Menemukan Setitik Cahaya

Menemukan Setitik Cahaya. SORE ITU AKU SEDANG MERASA SEPI, Lama kupikir-pikir kernana harus pergi, tidak djuga aku mendapat keputusan Ahirnya kupanggil becak, aku berdjalan-djalan ke Braga pusat keramaian.

Orang lalu-lalang penuh sesak. Ada jang ingin berbelandja. Tetapi tidak sedikit jang bermaksud ”djual tampang”. Lebih-lebih bagi muda remadja Braga mendjadi tempat memamerkan pakaian jangbaru Dan bagi lelaki ”hidung-belang” jang senang makan ”rumput muda”, Braga djuga mendjadi pusat kegiatan mereka.

Aku berdjalan diatas trotoir seperti orang bingung. Tiba-tiba aku berhenti disebuah etalase.

Aku terpantjing dengan aturan pemasangan etalase itu. Tjukup indah dan puas mata memandangnja. Aku sudah tiga menit berdiri disitu, tiba tiba bahuku di sikut orang dari belakang. Aku menoleh Seorang wanita tegak berdiri diam didepanku. Aku terperandjat. Wanita itu mulai berkata: Coba terka aku adalah kawan lama. ” Sebentar aku berpikir, Aku baru mengingatnya, hampir kupeluk dia sambil berkata :

„Ach kau rupanja Anita, pasti Anita Ia tersenjum. Lalu menelan bibirnja dan ber­kata :

,,Ia aku pasti Anita. Dan kau pasti Hendra” Aku tertawa Aku merasa tidak sedap berbicara dipinggir djalan. Aku adjak Anita minum direstoran. la setudju.

Kami duduk direstoran dlsudut djalan Braga „Kau minum apa Nita ?”

Air jeruk. ”

Kutulis diatas kertas pesanan 2gelas air jeruk. Anita melirik saja ketika aku menulis. Tidak lama 2gelas air djeruk datang. Dan kuper silahkan Anita meneguknya Ia meneguk air jeruk 1 dalam dalam, rupanja dia haus sekali. Sesudah itu aku membuka persoalan :

„Nita ceritalah tentang dirimu Dimana sadja kau selama kita berpisah dari Universitas „Baiklah Hen !”

Anita menarik napas lalu mulai bercerita ,,Dua tahun jang lalu aku menikah dengan seorang di Djakaita. Ia pedagang. Orangnja gagah Sesudah dua tahun kami kawin aku belum juga punja anak. photomemek.com Kau tahu mengapa Hen ? Suamiku seorang pria jang impoten. Dokter tidak sanggup menyembuhkan. Aku merana Hen. Sungguhpun aku hidup dilingkungan kaya tapi, hatiku merana. Kau mengerti Hen, suamiku seorang impoten. Aku tidak pernah merasa puas Achirnya dua bulan jang lalu aku bercerai”.

Aku termenung mendengar kisah hidup Anita. Kemudian dia menanyakan tentang diriku Akupun mendapat giliran bercerita. Panjang sekali aku bercerita sampai-sampai ke soal-soal yang sekecil- kecilnja. Anita mendengarkan dengan penuh per hatian. Achirnya dia menangis lalu berkata :

„Nasib kita sama Hen Kita sama-sama ma nusia yang kandas”.

Aku mengangguk Aku mengakui juga kisah kami hampir sama. Kami sama sama merana. Dan kami sama2 kandas. Achirnya kutanjakan :

„Malam ini kau dimana ?”

„Aku baru sampai dari Djakarta naaksudku ingin menginap ketempat famili” djawabnja.

Aku cepat memotong :

„Sebaiknja kau tidur dirumahku saja. Aku ingin ngobrol lebih lama. Dan aku senag menge nang waktu kita sama-sama di Universitas Padjadja ran.”

Anita tertawa. Masih kelihatan lesung pipit, dipipi kirinya. Dan sebaris gigi jang putih „Baiklah Hen. Mari kita kerumahmu”.

Lama kami ngobrol diruang tengah. Selama Nita bicara aku terus menikmati wadjahnja. Kulit nja hitam manis Buah dadanja montok Rambut nja pandjang dan selalu disanggul keatas. Buluma tanja lentik dan bila dia tertawa matanja bersinar sinar seperti permata. Simpatiku tepat datang kem bali. Pertama karena aku dan Anita pernah pacar an d; Universitas Kedua nasib kami sama, kami manusia-manusia jang terkandas

Sambil bercanda aku mengatakan :

„Nita bagaimana kalau kita kawin saja- Kita sama2 senasib sama2 terkandas.”

Anita juga tertawa. Tetapi dia lebih serius mendjawab :

,,Kurasa sebaiknja kita kawin Hen. Aku sudah kenal betul pribadimu. Dikalau tidak ada tantemu ada kemungkinan kita sudah jadi kawin.”

Aku tertawa lagi Memang aku pun simpati pada djawab Anita :

„Mungkin kita bisa membina 2 reruntuhan, mendjadi satu bangunan Siapa tahu ?”

Anita tersenjum lalu tertawa Manis sekali suara tawa itu. Aku tidak begitu sulit untuk me nanam rasa sayang pada Anita. Lebih-lebih bila dia sedang tersenjum, lesung pipitnja mengundang orang untuk melihat. Ahirnya sudah larut malam kami baru tidur. Anita dikamar tante sedang aku pergi kekamarku.

Aku tidak bisa memedjamkan mata. Anita tetap teringat. Kuberanikan diri pergi kekamar-nja Kuketuk pintunja. Pintu terbuka. Lalu Anita berkata:

„Hen! Masuklah! Aku sudah mengerti. Aku pun tidak bisa tidur memikirkan engkau Aku sudah paham tabiatmu. Masuklah !”

Aku tersenjum dan masuk. Nita menutup pintu. Begitu dia selesai menutup pintu kuraih badannja. Hangat sekali. Anita mendangak dan merangkul leherku. Lalu bibir kami saling beradu Pelan. Tetapi mesra.

Kulihat bibirnya yang berwarna merah sedikit terbuka. Kemudian kuturunkan wajahku dan mengecupnya lembut. Makin lama kecupanku semakin bernafsu. Semula yang mengecup lembut kemudian menjadi lumatan-lumatan yang membuatnya mendesah. Lidahku berusaha kumasukkan ke mulutnya dan kami bersilat lidah di dalam rongga mulutnya. “Hhmmpph..” rintihnya. Tanganku yang satu membelai rambutnya. Tanganku yang satu lagi turun ke pantatnya dan

mulai meremas lembut. “Ikkhh.. nakal”, jeritnya tertahan karena terkejut. Tapi setelah itu mulutnya langsung memburu bibirku lagi.

Anita tidak melepaskan rangkulannja Lalu berkata lembut.

„Aku tidak bisa tidur mengingatmu, Hen ! Aku tidak main2. Bagaimana kalau kita bangun rumah tangga bersama. Aku rindu Hen Rindu padamu Djawablah Hen.”

Aku tidak lama berpikir Sebab aku djuga setudju.

Kami pun meneruskan ciuman kami dan pantatnya semakin kuremas-remas gemas. Entah bagaimana yang jelas kami berdua tinggal memakai pakaian dalam. Kemudian bra-nya kulepas dan kudaratkan ciumanku ke dadanya yang besar itu. Kucium satu persatu dan kupermainkan putingnya dengan lidahku. “Ahh.. Hen.. enak.. truss..” rintih Rintihan Anita membuatku semakin gemas saja untuk menciuminya.

Tanganku juga tidak mau tinggal diam, mulai membelai bukit senggamanya dari luar. “Akkhh.. hhmmpp..” rintihnya tertahan saat jariku mulai menggosok liang kenikmatannya dari luar. Ciumanku semakin gencar juga mencerca dadanya. Makin lama ciumanku semakin turun. Ke perut, pusar dan terus turun ke bukit kemaluannya. Kuturunkan celana dalam yang menjadi pelindung terakhirnya. Akhirnya tubuhnya telanjang bulat. Kuteruskan ciumanku di bagian liang senggamanya.

“Akkhh.. terus Hen.. terus..” rintihnya keenakkan. Kujilati bibir kemaluannya bagian luar. Kujilati terus hingga semakin lama semakin basah. Basah ludah dan cairannya. filmbokepjepang.com Kemudian kubuka bibir kemaluannya dengan jariku. Setelah agak terbuka kumasukkan ujung lidahku ke sana dan mulai menjilat dan menusuk bergantian. “Hmm.. akkhh..” kadang-kadang pantatnya terangkat mengejar lidahku saat lidahku mengenai klitorisnya.

Setelah beberapa lama akhirnya lidahku kukonsentrasikan di klitorisnya. Gerakan pantatnya dan pinggulnya menjadi liar sekali. Makin lama rintihannya semakin panjang dan keras. Lidahku pun semakin

kupercepat gerakannya, sambil sesekali tanganku meremas-remas dadanya yang montok itu. “henn.. akkhh.. akkhh..” sepertinya Anita mencapai puncaknya. Seperti yang kulakukan juga pada Vita, selama masa orgasmenya, lidahku kugerakkan pelan di sekitar bukit kemaluannya dan klitorisnya. Pelan dan lembut sekali, seakan takut kalau nanti habis.

Tahu-tahu kepalaku ditarik ke atas oleh Anita. Aku ikut saja, kunaikkan kepalaku dan kuciumi bibirnya lagi. “Sekarang giliran kamu”, katanya. Aku cuma mengangguk tersenyum. Didorongnya tubuhku berdiri. Kemudian dia ikut berdiri dan mendorong tubuhku lagi untuk berbaring di kursi keramas. Kemudian tangannya mulai bergerak meremas batang kemaluanku dari luar celana dalamku. “Aakkhh, Anita.. enak..” rintihku. Kemudian dibukanya celanaku dan tersembullah batang kemaluanku. Tidak sampai 5 detik, masuk sudah penisku dalam mulutnya.

“Aakkhh..” aku merintih panjang. Hisapannya benar-benar nikmat. Mungkin karena Anita sudah pengalaman. Tapi aku tidak ambil pusing. Yang jelas benar-benar nikmat. Batang kemaluanku dikocoknya keluar masuk mulutnya, kadang dijilat dan dihisap-hisap. Hawanya semakin panas saja kurasakan. Makin lama kocokannya semakin cepat dan hisapannya semakin kuat.

“UUgghh.. aakkhh.. uugghh”, rasa nikmat makin berkumpul di ujung kemaluanku dan akhirnya bobol juga dan keluarlah semua simpananku ke dalam mulut Anita. Anita bukannya berhenti malah menghisap makin kuat. “Ugghh.. bentar nit.. ngilu nih..” kataku protes. Dia mana mau tahu, dia tetap menghisap dan mengulum batang kemaluanku. Batang kemaluanku yang sempat kendor menjadi tegang kembali. Walaupun belum penuh, makin lama tegangnya makin penuh.

Tiba-tiba Anita naik dan mencoba duduk di atasku. Wah.. aku kaget juga dan segera ku-stop gerakannya. Kulihat wajahnya kecewa, tapi dia berusaha tersenyum. Kemudian dia berdiri dan membelakangiku. Aku berdiri dan menciumnya dari belakang. Ciumanku di lehernya membuatnya kembali mendesah dan melupakan kekecewaannya.

Kuciumi mulutnya dan lehernya. Terus kuturunkan ciumanku ke dadanya dan kupermainkan puting susunya dengan lidahku. Sebagai pengobat kecewa, kumasukkan jari tengahku ke liang kenikmatannya. “Aaakhh.. Henn.. terus ke dalam”, rintihnya saat aku mendorong jariku. Kumasukkan seluruh jari tengahku ke dalam liang kenikmatannya. Setelah habis semua, kutarik pelan keluar. “Akkhh.. hmmpp..” rintihnya semakin keras. Jariku kupermainkan di dalam liang kenikmatannya.

Keluar masuk keluar masuk dengan cepat. Sambil mulutku tetap menciumi dada dan menjilati serta menghisap putingnya. Rintihan dan erangan keluar bergantian. Sampai akhirnya, “Aaakkhh.. Henn.. hmmpp”, aku merasa jariku dijepit kuat sekali. Agak seret juga aku menariknya, makanya kubiarkan saja jariku dijepit di dalam liang kenikmatannya. Serasa ada otot-otot yang bergerak dan mengencang mengendur menjepit jari tengahku. Setelah jepitannya agak reda, aku menggerakkan pelan jariku keluar masuk lagi sambil menciumi bibirnya.

Anita ssperti membawa pelita dalam hati- ku. Dalam aku meraba ditempat gelap ternjata Anita mampu membawa pelita ketjil. Hatiku gem- bira Aku sajang padanja. Perasaan sajang jang keluar dari lubuk hati jang dalam.

Ketika ajam berkokok dipagi hari dan hawa gunung berhembus kami masih berdekapan diatas randjang.

,,Nita kalau sudah kawin, kita pindah sadja ke Djakarta Di Bandung ini aku selalu mengingat Tanteku.”

,.Aku setudju Hen.”

Sebulan kemudian didepan penghulu dan famili famili Anita kami menikah Upatjara sangat se- derhana Ketika malam peitama itu kami masuk kamar Anita mengatakan:

,.Dua manusia kandas jang berlabuh.”

Aku tersanjum kupegang tangannja. Lalu me- meluknja erat2 kedadaku.

BERSAMBUNG,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts