Kisah Sex Dewasa, Kelakuan Sinting Nindya


 Hari itu langit sudah menguning waktu aqu dan Nindya sampai di kontrakannya sesudah main Tennis bersama. Berhubung jalan ke kontrakanku masih macet kerana jam bubar kantor, maka Nindya mengajakku untuk singgah di kontrakannya dulu daripada terjebak macet. Di pekarangan kontrakan Nindya yg cukup luas itu nampak beberapa kuli bangunan sedang sibuk bekerja, kata Nindya disana akan dibangun kolam ikan lengkap dgn paviliunnya. Perhatian mereka tersita sejenak oleh dua wanita yg baru turun dari kendaraan, yg terbalut baju Tennis dan memperlihatkan sepasang paha yg mulus dan ramping. Nindya dgn ramah melemparkan senyum pada mereka, aqu juga nyengir membalas tatapan nakal mereka. Mama Nindya mempersilakanku masuk dan menyuguhi kue-kue kecil plus minumannya. Aqu langsung menghempaskan bokongku ke sofa dan menyandarkan raketku di sampingnya, minuman yg disuguhan pun langsung kusambar kerana lelah dan haus.
 Setengah jam pertama kita lewati dgn ngerumpi tentang masalah kuliah, lelaki, dan seks sembari menikmati snack dan menonton TV. Lalu Mama Nindya keluar dari kamarnya dgn dandanan rapi menandakan dia akan keluar kontrakan.
“Nin, Mama titip bayarannya tukang-tukang itu ke kamu ya, Mama sekarang mau arisan,” katanya seraya menyerahkan amplop pada Nindya.
“Yah Mama jangan lama-lama, ntar kalo Citra pulang, Nindya sendirian dong, kan taqut,” ujarnya dgn manja (waktu itu papanya sedang di luar kota, adek laki-lakinya, Niny sudah 2 tahun kuliah di US dan pembantunya, Mbok Par masih mudik).
Akhirnya kita ditinggal berdua di kontrakan Nindya yg besar itu. Aqu sih sebenarnya sudah mau pulang dan mandi sehabis bermain Tennis, tapi Nindya masih menahanku untuk menemaninya. Sebagai sobat dekat terpaksa deh aqu menurutinya, lagipula aqu kan tak bawa kendaraan. Di halaman depan terlihat para tukang itu sudah beres-beres, ada pula yg sudah membersihkan badan di kamar mandi belakang. filmbokepjepang.net
 Melihat mereka sudah bersih-bersih, aqupun jadi kepingin menyegarkan badanku yg mulai tak nyaman ini. Aqupun mengajak Nindya mandi bareng, tapi dia menyuruhku mandi saja duluan di kamar mandi di kamarnya, nanti dia akan menyusul sesudah para tukang selesai dan membayar uang titipan Mamanya pada mereka, sekalian menghabiskan rokoknya yg tinggal setengah. Aqupun meninggalkannya dia yg sedang menonton TV di ruang tengah menuju ke kamarnya. Di kamar mandi aqu langsung menanggalkan bajuku lalu kuputar kran shower yg langsung mengucurkan airnya mengguyur tubuh telanjangku. Air hangat memberiku kesegaran kembali sesudah seharian berkeringat kerana olahraga, rasa nyaman itu kuekspresikan dgn bersenandung kecil sembari menggosokkan sabun ke sekujur tubuhku. 15 menit kemudian aqu sudah selesai mandi, kukeringkan tubuhku lalu kulilitkan handuk di tubuhku. Aqu sudah beres, tapi anehnya Nindya kok belom muncul juga, bahkan pintu kamarpun tak terdengar dibuka, padahal dia bilang sebentar saja. Aqu ingin meminjam bajunya, kerana bajuku sudah kotor dan bau keringat, maka aqu harus bilang dulu padanya.
“Nin..Nin, sudah belom, aqu mau pinjam baju kamu nih!!,” teriakku dari kamar.
Tak terdengar jawaban dari seruanku itu, ada apa ya pikirku, apakah dia sedang di luar meninjau para tukang jadi suaraqu tak terdengar? seWaktu aqu lagi bingung sendirian begitu terdengarlah pintu diketuk.
“Nah, ini dia baru datang,” kataqu dalam hati. Aqupun menuju ke pintu dan membukanya sembari berkata
“Huuh.. lama banget sih Nin, lagipula ngapain pake ngetok..!!,” rasa terkejut memotong kata-kataqu begitu melihat beberapa orang lelaki sudah berdiri diambang pintu. Dua diantaranya langsung menangkap lenganku dan yg sebelah kanan membekap mulutku dgn tangannya yg besar.
Belom hilang rasa terkejutku mereka dgn sigap menyeretku kembali ke dalam kamar. Aqu mulai dapat mengenali wajah-wajah mereka, ternyata mereka adalah para kuli bangunan di bawah tadi, semuanya ada 4 orang.
“Apa-apaan ini, lepasin aqu.. tolong..!!,” teriakku dgn meronta-ronta. Tapi salah seorang dari mereka yg lengannya bertato dgn tenangnya berkata,
“Teriak aja sepuasnya neng, di kontrakan ini sudah nggak bakal ada yg denger kok.”
Mendengar itu dalam pikiranku langsung terbesit ‘Nindya’, ya mana dia, jangan-jangan terjadi hal yg tak diinginkan padanya sehingga aqu pun makin meronta dan menjerit memanggil namanya. Tak lama kemudian masuklah Nindya, tangannya memegang sebuah handycam Sony model terbaru. Sejenak aqu merasa lega kerana dia baik-baik saja, tapi perasaanku lalu menjadi aneh melihat Nindya menyeringai seram.
“Nin.. apa-apaan nih, mau ngapain sih kamu?,” tanyaqu padanya. Tanpa mempedulikan pertanyaanku, dia berkata pada para kuli bangunan itu,
“Nah, bapak-bapak kenalin ini kawan aqu Citra namanya, dia seneng banget disetubuhi, apalagi kalo dikeroyok, jadi silakan dinikmati tanpa malu-malu, gratis kok!,”
Dia juga memperkenalkan para kuli itu padaqu satu-persatu. Yg lengannya bertato adalah mandornya bernama Mukhsin, umurnya sekitar 40-an, dia dipanggil bos oleh kawan-kawannya. Di sebelah kiriku yg berambut gondrong sebahu dan kurus tinggi bernama Wiryo, umurnya sekitar 30-an. Yg berbadan paling besar diantara mereka sedang memegangi lengan kananku bernama Wiryo, sebaya dgn Mukhsin, sedangkan yg paling muda kira-kira 25-an bernama Tukino, wajahnya paling jelek diantara mereka dgn mulut sedikit monyong dan mata besar. Keempatnya berbicara dgn logat daerah Jawa.
“Gila kamu Nin.. lepasin gw ah, edan ini sih!,” aqu berontak tapi dalam hatiku aqu justru ingin melanjutkan kegilaan ini.
“Tenang Citt, ini baru namanya surprise, sekali-kali coba produk kampung dong,” katanya menirukan ucapanku waktu mengerjainya di vila dulu. Habis berkata mulutnya dgn cepat memagut mulutku, kita berciuman beberapa detik sebelom dia menarik lepas mulutnya yg bersamaan dgn menghentakkan handuk yg melilit tubuhku. Mereka bersorak kegirangan melihat tubuh telanjangku, mereka sudah tak sabar lagi untuk menikmatiku
“Wah.. nih buah dada montok banget, bikin gemes aja!,” seru si Wiryo sembari meremas buah dada kananku.
“Ini rambut kemaluan nggak pernah dicukur yah lebat banget!,” timpal si Wiryo yg mengelusi kemaluanku yg ditumbuhi rambut-rambut lebat itu, dgn terus mengelus Wiryo lalu merundukkan kepalanya untuk melumat buah dadaqu yg kiri. Sementara di belakangku, si Tukino berjongkok dan asyik menciumi bokongku yg sekal, tangannya yg tadinya hanya merabai paha mulus dan bongkahan bokongku mulai menyusup ke belahan bokongku dan mencucuk-cucukkan jarinya di sana.
Di hadapanku Pak Mukhsin melepaskan bajunya, kulihat tubuhnya cukup berisi tapi perutnya sedikit berlemak, kemaluannya sudah mengacung tegak kerana nafsunya. Dia meraba-raba kemaluanku, si Wiryo yg sebelomnya menguasai daerah itu mengalah, dia melepaskan tangannya dari sana supaya mandornya itu lebih leluasa. Wajahnya mendekati wajahku, dia menghirup bau harum dari tubuhku.
“Hhmmhh.. si non ini sudah wangi, cantik lagi!,” pujinya sembari membelai wajahku.
“Iya bos, emang di sini juga wangi loh!,” timpal si Tukino di tengah aktivitasnya menciumi daerah bokongku.
Diperlaqukan seperti itu bulu kudukku merinding, sentuhan-sentuhan nakal pada bagian-bagian terlarangku membuatku serasa hilang kendali. Gerak tubuhku seolah-olah mau berontak akan tetapi meski dilepas sekalipun aqu tak akan berusaha melarikan diri kerana tanggung sudah terangsang berat. Merasa sudah menaklukkanku, kedua kuli di samping melonggarkan pegangannya pada lenganku. Adegan panas ini terus direkam Nindya dgn handycamnya sembari menyoraki kita.
“Aahh.. jangan.. Nin, jangan disyuting.. ngghh.. matiin handy.. hhmmhh..!!,” kata-kataqu terpotong oleh Pak Mukhsin yg melumat mulutku dgn bernafsu. Aqu yg sudah bernafsu membalas ciumannya dgn penuh gairah.
“Acchh.. ahhkk.. cckk” bunyi mulut dan lidah kita beradu. Aqu makin menggeliat kegelian ketika si Wiryo menaikkan lenganku dan menciumi ketiakku yg tak berrambut.
“Ayo Ci, gaya kamu ok banget, pasti lebih heboh dari bokepnya Itenas nih,” Nindya menyemangati sembari mencari sudut-sudut pengambilan gambar yg bagus.
Dia fokuskan kameranya ketika aqu sedang diciumi Pak Mukhsin, waktu bersilat lidah hingga liur kita menetes-netes. Badanku bergetar sepeti kesetrum dan tanpa sadar kubuka kedua pahaqu lebih lebar sehingga membuka lahan lebih luas bagi lidah Tukino bermain main di lobang duburku, juga jari-jari yg menyodok-nyodok kemaluanqu, esexeseks.comaqu tak dapat melihat jelas lagi jari-jari siapa yg mengelus ataupun keluar-masuk di sana saking hanyutnya dalam birahi.
Mereka menggiring dan mendudukkanku di tepi ranjang. Wiryo dan Sapto mulai melepas baju mereka, sedangkan Tukino entah sejak kapan dia melepaskan bajunya, kerana begitu kulihat dia sudah tak memakai apa-apa lagi. Sekarang mereka berempat yg sudah telanjang berdiri mengerubungiku dgn keempat senjatanya ditodongkan di depan wajahku. Aqu sempat terperangah melihat kemaluan mereka yg sudah mengeras itu, semuanya hitam dan besar, rata-rata berukuran 17-20cm.
“Ayo non, tinggal pilih mau yg mana duluan,” kata Pak Mukhsin.
Aqu meraih kemaluan Pak Wiryo yg paling panjang, kubelai dan kujilati sekujur permukaannya termasuk pelirnya, kemudian kumasukkan ke mulut dan kuemut-emut.
“Heh, jangan hanya si Wiryo aja dong non, aqu kan juga mau nih,” tegur si Sapto seraya menarik tanganku dan menempelkannya pada kemaluannya .
“Iya nih, aqu juga,” sambung si Tukino menarik tanganku yg lain.
“Mmhh.. eenngg..!,” gumamku waktu menyepong Pak Wiryo sembari kedua tanganku menggenggam dan mengocok kemaluan Tukino dan Sapto.
Sembari menikmati kemaluan-kemaluan itu, mendadak kurasakan kakiku direnggangkan dan ada sesuatu di bawah sana. Oh, ternyata Pak Mukhsin berjongkok di hadapan selangakanku. Tangannya membelai paha mulusku dan berhenti di kemaluanqu dimana dia membuka mulutnya lalu mendekatkan wajahnya kesana. Kurasakan lidahnya mulai menyentuh dinding kemaluanqu dan menari-nari disana. Sungguh luar biasa kenikmatan itu, aqu pun semakin liar, aqu membuka pahaqu lebih lebar supaya Pak Mukhsin lebih leluasa menikmati kemaluanqu. Hal itu juga berpengaruh pada kocokan dan kulumanku yg makin intens terhadap ketiga lelaki yg sedang kulayani kemaluannya. Mereka mengerang-ngerang merasakan nikmatnya pelayanan mulutku secara bergantian. Saking sibuknya aqu sampai tak tahu lagi tangan-tangan siapa saja yg tak henti-hentinya menggeraygi buah dadaqu.
Sesudah cukup dgn pemanasan, mereka membaringkan tubuhku di tengah ranjang. Pak Mukhsin langsung mengambil posisi diantara kedua pahaqu siap untuk memasukkan kemaluannya kepadaqu, tanpa ba-bi-bu lagi dia mulai menancapkan miliknya padaqu. Ukurannya sih tak sebesar milik Pak Wiryo, tapi diameternya cukup lebar sesuai bentuk tubuhnya sehingga kemaluanqu terkuak lebar-lebar dan sedikit perih. Nindya mendekatkan kameranya pada daerah itu waktu proses penetrasi yg membuatku merintih-rintih. Pak Mukhsin mulai menghentak-hentakkan pinggulnya, mulanya pelan tapi semakin lama goygannya semakin kencang membuat tubuhku tersentak-sentak. Kawan-kawannya juga tak tinggal diam, mereka menjilati, mengulum, dan menggeraygi sekujur tubuhku. Si Tukino sedang asyik menjilat dan mengeyot buah dadaqu, terkadang dia juga menggigit ujung pentilku. Pak Wiryo menggelikitik telingaqu dgn lidahnya sembari tangannya meremasi buah dadaqu yg satunya. Sementara tangan kananku sedang menyodok kemaluan si Wiryo. Pokoknya bener-bener rame rasanya deh, ya geli, ya nikmat, ya perih, semua bercampur jadi satu. Aqu mengerang-ngerang sembari mengomeli Nindya yg terus merekamku
“Awww.. awas kamu Nin ntar.. aqu.. aahh.. liat aja.. oohh.. ntar!,”
“Yaah, kamu masa kalah sama Indah Ci, dia aja sudah ada bokepnya, sekarang aqu juga mo bikin yg kamu nih,” ujarnya dgn santai
“Hmm.. judulnya apa yah, Citra cewek A*****, wah pasti seru deh!”
Sekarang sampailah aqu pada waktu yg menentukan, tubuhku mengejang hebat sampai menekuk ke atas disusul dgn mengucurnya cairan cintaqu seperti pipis. Si Wiryo juga jadi ikut mengerang kerana genggamanku pada kemaluannya jadi mengencang dan kocokanku makin bersemangat. Pak Mukhsin sendiri belom memperlihatkan tanda-tanda akan klimaks, sekarang dia malah membalikkan tubuhku dalam posisi dogy tanpa melepas kemaluannya. Dia melanjutkan genjotannya dari belakang.
Waktu aqu masih lemas dan kepalaqu tertunduk, tiba-tiba si Tukino menarik rambutku dan kemaluannya sudah mengacung di depan wajahku. Aqupun melaqukan apa yg harus kulaqukan, benda itu kumasukkan dalam mulutku. Kumulai dgn mengitari kepalanya yg seperti jamur itu dgn lidahku, serta menyapukan ujung lidahku di lobang kencingnya, selanjutnya kumasukkan benda itu lebih dalam lagi ke mulut dan kukulum dgn nikmatnya. Tentu saja hal ini membuat si Tukino blingsatan keenakan, kemaluannya ditekan makin dalam sampai menyentuh kerongkonganku, bukan hanya itu dia juga memaju-mundurkan kemaluannya sehingga aqu sedikit kelabakan. Setiap kali Pak Mukhsin menghujamkan kemaluannya kemaluan Tukino semakin masuk ke mulutku sampai wajahku terbenam di selangkangannya, begitupun sebaliknya ketika Tukino menyentakkan kemaluannya di mulutku, kemaluan Pak Mukhsin semakin melesak ke dalamku. Pak Wiryo yg menunggu giliran berlutut di sampingku sembari meremas buah dadaqu yg menggantung. Pak Mukhsin mendekati puncak, dia mencengkam pinggulku erat-erat sembari melenguh nikmat, genjotannya semakin cepat sampai akhirnya menyemburkan cairan putih pekat di rahimku. filmbokepjepang.net
Sesudah Pak Mukhsin mencabut kemaluannya, si Tukino mengambil alih posisinya. Akan tetapi sebelom sempat memulai, si Wiryo menyela:
“Kamu dari bawah aja, masak dari tadi aqu ngerasain tangannya aja sih, aqu pengen ininya nih!,” katanya sembari mencucukkan jarinya ke duburku sehingga aqu menjerit kecil.
Merekapun sepakat, akhirnya aqu menaiki kemaluan si Tukino yg berbaring telentang, benda itu masuk dgn lancarnya kerana kemaluanqu sudah licin oleh cairan kewanitaanku ditambah lagi mani Pak Mukhsin yg banyak itu. Kemudian dari belakang Wiryo mendorong punggungku ke depan sehingga pinggulku terangkat. Aqu merintih-rintih ketika kemaluannya melaqukan penetrasi pada duburku.
“Uuhh.. waduhh.. sempit banget nih lobang!,” desahnya menikmati sempitnya duburku.
Kedua kemaluan ini mulai berpacu keluar-masuk kemaluan dan duburku seperti mesin. Tukino yg berada dibawah menciumi leher depanku dan meninggalkan bekas merah.
“Ooohh.. aahh.. eenngghh,” suara lirih keluar dari mulutku setiap kali kedua kemaluan itu menekan kedua liang senggamaqu dgn kuat.
Disebelahku kulihat Nindya sudah mulai dikerjai Pak Mukhsin dan Wiryo yg sudah tak sabar kerana kemaluannya belom kebagian jatah lobang dari tadi. Nindya terus merekamku meskipun tangan-tangan jahil itu terus menggerayginya, sesekali dia mendesah. Tangan Pak Wiryo menyusup lewat bawah rok Tennisnya dan kaos putihnya sudah disingkap oleh Pak Mukhsin. Dgn cekatan, Pak Mukhsin membuka kait BH-nya menyebabkan BH yg melingkar di dadanya itu jatuh, dan terlihatlah buah dada Nindya yg montok dgn ujung pentil kemerahan yg mencuat. Pak Wiryo langsung melumat yg sebelah kiri sembari tangannya menggosok-gosok kemaluannya dari luar, yg sebelah kiri diremas Pak Mukhsin sembari menciumi lehernya. Ikat rambut Nindya ditariknya hingga rambut indahnya tergerai sampai punggung.
“Aaahh.. jangan sekarang Pak.. sshh,” desah Nindya dgn suara bergetar.
Pak Mukhsin mengambil handycam dari tangan Nindya dan meletakkannya di rak kecil pada ujung ranjang, diaturnya sedemikian rupa supaya alat itu menangkap gambar kita semua. Desahan Nindya makin seru waktu jari-jari Pak Wiryo keluar masuk kemaluannya lewat samping celana dalamnya. Kedua buah dadanya menjadi bulan-bulanan mereka berdua, keduanya dgn gemas meremas, menjilat, mengulum, juga memain-mainkan ujung pentilnya, seperti yg pernah kukatakan, buah dada Nindya memang paling menggemaskan diantara kita berempat. Pak Mukhsin duduk berselonjor dgn bersandar pada ujung ranjang, disuruhnya Nindya melaqukan oral seks. Tanpa disuruh lagi Nindya pun menunduk hingga bokongnya nungging. Digenggamnya kemaluan yg hitam berurat itu, dikocok sejenak lalu dimasukkan ke mulutnya. Dari belakang, Pak Wiryo menarik lepas celana dalamnya, lalu dia sendiri mulai menjilati kemaluan Nindya yg sudah becek, posisi Nindya yg menungging membuatnya sangat leluasa menjelajahi kemaluannya sampai duburnya dgn lidah. Mereka melaqukan oral seks berantai.
Pak Mukhsin memegang handycam dan mengarahkannya pada Nindya yg sedang mengulum kemaluannya, terkadang alat itu juga diarahkan padaqu yg sedang disenggamai Wiryo dan Tukino. Sudah cukup lama aqu bertahan dalam posisi ini, buah dadaqu rasanya panas dan memerah kerana terus dikenyot dan diremas Tukino yg di bawahku, lalu Tukino menarik wajahku, mulut mungilku bertemu mulutnya yg monyong, lidahnya bermain liar dalam mulutku, wajahku juga dijilati sampai basah oleh ludahnya. Si Wiryo yg sedang menyodomiku tangannya bergerilya mengelusi punggung dan bokongku. Mungkin kerana sempitnya, Wiryo orgasme duluan, dia mengerang dan mempercepat genjotannya hingga akhirnya dia melepas kemaluannya lalu buru-buru pindah ke depan untuk menyiramkan spermanya di wajahku. Pak Mukhsin mendekatkan handycam itu waktu sperma Wiryo muncrat membasahi wajahku. Wajahku basah bukan saja oleh keringat, juga oleh ludah Tukino dan sperma Wiryo yg kental dan banyak itu. Si Tukino bilang aqu jadi lebih cantik dan menggairahkan dgn kondisi demikian, maka aqu biarkan saja wajahku belepotan seperti itu, bahkan kujilati cairan yg menempel di pinggiran mulutku.
Lepas dari Wiryo, aqu masih harus bergumul dgn Tukino dalam posisi woman on top. Aqu menggoygkan pinggulku dgn liar diatas kemaluannya, aqu makin terangsang melihat ekspresi kenikmatan di wajahnya, dia meringis dan mengerang, terutama waktu aqu membuat gerakan meliuk yg membuat kemaluannya seolah-olah dipelintir. Kamar ini bertambah gaduh dgn desahan Nindya yg sedang disodoki Pak Wiryo dari belakang, dari depannya Pak Mukhsin menopang tubuhnya sembari menyusu dari buah dadanya. Si Wiryo yg sedang beristirahat diserahi tugas mensyuting adegan kita dgn handycam itu. Gila memang, kalo dilihat sekilas seperti sedang terjadi perkosaan massal di kontrakan ini, kerana kalo dilihat dari fisik, mereka kasar dan hitam, selain itu mereka hanya kuli bangunan. Sedangkan tubuh kita terawat dan putih mulus bak pualam dgn wajah yg sedap dipandang kerana kita dari golongan borju dan terpelajar. Pasti mereka ibarat kejatuhan bintang berkesempatan menikmati tubuh mulus kita.
Tak sampai 10 menit sesudah Wiryo melepaskanku, tubuhku pun mulai mengejang dan kugoygkan tubuhku lebih gencar. Akhirnya aqupun kembali mencapai orgasme bersamaan dgn Tukino. Tubuhku ambruk telentang, si Tukino menyiramkan spermanya bukan hanya di wajahku, tapi juga di leher dan dadaqu.
“Hei.. sialan lu, aqu belom ngentot sama tuh cewek, udah lu mandiin pakai peju lu,” tegur Pak Wiryo yg sedang menggenjot Nindya dalam logat daerah yg kental.
“Huehehe.. tenang dong bos, suruh aja si non ini yg bersihin,” jawab Tukino sembari menarik kepala Nindya mendekati wajahku,
“Ayo non, minum tuh peju!”
Tanpa merasa jijik, Nindya yg sudah setengah sadar itu mulai menjilati wajahku yg basah, lidahnya terus menyapu cairan putih itu hingga mulut kita bertemu. Beberapa waktu kita berpagutan lalu lidah Nindya merambat turun lagi, ke leher dan buah dada, selain menjilati ceceran spema, dia juga mengulum buah dadaqu, ujung pentilku digigitnya pelan dan diemut. Sebuah tangan lain mendarat di buah dadaqu yg satu. Aqu melihat si Sato sudah berlutut di sebelahku mengarahkan handycam ke arah kita.
Aqu merasakan kedua pahaqu dibuka, lalu kemaluanku yg sudah basah dilap dgn tisu. Si Tukino sudah memposisikan kepalanya diantara pangkal pahaqu dan lidahnya mulai menjilati pahaqu. Diperlaqukan demikian aqu jadi kegelian sehingga paha mulusku makin mengapit kepala si Tukino. Lidahnya semakin mengarah ke kemaluanqu dan badanku menggeliat diiringi desahan ketika lidahnya yg basah itu bersentuhan dgn mulut kemaluanqu lalu menyapunya dgn jilatan panjang menyusuri belahannya. Lidah itu juga memasuki kemaluanqu lebih dalam lagi menyentuh klitorisku. Ooohh.. aqu serasa terbang tinggi dgn perlaquan mereka, belom lagi si Wiryo yg terus memilin-milin ujung pentilku dan Nindya yg menjilati tubuhku. Dalam waktu singkat selangkanganku mulai basah lagi. Tukino mengisap kemaluanqu dalam-dalam sehingga mulutnya terlihat semakin monyong saja, sesekali dia mengapitkan klitorisku dgn mulutnya. Aqu mengerang keras, kakiku mengapit erat kepalanya melampiaskan perasaan yg tak terlukiskan itu.
Aqu mendengar Pak Wiryo menjerit tertahan, tubuhnya mengejang dan genjotannya terhadap Nindya makin kencang, ranjang ini semakin bergetar kerananya. Nindya sendiri tak kalah serunya, dia menjerit-jerit seperti hewan mau disembelih kerana buah dadanya yg montok itu digeraygi dgn brutal oleh Pak Wiryo, selain itu sedikitnya dia pun sudah mau orgasme. Akhirnya jeritan panjang mereka membahana di kamar ini, mereka mengejang hebat selama beberapa waktu. Keringat di wajah Nindya menetes-netes di dada dan perutku dan dia jatuhkan kepalanya di perutku sesudah Pak Wiryo melepasnya. Pak Mukhsin yg menunggu giliran mencicipi Nindya langsung meraih tubuhnya yg masih lemas itu dan dinaikkan ke pangkuannya dgn posisi membelakangi. Tangannya yg kekar itu membentangkan lebar-lebar paha Nindya dan menurunkannya hingga kemaluan yg terarah ke kemaluan Nindya tertancap. Kemaluan itu melesak masuk disertai lelehan sperma Pak Wiryo yg tertampung di rongga itu. Sejenak kemudian tubuh Nindya sudah naik turun di pangkuan Pak Mukhsin.
Puas menjilati kemaluanqu, sekarang si Tukino membalik tubuhku dalam posisi doggy. Kemaluannya diarahkan ke kemaluanqu dan dgn sekali hentakkan masuklah kemaluan itu ke dalamku. Tukino memompakan kemaluannya padaqu dgn cepat sekali sampai aqu kesulitan mengambil nafas, kenikmatan yg luar biasa ini kuekspresikan dgn erangan dan geliat tubuhku. Kemudian Pak Wiryo yg sudah pulih menarik kepalaqu yg tertunduk lantas menjejali mulutku dgn kemaluannya. Jadilah aqu disenggamai dari dua arah, selain itu buah dadaqu pun tak lepas dari tangan-tangan kasar mereka, ujung pentilku dipencet, ditarik, dan dipelintir. Selama 15 menit diigempur dari belakang-depan akhirnya aqu tak tahan lagi, lolongan panjang keluar dari mulutku bersamaan dgn Nindya yg juga sudah orgasme di pangkuan Pak Mukhsin, tak sampai 5 menit Tukino juga menyemburkan mNindyaya di dalam rahimku.
Pak Wiryo menggantikan posisi Tukino, aqu dibaringkan menyamping dan diangkatnya kaki kananku ke bahunya. Dia mendorong kemaluannya ke kemaluanqu, oucchh.. rasanya sedikit nyeri kerana ukurannya yg besar itu aqu sampai merintih dan meremas kain sprei, padahal itu belom masuk sepenuhnya. Beberapa kali dia melaqukan gerakan tarik-dorong untuk melicinkan jalan masuk bagi kemaluannya, hingga dorongan yg kesekian kali akhirnya benda itu masuk seluruhnya.
“Aakkhh.. sakit Pak.. aduh,” aqu mengerang kesakitan kerana dia melaqukannya dgn sedikit paksa.
Dia berhenti sejenak untuk membiarkanku beradaptasi, baru kemudian dia mulai menggenjotku, frekuensinya terasa semakin meningkat sedikit demi sedikit. Urat-urat kemaluannya terasa sekali bergesekan dgn dinding kemaluanqu. Aqu dibuatnya mengerang-ngerang tak karuan, mataqu menatap kosong ke arah handycam yg sekarang sudah berpindah ke tangan Pak Mukhsin.
Nindya sekarang sedang digumuli oleh Wiryo dalam posisi yg sama dan saling berhadapan dgnku. Kuraih tangannya sehingga telapak tangan kita saling genggam. Kucoba berbicara dgnnya dgn nafas tersenggal-senggal,
“Ahh.. Nin, yg ini.. ngghh.. gede.. amat”
“Iyah.. yg ini juga.. ahh.. gila.. nyodoknya mantap!” jawabnya
Kemudian aqu merasa sebuah lidah menggelitik telingaqu, ternyata itu si Tukino, tangannya tak tinggal diam ikut bergerilya di buah dadaqu. Rambut kudukku merinding ketika lidahnya menyapu telak tenguk dan belakang telingaqu yg cukup sensitif. Pak Wiryo menyodokku demikian keras sembari tangannya meremasi bokongku, untung saja aqu sudah terbiasa dgn permainan kasar seperti ini, kalo tak tentu aqu sudah pingsan sejak tadi.
Tiba-tiba Nindya mendesah lebih panjang dan menggenggam tanganku lebih erat, tubuhnya bergetar hebat, nampaknya dia mau orgasme.
“Iyah.. terus mas.. ahh.. ahh.. Ci.. gw keluar.. akkhh!” desahnya bersamaan dgn tubuhnya menegang selama beberapa waktu lalu melemas kembali.
Ternyata Sapto masih belom selesai dgn Nindya, sekarang dia telentangkan tubuhnya, kaos Tennisnya yg tersingkap dilepaskan dan dilemparnya, maka yg tersisa di tubuh Nindya tinggal rok Tennis yg mini, seuntai kalung di lehernya, dan sebuah arloji ‘Guess’ di lengannya. Kemudian dia menaiki dada Nindya dan menyelipkan kemaluannya diantara kedua gunung itu dan menyodoknya dgn himpitan daging kenyal itu. Tak lama spermanya berhamburan ke wajah dan dada Nindya, lalu Wiryo mengusap sperma di dadanya sampai merata sehingga buah dada Nindya jadi basah dan berkilauan oleh sperma. Si Tukino yg sebelomnya menggeraygiku sekarang sudah pindah ke selangkangan Nindya dimana dia memasukkan dua jari untuk mengobok-obok kemaluannya dan mengelus-elus paha dan bokongnya.
Aqu tinggal melayani Pak Wiryo seorang saja, tapi tenaganya seperti tiga orang, bagaimana tak sudah tiga kali aqu dgn dia ganti posisi tapi masih saja belom menunjukkan tanda-tanda sudahan, padahal badanku sudah basah kuyup baik oleh keringat maupun sperma, suaraqu juga sudah mau habis untuk mengerang. Sekarang dia sedang genjot aqu dgn posisi selangkangan terangkat ke atas dan dia menyodokiku dari atas dgn setengah berdiri. Belasan menit dalam posisi ini barulah dia mencabut kemaluannya dan badanku langsung ambruk ke ranjang. Belom sempat aqu mengatur nafas, dia sudah menempelkan kemaluannya ke mulutku dan menyuruhku membuka mulut, cairan putih kental langsung menyembur ke wajahku, tapi kerana semprotannya kuat cairan itu bukan hanya muncrat ke mulut, tapi juga hidung, pipi, dan sekujur wajahku. Yg masuk mulut langsung kutelan supaya tak terlalu berasa kerana baunya cukup menyengat.
Nindya masih sibuk menggoyg-goygkan tubuhnya diatas kemaluan Tukino, kedua tangannya menggenggam kemaluan Pak Mukhsin dan Wiryo yg masing-masing berdiri di sebelah kiri dan kanannya. Secara bergantian dia menyodok dan menjilati kemaluan-kemaluan di genggamannya itu. Kedua lelaki itu dalam waktu hampir bersamaan menyemburkan spermanya ke tubuh Nindya. Seperti shower, cairan putih itu menyemprot dgn derasnya membasahi muka, rambut, leher dan dada Nindya. Mereka nampak puas sekali melihat keadaan kawanku seperti itu, Pak Mukhsin yg memegang handycam mendekatkan benda itu ke arahnya.
“Mandi peju, tengah malam.. aahh..!” demikian senandung Pak Wiryo menirukan irama sebuah lagu dangdut waktu mengomentari adegan itu.
Sesudah orang terakhir yaitu si Tukino orgasme, kita semua terbaring di ranjang spring bed itu. Kamar ini hening sejenak, yg terdengar hanya deru nafas terengah-engah. Nindya telentang di atas badan Tukino, wajahnya nampak lelah dgn tubuh bersimbah peluh dan sperma, akan tetapi tangannya masih dapat menggosok-gosokkan sperma di tubuhnya serta menjilati yg menempel di jarinya.
 Pak Wiryo yg pulih paling awal, melepaskan dekapannya padaqu dan berjalan ke kamar mandi, sebentar saja dia sudah keluar dgn muka basah lalu memunguti bajunya. Ketika kuli lainnya pun mulai beres-beres untuk pulang. Mereka mengomentari bahwa kita hebat dan berterima kasih diberi kesempatan menikmati ‘hidangan’ seperti ini dgn gratis. Nindya memakai kembali bajunya untuk mengantar mereka ke pintu gerbang. Mereka berpamitan padaqu dgn mencium atau meremas organ-organ kewanitaanku. Nindya baru kembali ke sini 15 menit kemudian kerana katanya dia diperkosa lagi di taman sebelom mereka pulang. Terpaksa deh aqu harus mandi lagi, habis badanku jadi keringatan dan lengket lagi sih. Kita berendam bersama di bathtub Nindya yg indah sembari menonton ‘film saru yg kita bintangi sendiri melalui handycam itu. Lumayan juga hasilnya meskipun kadang gambarnya goyg kerana yg men-syuting ikut berpartisipasi. Rekaman itu kita transfer menjadi VCD hanya untuk koleksi pribadi geng kita. Kita sempat beradegan sesama wanita sebentar di bathtub kerana terangsang dgn rekaman itu.
 Malam itu aqu menginap di kontrakan Nindya kerana sudah kemalaman dan juga lelah. Kita terlebih dulu mengganti sprei yg bekas bersenggama itu dgn yg baru supaya enak tidur. Pagi harinya sesudah sarapan dan pamitan pada mamanya Nindya, kita menuju ke halaman depan dan naik ke kendaraan. Di sana kita berpapasan dgn keempat tukang bangunan yg senyum-senyum ke arah kita, kita pun membalas tersenyum, lalu Nindya mulai menjalankan kendaraan. Kita keluar dari kontrakannya dgn kenangan gila dan mengasyikkan. Beberapa hari ke depan sampai pembangunan selesai, mereka beberapa kali memperkosa Nindya kalo ada waktu dan kesempatan, kadang kalo sedang tak mood Nindya keluar kontrakan sampai jam kerja mereka berakhir
TAMAT

Related posts