Pesiar bersama Grace – 1

Pesiar bersama Grace – 1

Kisah nyata ini bermula ketika saya mengikuti test penerimaan karyawan sebuah perusahaan di kota Mataram. Pada hari Sabtu jam 10.20 yang telah ditentukan, saya diinterview pada session terakhir.

“Saudara Andi, silakan” panggil resepsionis cewek itu mengajak saya ke sebuah ruangan.

Di ruangan itu sudah duduk seorang wanita yang cantik, seperti artis mandarin yang ternyata adalah seorang Manager HRD. Memakai setelan hem, dalamnya berwarna putih dan jasnya merah serta dipadu rok mini merah, kulitnya putih bersih karena masih ada keturunan tionghoa. Saya perkirakan umurnya masih muda sekitar 26 tahunan.

“Permisi Bu..”
“Selamat pagi, silakan duduk” sapanya ramah mempersilakan saya duduk di sofa yang cuma dibatasi dengan meja kecil hingga kami saling berhadapan.
“Oh ya, kenalkan saya Grace”
“Andi Bu” jawab saya sambil bersalaman dengannya.
“Panggil Mbak aja ya”
“Iya.. Mbak”

Setelah acara tanya jawab mengenai bidang yang saya lamar dan bagaimana tanggapan dari perusahaan, akhirnya sampailah pada pertanyaan yang terakhir.

“Dulu apa pekerjaannya, Andi?” tanya Grace sambil menopangkan sebelah kakinya yang putih itu.

Duh cantiknya cewek ini, udah putih, cantik lagi seperti artis Mandarin di Hongkong itu, pikirku. Kuperkirakan tingginya 170 cm/56 kg dengan pinggang yang langsing, pokoknya seksi deh.

“Sampai sekarang sih masih sebagai free guide” jawab saya jujur.
“Maksudnya..?”
“Pemandu tour lepasan untuk turis domestik, begitu”
“Oh gitu, sebetulnya perusahaan ini membutuhkan orang yang berkualitas tinggi”
“Jadi maaf ya, Andi belum bisa memenuhi syarat yang ditentukan perusahaan”
“Nggak apa-apa kok Mbak, saya bisa menerimanya”
“Oh ya, saya cuma sebentar di Lombok ini, kira-kira dua mingguan”
“Maksud Mbak..?” tanya saya nggak ngerti.
“Kalo saya minta Andi menjadi tour guide saya selama dua minggu, berapa biayanya?”
“Terserah Mbak aja, pokoknya ditanggung puas deh jalan-jalan ke pulau Lombok” jawab saya senang, meskipun tidak dapat pekerjaan tapi ada order nih, cantik lagi.
“Besok ya, jam 09.00 di hotel Senggigi Beach, saya tunggu”
“Ya Mbak, pasti saya datang”
“Permisi Mbak”
“Ya, silakan” jawab Mbak Grace mengantar saya keluar ruangan.

*****

Tepat jam 09.20 esoknya, saya sampai di hotel Senggigi Beach tempat Mbak Grace menginap.

“Selamat pagi Mbak, kamar Mbak Grace yang mana ya?” tanya saya pada recepsionis hotel itu.
“Oh, Pak Andi ya, sudah ditunggu di lobi hotel sama Ibu Grace”
“Terima kasih Mbak”
“Sama-sama”

Ternyata Mbak Grace sudah menunggu di lobi dengan kaos ketat berwarna biru hingga samar-samar kelihatan payudaranya yang masih terbungkus BH menonjol di balik kaos gaulnya dan dipadu celana panjang jins, kelihatannya jauh sekali dari formalitas.

“Maaf Mbak, kelamaan nunggu ya?”
“Nggak apa-apa kok, tapi panggil Grace aja ya”
“Ya Mbak.. E.. Eh.. Grace”
“Andi, bisa nyopir khan?”
“Bisa.. emangnya kenapa”
“Tadi saya pinjam mobil kantor untuk jalan-jalan”
“Oh, bisa kok Mbak, jadi kita nggak perlu pake taksi”
“Grace pengin liat tempat gerabah dulu ya”
“Ya, ayo kita berangkat sekarang” ajak saya sambil menggandeng tangannya, rupanya Grace tidak keberatan saya gandeng tanggannya yang putih mulus itu.

Pada jam 09.40 kami berangkat ke desa Banyumulek, tempat gerabah khas Lombok yang luarnya memakai anyaman rotan itu, jaraknya di luar kota Mataram. Setelah sampai, Grace membeli beberapa gerabah hingga jam 12.10 dan kami kembali lagi ke Mataram untuk makan siang.

“Terus mau kemana lagi Grace?” tanya saya padanya dalam mobil yang akan menuju hotel.
“Temenin saya berenang yuk”
“Ayo, tapi saya nggak bawa baju renang nich”
“Ah, gampang nanti saya beliin, gimana?”
“OK boss”

Maka sampailah kami di hotel Senggigi Beach, ternyata kolam renang tidak begitu ramai dengan orang, cuma ada beberapa bule sedang berjemur.

“Tunggu di sini ya Ndi, saya mau ganti baju dulu” celoteh Grace sambil berlalu ke ruang ganti.

Setelah beberapa saat, wow.. Grace sudah berganti dengan baju renang yang seksi sekali, berwarna putih selaras dengan kulitnya dan payudaranya menonjol dari balik baju renangnya.

“Ayo Ndi, kok bengong aja” katanya mengagetkan saya dan kami pun berenang di dalam kolam yang cukup besar itu.

Kami berenang sampai jam 17.10 sore dan lalu Grace mengajak saya mengakhiri dulu acara renangnya.

“Sampai besok ya Ndi”
“Ya, sampai besok Grace” jawab saya sambil menelan ludah karena membayangkan betapa putih dan seksinya Grace memakai pakaian renangnya itu.

Beruntung sekali jika saya bisa memeluk atau bahkan making love dengannya. Ah tapi itu cuma angan-angan saya saja. Hari berikutnya saya antar Grace ke pemandian alam Suranadi, tempat air awet muda di Narmada, dan beberapa tempat wisata lainnya.

“Kita ke mall yuk” ajak Grace sambil menggandeng tangan saya mesra bagai sepasang kekasih saja.
“Ada acara apa nich ke mall?” tanya saya sambil melirik Grace yang duduk dengan santai dan seenaknya, bahkan kadang-kadang rok mininya memperlihatkan hampir separuh lebih pahanya yang putih mulus hingga si boy jadi tidak tenang, kapan ya bisa bergesekan dengannya, pasti sedap, pikirku.
“Saya mau beli pakaian atas nich” jawabnya.

Selama sepuluh hari berlalu, kami sudah menjadi akrab sekali. Siang itu Grace mengenakan kaos ketat putih bergambar panda yang dipadu dengan rok jins mini berwarna biru dengan sabuknya yang besar, saya tidak tahu apakah ini model baju gaul jaman sekarang atau kreasi Grace sendiri. Mall Cilinaya itu sungguh ramai pada saat hari Minggu, hingga saya bisa menggandeng pinggang Grace yang ramping itu dan wangi tubuhnya sungguh harum sekali. Rupanya Grace tidak keberatan saya peluk pinggangnya. Ini baru lumayan, pelan-pelan ada kesempatan nih, pembaca.

“Kita cari baju yuk” ajaknya ke toko baju dalam mall tersebut.
“Okey..”
“Ini bagus nggak Ndi?” tanyanya sambil memperlihatkan hem merah.
“Bagus juga kok Grace, cobain aja” jawabku.
“Iya deh” jawabnya sambil menuju ruang ganti.

Tentu saja saya mengikutinya dan membantu menutup kain tempat mencoba baju itu, namun yang membuat saya berdebar-debar, ternyata ada celah sedikit untuk mengintip ruang ganti itu, mungkin saja Grace tidak tahu atau pura-pura tidak tahu. Pertama-tama Grace membuka kaos ketat warna putihnya hingga sekarang tampak kelihatan BH warna kuningnya yang sungguh indah, membuat si boy langsung berdiri, kemudian ia mencoba hem merah itu dan ternyata pas sekali dengan bentuk tubuh Grace. Setelah cocok dan membayar harganya, saya mengajak Grace mencoba naik cidomo (semacam dokar yang ditarik oleh kuda), sedangkan mobil masih diparkir di Mall supaya aman.

“Gimana Grace, rasanya naik cidomo?” tanya saya sambil memperhatikan rok mininya yang tadi agak tersingkap pada saat naik cidomo hingga kelihatan sedikit celana dalamnya yang berwarna putih polos. Si boy langsung berdiri hingga celana jins saya jadi sesak.
“Lucu ya, naik cidomo begini”
“Ya, ini namanya kendaraan tradisional khas daerah sini”
“Oh, gitu..”

Setelah bolak balik naik cidomo, kami kembali ke hotel supaya Grace bisa beristirahat.

“Ndi, kamu tadi ngintip saya ya?” tanya Grace tiba-tiba sambil menatap saya lekat.
“E.. Eh.. Ya.. Nggak sengaja kok” kata saya tergagap-gagap karena kaget bahwa Grace tahu tadi saya memperhatikan wilayah pribadinya. Saya pasrah saja kalau akan dimaki atau bahkan diusir.
“Mmh.. Gitu ya”
“Maaf ya Grace, saya nggak sengaja kok, kalo Grace nggak suka saya bisa pergi sekarang kok” jawab saya sambil akan meninggalkannya.
“Tunggu.. Ndi, sebetulnya Grace nggak apa-apa kok”
“Terima kasih kalo begitu” jawab saya yang tidak jadi meninggalkannya, bahkan sempat duduk di hadapannya kembali.
“Gimana badannya Grace?” tanyanya lagi dengan antusias.

Wah ada kesempatan lagi, saya ingin berusaha membujuk Grace supaya mau making love dengan saya siang ini, paling-paling ditolak atau diusir, itu resikonya.

“Seksi sekali” jawabku.
“Yang bener” tanyanya memastikan.
“Abis bodinya Grace seksi sich, rajin fitness ya”
“Iya, ini akibat latihan fitness”
“Ndi, masuk kamar yuk, soalnya panas di luar” ajak Grace tiba-tiba sambil menggandeng tangan saya masuk kamar kelas VIP itu, sungguh kamar yang bagus sekali.

Tiba-tiba HP Grace berdering, dan Grace menjawab HP-nya sambil duduk di sofa. Wow, sekarang dengan jelas sekali kelihatan CD-nya yang berwarna putih karena duduknya yang agak membuka kedua pahanya itu. Sungguh pemandangan yang indah sekali. Setelah Grace menutup HP-nya, Grace menatap saya dengan pandangan yang lain.

“Ada apa Grace?” tanya saya sambil duduk di sampingnya.
“Mungkin satu atau dua hari lagi saya kembali ke Jakarta” jawabnya sambil menyandarkan kepalanya pada pundak saya.
“Lho, kok cepat sekali” tanya saya sambil mengelus pundak kirinya pelan.
“Biasa, panggilan dari bos besar..” jawabya sambil mengusap-ngusap paha kiri saya dengan mesra.
“Gimana kalo sekarang, Andi kasih hadiah”
“Hadiah apa, pasti asyik nih?” celoteh Grace penasaran sambil menatap saya serius.
“Gimana, kalo hadiahnya berupa ciuman”
“Hush, ngawur kamu, khan udah kukasih liat” celotehnya sambil nyengir.
“Lho, ini khan ada rasanya” jawab saya nggak mau kalah sambil tangan kanan saya mengusap-usap pipinya yang putih mulus.
“Geli tau..” tolaknya manja.
“Lama-lama enak kok” rayu saya sambil mencium lehernya, bahkan menjilatinya sedikit demi sedikit supaya Grace merasakan rangsangan.
“Jang.. An.. Ndi.. Kamu.. Nakal..” sentak Grace sambil mendorong tubuh saya, namun dorongannya malah membuat kami berdua jatuh ke sofa dengan posisi saya menindih Grace.

Kesempatan itu tak saya sia-siakan karena langsung saja saya cium bibirnya yang merah basah. Beberapa saat Grace masih memberontak lemah dan pergumulan itu semakin membuat tangan kanan saya menekan-nekan payudaranya yang masih terbungkus kaos dan tangan kiri saya memegang kepalanya.

“Mmh..” guman Grace karena mulutnya penuh oleh lidah saya yang berusaha membelitnya dan kembali ke lehernya yang putih bersih, terus menjilatinya dengan gemas.
“Sst.. Jann.. Ngan.. Sst..” celotehan dan sedikit rintihan Grace membuat saya tahu bawah Grace sekarang agak terangsang, dan perlawanannya sudah mulai semakin lemah.
“Aduh.. Sst.. Ndi.. Pelan-pelan..” rintihnya sambil memegang tangan saya yang sedang meremas payudaranya.

Bersambung . . . .

,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts