Memuaskan Pasien

| Kenalkan namaku Mirna, umurku saat ini 29 tahun. Setelah aku lulus dari kuliahku aku langsung mendapatkan pekerjaan sebagai dokter disebuah rumah sakit terkenal. Karena saat kuliah aku mengambil jurusan kedokteran.

Sampai sekarang aku sudah bekerja dirumah sakit itu kurang lebih 3 tahun. Saat aku menjadi dokter aku dikenalkan oleh temanku seorang laki-laki yang bekerjadisuatu perusahaan, akhirnya kita saling berkenalan dan saling akrab dan kemudian kami menjadi pasangan suami istri.

Tapi setelah setahun perkawinanku aku menemukan hal yang mengganjal pada suamiku. dalam pernikahanku suamiku jarang sekali menyentuhku, dan jika aku mengajaknya untuk berhubungan Sex dengan segala alsan dia menolaknya dan ketika alasannya habis dia baru mau aku ajak berhubungan Sex dan itu pun hanya menyenangkanku saja padahal dalam hati aku merasatidak terpuaskan.

Saat itu aku ditugaskan oleh rumah sakit kalau aku disuruh kedesa sebelah untuk membantu warga yang ada disana yang sedang dilanda penyakit. Setelah aku meminta ijin pada suamiku, suamiku pun mengijinkannya dengan janji 2 minggu sekali aku pulang dan aku menyanggupinya.

Dari sini lah aku mengetahui sifat buruk suamiku yang sebenarnya. Setelah 2 minggu aku berada didesa sebelah, aku memutuskan untuk pulang, sesampainya aku dirumah aku kaget dengan yang aku lihat.

Suamiku sedang bergumul dengan seorang laki-laki dengan sangat gairahnya. Dia tidak pernah se bergairah itu ketika berhubungan Sex denganku. ternyata suamiku adalah seorng gay, tapi aku hanya memendam yang aku lihat waktu.

Setelah kejadian yang aku lihat siang itu, aku menjadi jarang pulang dan suamiku pun juga tak pernah menanyakan kenapa aku jarang pulang. Karena desa tempat aku bertugas adalah daerah laut, aku membuang penat diotakku dengan melakukan berlayar, sehingga menjadi kebiasaanku setiap kali tak pulang rumah.

Dari desa itu aku mempunyai banyak kenalan, muda-mudi, yang lebih tua banyak sekali yang aku kenal dan ketika aku pulang dari berlayar aku bertemu dengan sosok laki-laki yang begitu menarik buatku. Tubuhnya tinggi kekar, kulitnya kecoklatan, brewok dan sekujur tangannya ditumbuhi bulu-bulu halus, dimataku terlihat sosok laki-laki yang perkasa.

Tapi setelah hari itu aku jarang lagi melihat sosok laki-laki tersebut, kemudian aku menanyakan tentang laki-laki tersebut kepada bapak yang menahkodai perahuku saat berlayar, aku ajak dia mengobrol sambil mencari tau tentang laki-laki tersebut.

Setelah aku bertanya panjang lebar akhirnya pak nahkoda memberitahuku namanya pak Deni, umurnya sekitar 40 tahunan. Tapi hal itu tak begitu mempengaruhiku setelah aku mengetahui namanya. Setelah selesai berlayar aku kembali kedesa dan aku langsung menuju tempat praktekku.

Banyak warga yang datang dan pergi, aku pun memeriksanya dengan sebaik mungkin karena itu tugasku. Setelah malam tiba, aku hampir menutup tempat praktekku, datanglah sosok laki-laki megetuk pintu yang ingin periksa. Karena aku berpikir ini pasien yang terakhir, aku pun mempersilahkannya untuk masuk.

Dok, saya tidak mempunyai keluhan. Hanya saya ingin tahu apakah tekanan darah saya normal ”.

Demikian Pak Deni mengawali pembicaraan. Saya bisa tidur nyenyak setelah makan obat dokter ”.

Sambil memerika, kami berdua terlihat pembicaraan ringan, mulai dari sekolah sampai hobi. Dari situ aku baru tahu, Pak Deni telah dua tahun menduda ditinggal mati istri dan anak tunggalnya yang kecelakaan di Solo. Sejak saat itu hidupnya membujang.

Ketika pamit dari ruang praktekku, Pak Deni menawarkan suasana santai sambil menyelam di kepulauan karang. Dok, panoramanya sangat indah, pantainya juga bersih lho”.

Aku setuju atas tawaran itu dan Pak Deni akan menyiapkan perlengkapan yang diperlukan. Dalam speed boath yang menyeberangkan kami, hanya berisi aku, Pak Deni dan pengemudi kapal.

Sesampainya disana, aku merasa canggung ketika harus berganti pakaian selam di hadapan laki-laki. Tapi aku juga belum tahu cara mengenakan pakaian selam jika tanpa bantuan Pak Deni. Terpaksa dengan pakaian bikini aku dibantu Pak Deni memakai pakaian renang.

Tangan kekar berbulu itu beberapa kali menyentuh pundak dan leherku. Ada perasaan merinding. Tanpa terasa kegiatan menyelam menjadi kegiatan rutin. Bahkan pergi ke tempat penyelaman sering hanya dilakukan kami berdua, aku dan pak Deni.

Semakin hari jarak hubungan aku dengan Pak Deni menjadi lebih akrab dan dekat. Kami sudah saling terbuka membicarkan keluarga masing-masing sampai dengan keluahanku mengenai suamiku yang gay. Dia tidak lagi memanggilku Bu Dokter, tapi cukup namaku, dik Adelia.

Musim barat hampir tiba, kami berdua di tengah perjalanan ke tempat penyelaman. Tiba-tiba datang hujan dan angin sehingga gelombang laut naik-turun cukup besar. Aku mual, sehingga kapal dibelokkan Pak Deni ke arah sisi pulau yang terlindung.

Kami turun ke pantai, duduk di bangunan kayu beratap rumbia tempat para penyelam biasa istirahat sambil menikmati bekal. Hanya ada dua bangku panjang dan meja kayu di tempat itu. Angin kencang menyebabkan tubuh kami basah dan dingin. Aku duduk mepet ke Pak Deni. Aku tidak menolak ketika Pak Deni memelukku dari belakang. Tangan berbulu lebat itu melingkar dalam dada dan perutku.

Dekapan itu terasa hangat dan erat. Aku memejamkan mata sambil merebahkan kepalaku di pundaknya, sehingga rasa mabuk laut mulai reda. Sebuah kecupan ringan melekat di keningku, kemudian bergeser ke bibir, aku berusaha menolak, tapi tangan yang melingkar di dadaku berubah posisi sehingga dengan mudah menyusup dalam BHku.

Tiba- tiba badanku terasa lemas saat jari tangan itu membuat putaran halus di puting susuku. Bibir berkumis lebat itu menjelajah ke bagian sensitip di leher dan belakang telingaku. Persasaan nikmat dan merinding menjalar dalam tubuhku.

Bibir itu kembali bergeser lambat menyusur dagu, bergerak ke leher, pundak dan akhirnya berhenti di Payudaraku. Aku tidak tahu kapan kaitan BH itu terbuka. Dorongan kuat muncul di Memekku, ingin rasanya ada benda bisa mengganjal masuk.

Tangan kekar itu akhirnya membopongku dan meletakkan di atas meja kayu. BHku telah jatuh di atas pasir, mulut dan tanggan Pak Deni bergantian menghisap dan meremas kedua gunungku, kanan kiri. Aku bagaikan melayang, kedua tanganku menjambak rambut Pak Deni. Kepalaku tanpa terkendali bergerak ke kanan dan kiri semakin liar disertai suara eluhan nikmat.

Oooohhhhh ……oohhhh… ooooohhhh aauuhhhhhh. Kedua tangannya semakin kencang meremas Payudaraku. Mulutnya bergeser perlahan ke bawah menelusur pusar …….. terus….Memekku. Ahhh…… husss……. ahh…… aahhhhhh.

Ketika mulut itu menemukan klitorisku, jeritanku tak tertahan Auh..h …h… aahhh….. husss….. sebuah benda lunak menyeruak bibir Memekku. Bergerak perlahan dalam usapan halus serta putaran di dinding dalam, membuatku semakin melayang.

