Aku Dan Elang II

Aku Dan Elang II

Dari Bagian 1

Aku tersadar setelah mendengar suara pengajian dari kejauhan. Samar-samar. Komputerku masih menyala dengan screen saver cowok-cowok pemain sepak bola Euro 2004. Kutarik nafas dalam. Tidak ada bedanya, apakah aku bermimpi atau mengalami langsung bertemu Elang. Haruskah aku cerita dengan orang lain kejadian ini?

Hari ini aku tidak akan pulang. Aku sendiri punya persediaan pakaian ganti. Setelah tidur lagi sebentar untuk menunggu agak siang, kemudian aku mandi agak lama sambil merenung kembali kejadian semalam.

Aku sadar dengan keisenganku dalam bereksperimen dalam sex membuat Tuhan memperlihatkan akibatnya langsung padaku. Salah satunya adalah kejadian ke dunia lain bertemu dengan Elang untuk mengambil hikmahnya: Lihatlah temanmu itu yang sangat bebas dalam sex dengan pacarnya, dia mendapatkan kenikmatan sesaat dengan pemerkosaan dan berakibat sampai dengan kematian karena over dosis obat yang disuapkan dengan paksa padanya. Begitulah.

Apa yang sudah aku lakukan, rasanya belum seberapa parah. Aku hanya bermain-main dan belum pernah terjadi sampai berhubungan kelamin sesama jenis atau sodomi atau disodomi. Hanya nyaris saja. Dan sesekali memang timbul rasa iseng bereksperimen dengan seks. Tapi kenapa ya, kecenderungannya dengan sesama cowok? Apa karena kebiasaanku nonton BF hetero, kemudian terpikir untuk mencari pengalaman yang berbeda dengan main-main dengan cowok? Atau karena pernah nonton BF gay hingga terobsesi untuk mencobanya karena merasa lebih ‘aman’?

Tapi aku beruntung, Tuhan masih menjagaku agar tidak terjerumus ke dalam dunia gay. Aku selalu diingatkannya. Aku punya penampilan yang disukai oleh semua orang – cowok dan cewek – karena ganteng, serta kesempatan untuk masuk dunia gay juga ada. Pengalamanku pernah ikut pemilihan Top Model, membuatku banyak kenal dengan komunitas yang juga menyukai sesama jenis itu.

Setiap kali aku mendekati ingin pengalaman seks dengan cowok, setiap kali itu pula cepat aku tersadar bahwa hal itu dosa. Mungkin karena lingkunganku juga tidak mendukungku untuk berbuat aneh-aneh secara vulgar. Aku punya keluarga yang tentu malu bila mengetahui anaknya punya kelainan, begitu pikirku. Tapi tetap saja aku mendekati lingkungan itu, tapi dengan penuh kehati-hatian. Setiap kali melangkah jauh, aku langsung menghentikannya dengan sadar.

Rangsangan seks yang timbul pada diri cowok, sesungguhnya sama saja, apakah itu dirangsang oleh cowok ataupun cewek, begitulah pendapatku untuk selalu menjauhi dari rangsangan oleh cowok. Dan kupikir cewek punya ‘onderdil’ yang memang pasangannya cowok. Aku memang harus jadi diriku sendiri. Dunia mencintai sesama jenis, walau aku juga punya kecenderungan itu, bukanlah dunia yang sehat. Itu adalah dunia yang penuh bahaya. Aku harus berusaha keras untuk dapat suka pada lawan jenisku, cewek, terutama untuk urusan seks. Segera kuselesaikan mandiku setelah sadar bahwa Elang juga ada dalam ruang mandi ini. Tapi aku tidak melihat sosoknya. Dia mungkin melihatku sedang mandi di bawah pancuran air shower sambil termenung dan merenung.

Pengalaman semalam kuusahakan tidak mengganggu kerjaku di siang harinya. Setelah rapat pengarahan dari Bu Poppy, Bang Jay mengajakku untuk mencari film kartun sebagai bahan materi iklan produk makanan anak-anak ke Glodok di daerah kawasan bisnis yang sangat ramai, antara stasiun Kota, Pinangsia dan Glodok. Ini adalah kali pertamaku ke sini. Aku baru tahu bahwa jalur Busway melewati daerah Glodok ini. Aku pernah mendapat cerita, kalau banyak VCD porno yang mudah didapat di Glodok di bawah jembatan ini. Apa yang kami cari sudah dapat, film dengan format DVD. Dan menjelang pulang menuju parkir mobil, di blok D lantai bawah, Bang Jay mengajakku untuk beli VCD porno.

“Mau yang Indonesia Bang, yang lesbi atau sama binatang juga ada..”, ramai mereka menawarkan barangnya.

