Inikah Kenikmatan Surga Dunia

 

Kisah ini juga true story di mulai saat Winda seorang ibu muda, 26 tahun yang telah bersuami dan mempunyai seorang anak berumur 1 tahun di tempatkan di Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman- Sumatera Barat. Kabupaten ini terkenal dengan magisnya yang kuat, terletak di pesisir selatan Sumatera Barat. Demi karirnya di sebuah Bank swasta pemerintah, ia terpaksa bolak balik Padang – Lubuk Sikaping tiap akhir minggu mengunjungi sang suami yang menjadi dosen pada sebuah Universitas di kota Padang. Awal Winda mengenal Johan sejak Winda kost di rumah milik kakak perempuannya. Winda tidak begitu kenal dekat, Winda hanya menganggukkan kepala saja saat bertemu dengannya. Diapun begitu juga pada Winda. Jadi mereka belum pernah berkomunikasi langsung. Yah, sebagai adik pemilik rumah tempat kostnya, Winda harus bisa menempatkan diri seakrab mungkin. Apalagi sifatnya yang suka menyapa dan memberi senyum pada orang yang Winda kenal. Winda tahu diri sebab Winda adalah pendatang di daerah yang cukup jauh dari kota tempat Winda bermukim. Begitu juga dengan latar belakang Johan Winda tidak begitu tahu. Mulai dari statusnya, usianya juga pekerjaannya. Perkenalan mereka terjadi di saat Winda akan pulang ke Padang. Saat itu hari jumat sore sekitar jam 17.30. Winda tengah menunggu bis yang akan membawanya ke Padang, maklum di depan rumah kost nya itu adalah jalan raya Lintas Sumatera, jadi bis umum yang dari Medan sering melewatinya. Tak seperti biasanya meskipun jam telah menunjukan pukul 17.50, bis tak kunjung juga lewat. Winda jadi gelisah karena biasanya bis ke Padang amatlah banyak. Jika tidak mendapat yang langsung ke Padang, Winda transit dulu di Bukittinggi, dan naik travel dari Bukittinggi. Kegelisahannya saat menunggu itu di lihat oleh ibu pemilik kost Winda. Ia lalu memanggil Winda dan mengatakan bahwa adiknya Johan juga mau ke Padang untuk membawa muatan yang akan di bongkar di Padang. Dengan sedikit basa basi Winda berusaha menolak tawarannya itu, namun mengingat Winda harus pulang dan bertemu suami dan anaknya, maka tawaran itu Winda terima. Yah, lalu Winda naik truknya itu menuju Padang. Selama perjalanan Winda berusaha untuk bersikap sopan dan akrab dengan lelaki adik pemilik kostnya itu yang akhirnya Winda ketahui bernama Johan. Usianya saat itu sekitar 45 tahun. Lalu mereka terlibat obrolan yang mulai akrab, saling bercerita mulai dari pekerjaan Winda juga pekerjaan Johan sebagai seorang sopir truk antar daerah. Iapun bercerita tentang pengalamannya mengunjungi berbagai daerah di pulau Sumatera dan Jawa. Winda mendengarkannya dengan baik. Dia bercerita tentang suka duka sebagai sopir, juga tentang stigma orang-orang tentang sifat sopir yang sering beristri di setiap daerah. Windapun memberikan tanggapan seadanya, dapat dimaklumi karena Winda yang di besarkan dalam keluarga pegawai negeri tidak begitu tahu kehidupan sopir. Windapun bercerita juga tentang pekerjaannya di bidang perbankan dan suka dukanya. Iapun sempat memuji Winda yang mau di tempatkan di luar daerah, dan rela meninggalkan keluarga di kota Padang. Ya Winda tentunya memberikan alasan yang bisa diterima dan masuk akal. Winda juga memujinya tentang ketekunannya berkerja mencari sesuap nasi dan tidak mau menggantungkan hidup kepada keluarga kakaknya yang juga termasuk berada. Iapun berkata bahwa truk yang ia sopiri itu milik kakaknya itu, setelah ia dan suaminya pensiun dari guru. Sedangkan anak-anak kakaknya itu sudah bekeluarga semua, juga bekerja di beberapa kota di Sumatera juga Jakarta. Selama perjalanan itu mereka semakin akrab. Winda sempat bertanya tentang keluarga Johan. Ia tampak