Tanpa terasa eranganku semakin keras. Untuk menambah kenikmatan, aku angkat tinggi pantatku ke atas. Ingin rasanya benda itu masuk lebih dalam. Tapi aku hanya memperoleh dipermukaan.

“Ooohhhh ……..haahh…… haaahh…huuu……………. t..e…r u….s…..se..se..se..dikit…atas..Ooohhh…….aahhh ..” Sebuah hisapan kecil di klitorisku memperkuat cengkeraman tanganku di pinggir meja.

Hisapan itu semakin lama semakin kuat …. kuat dan kuat….. menjadikan kenikmatan tak terhingga …. memuncul denyutan orgasme. Otot-otot disekitar Memekku mengejang nikmat dan nikmat sekali. Sesekali nafasku tersengal “Aaa……..hhhhhh……huuu…………..a ahhhhh….aahhhh……… aaaahhhhhhhh……. ahhhh…… huhhhhhhh…ehhhhhh”.

Denyut itu menjalar dintara pangkal paha dan pantat ke seluruh tubuh. Orgasme yang sempurna telah aku dapatkan. Puncak kenikmatan telah aku rasakan. Lemas sekujur tubuhku, aku ingin dipeluk erat, aku ingin ada sebuah benda yang masih tertinggal dalam Memekku untuk mengganjal sisa denyutan yang masih terasa. Tapi aku hanya menemukan kekosongan.

Tangan-tangan berbulu itu dengan pelan membuka kembali pahaku. Kedua kakiku diangkat diantara bahunya. Kemudian terasa sebuah benda digeser-geser dalam Memekku. Semula terasa geli, tapi kemudian aku sadar Pak Deni sedang membasahi penisnya dengan cairan kawinku.

Seketika aku bangun sambil menutup kedua kakiku. Aku mendorong badannya, dan aku menangis. Sambil membuang muka aku sesenggukan. Kedua tanganku menutup dada dan selangkangan. photomemek.com Pak Deni tertunduk duduk dibangku menjauhi aku. Ia sadar aku tidak mau dijamah lebih dari itu. Sambil menelungkupkan badan di meja, tangisku tetahan.

Pak Deni mendekati dan dengan lembut ia membisikkan kata permintaan maaf. Diapun menyorongkan BH serta celana dalamku. Aku tetap menangis sambil menutup muka dengan kedua tanganku. Akhirnya pak Deni pergi menjauh menuju kapal mengambil bekal. Kami duduk berjauhan tanpa kata- kata.

Sekali lagi Pak Deni mengajukan permintaan maaf dan berjanji tidak mengulang kejadian itu. Ia menyerahkan botol air mineral kepadaku. Maafkan aku dik Adelia, aku khilaf, aku telah lama tidak merasakan seperti ini sehingga aku khilaf. Aku minta maaf yah, aku harap kejadian ini tidak mengganggu persahabatan kita. Yuk kita minum dan makan siang, terus pulang ”.

Aku merasa iba pada Pak Deni. Ternyata dengan tulus dia masih bisa menahan syahwatnya. Padahal bisa saja memaksa dan memperkosaku. Kesadaranku mulai pulih, emosiku mereda.

Aku mulai berpikir pada kejadian tadi, bukankah aku telah terlanjur basah saat ini ? Bukankah bagian dari kehormatanku telah dijamah Pak Deni ? Bukankah tubuhku yang paling sensitif telah dinikmati Pak Deni ?

Apa artinya mempertahankan kesucian perkawinan ? Bukankah aku tidak pernah menikmati rasa seperti ini dengan suamiku ? Bukankah aku telah kawin dengan seorang gay ? Yah aku telah diusir dari rumahku oleh teman gay suamiku.

Tapi itu bukan salah suamiku. Ia terlahir dengan kelainan jiwa. Ia menjadi gay dengan menanggung penderitaan. Ia terpaksa memperistri aku hanya untuk menutupi gaynya. Aku ingin merasakan kenikmatan, tapi aku tidak ingin jadi korban, aku tidak ingin punya anak dari hubungan ini dengan Pak Deni. Keberanianku mulai muncul. Aku melompat dan memeluk Pak Deni. Kelihatan Pak Deni ragu pada sikapku sehingga tangannya tidak bereaksi memelukku.

