ML Sampai Hamil Oleh Anak Kost

 Cihuuyy! saya mau pulang ke Indonesia! Kangennya saya sama kota Kembang daerah kelahiranku, teriakan kernet angkot “Dago! Dago! Dago, Neng?” Kangen sama cowok-cowok Indonesia yang keren.

Kangen sama makanan Indonesia yang khas. Yep! It’s time for serious ngeceng & makan sebanyak-banyaknya. Bukannya saya jarang pulang, meski tak rutin, saya sering pulang di saat liburan sekolah, kali ini sedikit lain sebab tak ada lagi ikatan sekolah.

Akhirnya saya lulus kuliah beberapa bulan yang lalu. Cihuy lagi! Good Bye, School! Tak mungkin saya akan balik lagi ke daerah yang disebut learning institution; dingin-dingin/panas-panas harus ke kampus, ngantuk/lelah harus belajar, lapar/haus harus ditahan, di saat ujian saya hanya tidur tiga jam sehari. Temanku malah sampai kencing darah sebab keseringan menahan pipis (demi belajar?).

Hhh.. “sigh” higher education sucks! Mendingan hidupku yang sekarang, duduk di office yang nyaman & bekerja menurut jadwalku sendiri. Yah, inilah yang namanya bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian.

Anyways, ini terjadi disaat umurku 21 tahun. Setamat kuliah di US, saya sempat kerja part time beberapa bulan. saya belum menginginkan pekerjaan yang tetap disebabkan oleh alasan kepingin istirahat. Personal status pada waktu itu; sudah punya pacar, seorang pria bernama Venis (not with the P, but V) kepada siapa saya telah mempersembahkan milikku yang paling berharga, namun kini rasanya saya inginkan hubungan ini berakhir.

Yang namanya spiritual, emotional, intellectual connection itu tak terasa di antara kami, mungkin yang eksis cuma intellectual. Paling sulit memang mendapat restu dari Venis untuk pergi jauh darinya berbulan-bulan. Sudah kukatakan kepadanya bahwa saya perlu “break” (hei! saya perlu membuka kesempatan bagi pria-pria lain untuk mendekatiku dong). Tetapi ia tak setuju. Ya sudah, saya tinggal saja.

Keberangkatanku agak mengharukan. Rasa kehilangan itu ada, terhadap kekasih yang saya tinggal (Venis adalah lelaki yang mengisi hatiku setelah Ade, some of you may already know the history with him). Entah apa yang akan terjadi jika saya balik lagi ke negeri ini, akan bersama lagikah kami? saya sempat meneleponnya waktu transit di Changi untuk menyatakan kerinduanku.

Tetapi, perasaan galauku lenyap begitu saya melihat Mama menjemputku di bandara Cengkareng. Disaat saya keluar dari bandara, suasana jauh berbeda. Wuihh! gerahnya kota ini. (dan.. belum apa-apa sudah lihat cowok kece di restoran!)

Pertama-tama yang kulakukan setiba di Bandung yaitu merayu Mama sampai ia membelikan mobil untukku. Pada mulanya ia memang memenuhi permintaanku, tetapi yang dikabulkan; Charade, yang mesinnya cuma 1000cc itu! Kontan saya protes keras.

“Maa, sing baleg atuh. Masa Khristi disuruh bawa mobil sekecil itu sih? Mana aman? Ditubruk orang langsung mati deh berikut penumpangnya. Di Amrik mobil Khristi ampir 3000cc!” Permintaanku memang macam-macam, perlu yang otomotis pula,

“Sini kan di mana-mana macet melulu, entar betis Khristi gede sebelah gimana?!” saya masih merengek-rengek. Banyak pertentangan yang keluar dari mulut Mama yang dinamakan “issues”, mengenai jalan di Indonesia yang sempit-sempit, bahwa ia juga mesti pinjam uang sana sini, bahwa Papa kurang setuju. Ya sudah deh, saya mengalah, habis anak Mama sih.

Akhirnya saya dapat mobil Honda Civic, yang kalau tak salah nama resmi Indonesianya “Genio”. Lumayan meski bukan brand new, saya cukup puas, otomatis lagi.

