Danang Tukang Ojek Sepeda

 

Orangnya buta huruf. Tapi kalau ngomong soal sex, dia adalah playboy. Playboy kampunglah. Tetapi aku percaya. Tubuh macam dia punya biasanya memang memiliki nafsu gede. Lihat saja. Punggungnya nampak sedikit bongkok. Tangan-tangan dan kakinya penuh bulu. Warna kulitnya yang coklat kehitaman mengkilat kena keringat keringnya.
Cerita Sex: Danang Tukang Ojek Sepeda – Ist
Ciri-ciri macam itu biasanya penisnya juga gede. Aku selalu merinding menahan gejolak birahiku kalau dekat dia. Tak bisa kulepaskan dari tonjolan bagian depan celananya, menggunung. Pantes saja, ibu-ibu gatel hingga babu-babu genit sangat asyik kalau ngomongin bagaimana sepulang dari pasar tadi ngebonceng ojeknya Danang.
Mereka cerita soal baunya yang bikin merangsang, soal senggolan dengan tangannya yang penuh bulu. Kadang-kadang mereka sengaja menempelkan susunya saat mbonceng ojek sepeda si Danang. Sebaliknya si Danang, dia juga termasuk banyak omong. Dia ceritakan kalau si Nem, babu Koh Abong demen banget nyiumin kontolnya. Dia enyotin kontolnya hingga pejuhnya muncrat ke mulutnya. Dia telan tuh pejuh, nggak ada sisanya.
Cerita Sex Selingkuh | Bahkan dia juga cerita kalau Enci’nya (bininya) Koh Abong suka mencuri-curi pandang, dan menaik-naikkan alisnya kapan pandangannya berbenturan dengan mata Danang. Dia lagi cari kesempetan atau alasan bagaimana bisa ketemu empat mata tanpa dilihat lakinya.
Lain lagi Dety, orang Menado yang lakinya kerja di kapal yang hanya 6 bulan sekali lakinya pulang dari laut, itupun tidak lebih dari 1 minggu. Dety berbisik sama Atun temen gosipannya,
‘Uhh Tuunn, gue mau klenger deh rasanya’, suatu pagi dia buka omongan,
‘Kenape emangnya?’, tanya Atun balik dengan logat Betawinya yang kental.
‘Gua baru ngrasain deh. Tuh kontol Danang yang sedepa (mau cerita betapa panjangnya) bener-bener bikin semaput’.
Kemudian dia ceritakan bagaimana tanpa sengaja suatu siang si Danang kencing di kebon samping rumahnya. Sebagai perempuan yang kesepian karena jarang dapat sentuhan lakinya, dia iseng ngintip dari balik pohon angsana dekat dapurnya. Dia lihat saat Danang merogoh celananya dan menarik kontolnya keluar. Dety bilang napasnya langsung nyesek. Dia plintirin pentilnya sembari ngintip Danang kencing. Dia mengkhayal,
‘.. coba aku yang dia kencingin.. hhuuhh..’. Dan beberapa menit sesudah Danang meninggalkan tempat, dengan gaya yang tidak memancing perhatian orang dia nyamperin tuh tempat kencingnya Danang.
Bagian terakhir ini dan selanjutnya nggak dia ceritakan sama si Atun.
Dia amati batang pohon mangga yang dikencinginnya. Basah. Air liur Dety menetes keluar, jakunnya naik turun. Darahnya tersirap. Dan tanpa bisa menahan diri, tahu-tahu tangan kanannya sudah nyamperin tuh yang basah di batang pohon. Diusapnya basah kencing si Danang di pohon itu. Matanya nglirik kanan-kiri-depan nggak ada orang lain, dia endus tuh basah di tangannya itu. Wuu.. pesing banget. Kemudian lidahnya menjulur menjilati basah kencing Danang itu. Eddaann..
Semua cerita-cerita itu terung terang membuat aku dipenuhi setumpuk obsesi. Kapaann memekku diterobosi kontolnya?! Dan dari kepalaku mengalir berbagai gagasan untuk menjebak Danang. Dan kalau sudah begini, mataku menerawang. Aku pengin jilatin batangnya, bijih pelernya sampai dia teriak-teriak keenakkan. Aku akan ciumin pentilnya. Kemudian ketiaknya. Aku akan jilatin semua lubang-lubang bagian tubuhnya. Wwwuu.. nafsu libidoku.. kenapa liar begini ssiihh..?!