Aku bisikan kata mesra. Pak, aku kepingin lagi, seperti tadi, tapi aku minta kali ini jangan dikeluarkan di dalam ”.

Maksud dik Adelia….. ” Sebelum dia menyelesaikan kata- katanya, tanganku meraba ke penisnya. Kemudian tanganku menyusup dalam celana renangnya. Sebuah benda yang tidur melingkar, tiba-tiba bangun karena sentuhanku

Tapi jangan dikeluarkan di dalam ya Pak ….”. Terima kasih dik….”.

Senyum Pak Deni berkembang. Kembali aku didekap, aku dipeluk erat oleh kedua tangan kekar. Aku benamkan mukaku di dada bidang berbulu. Tanpa komando aku duduk di atas meja sambil tetap memeluk Pak Deni.

Aku diam, mataku terpejam ketika pelan-pelan aku direbahkan di atas meja. Satu persatu pengikat BHku lepas sehingga tampaklah susuku yang masih sangat padat lengkap dengan putingnya yang berwarna coklat kemerahan dan sudah berdiri dengan pongahnya.

Kedua tangannya meraih dadaku, mulut hangat menyelusur gunungku, perlahan-lahan bergeser ke bawah, semakin ke bawah gerakkannya semakin liar. Gesekan kumis sepanjang perut membuatku menegang.

Aku pasrah ketika celana dalamku ditarik ke bawah lepas dari kaki sehingga kini aku sudah benar- benar bagaikan bayi yang baru lahir tanpa sehelai benangpun yang menutupi tubuhku.

Mulut hangat itu kembali bermain lincah diantara bibir bawahku yang ditutupi rambut- rambut kemaluan yang berwarna hitam legam dan tumbuh dengan lebatnya disekeliling lubang kawinku dan clitorisku terasa sudah mengeras pertanda aku sudah dilanda nafsu kawin yang amat menggelegak.

Kenikmatan kembali menjalar di rahimku. Auh ….e.e.e.e.e.e.e…..haaah…haa ah haah. Auhhhhsss…… aku mengerang. Pak Deni sambil berdiri di tepi meja mengusapkan benda panjang dan keras di klitorisku.

Aa…hhhh…..uhhh.. jeritan kecil tertahan mengawali dorongan penis Pak Deni menyusup Memekku. Pantatku diangkat tinggi dengan kedua tangannya ketika benda itu semakin dalam terbenam.

Tanpa hambatan penis Pak Deni masuk lebih dalam menjelajah Memekku. Dimulai dengan gerakan pendek maju mudur berirama semakin lama menjadi panjang. Nafasku tersengal menahan setiap gerak kenikmatan.

“Aaah….ahh…..ahh…….haaaa…haassss…….” Entah berapa lama aku menerima irama gerakan maju mundur benda keras dalam Memekku. Aku telah merasakan denyut orgasme. Auuuuuuuuhhhhh

Jeritan dan cengkeraman tanganku di pundak belakang penanda aku mencapai puncak orgasme. Gerakan benda itu dalam Memekku masih tetap berirama, tegar maju mundur dan membuat gesekan dengan sudut- sudut sensitif.

Tiba-tiba irama gerakan itu berubah menjadi cepat, semakin cepat ….. suara eluhan Pak Deni terdengar dan otot Memekku kembali ikut menegang, yah … aku mau kembali orgasme… aaahhhhhhhhhhhh……. aahhhh…. Tiba-tiba benda dalam Memekku ditarik keluar.

Semprotan cairan hangat mengenai pahaku dan meleleh di atas meja. Pak Deni mencapai puncak kenikmatan. Pak Deni memenuhi janjinya, tidak mengeluarkan cairan mani dalam Memekku. Aku lemas…..lemas sekali seperti tidak bertulang. Aku didekap lembut dan sebuah ciuman di kening menambah berkurang daya kekuatanku.

Tiga tahun kemudian setelah kejadian di pulau itu, aku telah menikmati hari-hari bahagiaku. Aku sekarang telah menjadi nyonya Deni. Di pelukanku ada si mungil Indri, buah hati kami berdua. Setelah perceraian dengan suamiku, satu tahun kemudian aku menikah dengan Pak Deni.–,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts