Cerita Sex Ku Lumati Memek Livia Sampai Becek

Cerita Sex Ku Lumati Memek Livia Sampai Becek – Ketika aku belum menikah dan aku masih bekerja di .perusahaan distribusa makanan. Aku saat itu menjadi Chief Account Officer dan salah seorang stafku yang baru bekerja 4 bulan namanya Livia, dia seorang sarjana ekonomi yang baru setahun lulusnya umurnya masih 23 tahun. Dulu saat pertama kali masuk kantor kulihat sering diantar dan dijemput pakai motor oleh pacarnya, tetapi sudah ada seminggu terakhir Livia selalu mengendarai motor sendiri. Memang Livia berwajah manis, hanya sayang kurang tinggi sedikit.

Yang menarik buat lelaki semacam saya adalah bibirnya yang selalu kelihatan basah terus karena lidahnya sering dipakai membasahi bibirnya dan selain itu model rambutnya yang pakai gaya sedikit yang terurai di dekat telinga dan diberi jelly hingga kelihatan basah.

Juga yang kelihatan sensual adalah cara berpakaiannya karena Livia selalu pakai baju atau kaos yang agak ketat sehingga perutnya kelihatan ramping dan buah dadanya terlihat agak menonjol. Memang buah dadanya sendiri tak terlalu besar tetapi cukup bagus bila pakai baju atau kaos yang ketat.

Suatu saat aku tegur dia,
“Livia, kenapa sekarang kamu naik motor sendiri?”
“Yaahh, yang antarin sudah nggak ada”, sahutnya.
“Masak iya, kemana pacarmu itu?” tanyaku.
“Aach, nggak tahu pergi kemana dia, biarin saja”, jawabnya dengan nada kesal.

Beberapa hari kemudian, saat makan siang, aku melewati kamarnya, kebetulan cuma Livia seorang diri dan sedang makan, rupanya yang lain makan keluar, segera kumasuk dan duduk di depan mejanya.

“Makan sendirian saja?”
“Iya Pak, sahutnya. Sambil makan, Livia melihat-lihat iklan bioskop di koran. Tiba-tiba Livia berbicara,
“Waah, film Mandarin ini bagus Pak, Livia kepingin nonton tapi nggak ada teman sekarang.”
“Kalau memang nggak ada teman nanti saya temani” kataku.
“Ah, Bapak bisa saja, nanti pacar Bapak marah lho!” sahutnya.
“Yaa, jangan sampai ketahuan dong, sekali-kali kan nggak apa-apa”, kataku.
“Kalau sungguh, kapan Bapak bisanya? asal jangan yang malam-malam, paling lambat yang pukul 7.00 malam”, jelas Livia.
“Besok malam? Pokoknya jangan Sabtu dan Minggu malam itu acara Bapak sudah patent” kataku.

“Kalau gitu besok malam ya Pak?”
“Boleh, Bapak jemput jam berapa?”
“Livia sampai kost jam 5 sore, lalu mandi dulu, jadi kira-kira pukul 6 sore ya!”
“Oke”, sahutku.

Besok sorenya setelah saya pulang ke kost dan mandi lalu siap ke kostnya Livia. Sampai di sana ternyata Livia belum selesai hingga kutunggu beberapa menit, kemudian kita langsung berangkat. Karena baru pukul 6.10 padahal filmnya mulai pukul 7, maka kita putar-putar kota dulu.

Dalam mobil aku bilang dengan Livia kalau lagi nggak dinas begini jangan panggil aku Pak, sebab umur kami paling hanya berbeda 7 tahun, aku jadi nggak enak dong. Akhirnya setelah putar-putar kita langsung ke bioskop dan beli tiket lalu masuk, aku memang sengaja minta tempat duduk yang di pinggir. Rupanya filmya kurang bagus, sebab sampai saat mulai penontonnya hanya sedikit.

Memang artis-artis yang main seksi-seksi, apalagi film Mandarin terhitung banyak yang berani juga actionnya. Kalau pas adegan yang hot Livia tiba-tiba memegang tanganku, suatu saat kalau adegan panas sebelum tangannya Livia yang beraksi kupegang dulu telapak tangannya erat-erat.

Walaupun adegan panas sudah berlalu tangannya tetap kupegang terus dan perlahan-lahan tangannya kuletakkan di atas pahanya. Ketika Livia masih diam saja atas aksi ini, maka jari-jariku kupakai untuk mengutik-utik pahanya yang sudah terbuka karena roknya yang agak pendek itu naik kalau buat duduk. Beberapa menit hal itu kulakukan dan Livia pun masih diam, lalu tangannya kutarik ke paha lebih atas sekaligus untuk menyingkap roknya supaya naik ke pangkal paha.

Setelah kulihat roknya menyingkap sampai hampir pangkal pahanya sehingga paha yang mulus itu terlihat remang-remang dengan penerangan cahaya dari film saja. Aku pura-pura diam sebentar, kebetulan ada adegan panas lagi dan tanganku segera memegang pahanya dan tangan Livia memegang bagian atas tanganku.

Kupikir Livia akan melarang kegiatan tanganku itu, tetapi tangannya hanya ditumpangkan saja di tanganku. Kuberanikan lagi operasi ini, tanganku kuusapkan ke pahanya dari atas lutut sampai ke atas dekat pangkal pahanya. Sudah ada 5 menit aku melakukan ini bergantian paha kanan dan kiri, tapi Livia tetap diam hingga nafasku yang mulai memburu.

Akhirnya kuberanikan tanganku untuk mengusap pahanya sampai ke selakangannya hingga menyentuh CD-nya dan bagian kemaluannya kugelitik dengan 2 jariku. photomemek.com Saat itu Livia kelihatan mendesah sambil membetulkan duduknya. Kugelitik terus clitorisnya dengan jari dan kadang-kadang jariku kumasukkan ke dalam lubang vaginanya, ternyata lubangnya sudah basah juga.

Belum beberapa lama, Livia menggeliat duduknya dan bilang, “Oom, Jangan digitukan nanti basah semua vagina Livia juga CD-nya, sebab Livia punya banyak keluarnya.” Lalu tanganku kutarik dan kupindahkan ke pahanya saja.

Aku bisiki, “Nanti lain kali saja sambil santai di hotel ya?”.
Livia mengangguk dan berkata, “Kira-kira minggu depan saja sebab kalau sering pergi malam nanti nggak enak dengan tante kost”.

Setelah film selesai sambil jalan keluar, kurangkul pundaknya dan Livia pun memegang pinggangku sambil kepalanya disandarkan ke bahuku. Kuajak Livia makan malam sekalian sambil ngobrol macam-macam. Aku bertanya,

“Livia, biasanya kamu diajak pacarmu santai di mana?”

“Yaah,kadang-kadang di hotel P atau Hotel NP di atas Candi kadang-kadang juga di Hotel R di bawah kalau malas jauh-jauh.” Dengan jawaban Livia itu, aku sudah dapat mengambil kesimpulan bahwa Livia saat ini sudah bukan perawan lagi, jadi aku berani untuk mengajaknya ke hotel minggu depan.

Selesai makan kuantarkan Livia pulang, sebelum turun mobil kupeluk dia dan dia pun membalasnya dengan merangkul leherku kuat-kuat untuk menerima ciuman dan kecupan-kecupan pada bibirnya dan selesai itu dengan sedikit teknik tanganku menyambar dan memijit buah dadanya.

“Acch.. nakal ya Oom? katanya, dan “Bye… bye….” Pada keesokan harinya saya bertemu Livia di kantor dan kita bersikap biasa-biasa saja sehingga tak ada teman yang curiga kalau kita telah pacaran semalam. Saat kutanya kenapa sang pacar tak mengantar lagi, Livia bilang kalau pacarnya sekarang lagi renggang walaupun belum putus 100 % karena pacarnya yang SH itu dan bekerja sebagai salesman electronic itu belakangan suka tersinggung tanpa sebab yang jelas.

Mungkin iri atau malu karena Livia dapat kerjaan dengan gaji yang semetara ini lebih besar dari padanya. Suatu siang di hari Rabu seminggu setelah kita menonton, kebetulan Livia datang ke kamarku dengan membawa laporan-laporan yang kuharus tanda tangani. Livia bertanya,

“Pak, nanti malam Bapak ada waktu?”
“Kenapa?” tanyaku pura-pura sebab dalam hatiku saat-saat inilah yang kunantikan.
“Kalau Bapak ada waktu, Livia kepingin makan di luar tapi kok nggak ada teman”, sahutnya.
“Oke, kalau Livia yang ngajak saya bersedia. Jam 6 sore seperti minggu lalu saya datang ke kost, ya Livia?” kataku.
“Terima kasih ya Pak.”