Suatu sore, karena ada beberapa bumbu dapur yang habis, aku pergi ke warung langgananku di pasar. Aku pikir jalan sih nggak begitu jauh saat tiba-tiba Danang dari arah belakangku naik sepeda ojeknya nawarin, ‘Kemana bu? Saya anter?’. Terus terang aku langsung terkesiap dan .. gagap..,’Eehh kang Danang (begitulah aku biasa memanggil orang lain akang atau kang sebagai tanda hormatku) ..eehh, ..bb ..boleehh, ..mau ke warung langganan nihh’. seperti kebo yang dicocok hidungnya, aku nyamperin jok belakang sepedanya, naruh pantat di boncengan sepeda si Danang.
Seketika aku diserang obsesiku. Sementara Danang nggenjot sepeda, agar tidak jatuh tanganku berpegangan pada sadel yang tentu saja menyentuh bokongnya. Ada setrum yang langsung menyerang jantungku. Deg, deg, deg. Aku dekatkan wajahku ke punggungnya hingga aku cium bau keringatnya.
‘Narik dari jam berapa mas?’, aku buka omongan,
‘Yaah nggak tentu bu. Hari ini saya mulai keluar jam 10.00 pagi. Soalnya pagi-pagi tadi tetangga minta bantu pasang kran air. PAM-nya nggak mau keluar’. Wwaaoo.., tiba-tiba ada ide yang melintas!
‘Apa yang nggak mau keluar ..?’, nada bicaraku agak aku bengkokkan.
‘Kenapa nggak mau keluar ..?’, untuk lebih memperjelas nada bicaraku yang pertama.
Jawabannya nggak begitu aku dengar karena ramainya jalanan.
‘Ooo.., kirain apaan yangg.. nggakk keluarr..’. Dan tanpa aku sadari sepenuhnya, tanganku menjadi agresif, menepuki paha Danang.
‘Kirain barang Mas Danang yang ini nggak mau keluar’, mulutkupun tak lagi bisa kukendalikan dengan sedikit aku iringi sedikit ha ha hi hi.
‘Aahh, ibuu, ntarr dilihat orang lhoo’, sepertinya dia menegor aku. Kepalang basah,
‘Habiiss.., orang-orang pada ngomongin ini ssiihh..’, aku sambung omongan sambil tanganku lebih berani lagi, menepuki bagian bawah perutnya yang naik turun karena kaki-kakinya menggenjot sepeda. Dalam hatiku, kapan lagi kesempatan macam ini datang.
‘Siapa yang ngomoong buu..??’, dia balik tanya tapi nggak lagi ada tegoran dari mulutnya.
Dan tanganku yang sudah berada di bagian depan celananya ini nggak lagi aku tarik. Bahkan aku kemudian mengelusi dan juga memijat-mijat tonjolan celananya itu. Aku tahu persis nggak akan dilihat orang, karena posisi itu adalah biasa bagi setiap orang yang mbonceng sepeda agar tidak terlempar dari boncengannya.
‘Ibu berani banget nih, n’tar dilihat orang terus nyampai-in ke bapak lho buu’. Aku tidak menanggapi kecuali tanganku yang makin getol meremas-remas dan memijat.
Dan aku rasakan dalam celana itu semakin membesar. Kontol Danang ngaceng. Aku geragapan, gemetar, deg-degan campur aduk menjadi satu.
‘Mas Danaaanngggg..’, suaraku sesak lirihh.
‘Bbuuu.., aku ngaceng buu..’. Ooohh, obsesiku kesampaian.., dan aku jawab dengan remasan yang lebih keras.
Terus terang, aku belum pernah melakukan macam ini. Menjadi perempuan dengan penuh nafsu birahi menyerang lelaki. Bahkan sebagai istri yang selama ini cinta dan dicintai oleh suaminya. Dan nggak perlu diragukan, bahwa suamiku juga mampu memberi kepuasan seks setiap aku bersebadan dengannya.
Tetapi juga nggak diragukan pula bahwa aku ini termasuk perempuan yang selalu kehausan. Tidak jarang aku melakukan masturbasi sesaat sesudah bersebadan dengan suamiku. Biasanya suamiku langsung tertidur begitu habis bergaul. Pada saat seperti itu birahiku mengajak aku menerawang. Aku bayangkan banyak lelaki.
Kadang-kadang terbayang segerombolan kuli pelabuhan dengan badan dan ototnya yang kekar-kekar. Telanjang dada dengan celana pendek menunjukkan kilap keringatnya pada bukit-bukit dadanya. Mereka ini seakan-akan sedang menunggu giliran untuk aku isepin dan kulum kontol-kontolnya. Wwoo, khayalan macam itu mempercepat nafsuku bangkit.
‘Kang Danang, aku pengin ditidurin akang lho’, aku bener-bener menjadi pengemis. Pengemis birahi.
‘Jangan bu, ibu khan banyak dikenalin orang di sini’, jawabnya, yang justru membuat aku makin terbakar.
‘Kita cari tempat, nanti aku yang bayarin’, kejarku.
‘Dimana bu, aku nggak pernah tahu’. Iyyaa, tentu saja Danang nggak pernah mikir untuk nyewa kamar hotel. Klas ekonominya tukang ojek sepeda khan kumuh banget.
Saat nyampai di warung tujuan aku turun dari sepedanya,
‘Kang Danang tungguin saya yah’, biar nanti aku kasih tahu kemana mencari tempat yang aman dan nyaman untuk acara bersama ini.
‘Nih tempatnya yang kang Danang tanyain tadi, barusan aku pinjem pensil enciknya (pemilik warung) dan aku tulis tuh alamat hotel yang pernah aku nginap bersama suami saat nemenin saudara yang datang dari Surabaya.
‘Maapin bu, saya nggak bisa baca’, ahh.. aku baru ingat kalau dia buta huruf.., konyol banget nih.
‘OK kang, gini aja, besok akang tunggu saja aku di halte bis depan sekolah SD Mawar, tahu? Jam 10 pagi, OK?’, dia ngangguk bengong.
Walaupun nggak bisa baca rupanya dia tahu apa artinya ‘OK’.
‘Tt.. tapi bu.., n’tar ada yang ngliatin, n’tar diaduin ke suami ibu, n’tar..’, rupanya dia belum juga mengambil keputusan.
Keputusan nekad. Ampuunn.. Aku jadinya nggak sabar.
‘Udahlah kang, ayyoo, sambil jalan..’, sementara hari udah mulai gelap, lampu jalanan sudah menyala.
Pada jam begini orang-orang sibuk, kebanyakan mereka yang baru pulang kerja.
Kembali aku duduk di boncengan sepedanya. Dan kembali aku langsung merangkul pinggangnya hingga tanganku mencapai bagian depan celananya. Rupanya kontol Danang udah ngaceng. Tangankupun langsung meremasi gundukkan di celananya itu.
‘Bbuu, enaakk..’, dia mendesah berbisik.
‘Makanya aayyoo kang.., aku juga pengin ini banget..’, jawabku sambbil memijat gundukkan itu.
Beberapa saat kami saling terdiam, saling menikmati apa yang sedang berlangsung.
‘Buu, bagaimana kalau ketempat lain aja yang gampang bu??’, wwoo.. aku berbingar. Rupanya sambil jalan ini Danang mikirin tempat.
‘Dimana?’, tanyaku penuh nafsu,
‘Di rumah kontrakan temen saya, kebetulan lagi kosong, yang punya rumah lagi mudik, lagian kebonnya lebar, nggak akan ada yang ngliatin, apa lagi gelap begini’.
‘Jadi kang Danang maunya sekarang ini?’, aku agak terperangah, nggak begitu siap, n’tar suamiku nyariin lagi.
‘Habis kapan lagi bu? Sekarang atau besok-besok sama saja, lagian besok-besok mungkin di rumah itu udah ramai, pemiliknya udah pulang lagi’. Kalau menyangkut nafsu birahi riupanya Danang ini nggak begitu bodoh.
Cukup lama sebelum akhirnya aku menjawab,
‘Ayyolahh..’, sepeda ojek langsung berbalik, beberapa kali berbelok-belok masuk gang-gang kumuh. Nampaknya orang-orang ramai sepanjang jalan nggak mau ngurusin urusan orang lain. Mereka nampak tidak acuh saat kami melewatinya.
Kemudian sepeda ini nyeberangin lapangan yang luas dibawah tiang tegangan tinggi sebelum masuk rumah kontrakkan yang diceritakan Danang tadi. Di depan tanaman pagar yang rapat ada pintu halaman dari anyaman ambu, kami berhenti. Dari dalam ada orang yang bergegas keluar,
‘Min, ini mpok gua, baru dateng dari Cirebon, numpang istirahat sebentar sebelum nerusin ke Bekasi, rumah mertuanya. N’tar aku nggak pulang mau ngantar ke Bekasi ya?!’, aahh.., lihai banget nih Danang, ngibulnya bener-bener penuh fantasi..
Aku salaman sama ‘Min’ tadi. Saat bersalaman, salah satu jarinya dia selipkan ke telapak tanganku kemudian mengutiknya. Kurang ajar, batinku, rupanya dia tahu kalau si Danang sekedar ngibul. Rupanya cara macam ini sudah saling mereka kenali. Rupanya kibulan tadi justru untuk aku. Untuk menyakinkan aku bahwa tempat ini aman untukku.
‘Ayo bu, istrirahat dulu, mandi-mandi dulu, n’tar aku ikut ke Bekasi, biar nggak nyasar-nyasar’, uuhh..tukang kibulku.. yang.. sebentar lagi akan aku jilati kontolnya..
Dan memang aku sudah jadi perempuan yang nekad, pokoknya harus bisa merasakan ngentot sama Danang. Dan sekarang ini kesempatanya. Masa bodo dengan segala kibulan Danang, masa bodo dengan tangan usil si ‘Min’ tadi.
Nggak tahunya aku dibawa ke loteng. Dengan tangga yang nyaris tegak aku mengikuti Danang memasuki ruangan yang sempit berlantai papan dengan nampak bolong sana-sini. Dalam ruangan tanpa plafon hingga gentingnya yang rendah itu hampir menyentuh kepala, kulihat tikar tergelar. Dan nampak bantal tipis kusam di ujung sana. Kuletakkan barang bawaanku.
Tanpa menunggu ba bi Bu lagi Danang langsung menerkam aku. Tangannya langsung memerasi bokongku kemudian susu-susuku. Akupun langsung mendesah.. Birahiku bergolak.. Darahku memacu..
Aku menjadi sangat kehausan.. Tanganku langsung membuka kancing celana Danang kemudian memerosotkannya. Dalam dekapan dan setengah gelagapan yang disebabkan kuluman bibir Danang, aku merabai selangkangannya. Kontol yang benar-benar gede dan panjang ini kini dalam genggaman tanganku. Aku keras dan liatnya, denyut-denyutnya. Kontol yang hanya terbungkus celana dalam tipis hingga hangatnya aku rasakan dari setiap elusan tangan kananku. Kami saling melumat.
‘Bbuu, aku nafsu bangett bbuu..’, aku dengar bisikan desah Danang di telingaku. Hhheehh..
Kemudian tangan Danang menekan pundakku supaya aku rebah ke tikar yang tersedia. Terus kami bergumul, dia menaiki tubuhku tanpa melepaskan pagutannya. Dan tanganku merangkul erat tubuhnya. Kemudian dia balik hingga tubuhku ganti yang menindih tubuhnya. Aku terus melumatinya. Lidahnya yang menjulur kusedoti. Ludahku di-isep-isep-nya.
‘Bbbuu, aayyoo ..aku udah nggak tahan nihh..’. Sama. Nafsu liarku juga sudah nggak terbendung. Aku prosotkan sendiri celana dalamku tanpa mencopot roknya. Sementara itu ciuman Danang telah meruyak ke buah dadaku. Wwwuu.. Aku menggelinjang dengan amat sangat. Bulu-bulu bewok dan kumis yang tercukur rasanya seperti amplas yang menggosoki kulit halus dadaku.
Dalam waktu yang singkat berikutnya kami telah sama-sama telanjang bulat. Danang menindih tubuhku. Dan aku telah siap menerima penetrasi kontolnya ke vaginaku. Aku telah membuka lebar-lebar selangkanganku menyilahkan kontol gede Danang itu memulai serangan.
Saat ujung kemaluannya menyentuh bibir vaginaku, wwuuhh ..rasanya selangit. Aku langsung mengegoskan pantatku menjemput kontol itu agar langsung menembusi kemaluanku. Sungguh aku menunggu tusukkan batang panas itu agar kegatalan vaginaku terobati.
Agak kasar tapi membuatku sangat nikmat, Danang mendorong dengan keras kontolnya menerobos lubang kemaluanku yang sempit sekaligus dalam keadaan mencengkeram karena birahiku yang memuncak. Cairan-cairan pelumas yang keluar dari kemaluanku tidak banyak membantu. Rasa pedih perih menyeruak saraf-saraf di dinding vaginaku. Tetapi itu hanya sesaat..
Begitu Danang mulai menaik turunkan pantatnya untuk mendorong dan menarik kontolnya di luang kemaluanku, rasa pedih perih itu langsung berubah menjadi kenikmatan tak bertara. Aku menjerit kecil.. tetapi desahan bibirku tak bisa kubendung. Aku meracau kenikmatan,
‘Enak banget kontolmu kang Danangs.. aacchh.. nikmatnyaa.. kontolmu Danangs.. oohh.. teruusszzhh.. teruuzzhh.., uuhh gede bangett yaahh.. kangg.. kangg enakk..’
Genjotan Danang semakin kenceng. Bukit bokongnya kulihat naik turun demikian cepat seperti mesin pompa air di kampung. Dan saraf-saraf vaginaku yang semakin mengencang menimbulkan kenikmatan tak terhingga bagiku dan pasti juga bagi si Danang. Dia menceloteh,
‘Uuuhh buu, sempit banget nonokmuu ..buu.., sempit bangeett.. bbuu enaakk bangett..’. Dan lebih edan lagi, lantai papan loteng itupun nggak kalah berisiknya. Aku bayangkan pasti si ‘Min’ dibawah sono kelimpungan nggak keruan. Mungkin saja dia langsung ngelocok kontolnya sendiri (onani).
Terus terang aku sangat tersanjung oleh celotehannya itu. Dan itu semangatku melonjak. Pantatku bergoyang keras mengimbangi tusukkan mautnya kontol Danang. Dan lantai papan ini .. berisiknyaa.. minta ampun!
Percepatan frekwensi genjotan kontol dan goyangan pantatku dengan cepat menggiring orgasmeku hingga ke ambang tumpah,
‘Kang .. kang.. kang..kang.. aku mau keluarrcchh.. keluarrcchh.. aacchh..’, aku histeris. Ternyata demikian pula kang Danang. Genjotan terakhir yang cepatnya tak terperikan rupanya mendorong berliter-liter air maninya tumpah membanjiri kemaluanku. Keringat kami tak lagi terbendung, ngocor.
Kemudian semuanya jadi lengang. Yang terdengar bunyi nafas ngos-ngosan dari kami. Dari jauh kudengar suara kodok, mungkin dari genangan air comberan di kebon.
Aku tersedar. Dirumah pasti suamiku gelisah.
‘Kang Danang, aku mesti cepet pulang nih ..’, Dia hanya melenguh ‘..hheehh..’. Kulihat kontolnya ternyata masih tegak kaku keluar dari rimbunan hitam jembutnya menjulang ke langit.
Apa mungkin dia belum puas?? Aku khawatir kemalaman nih.
‘Ayyoo kang, pulang dulu.., kapan-kapan kita main lagi yaahh ..’.
Danang bukannya bangun. Dia berbalik miring sambil tangannya memeluk tubuhku mulutnya dia tempelkan ke pipiki dan berbisik,
‘Buu, aku masih kepingin..’,
‘Nggak ah.., aku kan takut kemalaman, nanti suamiku nyariin lagi’.
‘Jangan khawatir bu.. Sebentar saja.. Aku pengin ibu mau ngisepin kontolku. Kalau diisepin cepat koq keluarnya dan aku cepat puas. Lihat aja nih, dianya nggak mau lemes-lemes. Dia nunggu bibir ibu nihh..’. Danang menunjukkan kontolnya yang gede panjang dalam keadaan ngaceng itu.
‘Ayyoo dong buu.., kasian khan .., bbuu..?!’. Dia mengakhiri omongannya sambil bangkit, menggeser tubuhnya, berdiri kemudian ngangkangin dadaku lantas jongkok.
Posisi kontolnya tepat di wajahku. Bahkan tepat di depan bibirku.
‘Aayyoo buu, isepin duluu.., ayyoo buu, ciumin, jilat-jilat..’. Aku jadi nggak berkutik. Aku pikir, biarlah, OK-lah, supaya cepat beres dan cepat pulang.
Kuraih kontol itu, kugenggam dan kubawa kemulutku. Aku jilatin kepalanya yang basah oleh spermanya sendiri tadi. Aku rasain lubang kencingnya dengan ujung lidahku.
‘Aammpuunn.. Enakkbangett..’, Danang langsung teriak kegatalan.
Sambil tanganku mempermainkan bijih pelernya, kontol itu aku enyotin dan jilatin. Rupanya Danang ingin aku cepat mengulumnya. Dan dia kembali mulai memompa. Kali ini bukan memekku tetapi mulutku yang dia pompa. Pelan-pelan tetapi teratur. Dan aku.., uuhh.. merasakan kontol gede dalam rongga mulutku.., rasa asin, amis, pesing dan asem berbaur yang keluar dari selangkangan, jembutnya, bijih pelernya.., nafsuku kembali hadir.
Dan pompa Danang mencepat. Aku mesti menahan dengan tanganku agar kontol itu tidak menyodok tenggorokanku yang akan membuatku tersedak. Tidak lama ..
Tiba-tiba Danang menarik kontolnya dan tangan kanannya langsung mengocoknya dengan cepat persis didepan muluku.
‘Ayoo bu, minum pejuhku.. Buu, ayo makan nih kontolkuu.. Ayoo buu..minumm..buu.. Bbbuu..’, kocokkan itu makin cepat.
Dan reflekku adalah membuka mulut dan menjulurkan lidahku. Aku memang pengin banget, memang menjadi obsesiku, aku pengin minum sperma si Danang. Dan sekarang ..
Entah berapa banyak sperma Danang yang tumpah kali ini. Kurasakan langsung ke mulutku ada sekitar banyak kali muncratan. Dan aku berusaha nggak ada setetespun yang tercecer. Uuuhh.., aku baru merasakan. Gurihnya sperma Danang mengingatkan aku pada rasa telor ayam kampung yang putih dan kuningnya telah diaduk menjadi satu. Ada gurih, ada asin, ada tawarnya.. dan lendir-lendir itu ..nikmatnyaa..
Saat pulang kuselipkan dalam genggaman si ‘Min’ lembaran Rp. 50 ribu. Mungkin semacam ongkos bungkam. Dia dengan senang menerimanya. Tak ada lagi jari ngutik-utik telapak tanganku.
Danang menurunkan aku di belokkan arah rumahku. Aku beri Danang lembaran Rp. 100 ribu, tetapi dia menolak,
‘Jangan bu, kita khan sama-sama menikmati.., dan terserah ibu.., kalau ibu mau, kapan saja saya mau juga .. Tetapi saya nggak akan pernah mencari-cari ibu, pemali, n’tar jadi gangguan, nggak enak sama bapaknya khan?!’. Wah.., dia bisa menjaga dirinya dan sekaligus menjaga orang lain. Aku senang.
Sesampai di rumah ternyata suamiku tidak gelisah menunggu istrinya. Kebetulan ada tamunya, tetangga sebelah teman main catur. Aku cepat tanggap, ‘Udah dibikinin kopi belum pak?!’ ..yang terdengar kemudian .. Skak!
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts