Cerita bokep indo Berawal dari mengintip karena mendengar desahan
Bak polisi yang sedang dalam tugas penyergapan. Mas Manto segera membalikkan badan, dan tanpa mengenakan kembali celananya yang masih teronggok di lantai toilet, ia membuka pintu toilet itu lebar-lebar.
“SEDANG APA KAMU?” gertak mas Manto lantang kepada si pengintip yang berada di balik pintu toilet ini.
“Annu…aa…anu…” jawab si pengintip yang tak tahu kalau ia bakal kepergok seperti ini.
Walau tak bercelana, dengan tanpa rasa malu sedikitpun, mas Manto segera mengeluarkan kepalanya, celingukan mengamati kondisi sekitar toilet. Lalu tanpa meminta persetujuanku, mas Manto menarik paksa si pengintip itu masuk kedalam toilet dan segera menutup kembali pintu dibelakangnya rapat-rapat.
Aku yang masih belum tahu maksud mas Manto, hanya bisa berdiri diam sambil memegang bibir bak mandi. Kulihat melalui pundakku, mas Manto yang masih mencengkeram kerah baju si pengintip, langsung membantingkan punggung pengintip itu kearah tembok.
Tanpa membenarkan dasterku yang masih terbuka di bagian atas dan bawah, kubalikkan badanku untuk mengetahui, siapa gerangan sosok pengintip yang sedari tadi memperhatikan persetubuhanku dengan mas Manto. Dan segera, aku mengenali wajah mesum sosok pengintip itu. Dia adalah Ogie.
“JBUK…” satu hantaman keras, langsung menghajar wajah Ogie. Membuatnya bibir tebalnya langsung meneteskan darah segar.
“Ouuuugghh…ampun pak…”
“JBUK…JBUK…” dua hantaman menyusul, menusuk perut dan ulu hatinya.
“HEGHH…” Ogie langsung jatuh terduduk di lantai kering toilet. Dan seiring dengan jatuhnya tubuh Ogie kelantai, terjatuh pula sebuah handphone hitam yang masih dalam kondisi menyala dari tangan kirinya.
Tanpa basa-basi, mas Manto segera memungut handphone Ogie yang terjatuh, disamping kakinya itu. Sejenak, ia memperhatikan handphone Ogie itu.
“SPAAAK…” satu tendangan tepat mendarat di sisi kiri tubuh Ogie.
“MATI LO BANGSAT…” ujar mas Manto sambil terus menendangi tubuh Ogie yang diam tak berdaya.
”Ampun pak…ampun…” rintih Ogie berulang kali.
“MAS…CUKUP…” teriakku. Kutarik lengan mas Manto, dan kujauhkan dari tubuh Ogie yang masih teronggok di sudut toilet depot ini.
“CUKUP mas…sudah…” ujarku tegas.
“Dia mengambil gambar kita dek” marah mas Manto “Nih LIHAT…!!!” tambahnya lagi sambil menyodorkan handphone Ogie kearahku.
Segera kuulurkan tanganku, meraih sodoran handphone milik Ogie. Tampak dilayar handphone, pantat hitam mas Manto yang sedang mengeras, menusukkan batang panjangnya maju, kedalam liang vaginaku.
Ogie mengambil photo kami dari berbagai macam sudut. Jarak dan pose pengambilan gambarnya pun bervariasi, ada yang full frame, medium frame, bahkan sampai close up. Sejenak, kuperhatikan kumpulan photo di handphone Ogie. Kulihat, ada lebih dari 78 gambar yang telah ia ambil. Dan benar, Ogie mulai mengambil photo kami berdua semenjak awal.
Tak memperdulikan kondisi tubuhku yang masih setengah telanjang, aku mendekat kearah Ogie. Kunaikkan celana dalamku yang masih terenggang pada lututku, kukenakan seadanya dan langsung berjongkok di depan si pengintip yang meringkuk ketakutan di lantai toilet. Kupegang pangkal lengan pramusaji mesum itu, dan kumintanya duduk, bersandar di dinding toilet. Mungkin karena merasa situasi sudah cukup tenang, Ogie menuruti semua permintaanku. Sambil masih menundukkan kepalanya, Ogie menunggu apa yang bakal terjadi pada dirinya.
Kusodorkan layar handphone itu ke muka pemiliknya.
“Ogie…lihat…” panggilku “Buat apa kamu mengambil photo-photo aq?” tanyaku.
“……………” Ogie tak menjawab sepatah katapun. Ia masih dalam posisi duduk menundukkan kepala.
“Ogie…?”
“JAWAB BANGSAT…” kata mas Manto sambil kembali mendekat ke arah Ogie duduk lalu menendang tubuh pramusaji itu keras-keras.
“MAS…CUKUP…biar adek urus semua ini…” ujarku pada mas Manto.
“Ogie…aku tanya sekali lagi…buat apa kamu ngambil photo-photo aku?”
Dengan nada seperti orang yang menggigil kedinginan, walau tanpa melihat kearahku, akhirnya ia mulai membuka mulutnya “ Bu…bu…buat ko…koleksi mbak…”
“Koleksi? Buat apa?”
“…………….” Kembali Ogie tak menjawab.
“JAWAB” perintah mas Manto lagi. “BUAT APA? BUAT BAHAN COLI YA?” tebaknya.
“Mas…” potongku “biar adek aja…”
“Ogie…benar begitu? Apa photo-photo ini kamu buat sebagai bahan untuk coli?”
Perlahan, dengan wajah yang malu-malu, Ogie menganggukkan kepalanya.
“Kamu suka coli?”
Kembali Ogie menganggukkan kepalanya.
“Kamu sering ya ngintipin tamu yang make toilet ini”
Kaget akan pertanyaanku, mendadak Ogie menatap wajahku dan wajah mas Manto namun kembali menundukkan kepalanya. Ia menggelengkan kepalanya.
“BOHONG KAMU YA? BANGSAT…” marah mas Manto kembali meledak.
Langsung kutatap wajah suami tetanggaku itu dalam-dalam, memintanya untuk sedikit diam.
“Trus? Kenapa di handphone kamu ada banyak photo persetubuhanku dan suamiku?” tanyaku bohongku.
“Suami……………?” Tanya Ogie sambil mendongakkan kepala, menatap kearahku dan kearah mas Manto lalu buru-buru menundukkan kepalanya lagi “Maaf mbak saya tidak tahu…saya pikir suami mbak tuh orang yang ada diluar sana …”
“Iya…dia juga suamiku…sudah-sudah…lupakan saja tentang masalah suamiku… yang sekarang aku pengen tahu…kenapa kamu ambil photo-photo kami berdua?” Tanyaku lagi dengan nada penasaran.
“……………”
“Ogie…?” tanyaku lagi “ kenapa…? Jawab saja…mbak nggak akan marah kok…kenapa kamu mencuri photo-photo mbak?”
Akhirnya dengan satu tarikan nafas oanjang, pramusaji itu mulai membuka mulutnya.
“Aku berani karena mbak…aku nekat juga karena ingin melihat keseksian tubuh mbak lagi…sumpah…mbak cantik banget…malah terlalu cantik untuk ukuran manusia…”
“Maksud kamu?”
“Mbak cantik mirip malaikat…Mbuat aku jadi nggak bisa mikir bener” ucapnya spontan.
“Enggak bisa mikir bener? Maksudnya gimana?
“Nggak tahu mbak… kayaknya aku langsung jatuh cinta begitu tadi melihat mbak”
“HAHAHAHAHAHA…” tawa mas Manto tiba-tiba meledak “Belum bisa kencing lurus aja berani bilang cinta…” kata mas Manto yang entah sejak kapan, sudah kembali mengurut penisnya yang telah besar menegang.
“Mas…sudah ah…”
“Bilang aja kamu sange karena tadi ngintipin kancut biniku ini khan?” Tanya mas Manto “Ayo…ngaku aja…tadi kamu lama ngelap lantai itu karena ngintipin kancut biniku khan?”
“Ogie? Bener? Apa yang suamiku katakan?”
Pramusaji itu kembali menganggukkan kepalanya “Iya mbak…”
“Ogie…Ogie, polos sekali anak muda ini” batinku padanya.
Entah karena takut, atau emang karena ia tak pandai berbohong, Ogie menceritakan semuanya kronologis dan alasan mengapa ia berbuat seperti ini.
Sembari mendengar cerita Ogie, mas Manto yang berdiri disamping tempatku jongkok, tanpa malu sama sekali, mulai mengocok batang hitamnya dihadapan Ogie. Malah tak hanya itu, mas Manto juga mulai menyenggol-senggolkan ujung kepala penisnya yang sudah kembali membesar dengan sempurna ke kepalaku. Kulihat apa mau suami baruku ini. Kutatap matanya yang berulang kali menunjuk ke selangkangan Ogie yang mulai membesar. Kembali, otak kotor mas Manto memunculkan ide joroknya. Sambil masih mengurut penis raksasa yang sudah sangat tegang, mas Manto memberikan isyarat tangan kanannya kepadaku. Isyarat ibu jari yang diselipkan diantara jari telunjuk dan jari tengahnya.
Kukernyitkan alisku sampai menukik naik, mencari tahu keseriusan suami baruku ini. Melihat pertanyaan di raut wajahku, dengan mantap, mas Manto mengangguk-aanggukkan kepalanya sambil tersenyum lebar, mengharap persetujuanku.
“Suamiku yang GILA” Bersama mas Manto, aku seperti orang idiot, seperti menjadi budak nafsunya yang selalu menuruti tingkah dan permintaan anehnya. Kembali aku terhipnotis oleh senyum tenang suami tetanggaku. Aku sudah tak mampu berpikir jernih karena masih horny, kuanggukkan kepalaku, memberi ijin pada mas Manto untuk menzinahiku lagi.
“Gie” suara mas Manto menggema diruangan kecil toilet ini.
“I…iya mas?” jawabnya singkat.
“Kamu suka melihat keseksian tubuh biniku ini?” Tanya mas manto sambil menggoser-goserkan kepala penisnya pada rambutku.
Ogie tak menjawab, dengan posisi kepala yang masih menunduk takut, Ogie menganggukkan kepalanya.
“Kalo kamu suka… kenapa kamu nggak ngelihat saja langsung tubuh bugilnya? Mumpung dia masih ada di dekatmu?”