Sore itu aku cepat-cepat pulang dan segera mandi. Jam 5.30 sore aku siap berangkat ke kost Livia, karena terlalu pagi Livia belum siap dan kutunggu di ruang tamu. Baru kira-kira 10 menit kemudian Livia keluar. Aku sempat terpesona beberapa saat, karena Livia yang saya tahu biasanya memakai rok agak mini dengan baju atau kaos pendek perutnya dan agak ketat.

Kali ini tampil dengan memakai gaun panjang warna ungu dengan belahan yang agak tinggi di bagian paha sebelah kirinya, sehingga kalau jalan pahanya yang kiri dan putih bersih itu kelihatan dengan jelas dan bagian dalam pahanya kanan juga tampak samar-samar.

“Ceeek…. ceekkk…. ceeekkk”, komentarku. Livia bahkan tersenyum manis dan kemudian memutar tubuhnya dan bagian punggungnya terbuka lebar sampai ke bawah dengan model huruf V sampai di atas pinggulnya. Aku yakin sekali kalau Livia pasti tidak pakai bra sekarang. Tanpa duduk, Livia langsung mengajak berangkat. kurangkul pinggangnya, Livia jadi agak kikuk takut kalau tante kostnya tahu.

Begitu masuk mobil kuminta untuk mengecup dulu bibirnya yang merah merekah dan basah terus itu, sambil punggungnya yang terbuka itu kuusap-usap dan ternyata dugaanku benar saat dadanya kutekan erat-erat ke dadaku terasa gumpalan daging yang kenyal dengan nama payudara tanpa terlindungi spons BH menempel di dadaku. Denyut jantungku langsung berdetak cepat. Kemudian mobil mulai kujalankan dan tangan Livia diletakkan di atas paha kiriku sambil kadang-kadang memijit pahaku.

“Mau makan kemana Livia?”
“Terserah Bapak”, katanya.
Memang Livia tetap tak mau panggil aku dengan sebutan lain, ia pilih dengan “Pak” karena takut salah ngomong kalau di kantor nanti.
“Kalau makan sate kambing apakah Livia suka?” tanyaku.
“Mau Pak, malah sebenarnya Livia sudah lama tak pernah makan itu karena pacar Livia tak suka daging kambing”, katanya.

Akhirnya kita ke rumah makan sate kambing. Saat turun dari mobil dan masuk ke rumah makan sekarang ganti Livia yang selalu merangkul pingganku. Livia duduk di sebelah kananku. memang kuatur demikan supaya tangan kananku bisa dekat dengan paha kirinya yang terbuka sampai ke atas untuk kuraba-raba.

Memang kali ini Livia berbeda dengan waktu nonton film, kali ini Livia tampak ceria dan manja. Saat duduk makan Livia duduknya merapatkan tubuhnya ke tubuhku serta tangannya memegang pahaku. Tanganku sebelum beraksi di pahanya kupakai untuk mengusap-usap punggungnya yang terbuka.

Untuk saat itu rumah makan masih sepi pengunjung,jadi aku agak bebas berkarya. Setelah puas meraba punggungnya tanganku kususupkan ke dalam roknya ke daerah pinggang dan turun di sana tanganku meraba CD-nya.

Kemudian tanganku bergerak ke atas dan menyusup ke bawah ketiaknya dan menuju ke samping depan sehingga ujung jariku dapat menyentuh samping payudaranya yang benar-benar masih kenyal. Pekerjaan tanganku berhenti saat pelayan membawa makanan ke meja kami. Saat makan tanganku kadang mulai meraba pahanya kiri yang terbuka itu.

Livia betul-betul penuh pengertian saat tangan kananku sibuk meraba pahanya, ia yang menyuapkan nasi ke mulutku hingga tanganku diberi keleluasaan untuk bermain di pahanya dan sampai vaginanya pun kuraba-raba dengan penuh kemesraan.

Kadang-kadang tangan kananku kupakai untuk menyendok makanan lagi, tapi lebih sering kupakai untuk berkarya di paha dan lubang vaginanya sedang Livia yang terus dengan kasih sayangnya menyuapiku dengan makanan sampai suatu saat Livia mendesah dan memegang tanganku yang berkarya erat-erat seraya berkata, “Pak, karya tangan Bapak benar-benar hebat bisa membuat Livia basah.”

Lalu kuraba vaginanya ternyata CD-nya juga sudah basah apalagi lubang vaginanya, ujung jar-jariku kumasukkan ke lubangnya untuk bisa mengkait lendir yang menempel di bibir vaginanya, ternyata usahaku itu berhasil juga. Kulihat ada lendir kental mirip cendol menempel di ujung telunjukku, segera kujilati lendir itu dan kutelan bersama makanan yang disuapkan oleh Livia.