Dengan modal mobilku ini, saya jalan-jalan kesana kemari sendiri, sambil mengenali kembali jalan & daerah yang sudah lupa-lupa ingat. saya tak suka disupiri, not my style. www.filmbokepjepang.net  Well, dengan bekal pengalaman nyetir di Amerika, saya nekat keluyuran di jalan-jalan yang sempit & tak beraturan itu, kadang ditemani kadang tak menghindari lalu lintas yang ramai polisi sebab saya tak punya SIM (akhirnya tertangkap disaat ada razia). saya menemui beberapa teman lama, mengunjungi sanak saudara, keluar masuk pusat-pusat perbelanjaan, fitness, & lain sebagainya.

Ada juga beberapa tawaran pekerjaan datang dari kenalan. saya tolak dengan halus. Hmph! dalam hati saya bersungut-sungut, yang benar saja, untuk apa saya kerja di sini, kalau mau cari duit tentunya saya akan cari pekerjaan di negeri Paman Sam.

Kadang-kadang saya kesepian tak ada teman di siang hari, kawan-kawanku ternyata sibuk semua, entah sibuk benaran atau pura-pura. Biarlah, mereka & saya memang susah menyambung lagi. saya hanya memiliki sepupu yang dari dulu dekat denganku & dua teman dekat.

Seharusnya kakak laki-lakiku bertanggung jawab, saya ingin ia mengenalkanku pada teman laki-lakinya & harapanku salah satu dari (mereka) keluar sebagai “the perfect guy”, supaya saya kecantol padanya & tak usah balik lagi ke US. Sialnya, sampai sekarang yang ia kenalkan cuma satu, & saya tak berminat.

Pernah disaat pergi dengan segerombolan kawan-kawan yang lain, saya bertemu kakak kelasku yang pernah saya taksir dulu. Selama tiga tahun di SMP saya memperhatikannya! Entah ia mengetahui hal ini atau tidak, tetapi hh.. lemas saya disaat melihatnya lagi sekarang, yang jelas ia jauh dari apa yang kubayangkan, sangat mengecewakan, tsk, tsk, tsk! Kelihatannya hidup yang susah telah merubah manusia.

Di belakang rumah kami di daerah Sukajadi, Mama membuka bisnis sendiri yang oke punya. Mama memang hebat. ia terlatih untuk memanfaatkan banyak hal dalam segala ketidakmampuannya, terutama di saat-saat Papa “kurang” bertanggung jawab.

Dia telah mampu me-manage beberapa unit di belakang rumah kami & memutarnya menjadi daerah kost, yang sekarang jumlah kamarnya ada dua puluh buah, semuanya senantiasa terisi. Penghuninya melebihi 25 orang, ada beberapa kamar yang dihuni dua orang. Mereka umumnya terdiri dari pria & wanita berusia 17-27 tahun, bekerja atau kuliah, belum nikah.

Ada beberapa jenius yang kuliah di perguruan tinggi terkenal, banyak yang sudah tinggal di sini bertahun-tahun, malah ada yang ketemu jodoh di sini & menikah lalu pindah keluar untuk membina rumah tangganya sendiri. Macam-macam orang dari seluruh pelosok negara Indonesia.

Lama-lama tinggal di rumah, saya jadi mengenali penghuni kost di belakang. Kebanyakan dari mereka tak ada di rumah di siang hari. Tetapi menjelang sore, ruang dapur, beberapa ruang duduk, ruang tamu, bahkan di lorong-lorong yang tak tersedia kursi pun menjadi semarak. Mereka sibuk makan, masak, ngobrol, main kartu, masuk-masuk kamar orang lain & sok menjadi tuan rumah di kamar sendiri.

Aku menjadi akrab dengan beberapa dari mereka, salah satunya adalah Randy. Kami memanggilnya Duren. Duren hanya beberapa bulan lebih tua dariku, asal Jakarta, di Bandung bekerja sambil kuliah, orangnya paling ngocol. Wajahnya biasa-biasa saja, tetapi bodinya oke banget, pantatnya terlihat padat berisi (later I found out bukan cuma pantatnya yang padat berisi).

Setiap hari ia cuma ngantor beberapa jam & selebihnya lebih sering di rumah. Dialah yang sering kuajak menemaniku keluyuran. Katanya ia sudah kost di sini sejak saya pulang tahun lalu. Yang lainnya adalah Donat, pelesetan dari Doni, penghuni terlama di sana, umur 23-24, tampan, kulitnya putih sekali, otaknya super encer, sayangnya agak pemalu. Menurutku ia benar-benar pemalu. Kami senang sekali menggodanya & “menodong” makanan di kamarnya.

Well, masih banyak lagi tenant-tenant (pria atau wanita) yang lucu atau “bagus”, tetapi umumnya sudah punya pasangan. Seperti Fendi & Tikno yang pacarnya manis & imut. Tentunya saya tak punya niat apa-apa terhadap mereka, sampai pada suatu hari.

Malam Minggu, rumahku sepi, adik & kakakku pergi, Papa keluar kota, Mama barangkali arisan. Adikku yang perempuan (masih ABG) kencan dengan pacarnya, hmm.. entah ia masih perawan atau tidak. saya sendiri lebih memilih duduk di kamar baca novel.

Teman kakakku tadi menelepon mengajakku keluar, tetapi saya malas. Terakhir saya keluar bersama ia minggu kemarin. Bukan salahnya memang kalau di acara itu salah satu ban mobilnya tertusuk paku sehingga acara date kami jadi berantakan, setengah jam ia harus berutak-utik dengan ban menyebabkan tangan serta bajunya hitam-hitam.

Well, guess what? Another incident. Baru dua hari yang lalu, saya dibonceng motor oleh seorang temanku yang lain dalam rangka cari makan malam. Tahu-tahu setelah makan, datang ide gila. Bukannya pulang, kami berputar haluan ke Lembang, hanya berbaju lengan pendek tanpa jaket. Selain badan beku kedinginan, motor pun ngadat dalam perjalanan pulang, di daerah sepi lagi (sampai ngeri aku).

Ada apa sih antara saya dengan mobil/motor teman-temanku? Tetapi yah, sedikit banyak inilah sebabnya saya memilih diam di rumah yang tenang. Bosan baca buku, saya menghampiri cermin besar lemariku.

Aku menatap wajahku sendiri, lalu tersenyum menunjukkan sederetan gigi putih, terlihat olehku senyumku sendiri yang menawan, yang ampuh memikat hati lawan jenisku. Bahkan gynekolog-ku yang tampan namun sudah berumur memandangku dengan sungguh-sungguh & berkata, “Khristi, you have a really pretty smile!” saya lepaskan setiap potong pakaianku, lalu kulihat bayanganku di sana.

Wajahku memang cantik, tak sedikit orang yang bilang begitu. Tubuhku yang cukup tinggi semampai terlihat jauh dari buruk. saya harus bersyukur dengan pemberian yang ini, saya bisa makan apa saja yang saya suka sebanyak-banyaknya, tak perlu diet, & bentuk tubuhku tetap langsing (olahraga tetap diperlukan tentunya).

Aku melarikan tangan & jariku dari leher ke dada, berputar di bukit dada, kedua tanganku meremasi buah dadaku & desahan-desahan lirih mulai keluar dari mulutku. saya jadi terbawa nafsuku sendiri.

Saya berjalan mendekati jendela-jendela besar yang terbuka. Angin malam bertiup memasuki kamarku, namun justru terasa sejuk sekali menerpa kulitku. saya duduk bertengger di salah satu jendela itu. Kaki kanan di bagian dalam kamar & kaki kiri terjuntai bebas di luar.

Di jendela inilah saya sering memuaskan diriku sendiri, menggunakan vibrator yang berbentuk kemaluan Venis (hadiah dari Venis tentunya) & melakukan solo seks disaksikan genting-genting rumah & langit nan biru, & kadang-kadang kucing yang lewat mengejutkanku (atau mungkin juga oleh penghuni kost yang kebetulan melongokkan kepalanya keluar?).

Malam itu yang kubayangkan adalah Riko, cowok kece yang sempat mengejarku di masa kuliah, namun kutolak sebab saya sudah bersama Venis. Hmm.. minggu depan saya akan ke Jakarta menemuinya.

Beberapa menit kemudian, berahiku yang tadi menggebu-gebu mereda. saya berpakaian kembali celana pendek jeans yang lusuh, kaos putih tak berlengan serta kemeja kedodoran, tanpa pakaian dalam sama sekali.

Aku ambil semua uang Rupiahku di dompet, lalu turun menuju belakang rumah. Jam-jam begini di malam Minggu, tentunya beberapa cowok-cowok yang kost sedang berjudi. saya akan ikut main kali ini. Selama ini saya hanya nonton, pernah iseng-iseng saya sampaikan bahwa saya ingin ikut serta, mereka tak mengijinkan.

Ini memang sudah menjadi aktivitas rutin di sini. Kadang mereka berjudi nonstop sampai Senin pagi, akhirnya bolos kerja. Kadang, yang memiliki pekerjaan tak sungkan menghabiskan seluruh upah sebulannya dalam satu malam.

Benar-benar edan! yang kalah & uangnya ludes tentunya harus berhenti main, kecuali ada yang meminjamkan. Tetetapi sebaliknya, lain dengan yang kualami di Las Vegas, yang menang tak bisa keluar begitu saja, ia harus main sampai semua sepakat permainan berakhir.

Ada empat orang yang sedang main; Randy alias Duren, Tikno & Fendi yang masing-masing menarik namun sudah punya pacar, Jojon yang berduit & agak gemuk; & seorang yang cuma nonton; Tompel alias Thomas yang berkacamata & tertua umurnya.

As you can see, semua cowok-cowok yang single diberikan nickname. Donat yang pemalu bersama dua orang lain ada di ruang satu lagi sedang nonton TV, mereka tak pernah ikut-ikut judi.

Aku menempatkan pantatku di kerumunan orang itu. Huh! Bau sekali! Semua perokok, kecuali Duren, & mereka dengan seenaknya meniupkan asapnya kemana saja dengan cuek bebek. Sambil mengendus-endus di balik kemejaku mencoba menghirup udara yang lebih segar, saya mendongkol dalam hati. saya sudah komplain satu dua kali, tetapi tentu saja percuma. By the way, what is it with cigarettes and Indonesian people?

Setelah berbasa-basi, saya menyerukan, “Ikut main!” Beberapa cowok memandangku & tersenyum, yang lain lebih konsentrasi ke kartu di tangannya. Eh, sialan, saya memang kurang dianggap, disangkanya saya anak kecil atau apa.

Aku berbisik ke Duren (yang lebih dekat denganku) bahwa saya serius ingin main. ia yang biasanya baik pun tak begitu peduli kali ini. Dasar! cowok-cowok bila sedang terbawa hobby memang begitu, hobby menjadi nomor satu, well.. sebetulnya ini lebih mirip addiction, Tikno & Fendi bahkan sebelum jam 10 malam telah memulangkan pacarnya masing-masing supaya bisa berjudi.

Kutunggu sebentar. Beberapa hanya melemparkan pandangannya padaku, terkadang ke arah tungkaiku yang tak tertutup. Kesal juga aku! saya tanya lagi,

“Ren, kenapa sih saya enggak boleh ikutan?”

“Jangan. Nanti Mama marah,” katanya.

“Ini uangku sendiri.”

Yang di kantong memang uangku sendiri, tetapi saya melupakan bahwa Mama baru saja membelanjakan uangnya sendiri untuk mobilku.

“Ikutan! Kalah ya kalah! saya nggak mau cuma duduk bengong!” tekatku.

Aku menanggalkan kemejaku & mengeluarkan semua uangku.

Nah, sekarang semua cowok yang ada lima orang mengalihkan perhatiannya padaku. “Kartu baru, saya masuk!” saya tahu mata mereka sempat menangkap dua tonjolan di dadaku yang mengacung di balik kaosku.

Ukurannya tak besar memang, tetapi cukup menggiurkan, who says they have to be big to be beautiful? Kaos putih polos yang pas di tubuhku (tidak ketat & tak juga kedodoran) seakan menunjuk ke mana exactly puting susuku terletak.

Biar saja, saya memang bukan anak kecil lagi, pasti dengan begitu mereka takkan menolak saya main. Kalau masih menolak, saya akan pergi! Hayo! enggak rela kan?

Lima pasang mata lelaki di sekelilingku mulai sering melirikku. Pikiranku mulai nakal. Meski saya bukan penggemar group seks, berada di tengah lima laki-laki atraktif & menjadi pusat perhatian mereka tak enggan membuat darahku naik.

Aku tergoda untuk makin menarik perhatian mereka. Sambil menunggu permainan itu berakhir, saya melipat kaki & tanganku dengan gayaku yang khas, perlahan tetapi pasti, memperlihatkan lipatan antara paha & pantatku & juga memperjelas bentuk buah dadaku.

Kini mereka tak malu-malu “menonton” aku. saya tersenyum menang. saya melarikan lidahku membasahi bibirku. Lalu sambil mengikat rambutku ke belakang membuat buntut kuda, perlahan-lahan saya membuka kedua pahaku & menutupnya kembali; saya bikin scene seperti Sharon Stone di Basic Instinct di mana ia memamerkan bulu kemaluannya saat diinterogasi polisi-polisi.

Hmm.. saya sangat menikmati wajah-wajah terkejut & takjub di sekelilingku, lima pasang mata semua tertuju ke arahku, tak terhalangi meja sebab tinggi meja tengah itu hanya selutut. saya yakin beberapa dari mereka sempat mengintip sesuatu di selangkanganku.

Mungkin hanya sedikit bulu-bulu halus, mungkin juga bibir kemaluanku.. entahlah, saya tak pernah double check. Tetapi hasilnya: Instant Erection.

Berkali-kali saya praktekan “show” ini di depan pacarku seorang; tetapi kini di hadapan lima laki-laki strangers, oh..! sensasi yang muncul lima kali lebih nikmat. Imajinasiku mengalir dengan bebas.. andai musik jazz di latar belakang diubah menjadi freestyle/house music, rasanya saya bisa menari-nari mempertunjukkan strip show.

Aku berdiri di tengah-tengah mereka menggantikan kartu-kartu menelanjangi diriku sendiri, sambil meliuk-liukkan pinggulku saya singkapkan kemolekan satu persatu anggota tubuhku dari yang “wajar-wajar saja” ke yang paling private, semuanya terungkap tak menyisakan sedikitpun tanda tanya dalam imajinasi mereka.

Lalu berakhir dengan saya di atas meja disetubuhi mereka satu demi satu bergiliran, atau.. tubuhku tak berpijak, terayun-ayun di udara sementara dipapah tangan-tangan kokoh sebagian dari mereka & sebagian lagi bergerak memuaskanku.

Ahem.. well, tak sampai itu tentunya. Bahkan, bukan seperti biasanya saya begini, saya adalah orang yang lebih mengandalkan otakku untuk menarik perhatian cowok, ini adalah pertama kalinya saya berbuat kotor. Dari dulu saya memang anak remaja yang polos, sampai bertemu Venis. ia telah banyak mengenalkan saya hal-hal yang baru.

Di tengah ruang itu kami hanya berbincang-bincang, sedikit ngeres. Menyegarkan memang, apalagi melihat batang kemaluan Tikno yang berdiri tegang dengan bebas, ia sama sekali tak berusaha menutupi, berbeda dengan Jojon yang ngumpet-ngumpet membetulkan letak kemaluannya.

Hihihi.. Meski duitku hampir ludes, saya sempat mengorek banyak dari mereka. Dengan gencar bertanya ini itu (mengenai topik-topik yang hanya pantas dibahas oleh orang dewasa), namun berkelit jika ditanya. Well, dari sini saya mendapat pengetahuan yang lumayan, termasuk terminologi seks Indonesia yang tak pernah kudengar sebelumnya.

Aku teringat Donat. Untung Donat sedang nonton TV di ruang lain. Laki-laki yang baik itu tentunya sudah pingsan jika melihat adegan tadi, atau mungkin kabur menjauh. Pernah satu kali saya mengenakan blouse v-neck yang menunjukkan sedikit bukit atas dadaku, ia sampai menelan ludah berkali-kali. saya berani bertaruh ia tak pernah menyentuh wanita seumur hidupnya.

Seminggu kemudian. Di suatu hotel di Jakarta

Malam hari di atas ranjang, saya merenungkan Duren yang sedang berbaring di sofa, tak berselimut atau berbantal. ia tak tega meninggalkanku sendiri menginap di hotel. Rencananya ia akan pulang ke rumah orang tuanya sendiri di Jakarta, tetapi di menit-menit terakhir ia ingin menjagaku.

Kelihatannya ia mengkhawatirkan aku. Besok Riko, cowok yang ganteng itu akan datang menemuiku di hotel ini. Mungkin Duren takut Riko akan datang malam ini juga mengetahui bahwa saya sendirian. Mama memang mempercayakan saya kepada Duren.

Mulanya Mama menyuruhku menginap di rumah saudaranya kalau saya ingin jalan-jalan keliling Jakarta tetapi saya tak suka numpang-numpang di rumah orang lain.

Aku tertidur. Tengah malam jam 2 saya terbangun. saya lihat Duren masih di sofa, sedang berusaha tidurkah? Kasihan dia, tentunya kedinginan. Kupikir ia baik sekali, rela kedinginan & tidur di sofa, & tak sedikitpun keluhan keluar dari mulutnya. Cowokku sendiri tentunya akan protes keras disuruh tidur di sofa.

“Ren, matiin aja AC-nya,” saya usul.

Dia bergerak memberi respon. Ternyata ia memang tak bisa tidur.

“Engga usah Khris, nanti kamu kepanasan.”

Aku memang benci kepanasan, dimana-mana saya selalu menyalakan AC.

“Tidurnya enggak nyaman ya?”

“Nggak papa kok.”

Setelah kupikir-pikir, akhirnya saya menawarkan ia untuk tidur di sisiku. Tawaranku diterimanya. Duren tak tidur, saya tahu. Kami berdua tak bisa tidur. saya sendiri tak memikirkan akan kemungkinan yang bisa terjadi. Selama ini saya dekat dengan Duren, kadang-kadang di saat-saat casual saya menempatkan tanganku di pahanya, atau tangannya memegang bahuku.

Dia tak pernah kurang ajar, bahkan setelah kami berjudi bersama minggu lalu. Tetapi tiba-tiba kesunyian itu pecah, Duren menindihku, menyerbu leher & wajahku dengan ciumannya yang bertubi-tubi. ia mendesah,

“Napasmu membuat saya tak bisa tidur.” Ciumannya enak sekali, panas & penuh bara, terasa lain dari yang pernah kurasakan. Memang saya kaget, tetapi setelah kaget itu hilang, saya tak menolak meskipun tak juga membalas.

Tangannya menyerbu dada, pinggang & pantatku. saya merasakan tonjolan keras di celananya menekan-nekan tubuhku. Sshh.. tak tahan saya tak menyentuhnya, tanganku menyusup ke dalam celana pendeknya & meremas bagian itu & melepasnya kembali. Ciumannya turun ke dadaku sambil berusaha menelanjangi bagian itu.

“Oh.. jangan Ren, jangan ke sana,” saya mempertahankan bajuku sambil menggelinjang geli. Duren berdiri melepas semua baju & celananya sendiri, lalu tangannya beralih dengan cepat memelorotkan celana pendekku tanpa sempat kucegah.

“Ren! tolong jangan lakukan,” saya memohon. Ciumannya memang sedap, tetapi saya tak sudi disetubuhinya. Duren kembali mencumbu bagian wajahku.

Aku mulai berpikir. Apa yang sedang kulakukan? Selama ini hanya ada satu pria yang pernah menyetubuhiku. ia adalah kekasihku sendiri. Setelah mendapatkan hatiku, ia harus berjuang keras berbulan-bulan untuk mendapatkan tubuhku.

Lantas, siapa orang di hadapanku ini? Kenal juga baru-baru ini. tak bisa! saya menjerit. Ren, pergi kau. saya tak sehina itu. saya dorong tubuhnya kuat-kuat. Kakiku menendang-nendang di udara. Rupanya nafsu Duren yang sudah tinggi mengalahkan segala-galanya.

Dengan segenap tenaganya, ia menekan tubuhku, berhasil mengoyakkan celana dalamku & mengarahkan batang kemaluannya ke arah liang kemaluanku. Belasan kali ia mengarahkan, belasan kali pula saya mengelak. Akhirnya di saat saya lelah, ia keluar sebagai pemenang. ia menghunjami tubuhku dengan barangnya yang besar. Besar & panjang sekali.

Aku tak berdaya. Hatiku sakit, kewanitaanku perih. saya hanya memejamkan mata & menangis. Semenit kemudian, ia berkata, “Jangan khawatir, saya akan bertanggungjawab.” Heran, kubuka mataku. Nyatanya ia sudah selesai.

Aku berbaring lama sambil berpikir. Apakah Duren sudah menumpahkan air maninya di dalam tubuhku? Rasanya terlalu cepat.

Tetapi ia bilang ia akan tanggung jawab? Apa maksudnya? Hah! maksudnya kalau saya hamil? Apaan? saya tak mau dinikahinya sekalipun saya hamil.

Sekolahnya belum selesai & kerja pun belum mapan. Suara “Maaf” terdengar sayup-sayup. “You used me,” desisku.

Setelah kurasakan tenagaku kembali, saya berdiri, memakai celanaku. Lalu ke dekat pintu memungut sepatuku yang bertumit 10 senti. Bukan tumit lancip yang mampu melubangi kepala Duren, tetapi cukup keras untuk membuat tubuhnya biru-biru. Dengan histeris, saya menyerangnya dengan sepatu itu. “Kalau pacarku tau, ia akan terbang ke sini & menembakmu.”

So, inilah permulaan dari segalanya. Pertama kalinya saya mengkhianati kekasihku yang jauh. Berkhianatkah aku? saya memang sudah berniat meninggalkannya. Ini pula awal saya merubah banyak hal dalam hidupku.

Aku memang bertemu Riko di pagi harinya sementara Duren pulang ke rumahnya. Riko.. ia orang yang “lain”, tampan & simpatik, kuakui saya pernah menyukainya. Umurnya sudah 25, punya bisnis sendiri di ITC Roxy Mas.

Dua tahun yang lalu ia muncul dalam hidupku & mendekatiku, tetapi harus kujauhi sebab Venis telah masuk dulu. Alasan saya menemuinya kali ini adalah memberikan kesempatan untuk membuktikan masih adakah chemistry itu. Akan tetetapi, mau apa lagi sekarang? Semangatku sudah putus.

Hari-hariku berikutnya.. saya malu mengakuinya setelah apa yang dilakukannya terhadapku, saya menjalin hubungan yang lebih dekat & intim bersama Duren. Perbuatan yang tak bisa kubanggakan. But we had fun together, just for the sex and lust, no love not great sex, but good enough for the time being.

Tinggal di atap yang sama. ML di setiap kesempatan datang. Di kamarnya. Di kamarku. Di kamar mandi. Di atap rumah. Di pinggir jalan raya di dalam mobilku. Bahkan di boncengan motornya.Akibatnya harus kutanggung sendiri. Kami tak pernah menggunakan protection. saya ternyata hamil beberapa saat kemudian. Lucky me, saya bisa mendeteksi hal ini awal sekali. Duren sama sekali tak bertanggung jawab.

Dari mana ia punya uang untuk berbuat apa-apa, apalagi ia termasuk penjudi. Pernah terbayang di benakku saya menjadi istrinya, hidup dalam kemiskinan, meski mungkin the sex could be great. Untung akal sehatku masih bekerja.

Aku mengambil langkah untuk menggugurkan janinku pada tahap kehamilan yang cukup dini. Ini merupakan dosa terbesar dalam hidupku: mengakhiri hidup sebuah janin sebab ulahku sendiri.

Bukan itu saja. Duren tak pernah punya kekasih selulus SMA, kadang- kadang untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, ia berhubungan dengan perempuan bayaran di Saritem. Rasa takut akan terhinggap penyakit STD menghantuiku berbulan-bulan setelah perpisahan kami. Akhirnya saya mendapat keberanian untuk ke lab untuk mengecek diri.

Hoping for the best and expecting the worst..? no, no, actually, I couldn’t even expect anything, I was just hoping and hoping and praying to my god. Bahagia sekali disaat hasil test HIV itu keluar negatif. Sejak insiden itu saya bersumpah kepada diri sendiri bahwa saya tak akan pernah gegabah lagi. Selesai www.filmbokepjepang.net

Related posts