Ogie tak membalas perintah mas Manto, ia hanya menggelengkan kepalanya.
“Jangan munafik Gie…” mas manto mendekat kearah Ogie, mengangkat dagu Ogie dan memerintahnya supaya melihat tubuh setengah telanjangku “Sok …puas-puasin lihat tubuh seksi biniku…ayo…gapapa kok”
“Mas…apa-apaan sie?” ujarku.
Perlahan, dapat kulihat mata Ogie yang mulai kehilangan rasa malunya. Matanya mulai melahap tubuh seksiku bulat-bulat. Bola matanya melotot seperti hendak keluar dari kelopak matanya, menjelajahi setiap jengkal auratku, dari ujung kaki sampai ujung rambut. Terkadang kulihat, gerakan jakun Ogie, yang sepertinya sangat kesulitan ketika menelan air liurnya.
Karena merasa sedikit jengah, ku langsung berdiri dan sedikit menjauh dari posisi duduk Ogie. Jantungku mendadak berdetak hebat, dan kurasakan wajahku memanas. Walau bukan pertama kalinya keseksian tubuhku dinikmati mata lelaki lain, namun hal ini adalah pertama kalinya aku memperlihatkan aurat tubuhku di tempat umum. Memamerkan ketelanjangan tubuhku kepada seseorang yang sama sekali tak aku kenal.
Buru-buru, kuserahkan kembali handphone Ogie ke suami baruku dan kutelungkupkan kedua telapak tanganku pada payudaraku, berusaha menutupi gundukan daging yang tumbuh didadaku.
“Kok teteknya ditutup dek?” gausah malu-malu ah…” ujar mas Manto yang melihatku sedikit malu, langsung meletakkan handphone Ogie di lantai dan bergerak kebelakang tubuhku lalu memelukku erat.
“Udah dek… kasih lihat aja sedikit…” ujarnya sambil mengecup tengkukku.
“Udah ah mas…kita balik makan yuk…ntar kita dicari’in…”
Mas manto kembali tersenyum dan mengecup tengkukku mesra. Dengan tangan kasarnya, ia langsung mengelus telapak tanganku yang masih bertengger di payudaraku. Perlahan, mas Manto membuka telungkupan telapak tanganku dan membiarkan payudaraku terekspos dengan bebas.
“Suka Gie” Tanya mas Manto
Ogie mengangguk-anggukkan kepalanya dengan cepat, mirip mainan jadul, mainan anjing yang biasanyak dipasang didashboard mobil.
“Sebelumnya…apa kamu pernah megang tetek cewek? Tanya mas Manto lagi.
“Belum mas…belum…” gelengnya.
“Mau ngerasain lembutnya daging tetek kaya gini…?”
“Mas udah ah… “ bisikku malu pada mas Manto.
“Mau…mau…mau” jawab Ogie tanpa berpikir.
“Sekarang coba kamu berdiri…” perintah mas manto lagi, tanpa menggubris keberatanku sama sekali.
Seperti anak TK yang diperintahkan gurunya, Ogie menurutin semua perkataan mas Manto. Dan seolah lupa akan rasa sakit pada perut akibat hantaman mas manto tadi, ia pun langsung berdiri.
Kuperhatikan sosok pramusaji muda yang berada didekatku itu. Aku baru sadar, walau badan Ogie lebih tinggi daripada mas manto namun ternyata tubuh Ogie begitu kurus,. Sekitar 175cm / 55 kg. Berusia sekitar 20 tahun, berambut keriting dan berkulit kuning langsat. Ada sesuatu yang membuatku sedikit tertawa ketika melihat wajahnya, hidungnya besar sekali dan sedikit bengkok. Mirip hidung orang Negara timur sana.
“Aku jadi penasaran, bagaimana bentuk penisnya, apakah sama dengan yang diceritakan orang lain….?” Batinku sambil tersenyum tipis.
“Kamu curang Gie…” ujar mas Manto yang sekarang sudah mulai meremas daging kenyal payudaraku, membuat darah nafsuku semakin mendidih.
“Ma…maaf…? Kok bisa mas?”
“Lihat aja kami… aku dan biniku telanjang…tapi kamu? Masih berpakaian lengkap gitu?” ujar mas Manto. “Kalau kamu masih mau melihat keseksian tubuh biniku…lepas juga donk semua pakaianmu…”
“Waduh?…” Ogie menggaruk-garukkan kepalanya, bingung.
“Yaudah kalau nggak mau…kamu keluar saja…aku mau nerusin ngentotin biniku…”
“Ngentot? Emang kalau saya telanjang…saya boleh ngelihat bapak ngentotin istri bapak?” seolah tak percaya akan pendengaran telinganya, pramusaji itu memperjelas kalimat mas Manto barusan.
“YUP… itu kalau kamu mau…” Jawab mas manto singkat.
“Mas…apaan sieh…” tanyaku pada suami baruku yang masih memeluk tubuhku dari belakang.
“Tenang dek…kamu pasti bakal menyukainya…” bisiknya lirih padaku.
“Iya mau…mau…mau…” jawab Ogie yang sudah mulai tidak sabar. Segera ia melepas seluruh kancing kemeja kerjanya.
“EIIITTTSSS…Tapi…ada syaratnya…”
“Hah…? Syarat apa pak…?” Ogie kembali menggaruk-garuk kepalanya sambil melongo kebingungan.
“Kamu boleh melihat aku ngentotin biniku…boleh coli didepan biniku…bahkan kalo kamu mau, kamu boleh menyentuh tubuh seksi dan tetek biniku ini…asal…” mas Manto sengaja memutus kalimatnya. Ditimang-timangnya kedua gundukan daging besar yang ada di depan dadaku ini dengan tangan kasarnya, sembari menunggu respon dari Ogie.
“Ya? Asal? Asal kanapa pak?” Tanya Ogie tak sabaran…
“….asal…kamu mau menukar handphone canggihmu itu dengan handphone bututku” kata mas Manto sambil tersenyum lebar.
“ANJRIT“ umpatku dalam hati.
Sebenarnya, jika kuperhatikan, kata-kata yang diucapkan mas Manto barusan sangat kurang ajar. Benar-benar kampungan. Dia menawarkan orang yang sama sekali tak aku kenal untuk dapat menikmati ketelanjanganku. Menawarkan pramusaji yang bekerja di depot kecil ini beronani didepanku. Dan menawarkan lelaki hidung bengkok ini untuk dapat menyentuh kemontokan aurat tubuhku, hanya demi sebuah handphone. Ya, hanya demi sebuah handphone.
Namun aneh. Begitu mendengar kalimat kurang ajar mas Manto barusan, detak jantungku tiba-tiba semakin cepat dan darahku berdesir hangat. Mendadak, rasa isengku yang tadi kurasakan, semakin menggebu tak tertahankan. Rasa iseng untuk dapat memamerkan aurat tubuhku, rasa iseng untuk mempersilakan orang lain menyentuh tubuhku, dan rasa iseng untuk membiarkan orang yang tak kukenal melihat persetubuhanku.
Kulihat, selangkangan Ogie sudah mulai besar menggembung, tanda nafsu birahinya sudah kembali. Ia pun sekarang sudah mulai berani menatap kearahku dan berulang kali melirik ke payudaraku yang masih tak tertutup bra sama sekali. Ia seperti berpikir keras, menimbang-nimbang penawaran yang mungkin hanya datang sekali dalam seumur hidupnya.
“Ayolah Gie, terima saja… “ ujar mas manto. “Tuh…kontol kamu saja sudah ngaceng banget…” tambahnya ketika melihat Ogie menyentuh selangkangannya sekedar membetulkan posisi batang penisnya yang menegang.
“O…oke deh…” jawab Ogie yakin “ kapan lagi bisa ngeliat bini orang dientot dengan mata kepala sendiri….” Ujar Ogie yang tanpa berpikir panjang langsung melucuti semua pakaian yang ia kenakan.
Kemeja, kaos kutang, celana panjang, sepatu dan kaos kakinya langsung melayang dan terjatuh kelantai toilet tempat ia kerja. Kulihat tubuh kurus Ogie yang berwarna kuning pucat sekarang sudah berwarna kemerahan, tanda darah birahinya sudah memanas. Dadanya sudah bergerak naik turun dan nafasnya sudah sangat memburu. Saking hornynya, tangan kurusnya juga sudah tak dapat dapat diam, sesekali mengurut tonjolan yang membesar diantara selangkangannya. Namun ketika Ogie hendak membuka celana dalamnya, buru-buru mas Manto mencegahnya.
“Eit… sisain celana dalamnya buat biniku ya” potong mas Manto ”…jangan dibuka dulu”
Terbersit sedikit kekecewaan diwajah mesum Ogie. Karena ternyata, hanya untuk beronani ria, tak semudah yang pramusaji itu bayangkan. Sambil menghela nafas panjang, Ogie hanya bisa menurut pasrah, dan membiarkan celana dalam coklat itu membungkus batang selangkangannya.
Mengetahui nafsu birahi Ogie yang semakin memuncak, mas Manto tak tinggal diam. Tangan kirinya mulai kembali meremas payudaraku sambil sesekali memelintir putting susuku yang sudah mencuat tinggi, dan tangan kanannya meremas telapak kananku lalu membawanya kebelakang tubuhku.
“Kocok kontolku dek…” pintanya pelan sambil mengecup pundakku.
Seolah terhipnotis, aku langsung menggenggam batang besar selingkuhanku itu lalu mengocoknya perlahan. Ku tak habis pikir akan kehebatan penis mas Manto ini. Padahal baru beberapa menit tadi ia memuntahkan sperma kentalnya itu, sekarang penis itu sudah kembali mengeras disertai kedutan hebat.
“Benar-benar berbeda dengan penis mas Andri suamiku, yang jika setelah orgasme, perlu waktu puluhan menit untuk dapat kembali mengeras seperti ini.…” batinku.
“Ooouuuhh… enak banget dek kocokan jemari lentikmu…” lenguh mas Manto. Dikecupnya pundakku berulang kali sambil memperkeras remasan tangan kasarnya pada payudaraku.
“Ouuhh mas…” merasakan remasan dan permainan jemari kasar mas Manto pada payudara dan putting susuku, aku hanya bisa mendesah. Dan semakin kupercepat kocokan tanganku pada penis panjangnya.
Melihat nafsu birahiku yang semakin tinggi, mas manto memindahkan tangan kanannya dari payudaraku dan menelusupkan kedalam celana dalam hijauku. Sambil tetap mengecup pundak dan tengkukku, mas Manto mulai mempermainkan biji kelentitku yang juga sudah mengeras.
“Enak dek?” bisik mas Manto.
“Iya mas… Enak banget …” jawabku singkat “ terus mas…terus towel itil adek…”
“Towel apanya dek?” Tanya mas Manto.
“I…Itil adek mas…towel itil adek” ujarku yang sekarang sudah tak malu-malu lagi.
Mendengar kalimatku barusan, alih-alih mempercepat towelan pada biji kelentitku, mas manto malah mendadak jongkok dibelakangku sambil buru-buru menurunkan celana dalam hijauku. Dan tanpa basa-basi, ia langsung berdiri lagi dan menempatkan batang panjangnya disela-sela pangkal pahaku lalu menusuknya perlahan.
“BLESSS…”
Kepala penis panjang mas manto melesak masuk, menggesek bibir selangkanganku dan menyembul keluar melalui bawah celah kewanitaanku.
“Mas…” desahku sambil merasa bulu kudukku merinding.
Mas manto langsung menggesek-gesekkan batang beruratnya itu maju mundur. Dan karena saking panjangnya batang penis mas manto, ketika panggulnya menabrak pantatku, batang penis itu nongol jauh kedepan. Hingga sekilas, aku terlihat seperti memiliki penis yang tumbuh dari lubang kewanitaanku.
Tangannya pun tak mau tinggal diam. Dengan kasar, diremasnya daging kembarku sambil sesekali memelintir putting susuku yang semakin tinggi mencuat.
“Mas…adek sudah ga tahan…” desahku pada mas Manto.
“Sabar ya dek…bentar lagi kok…” jawab selingkuhanku singkat.
“Gatel banget mas…” pintaku
Mas Manto tak menjawab derita birahiku, hanya terus mengecup pundakku, meremas payudaraku, memaju mundurkan pinggulnya dan terus menerus menowel biji kelentitku dari depan.
“Mas…ayo buruan… tusuk memek adek mas…” pintaku lagi.
Seolah telah tenggelam kedalam rasa gatal birahi, semua rasa maluku seperti lenyap seketika. Tanpa rasa malu, aku meminta untuk dapat segera disetubuhi, mengiba untuk dapat segera dizinahi, tanpa memperdulikan sosok lelaki muda yang berada didepanku.
Ogie yang sedari tadi melihat tingkah laku yang kamipun, nampaknya sudah tak mampu lagi menahan birahinya yang telah memuncak. Karena dapat kulihat, bercak lendir dikain celana dalam lusuhnya. Lendir precum yang telah membanjir keluar.
“Sange Gie…” Tanya mas Manto tiba-tiba.
“I…iya pak…” jawab Ogie malu-malu
“Pengen coli ya…?”
Ogie tak menjawab, hanya mengangguk malu-malu.
“Enak dek…?” Tanya mas manto padaku.
“Mas…ayo buruan…” desahku kesal, karena permintaanku sama sekali tak dituruti oleh selingkuhanku ini. Mas manto hanya menggesekkan batang penisnya diluar celah vaginaku.
“Buruan apa…?” goda mas Manto
“Ah mas… jangan becanda ah… adek sudah sange banget nih…”
“Buruan apa dulu…?”
“Tusuk memek adek…”
“Boleh…tapi ada syaratnya…”
Kukernyitkan alisku heran.
“Kamu bantuin Ogie coli ya…” ujar mas masto enteng sambil tersenyum.
“ANJRIT…” umpatku dalam hati. “Permainan apa lagi sih ini “ batinku dalam hati…
Dengan santai, didorongkannya pundakku maju kedepan, mendekat kearah tempat dimana Ogie berdiri. Mas Manto yang berada dibelakangku pun menghentikan goyangannya. Mencabut batang penisnya dari bawah selangkanganku dan mulai menempatkan kepala penisnya di ujung celah kewanitaanku. Digesek-gesekkan bonggolan kepala penisnya itu pada bibir vaginaku yang sudah membanjir basah.
“Buka celana dalam Ogie dek…” pinta mas Manto tenang.
“Mas…apa-apaan sih…?” tanyaku dengan nada menolak, sambil mencoba menegakkan punggungku lagi.
Mendengar nada keberatan dalam suaraku, mas Manto semakin mempercepat gesekan kepala penisnya pada lubang vaginaku, sehingga membuat gatal dinding celah kewanitaanku semakin meronta-ronta. Ditahannya punggungku kuat-kuat, dan didorongnya tubuhku sampai wajahku menabrak tubuh Ogie.
Dengan kedua tanganku, aku bertumpu pada dinding toilet, kutahan sekuat mungkin tubuhku supaya tak menabrak perut Ogie. Namun apalah daya, dorongan mas Manto dari belakang sangatlah kuat. Terlebih, gelitikan kepala penis mas Manto pada vaginaku, membuat pertahanan kaki-kakiku sama sekali tak dapat aku andalkan. Sehingga setiap kali aku meronta dan menolak permintaan mas Manto, kepala penisnya menguak masuk bibir vaginaku, membuat tubuhku melemas seketika. Untuk kesekian kalinya, kepalaku menabrak perut rata Ogie.
“Dek… ayo donk…buka celana dalam Ogie …” perintahnya lagi.
Aku tak menjawab. Juga sama sekali tak bergerak. Hanya berdiam diri sambil berusaha menjauhkan tubuhku dari badan Ogie.
Karena gemas, mas manto semakin menggoda nafsu birahiku. Dan, tanpa sepengetahuanku, ia memerintahkan Ogie untuk meremas payudaraku.
“Oooouuugghhh…”
Seperti makan buah simalakama, aku tak dapat banyak berbuat apa-apa. Karena kedua tanganku menopang berat tubuhku supaya tak menabrak badan Ogie, aku menjadi sama sekali tak berdaya ketika pramusaji itu mulai meremas dan mempermainkan payudaraku. Terlebih, dari belakang tubuhku, mas Manto semakin menggelitik bibir vaginaku dengan bonggolan kepala penisnya, membuat lendir kewanitaanku semakin membanjir.
“Empuk banget pak…” ujar Ogie kegirangan ”Anget…”
“Enak khan Gie? Itulah kelebihan tetek biniku…” bangga mas Manto ”Coba kamu pelintir pentilnya…”
“Keras banget pak…mirip manisan anggur…”
“HAHAHAHAHAHA…” tawa mas manto meledak, mendengar kata-kata polos Ogie.
Merasakan permainan dua lelaki mesum ini pada tubuhku, aku hanya bisa pasrah, melenguh keenakan dan membiarkan mereka memainkan semua aurat tubuhku sesuka mereka.
“Enak dek?” Tanya mas Manto
“Hggghhh….”
“Mau mas sodok sekarang dek?” tanyanya lagi.
“Hhhooo…oohh…” jawabku.
“Tapi… kamu mau khan… nyepong kontol Ogie? Mas pengen liat kamu nyepong kontol orang lain dek…”
ANJING. Benar-benar kurang ajar kalimat mas Manto, sangat tak berpendidikan. Baru kali ini aku dipermalukan seperti ini. Ia sungguh-sungguh memerintahkan aku untuk mengonani dan mengoral penis orang yang sama sekali tak aku kenal. Namun apa dayaku, karena rangsangan bertubi-tubi dua lelaki mesum ini pada vagina, kelentit dan payudaraku, otakku sudah tak mampu berpikir jernih sama sekali. Yang aku bisa lakukan hanyalah melenguh keenakan dan menganggukkan kepalaku, menyanggupi permintaan bejat suami baruku.
“G…Gie buka celana dalammu…mbak pengen nyobain kontolmu.…” pintaku lirih.
Bak mendapat durian runtuh, Ogie segera membungkukkan badannya dan melepas celana dalam lusuhnya. Sampai-sampai, karena saking bersemangatnya, begitu karet celana dalam Ogie melorot kebawah, ujung kepala penisnya langsung mencuat keatas, menampar dagu dan hidungku.
“Huuffhhh…” Aku melihat batang kemaluan lelaki lain tepat di depan hidungku.
Dengan seksama, kulihat penis lelaki perawakan timur tengah ini.
“Besar dari hongkong…?” tanyaku dalam hati. Tiba-tiba aku tertawa sendiri. Nampaknya, batang penis yang Ogie miliki, agak sedikit berbeda dengan apa yang orang-orang gemborkan. Tak sebesar pemberitaan yang beredar dimasyarakat. Karena begitu melihat penis Ogie, semua kabar itu kuanggap hanyalah mitos belaka.
Batang penis Ogie tak jauh berbeda dengan penis orang Indonesia pada umumnya, malah tak sampai setengah dari besar batang penis mas Manto. Walau memang agak sedikit lebih panjang daripada penis suamiku, namun penisnya sama sekali tak seperti yang orang pikirkan tentang orang Timur Tengah sana . Penis itu begitu kurus.
“Mirip keripik belut…” tawaku lagi dalam hati.
Karena memang benar, sekilas penis Ogie terlihat begitu unik. penis itu berwarna hitam, beda dengan warna kulit pemiliknya. Ditengah batang penisnya, terdapat sambungan kulit kulup bekas khitan berwarna merah tua, dan disekujur batang penisnya bertonjolan urat-urat berwarna hijau kehitaman. Rambut kemaluannya tumbuh tak terawat, sangat rimbun dan panjang, sehingga kalau dilihat sekilas, buah zakar Ogie seolah menghilang tertutup rambut kemaluannya. Dan, yang paling lucu bentuk batang penisnya, bengkok kekanan.
Kurentangkan jemari tangan kananku dan kuletakkan dipangkal penisnya. Kucoba mengukur penis Ogie. “Hhmmm…lumayanlah…sekitar 16-17 cm….Ternyata…tak beda jauh dengan penis mas Andri…apa mungkin karena diameternya yang tipis ya…sehingga membuat penis Ogie terlihat lebih panjang” tanyaku dalam hati sambil mencoba menggenggam batang penis setebal 2 jari itu.
Tipis sekali batang penisnya, karena hanya dengan ibu jari dan jari telunjuk, penis kurus ini Ogie sudah dapat kukocok. Sungguh berbeda dengan batang penis mas manto, yang perlu segenggaman penuh jemari tanganku untuk dapat mengocok batang penisnya dengan benar.
“Pasti sakit sekali kalau ditusuk oleh batang kurus bengkok kayak gini…”
Mendadak, ketika sedang melamunkan batang penis Ogie, tanpa ada pemberitahuan apapun dari mas manto, kurasakan bonggolan daging kepala penisnya mulai menyeruak kedalam bibir vaginaku.
“CLEEEPP”
“Oooooouuuggghhh” lenguhku perlahan.
Kembali kurasakan denyutan kepala dan batang penis mas manto, memenuhi setiap centi rongga vaginaku. penis keras itu terasa begitu besar dan sesak, menguak celah kewanitaanku lebar-lebar.
“Enak dek…?”
“Hee…ehhh” Kuanggukkan kepalaku dalam-dalam.
“Yaudah…buruan sepong kontol kurus itu dek…” ucap mas Manto sambil mendorong pinggulnya maju dengan keras, mencoba melesakkan batang raksasanya masuk kerongga vaginaku.
Segera saja kudekatkan penis itu ke mulutku. Namun, begitu aku akan menjilat kepala penis Ogie, mendadak, hidungku menangkap aroma yang sangat tak mengenakkan. Aroma itu berasal dari depan wajahku, dari batang penis yang menyeruak tegak dari rimbunnya rambut kemaluannya. Selangkangan Ogie benar-benar berbau tak sedap. Pesing dan amis bercampur menjadi satu. Aromanya benar-benar pahit. Kusentuh kulit kepala penisnya dengan ujung lidahku lalu kukecap rasa dan teksturnya.
“Asin…” batinku.
“Yak…gitu dek…bener…sepong kontol kurus itu dek” ujar mas manto yang semakin mempercepat sodokan penisnya.
Karena akal sehatku telah tertutup nafsu birahi, aku hanya bisa melenguh keenakan dan mulai menjulurkan lagi lidahku, mencoba merasakan batang pesing milik pramusaji mesum ini.
“Nakal kamu yaaa…” ujar mas Manto sambil mulai menghujamkan batang raksasanya dalam-dalam ”…istriku nakal sekali…mirip pelacur murahan…buruan dek …buruan…sepong saja kontol kecil itu…hahahahaha…”
Tak kupedulikan ocehan tak bermutu yang keluar dari mulut mas Manto. Yang pasti, saat ini, aku hanya menginginkan satu kata, yaitu orgasme.
“Oouuggghhhmm…enak banget maaassss….”
Kembali kukocok batang penis kecil itu dan perlahan kutarik mendekat kearah mulutku. Karena sudah sangat bernafsu, tak kuhiraukan lagi segala aroma pesing penis pramusaji itu. Dan, segera saja kumasukkan batang kurus itu kedalam mulutku.
“HAP…” kucaplok kepala penis Ogie dengan lahap. Membiarkan dirinya merinding dan mengejang-ngejang keenakan.
“HOOOooooooooohhhhhh…mbak….”
“SLUUuuuurrrppp…” jilatan lidahku langsung menyapu seluruh permukaan kepala penisnya yang sudah memerah. Bibirku menyedot dan mengurut batang penisnya sambil sesekali kukocok perlahan.
Susah sekali mengurut dan mengoral penis Ogie yang membengkok seperti pisang itu. Aku tak bisa masukkan seluruh batang kurusnya kedalam mulutku. Karena setiap kucoba menelan batang bengkoknya, kepala penisnya selalu menabrak dinding pipi kiriku. Namun, bukan Liani namanya, jika aku tak dapat menaklukkan penis bengkok perjaka ini. Tak kehabisan akal, kukunyah buah zakar yang penuh ditumbuhi rambut itu dengan bibirku.
“Ooooohhhh…mmmmhhhh” gelijang Ogie menjadi-jadi.
“Gimana Gie?” Tanya mas manto “Enak nggak sepongan biniku?”
“Ooohhh…HOOOooooooooohhhhhh….” Lenguh Ogie sambil menganggukkan kepalanya berulang kali.
Merasakan kenikmatan dari mulut dan bibir tipisku, tangan Ogie pun bergerak semakin liar. Remasan dan pelintiran jemarinya semakin keras. Mencengkeram daging payudaraku yang menggelantung bebas sambil sesekali membetot putting susuku. Mas mantopun berbuat serupa, mungkin karena melihat wanita selingkuhannya mengoral pria lain, darah nafsu mas Manto semakin mendidih.
“PLEK…PLEK…PLEK…” suara tumbukan alat kelamin kami kembali menggema.
Threesome, seks bertiga.
Aku, mas Manto dan Ogie, berlomba-lomba untuk dapat lebih dahulu mencapai garis finish kenikmatan. Orgasme, itulah satu-satunya tujuan kami. Lenguhan, desahan dan teriakan kenikmatan, keluar dengan seksi dari mulut kami bertiga. Semua kegaduhan itu, tak lagi kami hiraukan. Masa bodoh, tak peduli jika ada orang lain yang mendengar.
“Hoooohhh mbak…enak banget…” ujar Ogie, yang mungkin baru pertama kalinya ia merasakan dioral oleh istri orang lain. Ia semakin beringas meremas buah payudaraku yang menggelantung bebas, sambil sesekali ia memegang kepalaku dan meminta mulutku untuk mengurut batang penis kurusnya naik turun.
Dibelakang tubuhku, Mas manto seperti memakai holahop, menggoyangkan pinggulnya maju mundur dengan cepat. Melesakkan penis panjangnya berulang kali ke liang vaginaku.
“Liani…kau benar-benar nakal” batinku dalam hati ”Lubang mulut dan vaginamu dipakai oleh dua orang yang berbeda dalam waktu bersamaan…benar-benar GILA…”
“PLEK…PLEK…PLEK…”
Akibat hujaman penis mas Manto yang begitu kasar, kurasakan bibir dan liang vaginaku menjadi sangat sensitive, geli jika disentuh. Lendir vaginaku tak henti-hentinya merembes keluar, membanjiri selangkangan dan pahaku. Basah, benar-benar basah. Biji keletitkupun kurasakan sudah merah membengkak, sangat terangsang. Sampai tiba-tiba rasa panas yang sangat aku kenal mulai turun dari rongga rahimku. Orgasmeku akan segera tiba.
“Mas…Ohhh….mas….aku mo keluar mas…” ujarku sambil menengok kearah selingkuhanku yang dengan giat menancapkan batang penisnya dalam-dalam ke liang vaginaku. Melihatnya merem melek keenakan, segera saja kucengkeram paha kanan mas Manto, memintanya untuk segera mempercepat sodokan penis besarnya.
“Hhh…hhh dasar perek…baru bentar saja sudah mau keluar…Enak dek?” Tanya mas Manto dengan nafas yang memburu.
“Mmmmhh….enak mas…terus mas… terus…” jawabku sekenanya, tak memperdulikan semua julukan bejatnya padaku.
Kuterus menggoyang-goyangkan pinggulku sambil terus kembali mengenyot batang bengkok Ogie dengan mulutku.
“Terus apa dek?”
“Terus…sodok memek adek mas…
“Aduh…mas nggak ngerti…” ujar mas Manto pura-pura bego.
“Ah mas…jangan becanda ah…”
“Bener dek…mas masih nggak ngerti mau kamu…” tambahnya lagi “ minta yang bener dong…kamu minta apa?”
“Shhh….sodok memek adek mas…shhh…”
“Sodok?”
Sebenarnya aku merasa sebal akan tingkah bego yang dilakukan mas Manto, namun karena ingin cepat-cepat merasakan orgasme, untuk terakhir kalinya kuperintahkan…
“ENTOTIN MEMEK ADEK MAS… ADEK MO KELUAR…” perintahku lantang ke suami baruku. Aku tak peduli akan adanya Ogie yang juga berada didalam ruangan toilet itu. Yang jelas, saat ini aku ingin segera orgasme. Titik.
Mendengar perintah lantangku, tiba-tiba, mas Manto menghentikan gerakan maju mundur pinggulnya, mencabut batang berbonggolnya dan memutar badanku yang masih dalam posisi membungkuk itu 180 derajat. Sekarang kepalaku menghadap batang penis mas Manto dan vaginaku menghadap ke badan kurus Ogie.
Tanpa basa basi, mas Manto segera saja menyorongkan batang penisnya kearahku. Ia berusaha menjejalkan batang raksasa yang masih berlumuran busa putihnya itu masuk kedalam mulutku. Karena begitu kuatnya dorongan kepala penis mas manto, sampai-sampai tubuhku agak terdorong mundur dan menabrak badan Ogie.
“Mas…?” tanyaku keheranan. Kucoba mencari tahu apa maksud selingkuhanku ini. Namun setiap kali kucoba menegakkan tubuhku, lengan kekar mas Manto mencegahnya dan memintaku untuk tetap pada posisi membungkuk ini.
“Mas…?” tanyaku lagi sambil mendongakkan kepalaku mencoba mencari tahu.
Mas Manto sama sekali tak menjawab, ia hanya menatapku tenang sambil tersenyum.
“Ayo Gie… gantian….” ujar mas Manto.
“Apa-apaan ini mas?…..mmmppphhhhfff” mulutku tak mampu meneruskan kalimat yang akan kutanyakan pada selingkuhanku. Mas Manto mencengkeram kepalaku dengan erat, dan mulai memaksakan penisnya untuk masuk.
Tiba-tiba, kurasakan tangan dingin Ogie menyentuh pantatku. Perlahan namun pasti, tangan itu mulai berani mengelus dan meremas buah pantatku. Bahkan tak jarang, tangan Ogie berani menyentuh celah vaginaku yang masih basah berlumuran lendir kewanitaanku.
“Ogie…apa-apaan kammmmmppphhhfff” lagi-lagi, aku tak mampu menyelesaikan kalimatku, karena kembali mas Manto memegang erat kepalaku, dan menjejalkan batang raksasanya kuat-kuat kedalam mulutku.
“Ayo Gie…buruan masukin kontolmu…sekarang giliranmu untuk bisa ngerasain gimana enaknya empotan memek biniku…” perintah mas Manto pada pramusaji mesum yang berdiri tepat dibelakang liang kewanitaanku,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,