Mataku menelusuri VCD yang digelar bebas itu. Kemana aparat keamanan? Apakah bisnis barang porno ini sudah legal di Republik ini? Ada dua orang ibu muda sedang cekikikan melihat cover VCD yang ada, sambil lewat. Belum lagi di pojok sana di balik pagar, anak-anak belasan tahun sibuk memilih. Aku masih berdiri di samping Bang Jay sambil melihat sekeliling. Ada beberapa VCD gay dengan cover hanya pakai printer warna di atas kertas putih, tidak seperti VCD lainnya. Mungkin karena copynya sedikit, jadi covernya dicetak seadanya.

Bang Jay akhirnya membeli 7 VCD dengan harga 20 ribu. Bang Jay dapat bonus satu VCD rupanya. Tadi aku dengar ditawarkan sepuluh ribu dapat tiga. Begitu murahnya untuk mendapatkan barang haram ini. Nyaris sama dengan harga CD kosong, atau malah lebih murah. Dalam otakku timbul dugaan bahwa ini sudah merupakan perbuatan kolaborasi sindikat untuk menghancurkan mental anak bangsa. Siapapun dia, targetnya adalah agar republik ini memang tidak akan pernah maju dan berkembang dengan menghancurkan generasi mudanya. Ah, ini sudah urusan politik.

Sesampainya di kantor sudah sore. Bang Jay langsung menuju komputernya untuk menyetel VCD yang baru dibelinya. Sedang aku minta DVD film kartun yang tadi dibeli untuk kulihat di komputerku. Konsentrasiku sejak awal memang terganggu dengan suara ah-uh dari komputer Bang Jay hingga membuat kontolku menegang. Mau tidak mau aku sentuh juga kontolku yang menimbulkan getaran listrik yang sangat nikmat.

Setelah menonton DVD dengan membuat beberapa catatan, aku pamit ke Bang Jay untuk pulang. Besok akan kubahas hasil catatanku. Setelah sejak kemarin tidak pulang, hari ini aku putuskan untuk pulang dengan sekalian membawa pakaian kotor di ransel.

“Nggak nonton nih?” tanyanya sambil tangannya memperbaiki posisi duduknya. Dapat kulihat celana jeansnya yang mencetak kontolnya yang sedang menegang. Aku menelan liurku.
“Nggak, mau istirahat dulu, pulang,” kataku.

Setelah mematikan komputer, aku turun ke lantai satu yang sudah gelap, aku sandang ranselku. Aku keluar lewat pintu samping. Aku pamit dengan dua satpam yang sedang mengobrol di depan TV. Perut laparku membuatku segera naik angkot yang meluncur dengan lancar ke jalan besar di pinggir tol. Aku beruntung, setelah turun dari angkot, bis lanjutan untuk ke tempat kosku segera datang. Aku langsung naik.

Bis sudah penuh. Aku bergerak ke tengah sambil memegang ranselku agar tidak kena kepala penumpang yang sedang duduk. Aku berhenti di sisi cowok yang sedang duduk, kuperbaiki ranselku untuk disandang di dada. Tanpa sengaja, kontolku yang setengah tegang, menyenggol bahunya yang kekar. Dengan kondisi bis yang gelap ini, membuatku berani menahan kontolku agar tetap menempel di sisi lengannya. Lengannya ditekuknya sambil bersedekap, AC bus ini mungkin membuat dia kedinginan, pikirku. Aku tidak bisa melihat wajahnya, karena tertutup topi yang dikenakannya. Sebenarnya goyangan bis tidak seberapa, tapi tekanan dan goyangan tubuh cowok itu dengan tidak sengaja membuat kontolku menegang.

Dan hei, dia sengaja menggerakkan lengannya untuk merasakan kontolku di pangkal lengannya! Sekarang tangannya malah turun, melingkar di pahaku. Jantungku berdetak kencang. Kuperhatikan sekeliling, siapa tahu ada yang memperhatikan. Kembali kutekan tubuhku ke bahunya yang kemudian dia tahan dengan sedikit gerakan maju mundur. Huh! Rasa lelah yang tadi kurasakan ketika keluar kantor, terasa lenyap.

Kembali kulihat ke sekeliling dalam bis ini. Melihat penumpang sekitarku sudah pada kelelahan, dan aku yakin tidak memperhatikan apa yang kulakukan, membuatku berani menyentuh bahunya dan meremasnya. Dia diam saja ketika aku akhirnya dapat menyentuh tubuh kekarnya dengan sengaja itu. Berani juga kau, Yadi!, batinku memuji.

Bapak tua di samping cowok ini tiba-tiba tersadar dari tidurnya, melihat keluar bis dan kemudian buru-buru berdiri untuk turun. Bapak tua itu hampir saja jatuh ketika melewatiku, tapi segera aku bantu. Cowok itu memberiku jalan untuk duduk menggantikan posisi bapak tua yang baru turun itu, untuk duduk di sisi jendela.

Jantungku kembali berdebar, ketika tangan kanannya bergerak ke selangkanganku yang tertutup ranselku dan menemukan kontolku yang sedang setengah tegang. Aku diam saja menikmati kelakuannya. Dia semakin berani dengan meremas kontolku. Posisi ransel yang di pangkuanku membuat dia merasa aman untuk beraksi lebih jauh. Jari-jarinya bergerak mencari resleting celanaku dan menurunkannya dengan agak susah hingga akhirnya kubantu dengan mengangkat sedikit ranselku. Nih, nikmatilah! Kira-kira begitu artinya.

Kutarik nafas untuk menenangkan diri. Yadi, kenapa kau biarkan? Tangannya bermain di gundukan kontolku yang hanya dibatasi dengan calana dalamku. Aku pejamkan mata. Cowok itu masih mempermainkan jari-jarinya di kontolku. Ingin aku balik melakukan hal yang sama padanya, tapi posisinya di tengah, rawan untuk ketahuan. Dan lagi selangkangannya tidak tertutup sepertiku.

Sekarang dia memasukkan jarinya dari pinggir atas celana dalamku untuk menyentuh langsung kontolku. Tetap kubiarkan, karena yakin tak akan ada yang tahu apa yang terjadi di balik ransel yang berada di pangkuanku. Dia elus pelan kepala helm kontolku, dan ke lobang kencingku. Dia lakukan berulang-ulang. Sedikit cairan kurasakan keluar. Ah.. Mataku masih terpejam.

Kulirik depan celananya juga sudah menonjol. Dengan sedikit memajukan tubuhku dan menurunkan lenganku, sikuku dapat menyentuh gundukan itu. Huh, keras sekali. Kupikir tadinya HP, tapi setelah melihat posisinya yang persis di tengah begitu, baru yakin aku telah menyenggol kontolnya. Dia juga diam saja. Dalam bis sebenarnya lampunya remang-remang, tapi aku tidak berani berbuat lebih jauh, walau sebenarnya ingin..

Hei, sudah hampir sampai! Aku tersadar hingga dengan cepat kunaikkan resleting celanaku. Dia menarik tangannya.

“Mau turun di sini ya?” tanyanya.

Hah? Seperti suara Elang. Kulirik wajah di balik topi itu. Benar! Kenapa tidak dari tadi kamu perhatikan cowok di sampingmu, Yadi? Ada sesal dalam hati. Selama perjalanan tadi memang aku hanya memejamkan mata atau melihat ke arah luar.

“Elang?” tanyaku tak percaya. Kuperhatikan lagi wajahnya dengan seksama. Dia tersenyum ke arahku.
“Bukan,” jawabnya. Mana mungkin tidak? Wajahnya, matanya semuanya mirip Elang.
“Oh.. Mirip temanku,” kataku.

Ingin aku terus duduk untuk dapat berkenalan lebih jauh dengan cowok mirip Elang ini. Tapi batin kecilku mengajak untuk segera turun. Aku berdiri dan dia menggeser kakinya agar aku dapat keluar.

“Maaf yang tadi,” katanya setelah aku berdiri di sampingnya, akan bergerak ke pintu.
“Tak apa-apa. Aku suka kok.. Terima kasih,” kataku sedikit berbisik.

Ingin kutawarkan untuk ikut denganku. Dan membayangkan aksi seru yang akan terjadi di kamar kosku. Tapi mulutku terasa kaku.

“Turun yuk..” kata itu tak bisa juga kuucapkan. Ada degub jantung yang keras terasa di dadaku hingga membuat lidahku terasa kelu.

Sebelum turun, dengan sengaja kusenggolkan kontolku di bahunya. Dia mendongakkan kepalanya melihat ke arahku. Sorot matanya, yang aku hapal merupakan milik Elang kulihat begitu ramah, sepertinya mengerti dengan kode ajakanku..

Aku segera menuju pintu dan meminta kenek untuk memberi kode ke sopir agar berhenti. Dalam hati, aku berharap agar pemuda mirip Elang itu ikut turun menyusulku..

*****

Ini adalah merupakan cerita terakhirku dari beberapa episode sebelumnya untuk kawasan Sesama Pria. Soalnya Yadi sekarang sudah tidak mau ‘masuk’ ke lingkungan gay lagi. Selamat membaca.

,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
E N D

Related posts