka resluiting celana ku, dan sesaat ia terkejut merasakan betapa besarnya punyaku.
“Oh.., besar sekali,” katanya, dan aku hanya tersenyum menanggapinya sambil tanganku tetap bermain di puting susunya.
Ciuman bibirku mulai turun ke leher, dan terus turun ke bawah serta berhenti sejenak di puncak bukit kembarnya. Disini, aku permainkan puting susunya dengan lidahku, sehingga membuatnya tak kuasa menahan gejolak hawa nafsunya. Tampaknya, ia sudah tak sabaran lagi untuk melanjutkan aktivitasnya ke arah yang lebih intim lagi, karena ia sudah mulai berusaha untuk melorotkan celana dalamku.
“Jangan disini, Anggi. Kita cari tempat istirahat yang aman yuk,” ajakku, yang ternyata dibalas dengan anggukan.
Tanpa pikir panjang, segera aku hidupkan mesin mobilku, dan menuju sebuah hotel “P” yang terletak di jalan Dobi bersebelahan dengan Bank BNI. Begitu masuk kamar, aku segera memeluknya dan mengulum bibirnya dengan penuh nafsu. Sementara ia kulihat sibuk membuka kancing-kancing baju kemeja yang kupakai dan kemudian melorotkan celana panjangku.
Akupun tak mau kalah. Dengan sekali tarik, aku berhasil melepaskan baju kaos yang dipakainya dan kemudian menarik resluiting celana jeans yang dipakainya, sehingga tinggallah ia hanya mengenakan BH hitam dan CD yang juga berwarna hitam.
Tanpa membuang waktu lagi, aku dorong tubuhnya ke ranjang yang berukuran besar itu setelah berhasil membuka kait BH dengan ukuran 34B di bagian belakang tubuhnya, sehingga terlihatlah dua buah gunung putih yang menyembul dengan puncaknya yang berwarna pink. Tanpa menunggu lagi, segera aku hisap puting susunya yang berwarna pink itu dan sekali-sekali memainkannya dengan ujung lidahku.
“Ah, Jarot..!” serunya.
“Anggi, mimikmu begitu indah dan kenyal. Aku sangat menyukainya,” ujarku.
“Terus, Jarot. Oh, geli..,” desahnya.
Mendengar desahannya itu, aku jadi semakin bernafsu. Jilatanku terus merambat turun ke pusarnya, dan terus ke gundukan di sela kedua pahanya. Dengan lihainya, aku permainkan clitorisnya yang sudah mulai menyembul dengan ujung lidahku, dan aku terus memasukkan ujung lidahku hingga ke dalam. Tiba-tiba, ia mengangat pinggulnya dan berteriak,
“Ah.., terus.. ee.. naak..!” raraunya.
Sementara aku terus mempermainkan rongga kenikmatannya, Anggi juga terlihat semakin kencang menggoyang-goyang pinggulnya. Dan tiba-tiba ia berteriak dengan kuat.
“Ah, aku.. ke.. luar..,” dan terlihat tubuhnya mengejang dengan mata terpejam. Sementara di lubang kenikmatannya terlihat cukup banyak cairan yang keluar. Aku merasakan rasa asin bercampur manis dengan aroma yang harum dan terasa panas.
Dengan rakusnya, aku jilat seluruh cairan yang keluar dari rongga kewanitaannya itu, dan tubuhku terus merambat naik ke atas. Disini, aku permainkan kembali puting susunya yang terlihat begitu indah. Rasanya, tak ingin aku melepaskan bibirku dari sana.
Tak lama kemudian, aku lihat Anggi kembali menggeliat dan mendesah-desah. Ia tampak kembali terangsang dan minta aku segera memasukkan rudalku yang berukuran 16 Cm dengan diameter 3 cm itu ke lubang vaginanya.
“Ayo Jarot, Anggi sudah nggak tahan lagi,” erangnya.
Tanpa menunggu lama lagi, segera aku arahkan rudalku ke lubang vaginanya. Secara perlahan-lahan tapi pasti, ujung rudalku mulai menyeruak masuk ke lubang vaginanya yang berbulu tipis itu. Aku merasakan punyaku cukup sulit menembus lubangnya yang ternyata masih sempit itu. Namun aku terus memaksanya untuk bisa masuk.
“Ah, pelan-pelan ya..,” erangnya.
Kembali aku tekan kepala rudalku untuk masuk ke lubang vaginanya secara perlahan-lahan, sehingga akhirnya aku berhasil memasukkan seluruh rudalku dan merasakan ujungnya menyentuh dasar vaginanya.
“Oh, nikmat sekali,” katanya sambil mendesah.
Aku semakin bernafsu untuk menggenjot terus lubang kenikmatannya mendengar desahannya. Semakin dia menceracau tak karuan, semakin kencang aku mengeluarkan dan memasukkan rudalku ke lubang kenikmatannya.
“Oh Jarot, aku.. mau.. ke.. luar lagi,” desahnya.
“Tahan dulu ya sayang, aku juga.. su.. dah.. mau sampai.. Keluarkan dimana..?” tanyaku.
“Di lu..” Belum sempat ia menjawab, aku sudah tidak bisa menahannya lagi, sehingga akibatnya.
“Crot.. crot.. crot..!” beberapa kali tembakan spermaku yang cukup banyak menghantam dinding vaginanya, sementara pada saat bersamaan aku juga merasakan cairan hangat menyelimuti batang kemaluanku.
“Maaf Anggi, aku tak kuasa lagi menahannya dan spermaku tertancap di lubang vaginamu,” kataku menyesali.
“Tak apa-apa, mudah-mudahan saja sekarang aku tak subur, karena jadwal datang bulanku dua hari lagi,” katanya sambil memelukku sambil mengelus dadaku.
“Terima kasih Anggi, kamu telah memberikan kenikmatan yang tiada tara padaku hari ini,” ujarku sambil mengecup bibirnya.
“Saya juga, rasanya beban pikiranku hari ini menjadi hilang dan berubah jadi rasa nikmat. Yuk, kita mandi berdua,” ajaknya sambil menarik tanganku menuju kamar mandi.
Dan di kamar mandi itu, batang kemaluanku kembali mengeras ketika Anggi sedang mengelus-elusnya. Tanpa berbasa-basi lagi, aku menarik pinggang Anggi dan menyuruhnya menungging membelakangiku. Perlahan-lahan, aku arahkan kepala rudalku di sela-sela pantatnya yang bahenol. Sesaat, aku merasakan Anggi tersentak. Namun itu hanya sebentar, karena tiba-tiba Anggi mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya, ketika dirasakannya kepala rudalku sudah amblas semuanya.
“Ah, Jarot. Aku sampai lagi,” desah Anggi tertahan.
“Aku ju.. ga..,” kataku sambil menembakkan kembali spermaku ke dalam rongga kewanitaannya.
“Kapan kita bisa mengulangi seperti lagi, Jarot,” ujar Anggi sambil mengecup lembut bibirku.
“Terserah kamu aja, telpon saja aku,” jawabku pasti.
Setelah jam menunjukkan pukul 20.45 WIB, kami lalu check out dari hotel itu dan mengantar Anggi pulang. Di perjalanan menjelang tempat kostnya, Anggi terlihat seperti tidak ingin melepaskan tangannya dari rudalku. Sebelum sampai di tempat kostnya, aku belikan ia voucher simpati agar ia bisa menghubungiku kapanpun ia menginginkan permainan seperti tadi kembali, dan kemudian aku kembali ke rumah untuk berkumpul dengan keluargaku.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
TAMAT