Aku betul-betul merasa “hot” makan daging kambing dicampur lendir Livia, kurebahkan kepalaku ke kepalanya Livia sambil berbisik, “Livia sayang, saya menyayangimu.” Livia menjawab, “Pak, sebentar lagi Livia menjadi kepunyaan Bapak seluruhnya, Livia akan memberikan segalanya yang terbaik untuk Bapak nanti. Percayalah!” sambil mencium pipiku.

Selesai makan, kita langsung menuju Hotel CB di kota atas yang banyak pemandangannya walaupun itu hotel kuno. Kita langsung check in. Livia tetap manja, jalan sambil merangkul pinggangku dengan badannya disandarkan ke tubuhku. Pintu kamar segera kukunci setelah pelayan menyiapkan air minum, sabun dan handuk.

Livia ganti kupeluk dan ia pun merangkul leherku erat-erat hingga permainan ciuman mulut, bibir dan lidah berlangsung dengan hangatnya dan penuh kemesraan. Karena saat aku menciumnya, kukecup dalam-dalam bibirnya dengan penuh perasaan hingga Livia bukan merasakan kenikmatan saja tetapi juga merasakan kasih sayangku.

Setelah berciuman dengan mesranya untuk beberapa saat, maka tanganku kupakai untuk meraba punggungnya yang terbuka, kurasakan tubuh Livia cukup hangat lalu kupegang rok bagian kedua pundaknya dan kutarik ke depan, Livia pun membantu dengan meluruskan tangannya ke depan sehingga roknya bagian atas langsung lepas dan payudaranya yang masih kenyal dan hangat kalau diraba itu terlihat dengan jelas di depan mataku ditambah putingnya yang kelihatan mulai membesar dan tegang dengan warna merah padma membuatku terpesona.

Walaupun aku sudah sering menelanjangi dan meniduri pacarku di hotel, tetapi bentuk tubuhnya yang berbeda itu mempunyai daya rangsang yang tersendiri. Hanya karena kebiasaan yang sudah sering melihat pacarku dalam keadaan telanjang bulat itu yang bisa membuat aku mengendalikan emosi dan gelora nafsu mudaku.

Roknya terus kutarik ke bawah sehingga terlepas semua kemudian kuambil dan kutaruh di atas meja dan Livia kuangkat untuk kutidurkan di ranjang dengan masih memakai CD saja. Tapi CD-nya pun kulorot untuk dilepas dan vaginanya yang seperti bukit kecil itu tertutup oleh rambut yang cukup lebat.

Aku kemudian melepas T-Shirtku dan celana panjang serta CD-ku sambil memandangi tubuh Livia yang telentang di ranjang dengan pose yang menggiurkan ditambah lidahnya yang sering membasahi bibirnya itu. Kudekati Livia kemudian kuciumi seluruh wajahnya dengan tangan menjelajahi seluruh daerah dadanya termasuk lembah dan bukit maupun puncak payudaranya sampai ke pusarnya dan perut bagian bawah.

Setelah ciumanku berpindah ke bagian dadanya terutama bukit-bukit payudaranya, tanganku mulai beraksi di sekitar vaginanya serta pahanya serta sekali-kali rambut bawahnya kutarik pelan-pelan sambil jari tengahku menggelitik clitorisnya yang mulai nongol. Lalu kuciumi terus perutnya bawah sampai rambut kemaluannya dan daerah sekitar vaginanya dan pahanya serta tanganku terus mengusap dan memijit betis serta telapak kakinya.

Ciumanku terus ke lututnya, kemudian ke betis, tumit kaki lalu telapak kakinya sampai jari-jari kakinya pun kuhisap satu persatu semua baru aku balik naik menghisap daerah selakangannya dengan membuka lebar-lebar pahanya lalu daerah antara anus dan vagina itu kucium dan kukecup serta kujilati sehingga Livia mendesah kenikmatan dan terasa ada cairan lendir yang menyemprot keluar dari lubang vaginanya. Setelah kulihat benar terlihat dari lubangnya vagina mengalir keluar cairan lendir dengan bau khusus.

Langsung kucucup lubangnya dan kusedot kuat-kuat hingga sruuuuttt… lendirnya masuk ke dalam mulutku dan kugelitik terus selangkangannya supaya cairan nya keluar lagi lebih banyak dan kusedot terus dan ternyata benar Livia masih mengeluarkan lendirnya yang masuk kemulutku. Rasanya asin2, asem dengan bau khas seperti juga milik pacarku, aku memang jadi semangat dengan minum lendirnya.

Langsung saja Livia kuajak main dengan pose 69, aku segera naik ke atas tubuhnya dan penisku kupaskan dihadapan mulut Livia supaya mudah ia untuk mempermainkan penisku dengan lidah dan mulutnya sedang aku sendiri segera menyingkap rambut kemaluannya yang rimbun itu untuk menjilati clitorisnya.

Lalu kugigit-gigit dan kutarik-tarik juga clitorisnya dengan bibirku. Livia tampak terangsang sekali dengan permainan mulutku di daerah vaginanya, apalagi pahanya sekarang kubuka lebar-lebar dan selangkangannya antara anus dan vaginanya kugosok terus dengan jari-jariku dan kadang-kadang kujilati.

Begitu clitorisnya kugetarkan dengan ujung lidahku yang bergerak begitu cepat (seperti lidah cecak katanya pacarku) hanya semenit saja Livia sudah berontak dengan kakinya dan pantatnya digerakan kesana kemari kemudian mengaduh,

“Aduuuuh Pak, Livia nggak tahan… sudah keluar dan lemas Pak.” Saat itu terasa lendirnya menyemprot dan mengenai hidungku, segera kucucup lagi lubang vaginanya untuk kusedot semua lendirnya yang sudah keluar di lubang vaginanya. Aku merasakan kenikmatan juga dari semprotan lendirnya itu dan vaginanya jadi basah semua.

Aku sekarang membelai rambutnya dan mengusap keringat yang banyak dikeningnya serta bertanya,

“Livia sayang, apakah Livia sudah capai?”
“Belum Pak, Livia cuma lemas saja karena tak kuat menahan kenikmatan yang luar biasa dari permainan lidah Bapak tadi, rasanya sampai ujung rambut dan ujung kaki Pak” sahutnya.
“Kalau begitu kita main lagi ya?” kataku.

Livia mengganggukan kepala. Lalu aku naik lagi ketubuhnya dan kumasukkan penisku pelan-pelan ke lubang vaginanya, kemudian kutarik keluar lagi pelan-pelan setelah masuk keluar ini lancar berulang-ulang lalu penisku langsung kubenamkan seluruhnya ke dalam vaginanya, sampai Livia menghela napas panjang menahan sakit dan nikmatnya karena katanya masuknya terlalu dalam.

Setelah itu kugerakan pantatku memutar searah jarum jam sehingga Livia menjerit kenikmatan terus karena clitorisnya tergesek oleh rambut kemaluanku dan dinding dalam vaginanya tergesek oleh batang penisku yang mengeras sehingga ia berbisik, “Aduuuh Pak, nikmat rasanya luar biasa. Aku mau orgasme Pak.”

Mendengar itu aku langsung menciumi payudaranya yang sebelah kiri, karena Livia bilang lebih sensitive dari pada yang kanan dan putingnya langsung kugetarkan lagi dengan ujung lidahku. Tanpa basa basi lagi hanya beberapa detik terasa vaginanya mencengkeram penisku dan berdenyut-denyut serta ada lendir hangat yang menyiram penisku. Livia sudah klimaks, ia tampak terkulai lemas.

“Capai Livia, sayang?” tanyaku.
“Iya… Pak” sahutnya lirih manja.
“Tolong Livia diberi air maninya Pak” pintanya.
“Sekarang?” tanyaku.
“Iya Pak.”
“Tahan sebentar lagi iya, nanti aku semprotkan”.

Lalu aku mengkonsentrasikan segenap pikiranku pada segala keindahan tubuh Livia yang sedang kunaiki ini dan tingkah polanya yang merangsang sambil memandang bibirnya yang merah basah merangsang.

Kugenjot terus gerakan penisku naik turun dan semakin lama semakin cepat sampai Livia menggeliat, menggelinjang tak karuan sambil menarik lepas sprei dan meremas-remasnya dan akhirnya, crruuuutttt… cruuuuuttttt… crrruuuutt, maniku menyemprot kedalam vaginanya sambil kutekan terus penisku dalam-dalam ke vaginanya.

“Sssseeetttt…. aacccchh, Livia merasakan kehangatan yang luar biasa dari air mani Bapak.” Dan Livia pun orgasme lagi karena penisku merasakan vaginanya berdenyut-denyut lagi. Setelah beberapa menit kita istirahat dengan tidur bertindihan sambil berpelukan, kita bangun tidak terasa jam telah menunjukkan pk 9.30. Karena sudah agak malam Livia cepat-cepat bangun dan mengambil handuk yang dibasahi lalu membersihkan penisku dan kemudian vaginanya. Kita tak cuci karena makan waktu lama.

Segera Livia memakai roknya lagi, demikian juga aku. Sedang CD-nya dilipat dan dimasukkan ke dompetnya karena masih basah kena lendir saat kugosok clitorisnya di rumah makan tadi. Dalam perjalanan pulang Livia sempat bertanya,

“Bapak jadi kawin kapan?”
“Iya masih 2-3 tahun lagi, tunggu pacarku selesai kuliah”, sahutku.
“Kenapa?” tanyaku. Livia merebahkan kepalanya ke bahuku sambil berkata,
“Livia tak akan kawin dulu kok tunggu kalau mungkin ada mukjizat.”
“Maksud Livia?” tanyaku.

“Siapa tahu suatu saat Livia dapat kabar gembira dari Bapak. Sebab Livia malam ini benar-benar merasakan kenikmatan yang hebat dari Bapak dan lebih dari itu Livia merasakan Bapak meniduri Livia dengan penuh kasih dan kemesraan yang layaknya suami istri yang dipenuhi rasa cinta. Kapan-kapan Livia boleh merasakan lagi ya Pak?”

“Kapan saja Livia kangen saya bersedia, tapi Livia harus benar-benar atur waktunya jangan sampai Livia hamil yaa!” pesanku.

Saat mobil sampai di rumah kost, Livia tak segera turun ia malah merangkul leherku dan ditariknya aku, lalu diciuminya seluruh wajahku dengan penuh perasaan hatinya dan terlihat matanya memerah dan berkaca-kaca. Aku jadi terenyuh dibuatnya, kubelai rambutnya dan kuusap matanya yang berair lalu kubisiki,

“Livia jangan sedih, kan tiap hari kita masih bertemu. Livia malam ini capai nanti langsung istirahat ya, jangan melamun macam-macam ya sayang?” pesanku sambil kubelai sayang dari rambutnya pipinya terus payudaranya sampai pahanya yang terbuka itu, baru Livia mau turun dengan senyum kecil.

Baca Juga :Cerita Mesum Ku Lumat Bibir Pembantku Yang Polos
Esok harinya di kantor pagi-pagi saat kupanggil Livia untuk memberikan tugas, ia masuk ke kamarku dengan senyum-senyum manja, setelah kujelaskan tugas-tugas yang harus dikerjakan kutanya kenapa kok senyum-senyum.

Livia menjawab sambil mendekat ke sisiku, “Pak, air maninya semalam baru keluar tadi saat Livia duduk di kantor, sekarang CD Livia jadi basah.” Karena Livia sudah mendekat tandanya minta untuk dibuktikan, maka kuraba melalui bawah roknya dan benar CD bagian vaginanya basah juga sela-sela pahanya basah agak licin dan ternyata baunya memang seperti maniku.

Aku bilang, “Livia kamu cuci dulu sana ya.” Livia menggelengkan kepalanya dan berkata, “Biarin saja Pak, Livia toch nggak punya CD lagi di kantor malah nggak enak kalau dilepas CD-nya, sampai nanti sore juga tak apa-apa malah nanti siang mungkin sudah kering sendiri.” Lalu tanganku digenggam erat-erat dan memandang tajam penuh arti dan berkata,

“Kapan Bapak mau memberikan kemesraan dan kepuasan lagi pada Livia?”
“Kapan saja terserah Livia”, kataku.

Semenjak itu aku sering diajak kencan hampir tiap minggu sekali dan setelah pacarnya baik kembali hubungannya, hubungan seks tetap berlangsung terus kira-kira tiap bulan sekali sambil cerita-cerita apa saja yang dilakukan suaminya padanya.

Sampai sekarang sudah hampir sepuluh tahun berlalu dan aku sudah pindah kerja di bank, sedang Livia menggantikan jabatanku dan kami masing-masing telah berkeluarga dan punya anak, tapi hubungan intim itu masih tetap berlangsung di siang hari saat jam makan siang, hanya frekuensinya jauh berkurang kira-kira 3-4 bulan sekali.

Tapi justru karena waktu yang lama itu menyebabkan tiap kali hubungan intim itu tambah mesra saja dan bukan menjadi kebosanan.,,,,,,,,,,,,,

Related posts