Cerita Sex SPG Terbaru Pesta Seks Dikantor
Namaku Devi, seorang gadis biasa berdarah Chinese, kisah ini terjadi enam tahun yang lalu ketika usiaku 22 tahun, saat itu aku bekerja sebagai seorang staff accounting di sebuah dealer mobil yang cukup besar di ibukota. Beberapa hari terakhir ini, karena sudah mau tutup buku, aku sebagai staff accounting kerap kali harus bekerja lembur sore hari hingga sampai malam. Dalam satu minggu ini saja, aku sudah lembur selama 3 hari.
Capek sih harus kuakui, tapi ada hikmahnya juga, lembur lebih baik dibandingkan harus terkena macet di jalan yang menjadi masalah kronis di Jakarta. Jadi daripada waktu terbuang karena macet di jalanan, mendingan kerja lembur bisa dapat tambahan uang belanja, betul kan? Hari itu menjelang jam tujuh malam, daftar transaksi dan bon-bon yang harus kususun ke dalam pembukuan masih lumayan banyak dan ini terus terang sangat membuat pusing, sedikit saja kesalahan kita harus mengulang dari awal dan aku tidak ingin itu terjadi sehingga harus melakukannya seteliti mungkiin. Suasana kantor sudah mulai sepi karena para staff kantor dan karyawan sudah mulai meninggalkan tempatnya masing-masing. Hal ini sudah biasa bagiku dan tidak menjadi sesuatu yang istimewa sehingga aku cuma menyahut kecil saat satu-demi satu rekan-rekanku pamitan mau pulang duluan. Kadang sebagai selingan kalau sudah benar-benar suntuk, aku membuka sejenak situs kisah-kisah erotis seperti kisahbebe, semprot atau duniasex. Aku mulai terangsang saat membaca kisah-kisah seru yang membuat darah berdesir. Sejenak aku melayang pada fantasi liar yang selalu mengobsesiku.
Aku memang sudah tiga bulan ini single setelah putus dengan boyfriendku yang ketahuan menduakanku. Aku baru kembali dari toilet untuk buang air kecil, ketika hendak kembali ke cubicalku melewati ruangannya Pak Hendro, direktur bagian pemasaran,sekonyong-konyong aku mendengar ada suara seperti orang terengah-engah. Didorong rasa penasaran akhirnya kutelusuri asal suara itu, kudekati ruang Pak Hendro, jendelanya sudah tertutup oleh tirai. Suara itu makin jelas terdengar, aku tahu suara apa itu, itu suara orang main seks, ya suara pria dan wanita berbaur dalam desahan nikmat. Pintu ruangan itu tertutup rapat, namun aku iseng membuka pelan-pelan pintu itu dan tanpa kuduga, tidak dikunci, pintu itu terbuka dan membuat sedikit celah. Aku tercekat melihat live show panas di dalam yang diperankan oleh Pak Hendro dan Eva, salah satu staffnya di bagian marketing. Aku sebenarnya risih menyaksikan adegan mesum itu, tapi rasa penasaran dan horny mendorongku untuk terus menyaksikan perselingkuhan yang dilakukan oleh dua orang rekan kerjaku itu. Maka dengan ekstra hati-hati agar tidak menimbulkan suara aku memperjelas pandanganku. Seluruh pakaian Eva sudah terlepas dan berceceran di lantai menampakkan tubuhnya yang sintal menggoda, sementara Pak Hendro cuma melepas celananya saja. Ia berpegangan pada kedua belah paha Eva yang terbaring pasrah di atas meja kerja pria itu sambil menghela pinggulnya menyodoki vagina Eva yang baru saja menikah dua bulan lalu. Tangan kiri Pak Hendro meraih payudara Eva dan mulai meremas dan memilin-milin puting susunya. Sambil menikmati genjotan atasannya, Eva menggigiti telapak tangannya sendiri agar desahannya tertahan dan tidak terlalu ribut.
”Euhh… euhh…mmmmhh Pak” rintihan bergairah Eva terus menerus keluar dari mulut manisnya, terkadang pelan dan terkadang tanpa disadarinya keluar cukup keras.
Sementara pinggul Pak Hendro terus bergerak makin cepat maju-mundur membombardir liang kenikmatan Eva, diselingi dengan gerakan memutar hingga penisnya mengaduk-aduk vagina bawahannya itu. Kulihat mata Pak Hendro terbeliak-beliak menahan nikmat. Mulutnya menyeringai dan kadang juga meringis dengan erangan pelan.
”Ohh… legit Va…memekmu sedap banget…” begitu ceracau Pak Hendro.
Mereka begitu larutnya dalam hawa nafsu sampai tak sadar sedang kuintip. Sungguh, adegan ini benar-benar menyajikan pemandangan yang sangat membangkitkan birahiku. Betapa mengairahkannya percintaan mereka di atas meja kerja itu. Secara tak sadar aku meremas payudara kiriku, ooohhh…nikmatnya….Mereka semakin liar, gerakan dan desahan mereka semakin tak teratur, meja kerja Pak Hendro juga ikut bergetar, bahkan beberapa alat tulis jatuh tersenggol oleh Eva
”Ouh… yah… ouh… emhh… ohh…” tubuh Eva menggeliat dengan mulut ternganga menahan deraan nikmat yang datang melanda tubuh sintalnya, napasnya ngos-ngosan, sementara keringat sudah membasahi sekujur tubuhnya.
Pak Hendro juga tidak jauh beda, malah kini terlihat semakin cepat dan keras, pinggulnya terus menghentak vagina Eva.
”Ohs… ehs… ehh…” dengusan pria setengah baya itu membuat tubuh Eva terlonjak-lonjak menerima sensasi nikmat yang teramat sangat, sambil kedua tangan pria itu meremasi buah dada Eva yang semakin membulat indah.
”Ouh… auw… Pak…terussshhh” racau Eva semakin nyaring.
“Ganti gaya yah Va, biar nyodoknya lebih kerasa” kata Pak Hendro menghentikan tusukannya, Eva mengangguk lemas
Pak Hendro meminta Eva turun dari meja dan membalikkan badannya hingga memunggungi, ia lalu meminta Eva untuk menungging sementara ia berdiri tanpa mencopot batang penisnya. Sebentar kemudian, Pak Hendro kembali mendorong pantatnya dengan keras dan cepat ke pantat Eva sambil tangannya memegangi kedua sisi pinggul Eva yang bulat padat itu
”Ouh… ouh… ohh…” mereka pun melenguh secara bersamaan.
Tumbukan antara selangkangan mereka yang telah basah berkeringat menimbulkan suara yang khas, plok… plok… plok… dengan ditimpali oleh suara erangan dan lenguhan nikmat dari mereka berdua. Gerakan Pak Hendro mulai cepat tak teratur dengan disertai kejang-kejang kecil. Demikian pula pinggul Eva yang bergerak-gerak liar sehingga bunyi benturan alat kelamin mereka semakin terdengar jelas.
”Ayo, Pak… ayo semprot… di dalem juga ga apa-apa…ahhh!!” ceracau Eva dengan suara bergetar, “hamil dari bapak juga gapapa!”
Wew, gila juga si Eva ini, di balik penampilan sehari-harinya yang sopan itu ternyata ia memendam gairah yang tinggi, apakah suaminya kurang dapat memuaskannya atau bagaimana sampai ia seperti ini? ah sudahlah, bukan urusanku juga. Dan akhirnya, secara bersamaan mereka menjerit dan melenguh keras
”Aaakhhh…” erang Eva
“Ooohh…yahhh!!” dengus nafas Pak Hendro yang dilanjutkan dengan menghisap leher belakang Eva.
Tubuh mereka mengejang selama beberapa saat. Mereka tengah mengalami fase orgasme yang sangat dahsyat. Setelah gelombang tersebut reda, keduanya terduduk lemas di sofa dekat situ. Mereka terdiam selama beberapa menit, tidak bergerak sama sekali, seperti berusaha menikmati sisa-sisa orgasme hebat yang masih melanda.
”Wuih, thanks banget Va…rasanya seger lagi setelah seharian kerja!” kata Pak Hendro sambil mengecup bibir tipis bawahannya.
”Hihi…saya juga puas banget kok Pak” balas Eva sambil tersenyum lembut.
Agaknya ini saatnya aku harus segera cabut dari situ sebelum ketahuan mereka. Dengan hati-hati aku menutup kembali pintu dan berjinjit meninggalkan tempat itu. Aku kembali ke cubicalku untuk meneruskan pekerjaanku, namun bagaimanapun aku tidak bisa berkonsentrasi dengan baik lagi karena masih terbayang-bayang kejadian di ruang Pak Hendro tadi, selangkanganku terasa sangat basah.
“Devi…Devi…come on, you must finish this one!” aku menyemangati diriku sendiri sambil meminum kopi dari gelasku.
Susah payah aku menghimpun lagi konsentrasiku dan mulai kembali memasuki dunia angka-angka pada daftar rekap di meja kerjaku. Sepuluh menit kemudian, saat aku sedang fokus mencocokkan…
“Dev…lembur lu? Udah ga ada siapa-siapa lagi loh” terdengar suara Eva menyapaku.
“Sibuk banget ya Dev? Masih banyak?” tanya Pak Hendro yang keluar bersamanya
“Ehh…Iya, udah ga terlalu banyak makanya nanggung nih, biar cepet beres juga jadi lega” aku tergagap menjawab mereka.
Ada rasa khawatir kalau-kalau mereka tahu aku barusan mengintip mereka.
“Oke deh, kalau gitu kita pulang duluan ya Dev… sampe besok ya!” sahut Eva
“Iya, good luck ya…ati-ati di jalan nanti, udah malam” timpal Pak Hendro
Aku tersenyum dan mengangguk, “Titi DJ yah…” kataku seraya melambai.
Sikap mereka sedikit melegakanku, karena kekhawatiranku kalau mereka tahu aku mengintip sepertinya tidak terjadi. Mereka berdua langsung keluar ruangan. Kini di kantor hanya tinggal aku yang masih harus menyelesaikan pekerjaanku. Aku mulai agak semangat lagi setelah meminum segelas kopi . Tak lama kemudian…yess…selesai sudah bagian akhir dari tugas yang sangat melelahkan ini. Gembira hatiku melihat hasil rekapku, kuperiksa lagi dan semua tepat, tidak ada kesalahan lagi kurasa. Hanya saja hari sudah merambat ke malam, jam dinding menunjukkan pukul 20.14, langit telah gelap di luar sana, penerangan di kantor pun sudah dikurangi. Saking larutnya dalam pekerjaan aku sampai tidak lagi memikirkan cerita-cerita seram di kantor.
Aaahhh…leganya, aku menggeliatkan tubuh setelah merapikan dokumen dan barang-barangku di meja kerja. Rasanya perlu hiburan setelah menyelesaikan pekerjaan melelahkan ini. Dulu ketika masih in relationship dengan si dia, kami biasanya bercinta habis-habisan, tapi sekali lagi itu dulu…dia sudah tidak lagi di hatiku, dan aku sedang berusaha menghilangkan semua kenangan dengannya. Kumatikan komputer lalu bangkit berdiri, setelah mengecek tidak ada yang tertinggal, aku pun menuju ke locker room. Kubuka lockerku dan kuletakkan folder berisi dokumen lalu aku mulai membereskan tas jinjingku. Saat itu tiba-tiba krreeeeekkk….pintu di ujung ruangan ini membuka, membuatku kaget apalagi suasananya begitu sepi tinggal aku sendirian.
“Hhhsshhh….Bapak…bikin kaget aja!” kataku menghela nafas setelah melihat yang masuk ternyata Pak Oskar, si satpam kantor.
“Ohh…hehe…maaf Non, gak bermaksud ngagetin, cuma patroli aja!” kata pria Ambon berusia awal 40an itu sambil tersenyum, “mau pulang yah Non?”
“Iyah, yang terakhir nih, kalau tutup buku saya yang paling sibuk” jawabku sambil mengunci loker dan memasukkan kuncinya ke dalam tas.
“Langsung pulang Non abis ini?”
“Iyalah Pak, udah malam gini”
“Ehm…Non, tadi itu Pak Hendro sama Non Eva, gituan lagi ya?” tanyanya sambil menatapku dengan tatapan yang tidak asing bagiku, itu adalah tatapan yang biasa kudapatkan dari setiap pria yang menginginkan tubuhku
Pertanyaan itu membuatku serasa seperti tertembak senjata api olehnya sekaligus sekaligus baru sadar ada di tempat yang sepi berdua dengan pria berjenggot ini, sudah malam pula.
“E…eh…!? A-apa…apa ya maksud Bapak ?”.
“Ah si non pura-pura ga tau aja… itu lho, yang tadi sore…yang Non liat di ruangannya Pak Hendro tadi…” sindir Pak Oskar tersenyum mesum, “itu sih udah sering kok Non hehe…saya aja sudah pernah beberapa kali mergokin mereka gituan abis jam kantor”
Aku terdiam tidak bisa berkata apapun, jantungku berdetak kencang, dapat kurasakan rasa malu bercampur hornyku yang sudah memuncak. Aku ingin berlari secepat mungkin ke arah pintu, namun kedua kakiku sudah terkulai lemas, rasanya tak sanggup lagi. Ia segera menghampiri diriku, kurasakan suara langkah kakinya semakin dekat.
“Seru yah mereka ngentotannya, sampe Non remes-remes toket sendiri?”
Sungguh rasanya mulutku tak sanggup membalas perkataannya. Jujur, aku memang iri pada adegan panas Pak Hendro dan Eva tadi dan ingin juga merasakannya, mungkin itu yang membuatku tak melarikan diri padahal kesempatan ada.
“Pak…jangan gitu ah…” kataku gugup.
“Non juga kepengen kan? Pacar Non itu, udah lama kan Non pulang sendiri aja…pasti udah kangen pengen entotan, hayo ngaku!” kurasakan wajahku memanas.
“Pengen gak Non, sama saya nih…mumpung cuma kita duaan nih, si Fadly lagi pulang dulu anaknya sakit, ntar malem baru kesini, gimana?”
Saat itu rasanya seperti disamber geledek, rasa gelisahku langsung memudar, kurasakan vaginaku semakin becek karena terangsang. Aku semakin horny, entah kenapa secara naluriah, aku menganggukkan kepalaku tanda setuju dengan permintaannya. Aku terperanjat kaget saat mengetahui dirinya sudah mendekap diriku dari belakang. Kedua tangannya sudah melingkari perutku, kurasakan kedua tangannya yang besar dan sangat kasar. Satpam itu mulai menciumi leherku, kurasakan lidahnya bermain liar di sana, jenggotnya yang macho itu membelai-belai kulit leherku, belum lagi saat lidahnya mulai bermain di telingaku.
“Emmh…jangan Pak!” tak kusadari aku mengerang akibat kenikmatan yang mulai kuterima.
Mendengar eranganku, lidahnya semakin menggelitik lubang telinga kananku. Tangannya mulai meremas payudara kiriku dengan lembut dan tangannya yang satu merambat ke bawah menyingkap rok spanku. Telapak tangannya yang kasar itu merabai pahaku semakin ke atas hingga tiba di pangkal pahaku yang masih tertutup celana dalam pink. Tanpa aba-aba lagi ia mulai mengusap-usap bagian tengah vaginaku dari luar. Tangannya yang satu lagi terus memijat, mengelus dan kadang meremas kasar kedua gunung kembarku. Kurasakan penisnya semakin menonjol dari dalam celananya, dan digesek-gesekkannya tepat di belahan pantatku. Eranganku semakin menjadi-jadi, tangan kananku meraih kepalanya, topinya terjatuh, kujambak rambutnya yang keriting itu.
“Dev…you’re such a bitch…sama satpam aja lu mau” suara hatiku mengiang-ngiang dalam diriku, namun aku sudah sangat terangsang dan menginginkannya, peduli amat dengan norma-norma itu, aku sedang tidak in relationship dengan siapapun, lagipula aku juga pernah terlibat one night stand dengan beberapa pria, hanya saja belum pernah yang level Pak Oskar yang seorang satpam dan beda ras denganku.
Darahku semakin berdesir seiring dengan lidahnya yang terus menyapu-nyapu leherku dan kadang ke telinga. Aku mulai berani aktif, kugerakkan tangan kiriku meraba penisnya dari balik celana panjangnya. Oohh…benda itu sudah sangat keras dan besar, aku menerka-nerka ukurannya. Selama lima menitan ia merangsangku dengan jilatan dan sentuhan-sentuhan erotisnya di sekujur titik kenikmatan tubuhku. Vaginaku sudah demikian banjir, sampai celana dalamku basah dibuatnya. Ia tahu tak lama lagi aku akan klimaks, maka dengan segera ia menghentikan permainannya, ia berbisik..
“Isep dong kontol saya, udah keras nih..”
Segera kubalikkan tubuhku menghadap dirinya, wajah brewokannya itu hanya lima centian dari wajahku. Kukulum bibirnya yang tebal, lidah kami pun beradu di dalam, sambil mulai kulepaskan kancing bajunya satu persatu, kuraba kedua dadanya yang berbulu lebat, kujilat dan kugigit lembut kedua putingnya, kami saling bergumul, desahan tertahan terdengar dari mulut kami. Ia melucuti blazerku dan menjatuhkannya di bangku panjang di pinggir ruang itu, kemudian mulai mempreteli kancing kemejaku. Namun baru sempat ia membuka dua kancing atas, aku mendudukkan diriku di bangku, kulepaskan celananya, saat itu tercium bau pesing yang menyengat dari selangkangannya, bulunya yang sangat lebat dan agak keriting nampak menyembul dari pinggiran celana dalamnya. Saat itu, birahi telah menguasai seluruh pikiranku, tanpa merasa jijik lagi kucium batang yang sudah mengeras itu dari luar celana dalamnya yang basah, entah karena air seninya atau cairan precum.
“Uuuhh…sip Non…!” ia kembali mendesah nikmat.
Saat kuperosotkan celana dalamnya, penisnya yang sudah tegang segera menyembul keluar mengenai bibirku. Aku kembali terpana melihat ukurannya yang sangat besar dengan kepala tak bersunat, entah apakah bisa masuk ke dalam mulutku, tanganku mulai mengocok lembut, kulihat kepala penisnya memerah akibat permainan tanganku. Rasanya milik cowok-cowok yang pernah bercinta denganku tidak ada yang sebesar ini. Selang beberapa detik, ia kembali memintaku untuk mengoral penisnya,
Tanpa diperintah kedua kali, aku mulai mendekatkan bibirku, kusentuhkan sekali lagi dengan kepala penisnya, lalu kujilat lubang kencingnya, kudengar desahan kenikmatan. Kubuka mulutku, dan mulai kucoba memasukkan batang kemaluannya, saat itu rasanya tidak ada ruang yang kosong lagi di rongga mulutku. Saat kucoba untuk memasukkan seluruh bagian penisnya, kurasakan ujung penisnya telah mentok di saluran kerongkonganku yang paling dalam, padahal masih ada kira-kira seperempat bagian penisnya di luar mulutku, kubayangkan betapa panjangnya ukuran penis pria Ambon ini. Bulu-bulunya yang lebat membuatku kesulitan untuk bernafas. Kulakukan gerakan maju mundur, penisnya terus menggesek rongga mulutku, lidahku terus merasakan urat-urat penisnya yang semakin menonjol, terkadang kubantu dengan kocokan tanganku. Kukulum buah pelirnya, selama itu ia terus menjambak kasar rambutku, dan terus mendesah, kudengar desahannya semakin kencang, kupercepat tempo permainanku, hingga akhirnya kurasakan ia memuncak, tubuhnya kaku, dan penisnya menegang keras lalu menyemburkan cairan hangat yang membanjiri rongga mulutku, saking banyaknya ada yang menetes keluar dari mulutku. Aku kaget saat jari tangannya mulai menjepit hidungku, sehingga mau tidak mau aku harus menelan habis seluruh air maninya agar tidak membasahi kemejaku yang masih menempel di badan. Cairan itu begitu hangat dan kental, aromanya sangat terasa menusuk. Setelah itu, dibantunya aku berdiri, ditatapnya lekat-lekat wajahku yang sudah bersemu merah dan ngos-ngosan, jarinya menyeka lelehan sperma di pinggir bibirku lalu memasukkan jari itu ke mulut. Kukulum jari itu dengan tatapan nakal ke arahnya. Setelah melepaskan jarinya, kami kembali bercumbu panas, kami saling mengulum bibir masing-masing, lidah kami terus mengadu lincah. Ia meneruskan mempreteli kancing kemejaku, setelah semua terlepas aku menggerakkan tanganku dan melepaskan pakaian atasku itu hingga jatuh di bangku.
Pak Oskar
Sambil terus berpagutan, aku meraih kaitan bra-ku di belakang dan melepaskannya. Tangan kanan Pak Oskar bergerak melepaskan tali yang mengikat bra-ku. Segera saja penutup dadaku itu jatuh ke lantai sehingga kini payudaraku yang membusung indah terpampang jelas tanpa penghalang lagi. Kemudian ia baringkan tubuhku di atas bangku panjang itu. Mata satpam itu nanar menatapi dua gunung kembaruku, kedua telapak tangannya bergerak meremasnya dengan lembut hingga membuat putingku mencuat menusuk lembut telapak tangannya. Kedua tangannya terus memainkan kedua daging kenyalku
“Uuuhhh…!” aku mengerang dan menggeliat ketika ia meremas kedua payudaraku dengan kasar dan gemas sehingga terasa agak sakit .
Kedua puting payudaraku ia dekatkan satu sama lain lalu dilumatnya dengan rakus secara bersamaan. Lidahnya yang kasar dan panas mempermainkan kedua puting payudaraku. Tubuhku bergetar menahan gairah. Tak henti-hentinya aku mendesis menahan geli dan nikmat saat mulut Pak Oskar melumat payudaraku dengan gemasnya. Tangan satpam itu menyusuri paha mulusku, membelainya sehingga bulu-buluku merinding nikmat. Jarinya membuka resleting rokku lalu menariknya hingga lepas bersamaan dengan celana dalamku. Aku kini betul-betul telanjang bulat, baru kali ini aku seperti ini di tempat kerjaku. Aku berbaring telentang dengan pasrah di bangku panjang sambil tanganku berusaha menutupi selangkanganku karena jengah.
“Non Devi cantik sekali, seksi lagi…” sakut Pak Oskar dekat wajahku.
Tangannya segera bergerak mengelus dadaku. Ibu jarinya melakukan gerakan melingkar di atas payudaraku hingga membuatku menggelinjang kegelian. Tangannya lalu meraba perutku yang rata dan terus bergeser turun dan menyingkirkan tanganku yang menutupi selangkangan. Ditangkupkannya telapak tangannya di bukit vaginaku dan ditekankannya tangannya di sana sambil meremas pelan.
“Ohh..” aku hanya mendesis menahan gairah.
Jari-jari Pak Oskar menemukan klitorisku dan mulai menggesek-gesekkan jarinya ke daging yang sensitif itu.
“Aahh…Pak…yah enak…korek terus Pak!” desahku sambil menggigit telapak tangan, ia menyeringai menatap wajahku yang tengah birahi tinggi.
Makin lama gerakan jari-jari Pak Oskar makin kencang. Aku makin menggelinjang mengikuti gerakan usapan jari-jari si satpam itu.
Tiba-tiba, plak…ia menampar telinganya sendiri.
“Huh…pukimai ini nyamuk…” umpatnya dalam bahasa daerahnya, “Non Devi, kita pindah ke pos saja yuk, di sana ada obat nyamuk bakar, ini daritadi nyamuk ngung…ngung…ngungg…terus ini!” ia mengajakku pindah tempat, memang disini cukup banyak nyamuk sih, beberapa kali aku mendengar dengungannya melintas dekat telingaku.
“Hah…yang bener ah Pak, ntar ada yang liat dong!” protesku.
“Yeee…kan sudah saya bilang, si Fadly baru dateng nanti malem, tenang aja cuma ada kita kok sekarang disini”
Kami pun memunguti pakaian kami yang berceceran. Setelah itu, ia menggenggam tanganku mengajakku ke pos satpamnya, karena situasi sangat sepi, kami berani berjalan lambat melintasi bagian depan dealer. Saat itu aku hanya memakai sepatu hak-ku saja, deg-degan juga berjalan bugil di tempat ini karena baru pertama kali. Sesampainya di sana ia menutup tirai dan mengunci pintunya lalu Kami kembali bercumbu liar saling berpelukan. Diangkatnya tubuhku dan didudukkannya di atas meja. Dengan rakus ia melumati payudaraku kanan dan kiri secara bergantian. Kulitku jadi basah oleh liurnya dan bekas-bekas cupangan memerah nampak jelas di sana. Kedua putingku menjadi sangat tegang, dan kulihat ke bawah sana penisnya sudah mengeras lagi. Sambil terus bercumbu kukaitkan kedua kakiku ke belakang tubuhnya, tangannya yang nakal kembali memijat, mencubit kasar kedua putingku. Setelah cukup lama kami bercumbu, ia kembali berkata..
“Sekarang saya mau cobain punya Non, boleh yah?” kembali kuanggukkan kepalaku sambil tersenyum lemas.
Ia duduk di kursi, diletakkannya kakiku di atas meja. Aku mengangkang dan membuka lebar-lebar kedua kakiku, ia terdiam mungkin terpana menatapi vaginaku yang sudah basah dan merah merekah dengan ditumbuhi bulu-bulu yang rimbun di permukaanya. Ia juga menatap keindahan pahaku yang terpampang di depannya. Kubuka lebih lebar kedua belah pahaku sehingga dengan mudah ia menciumi dan sesekali menjilatnya karena paha itu persis setinggi kepalanya. Diusapkannya wajah brewoknya beberapa kali ke permukaan paha dalamku. Agaknya ia suka merasakan kemulusan pahaku di wajah dan pipinya. Semakin intens ia mengusap-usapkan wajah dan menciuminya, kulit pahaku terasa semakin hangat. Kedua belah telapak tangannya pun giat bergerak menyalurkan kehangatan. Tangan kirinya mengusap-usap paha kanan bagian luar, sedangkan telapak kanannya mengusap-usap betis kiriku. Kurasakan lidahnya semakin naik ke pangkal pahaku.
“Ooowww…Paakkkhh!!” erangku ketika Pak Oskar akhirnya melumat vaginaku.
Lidahnya segera membelah, dan bibirnya segera mengisap. Permainan oral si satpam itu ternyata mampu mengalirkan kehangatan di sekujur tubuhku.
“Eeemmm…jilat yang dalam Pak….aahhsss!!” desahku sambil menekan kepala pria itu ke arah selangkanganku.
Tak tahan aku menerima kenikmatan yang tiada tara itu, aku terus mengerang tertahan, giliran kedua tanganku terus menjambak kasar rambutnya. Tak selang berapa lama aku tahu akan segera ejakulasi, ia pun langsung meningkatkan tempo permainannya. Lidahnya menggeseki klitorisku, disedot-sedotnya bibir vaginaku yang sudah basah dan tangannya menjulur ke atas meremas-remas payudaraku. Tak tahan rasanya menerima rasa geli yang terus menggelitik di bawah sana, akhirnya sekujur tubuhku menegang kaku, vaginaku memuntahkan cairan bening hangat ke dalam mulutnya, kurasakan cairan kewanitaanku itu cukup memenuhi rongga mulutnya, saat itu anehnya aku tidak merasa letih sedikitpun, malah rasanya aku semakin horny. Ia kembali bangkit berdiri, dengan segera ia mendekap dan menyambar kedua bibirku. Entah kenapa ia sangat menyukai bercumbu denganku, aku merasakan di dalam mulutnya masih tersimpan cairan kewanitaanku, kujilat habis cairanku sendiri dari dalam mulutnya, terkadang ia kembali mencumbui leherku dengan penuh nafsu.
Saat itu keringat kami telah bercucuran, aku dapat merasakan aroma tubuhnya yang jantan itu. Sebenarnya aku ingin segera pulang, tubuhku telah lengket dengan keringat, namun aku belum mampu menahan nafsu yang masih membara, ini baru pemanasan, sejak tadi ia masih belum menyetubuhiku. Kulihat ia mengambil kunci, lalu berkata..
“Kita cobain mobil di dalam yuk..” sambil terus menarik tanganku keluar dari pos satpam.
“Yee…si bapak, kok pindah-pindah melulu dari tadi?”
“Hehe…biar gak bosen Non, ganti suasana, mumpung sepi juga” katanya
Akhirnya kami berlari kecil tanpa sehelai kain pun di tubuh dan masuk ke ruangan showroom mobil. Di sana terpajang 7 buah mobil berlainan jenis, ia mengajakku masuk ke salah satu mobil, yakni BMW 318, ia duduk dia jok belakang, dan memintaku untuk menduduki dirinya, tanpa menunggu lagi aku langsung masuk ke dalam, duduk mengangkang dengan tubuh berhadapan dengannya, dengan kedua pantatku di atas pahanya. Kami kembali bercumbu mesra disana, sambil tangannya terus mengelus kedua paha dan kakiku, kurasakan AC yang telah dinyalakannya tepat menyembur punggungku yang basah. Kedua tanganku terus memijat lembut kedua putingnya, terkadang aku kembali menggigit dan menjilati kedua putingnya, ia pun terus mengerang. Lalu, tak lama kemudian ia kembali berkata..
“Sekarang yuk Non, saya masukin kontol saya ke memek Non, udah pengen banget dari tadi”, ia meminta ijin seraya tangannya mengelus rambutku
Serta merta, aku pun menganggukan kepala mengiyakan, sejak tadi memang aku sudah menginginkannya terlebih membayangkan penis besarnya mengaduk-aduk vaginaku. Kucoba perlahan memasukan batang kemaluannya dibantu dorongan tangannya yang terkesan memaksa. Aku menjerit tertahan saat ia terus mencoba memasukkan penisnya, kusadari liang kenikmatanku terlalu kecil untuk ukuran penis sebesar itu.
“Eh saya ada ide nih, jadi pengen nyoba… bentar ya!”
Segera ia keluar dari mobil, tak tahu apa yang sedang ia perbuat, tiba-tiba ia sudah masuk lagi dengan borgol dan tongkat satpamnya, entah kenapa ada rasa takut yang muncul saat kulihat benda-benda itu, sehingga kuturuti semua perintahnya, ia minta aku berlutut di kedua jok depan (masing-masing kaki pada jok berlainan), dan kedua tangan di dashboard bawah mobil, lalu dengan tiba-tiba ia memborgol kedua tanganku dengan salah satu kaitan di sana, entah dengan apa itu aku tak jelas melihatnya. Dengan kengerian, aku berkata.
“Pak mau ngapain nih? jangan kasar-kasar loh, saya gak suka”, katanya. karena posisi tubuhku yang mirip posisi anjing, sementara semburan AC tepat di depan mukaku.
“Pokoknya seru deh…santai aja Non!” katanya
Aku berusaha melepaskan diri namun ikatannya membuat tubuhku tak berdaya, apa lagi dengan kedua kakiku yang diikat dengan seatbelt mobil. Tiba-tiba kurasakan ada yang menyentuh bibir vaginaku dari belakang, pandanganku cukup terbatas saat itu, benda itu terus mengolesi bibirku dengan cairan mungkin air liur, sampai akhirnya kusadari kalau itu adalah tongkat satpam. Rasa ngeriku memuncak seraya aku pun berteriak..
“Jangan dong.. Jangan Pak… Jangan pake gituan…sakit!”
Nampaknya ia tidak mengindahkan seruanku, jari tangannya yang satu terus melebarkan bibir vaginaku, sedang yang satunya terus mendorong tongkat untuk masuk. Kurasakan tongkat mulai melesak masuk ke vaginaku. Aku pun menjerit sampai akhirnya kusadari air mataku meleleh karena rasa nyeri yang kuterima, gila juga nih satpam suka main yang aneh-aneh gini ternyata. Aku terus memohon untuk berhenti, namun ia terus acuh. Sampai akhirnya tongkat berhasil menembus masuk, rasa sakitku serentak mereda, perlahan tongkat terus menggesek lubang senggamaku masuk ke dalam, vaginaku semakin banjir saja. Pak Oskar mulai menggerakkan tongkat maju mundur, benda itu pun terus menggesek dinding vaginaku, semakin lama gerakan semakin cepat, saat itulah rasa nyeriku hilang, berganti rasa panas bercampur horny yang tiba-tiba bergejolak dari bawah. Aku mulai mengerang nikmat.
“Emmh.. Oohh.. Errghh”
Mendengar eranganku ia semakin menjadi-jadi, diputarnya tongkat sambil terus digesekkan ke langit-langit dinding vaginaku, kurasakan liang senggamaku mulai dipenuhi cairan akibat rangsangan tongkatnya di dalam sana. Mendadak permainannya dihentikan, dicabutnya tongkat dari dalam vaginaku. Kurasakan vaginaku telah melebar, ia kembali menjilati bibir kewanitaanku itu yang basah kuyup sambil terkadang mencocol-cocol lidahnya menggelitik wilayah sensitifku, akupun terus mendesah dibuatnya.
“Nah, kalau gini kan udah becek banget, pasti enak nih mainnya!” katanya
“Uhh…dasar aneh-aneh aja si bapak mainnya!”
“Ini liat di film bokep Non, jadi pengen coba-coba hehehe…tapi enak kan?”
“Enak…enak…emangnya saya kelinci percobaan!” sewotku, walau harus kuakui seru juga sih, “udah ah Pak ekperimennya, atau kita udahan aja!”
“Oke….oke…Non Devi, ini saya entot bener kali ini!”
Akhirnya, kiin ia mencoba memasukkan batang kemaluan besarnya ke dalam lubang vaginaku. Aku membelakakkan mata dengan merasakan sesuatu yang keras menyentuh bibir vaginaku, benda itu mulai menerobos masuk, kurasakan kepala penisnya sudah berhasil masuk, oh…betapa perkasanya kejantanan pria Ambon ini, benda itu sungguh terasa sesak di vaginaku. Aku menjerit tertahan, ketika penisnya telah seluruhnya masuk ke dalam vaginaku, tanpa menunggu lebih lama lagi, iapun mulai menghunjam vaginaku bertubi-tubi, tanpa ampun gesekan demi gesekan terus kuterima, dapat kurasakan urat-urat penisnya disana, lubang vaginaku semakin panas, gayanya yang kasar dan agak primitif itu memberikan sensasi nikmat tersendiri yang belum pernah kudapatkan dari cowok-cowok yang bercinta denganku sebelumnya. Kusesuaikan irama gerakan tubuhku dengan gerakan penisnya. Tangannya mulai menggerayangi sekujur tubuhku, dipijat dan dielusnya kedua putingku, saat itu rasanya aku semakin ‘terbang’.
Ia memanjakan vaginaku dengan pola gerakan penisnya yang berubah-ubah dan penetrasinya yang cepat. Aku terus mengerang, gerakannya semakin cepat, hingga akhirnya mendadak cengkeraman tangannya di pinggangku mengeras, begitu pula dengan penisnya di dalam vaginaku. Ia berteriak, dan untuk kedua kalinya ia ereksi, semburan cairan hangat terasa hingga ke ulu hatiku, kurasakan cairan spermanya mengisi vaginaku hingga penuh sampai meleleh-leleh di sekitar selangkanganku. Tak lama ia mencabut penisnya, seraya sebagian spermanya mengalir keluar, kulihat cairan putih susu itu mengalir di kedua pahaku. Ia segera melepaskan ikatan di kedua tangan dan kakiku, lalu jatuh duduk lemas di jok belakang.
“Waduh becek kemana-mana gini, ini kan mobil buat dagangan Pak! Bapak yang bersihin loh, kan Bapak yang ngajakin kesini!” kataku
“Iyah…iyah…nanti saya yang bersihin kok! Non tenang aja!”
“Ayo Non, duduk disini biar anget!” pintanya sambil menepuk pahanya
Akupun segera duduk di atas dirinya di jok belakang. Dengan cekatan ia mendekap tubuhku dari belakang, tangannya kembali melingkari perutku. Saat itu kami berdua kembali bercumbu secara menyamping. Tak lama ia berkata…
“Puas banget malem ini, Non gimana?“ tanyanya sambil memilin putingku
“Saya juga puas banget Pak, ini rahasia kita aja yah Pak jangan ada yang tau” kataku
“Pasti lah Non, bisa gawat kita kalau ketahuan kan” katanya yakin, “kalau kita main sekali lagi masih pengen gak Non?”
“Boleh… siapa takut”, aku tersenyum nakal, kuakui nafsu seksku memang tinggi, kadang ex-boyfrienku pun kelabakan untuk memuaskanku, maka kini mumpung ada kesempatan aku juga ingin memuaskan diri apalagi setelah stress akibat pekerjaan.
Segera kusesuaikan posisi liang senggamaku dengan penisnya yang sudah kembali menegang, dan “Bless..”, dengan mudah penisnya masuk ke dalam vaginaku. Kedua tanganku mencengkeram pegangan tangan di kedua sisi mobil. Tangannya segera kembali menggerayangi kedua payudaraku, yang satu lagi mengelusi paha dan pantatku. Dengan posisi seperti seorang ibu yang sedang memangku anaknya duduk itu, mulai kugerakkan tubuhku naik turun, semakin lama semakin cepat, sementara lidah kami kembali beradu lincah di dalam mulut kami yang menyatu. Terkadang remasannya pada payudaraku mengencang sehingga menimbulkan sensasi nyeri sementara gesekan penisnya di dalam vaginaku terus naik intensitasnya. Erangan sensual, suara kelamin beradu dan aroma mesum kami memenuhi mobil mewah ini, hingga akhirnya ia mendesah..
“Uuuh Non…saya mau crot nih!!”
“Saya juga dikit lagi Pak, bareng yah..”
Tak lama tubuh kami berdua kembali menegang keras, aku kembali ejakulasi, cairan kewanitaanku meleleh membasahi selangkangan kami, secara bersamaan ia menyemburkan lahar panasnya untuk kedua kalinya di dalam vaginaku, kini semprotannya semakin terasa di dalam rahimku. Desah nafas kami terus menderu, detak jantungnya terasa di punggungku. Saat gelombang orgasme mulai mereda, aku menengokkan wajah dan kuraih kepalanya dan kusambar bibirnya, kami kembali bercumbu dengan mesra kami berbagi kenikmatan yang luar biasa ini dalam kelamin kami yang menyatu, sementara penisnya yang masih menancap di vaginaku mulai menyusut.
Jam mobil menunjukkan pukul 21.22, tak terasa kami telah bercinta selama sejam lebih. Sungguh perkasa pria itu, aku berkata dalam hati kecilku. Tubuhku benar-benar lelah, ingin rasanya tidur di mobil yang berinterior nyaman ini, tapi aku harus segera pulang mengingat ini bukanlah tempat yang tepat dan satpam yang satu lagi akan segera kembali. Setelah mendapat kembali kekuatanku, aku kembali berpakaian dan berbenah diri bersiap untuk pulang. Agaknya pergumulan kami berakhir di saat yang tepat, belum jauh mobilku keluar dari dealer tempat kerjaku itu, aku melihat Pak Fadly, satpam yang satunya mengendarai motor dari arah berlawanan, ia tidak melihatku untungnya. Semenjak kejadian malam itu, kami sempat terlibat ML beberapa kali lagi, apalagi saat aku sedang sendirian. Hingga dua bulan lebih setelah itu, hal yang tidak terduga dan tidak kuinginkan terjadi, aku tamu bulananku tidak kunjung datang dan aku mulai merasa mual-mual. Setelah kuperiksa dengan alat pengecek kehamilan, ternyata benar…aku hamil. Sungguh lemas rasanya menghadapi kenyataan ini, tidak kusangka ‘kecelakaan’ itu menimpa diriku juga. Ayah dari janin ini, tidak lain dan tidak bukan adalah Pak Oskar, si satpam perusahaan karena aku belum pernah ML dengan orang lain lagi selama ini. Dialah orang pertama yang kukabari mengenai hal ini, dia nampak terkejut namun berjanji akan bertanggung jawab. Sejak itu Pak Oskar mulai bersikap menghindar terhadapku, seminggu kemudian ia tiba-tiba berhenti tanpa pemberitahuan apapun, nomor Hpnya juga tidak bisa kuhubungi lagi. Aku memang tidak berharap banyak padanya, kalaupun ia mau menikahiku, belum tentu dengan keluargaku. Aku dilanda kegalauan yang amat sangat, beberapa teman menyarankan untuk aborsi. Tapi tidak…aku selalu diajarkan untuk menghargai kehidupan, bagaimanapun yang sedang tumbuh di rahimku ini adalah makhluk tak berdosa, ia hanya korban kekhilafanku, aku tidak akan mengambil langkah itu. Setelah berpikir panjang, aku memutuskan untuk cuti panjang dan kembali ke kotaku. Syukurlah aku masih memiliki orang tua yang mencintaiku. Papa menyemprotku habis-habisan setelah mendengar ceritaku, tubuhnya bergetar menahan amarah, mama membelaku dan terus menghiburku. Baru beberapa hari kemudian amarah papa luluh dan mulai menerimaku yang bagaimanapun juga putri semata wayangnya. Anakku lahir delapan bulan kemudian, seorang anak perempuan yang kulitnya agak gelap namun wajahnya mirip banyak denganku. Papa mama menyambut gembira kehadirannya di dunia walaupun mereka membenci ayahnya. Selama tiga tahun pertama aku berjuang keras sebagai single mother bagi putriku sampai seorang pria yang dekat denganku selama setengah tahun melamarku. Ia seorang Chinese, sama sepertiku, duda 42 tahun yang tidak terlalu ganteng namun menyenangkan. Mantan istrinya berselingkuh dengan pria lain sehingga mereka akhirnya bercerai, dari dua buah perkawinan mereka, putranya yang saat itu masih 5 tahun ikut dengannya. Mungkin karena sama-sama pernah mengalami kepahitan, kami cocok dan dapat saling menerima apa adanya satu sama lain. Aku menerima lamarannya setelah bergumul beberapa hari. Kenangan masa lalu yang tidak menyenangkan mulai hilang setelah menikah dengannya, terutama setelah buah hati kami lahir, dengan tiga anak sekarang memang repot rasanya, tapi juga ada kebahagiaan. Suamiku memperlakukan putriku seperti darah dagingnya sendiri, demikian juga aku terhadap putranya. Kini, bersama kami melangkah menghadapi hari depan dan mengajarkan pada anak-anak kami agar tidak mengalami kesalahan seperti yang dilakukan orang tuanya. TAMAT