Veri harapan baruku – 1
Veri harapan baruku – 1
Semenjak kita bertemu, dunia dipenuhi keajaiban
Terima kasih pada Tuhan yang telah mempertemukan kita
Beribu-ribu kebahagiaan dan rasa cinta
Semua terajut dan teranyam dalam memori indah
Semenjak kita bertemu, dunia nampak sangat indah
Terima kasih pada nasib yang telah menyatukan kita
Bersama kita menjelajahi dunia dan mencari arti cinta
Waktu berlalu, dipenuhi kenangan-kenangan indah
Walau laut mengering dan gunung-gunung roboh
Walau langit runtuh dan bumi terbelah
Kita akan tetap bersama, bergandengan tangan
Cinta kita tumbuh tiap hari, semoga tanpa halangan
Bersama, menyaksikan matahari terbenam di ufuk barat
Bersama, bernyanyi di bawah terang bulan
Bersama, menjalin kasih dan cinta
Semoga aku dapat di sisimu dan mencintaimu selamanya..
*****
Aku kembali ditinggal oleh pria yang kucintai; hatiku kosong dan hampa. Di saat itulah, Veri melangkah masuk. Takdir memang aneh. Saya sudah mengenal Veri sejak beberapa bulan yang lalu, tapi saya tidak mengontaknya karena saat itu saya sedang menjalin hubungan dengan mantanku yang ke-4. Saat aan, mantanku yang ke-5, mencampakkanku, aku merasa sangat sedih dan berputus asa. Bahkan dulu saya hampir saja bunuh diri..
Entah kenapa, di malam saat akan terbang ke Arab, saya merasa sangat membutuhkan seseorang. Dan orang yang lewat di benakku adalah Veri! Berbekal nomor HP-nya, kutelepon dia. Untunglah, Veri masih mengenalku. Kami dulu memang saling mengenal tapi belum pernah bertemu, maka saat itulah kami memutuskan untuk bertemu.
Pertemuan kami terjadi beberapa hari setelah saya menghubunginya. Tepatnya hari Selasa tanggal 21 September 2004, sore hari. Tanggal 21 kebetulan merupakan tanggal ulang tahunku; aku bertemu dengannya tepat 8 bulan setelah hari ulang tahunku. Dengan mengendarai mobilnya, Veri datang ke rumahku. Saya berdiri di depan jalan, menunggunya.
Jujur, saya merasa seperti orang bodoh karena saya tidak tahu kapan dia akan datang dan mobil mana yang merupakan mobilnya. Tapi untunglah, semenit kemudian, sebuah mobil model minibus warna biru tua datang menghampiri. Seorang pria memberi tanda arah padaku. Kuikuti saja mobil itu masuk ke dalam gang rumahku, tapi masih takut kalau saya salah mengenali orang. Untung saja klakson lalu berbunyi. Yakinlah saya bahwa itu Veri.
Agak gugup, saya masuk dan naik ke dalam mobilnya. Kami bersalaman. Veri nampak ganteng dan berwibawa dengan kemeja birunya. Senyumannya mengembang dan membuatku langsung jatuh hati. Kami singgah di rumahku sebentar. Veri tidak canggung saat bertemu orangtuaku, bahkan bisa ngobrol akrab. Saat kami hanya berduaan saja, Veri merengkuhku.
Dengan penuh gairah, bibirnya menciumku bibirku. Aku menerima dan membalas ciumannya. Rasanya sangat nikmat. Aku sangat merindukannya karena pria terakhir yang menciumku adalah aan dan saat itu sudah sebulan lamanya saya tidak menerima kasih sayang dari seorang pria dalam bentuk ciuman, belaian, dan pelukan. Maka saat Veri mencumbuku, aku luluh dan lumer di dalam pelukan Veri.
Usai berciuman, kami duduk berdekatan, saling memeluk dan meraba. Saat itulah saya bertanya apakah Veri berniat mencari seorang kekasih ataukah dia hanya mau mencari teman seks saja. Dengan lembut, Veri menjawab bahwa dia sedang mencari kekasih, tapi dia belum bisa memastikan karena dia belum mengenalku. Aku agak kecewa tapi aku mengerti. Kami kembali bercumbu. Ah, alangkah aku sangat merindukan belaian seorang lelaki.
Veri mengingatkanku pada Aan. Mereka sama-sama Muslim dan pribumi, berumur 30 tahun, mempunyai model badan yang sama (dada lebar padat tapi perut agak gempal), bahkan berat badan mereka dan suara mereka nyaris sama! Veri nampak seolah-olah adalah ‘kembaran aan’. Dan mereka sama-sama tampan, meskipun masing-masing memiliki ketampanan khas masing-masing. Tapi alasanku menyukai Veri bukan karena dia adalah ‘kembaran aan’. Tapi karena saya membutuhkan kasih sayang dan Veri nampak ingin membaginya denganku.
Karena rumahku ramai, kami memutuskan untuk memadu kasih di luar saja. Sepanjang perjalanan, tak tahu hendak ke mana, kami berbincang-bincang. Veri menyebutkan bahwa mungkin kelak dia akan menikahi seorang wanita. Hatiku agak perih saat mendengarnya. Aku takut, kisah cinta tragisku dengan aan akan terulang kembali dengan Veri. Namun Veri telah mencuri hatiku; aku tak kuasa menolaknya.
Bagaikan ngengat yang tertarik ke arah api, aku membiarkan diriku jatuh cinta padanya. Aku sadar bahwa kelak nanti aku mungkin akan terluka karena terbakar api cintaku; sama seperti yang kualami dengan aan. Tapi dalam hati aku berharap dan berdoa semoga kisah cintaku dengan Veri tidak akan berakhir tragis seperti kisah-kisah cintaku yang lain.
“Aku suka ama kamu,” kata Veri tiba-tiba. Nada bicaranya kalem dan menghanyutkan. Matanya tetap tertuju ke depan, mengendarai mobilnya. Tapi saat ada kesempatan, Veri akan memalingkan wajahnya ke arahku dan menatapku dengan penuh cinta.
“Kamu lembut,” sambungnya.
“Kamu spesial dan aku sangat menyukaimu.”
Wajahku memerah seperti lobster rebus. Baru kali ini, ada seorang pria yang mampu meluluhkanku dengan kata-kata. Hanya pria romantis saja yang dapat berlaku demikian, dan aku sangat menyukainya. Veri hanya tersenyum saja melihatku salah tingkah. Tapi kubalas pujiannya dengan mengembangkan senyumku yang terindah. Berbeda dengan para mantanku, Veri tidak canggung mengekspresikan rasa sukanya dengan kata-kata dan perbuatan. Aku suka dia.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku, saya merasa sangat dimanja. Aku merasa seolah-olah menjadi bintang utama dalam sebuah film percintaan gay. Dengan penuh kasih sayang, Veri memintaku untuk bersandar di pundaknya. Mulanya saya ragu karena takut mengganggu (ingat, Veri sedang menyetir), tapi dia memaksa. Maka tanpa membantah, kusandarkan kepalaku di bahunya. Meskipun Veri tidak bisa membalas dengan belaian tangan, bagiku sudah cukup. Rasanya sungguh sangat menyenangkan.
Saat itu, entah kenapa, saya malah mau menangis. Kurasa, saya terlalu bahagia. Tapi nampaknya Veri tidak sempat melihat mataku yang agak berkaca-kaca. Kami tidak peduli bila orang-orang di luar mobil melihat kelakuan gay kami. Yang kami tahu, dunia hanya milik kami berdua saja; yang lain cuma ngontrak. Sepanjang perjalanan, saya berkhayal tentang kehidupan masa depanku bersama Veri. Ah, alangkah bahagianya diriku bila hal itu dapat terwujud. Tanpa terasa, akhirnya perjalanan berhenti di pantai Ancol.
“Tinggalkan saja kacamatamu di mobil. Kamu lebih manis tanpa kacamata,” kata Veri.
“Tapi nanti aku buta. Kalau aku menabrak sesuatu, bagaimana?” sahutku, tersenyum manis padanya.
“Gak apa-apa. Nanti kubimbing,” balasnya. Senyumannya manis sekali, tidak dapat kutolak.
Turun dari mobil, kulepas kacamataku sebentar. Veri menghampiriku dan kemudian melingkarkan tangannya di pinggangku. Oh, bahagianya. Baru kali ini saya diperlakukan istimewa oleh seorang pria! Dia membimbingku melewati hamparan pasir. Tangannya yang kokoh tetap terlilit di pinggangku. Bunyi deburan ombak terdengar sayup-sayup dari kejauhan.
“Kita ke toilet sebentar yuk,” ajaknya.
“Mau kencing”.
Toilet pantai Ancol kecil dan bersih, tapi dipungut biaya pakai. Di sanalah untuk pertama kalinya saya melihat batang kejantanan Veri. Untung saat itu sepi sehingga kami bisa leluasa kencing. Batang Veri masih setengah tertidur, namun tetap terlihat gagah. Sambil mengosongkan kandung kemihku, saya terus-menerus menatap alat kelamin Veri. Dan Veri pun demikian. Ingin rasanya saya berjongkok dan langsung melumat penisnya. Veri hanya tersenyum penuh arti.
Suasana pantai di malam hari memang gelap. Aku sama sekali tidak dapat melihat laut. Di sisi pantai, nampak banyak pasangan heteroseksual sedang bercengkerama. Mungkin Veri dan saya adalah satu-satunya pasangan homoseksual di sana. Kebetulan ada toko makanan di dekat pantai. Veri pun memesan Green Sands dan susu soda. Selama beberapa saat, kami duduk santai di sana, membicarakan banyak hal. Kami hanya minum dan saling memandang.
Mukaku kembali memerah. Baru kali ini ada pria yang benar-benar menyukaiku apa adanya, fisik dan mental. Diam-diam, saya menjadi semakin jatuh cinta kepadanya. Veri suka sekali merokok. Seperti lokomotif, dia mengepulkan asap dari mulut dan hidungnya. Sesekali, saat tak ada yang memperhatikan kami, Veri menciumku. Saya sangat menyukainya. Suasana pun sangat mendukung, sangat romantis.
“Kita ke mobil, yuk,” katanya tiba-tiba.
“Biar lebih enak.”
Aku tahu apa yang ada di pikirannya. Buru-buru, aku bangkit mengikutinya. Sebuah tonjolan besar menggembungkan bagian depan celana panjangku. Ingin sekali saya bercinta dengannya. Saat berada kembali di dalam mobil, Veri memegang tanganku dan memindahkannya ke atas tonjolan celananya. Astaga, keras sekali ereksinya. Kuremas-remas penisnya sambil tersenyum mesum. Aku ingin sekali bercinta dengannya, melanjutkan hidupku dan melupakakan aan. Untuk sesaat, aku hanyut di dalam mata Veri yang penuh cinta. Saya merasa sangat tenang, dan disayangi. Perasaan itu sungguh sangat indah..
Kami berkendara menuju tanah lapang di pojok area Ancol. Di sisi kiri dan kanan terlihat mobil-mobil berparkiran. Menurut Veri, di tempat inilah para pasangan asyik bermesraan di dalam mobil. Saya memang pernah mendengarnya tapi saya tidak menyangka akan mendapat kesempatan untuk mencobanya. Mobil kami, bergoyang-goyang melewati tanah yang tak rata, berjalan perlahan mencari tempat kosong.
Saat mobil Veri sudah terparkir, Veri bergegas pindah ke bangku belakang. Dengan cekatan, celana panjangnya diperosotkan ke bawah. Penisnya yang indah itu kembali dikeluarkan, membuatku kehabisan napas. Veri memberiku tanda untuk menghampirinya. Tanpa menolak, saya langsung pindah dan duduk di sampingnya. Celana panjang dan celana dalamku kulepaskannya, berikut sepatuku. Hawa AC mobil Veri yang memang agak dingin membuat sekujur tubuhku merinding karena kedinginan. Putingku agak mengeras akibat rasa dingin itu. Tapi pada saat yang sama, saya sedang kepanasan karena nafsu.
“Hisap batangku,” kata Veri sambil meraih kepalaku.
Maka untuk pertama kalinya, saya menghisap batang kejantanan Veri. Mulutku membungkus kontolnya dan air liurku membasahi permukaan kepala kontolnya yang sangat sensitif. Dan aku mulai menghisap, menjilat, menyedot. Kukerahkan semua kemampuan oral seks-ku agar Veri merasa puas.
“Hhoohh.. Aahh.. Oohh..” Veri mendesah-desah, tangannya meraba-raba punggungku.
Usahaku dihadiahi dengan cairan precum yang melelh kelaur dari lubang kencing Veri. Dengan rakus, kujilat habis semuanya. Mm.. Nikmat sekali. Air liurku terus membasahi kontol Veri, sebagian mengalir turun membasahi pangkal kontolnya yang rimbun dengan rambut kemaluan. Mulutku terus-menerus menghisap batang itu. SLURP! SLURP!
Veri menyetir kepalaku dan membawanya ke sepasang bola pelernya yang nampak menggiurkan. Kujilat-jilat sepasang bola itu sambil meraba-raba tubuh Veri. Ah, semua bagian tubuhnya terasa nikmat dan enak. Bola peler itu mulai mengkilat karena air liurku. Veri mengurut-ngurut bolanya sambil mendesah nikmat. Tanpa disuruh, aku kembali menyedot kontolnya. SLURP! SLURP! SLURP!
Bersambung . . . . .,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,