sedih, menurutnya sang istri minta cerai dengan membawa serta 2 orang anaknya .Istrinya meminta cerai karena ada hasutan dari keluarganya bahwa seorang sopir suka menelantarkan keluarga. dan Johan memberi tahu dirinya sebab musabab ia bercerai dengan lengkap. Padahal bagi Winda saat itu, hal itu tidaklah begitu penting, namun sebagai lawan bicara yang baik selama di perjalanan lebih baik mendengarkan saja. Hingga akhirnya Winda sampai di dekat rumahnya di Padang. Winda di jemput suaminya di perempatan jalan by pass itu, Winda sempat mengenalkan Johan pada suami dan suaminya, dan mengucapkan terima kasih atas bantuannya. Tak lupa Winda menawarkan singgah untuk makan kerumahnya, namun Johan dengan sopan menolaknya dengan alasan barang muatan truknya harus di bongkar secepatnya. Dan mereka pun berpisah di perempatan by pass itu. Semenjak Winda mengenal Johan, Winda akhirnya sering menumpang truknya ke Padang. Winda jadi tidak kuatir lagi jika tidak ada bis umum yang akan ke membawanya ke Padang. Sejauh itu, keakraban Winda dan Johan, mereka masih dalam batas – batas yang di tentukan norma masyarakat Minang. Ya kadang dalam perjalanan jika perut lapar, mereka singgah untuk makan dan Winda selalu berusaha untuk membayar, sebab sebagai seorang wanita selalu ada perasaan tidak enak, jika semuanya menjadi tanggungannya. Winda tidak mau terlalu banyak berhutang budi pada orang. Itulah prinsip yang dianutnya dari kecil. Masa selama ke Padang udah gratis ,makan gratis pula?? filmbokepjepang.com Kejadian pulang ke Padang seolah telah biasa bagi Winda bersama Johan. Kadang dia tidak ke Padang, hanya ke Bukittinggi, Winda juga ikut menumpang, lalu dari Bukittinggi Winda naik travel atau bis. Winda pun akhirnya telah menganggap Johan seperti kakaknya sendiri. Itu karena ia sering memberinya petuah tentang hidup, misalnya harus banyak sabar jika jadi istri, juga sikapku yang baik dimata ibu kost kakaknya itu. Terkadang Winda sering membawakan oleh-oleh untukt ibu kostnya jika pulang, terkadang Winda menyisihkan buat Johan, ya meski harganya tidak seberapa namun ia amat senang. Selama 2 bulan itu Winda selalu bersama Johan jika ke Padang. Mulailah Johan bersikap aneh. Kini dia jadi sering bicara jorok dan tabu. Juga ia mulai berani bertanya tentang gimana Winda berhubungan dengan suami, berapa lama suaminya bisa bertahan dan berapa kali Winda berhubungan selama seminggu.Pertanyaan- pertanyaannya ini tentu saja membuatnya merasa risih dan tidak enak hati. Winda kadang berusaha untuk pura-tidur tidur jika ia mulai berbicara tentang hal-hal yang tidak pantas itu. Meskipun ia mulai aneh dan bicara tentang hal-hal yang cabul itu. Winda bersyukur hingga saat ini Johan tidak macam macam kepadanya. Winda menyadari mungkin Johan sedang stress akibat hidupnya yang sendiri itu, namun Winda tidak menanggapinya, dan seperti angin lalu saja. Hingga sampailah saat Winda pulang dengannya untuk kesekian kali, ia berusaha memegang jemari tangannya. Winda tentu saja kaget dan cemas, sekaligus takut. Winda langsung menarik tangannya dari genggaman Johan. “Da jaan da, Winda alah balaki dan punyo anak ketek, apo uda ndak ibo membuek Winda kecewa (bang jangan bang…. Winda punya suami dan anak yang masih kecil,,apa abang tega membuat Winda kecewa)?” ucap Winda. Winda juga mengancam akan mengadukan perlakuannya itu kepada kakaknya. Johanpun lantas melepaskan tangannya yang akan kembali meraih jemarinya. Winda juga berkatag padanya. “Cukuik sampai disiko sajo da, Winda indak ka manumpang oto uda lai ( Winda tidak akan menumpang truk abang lagi)”. Hingga Winda sampai di Padang Winda hanya berucap terima kasih lalu diam. Winda masih kesal.Diapun sepertinya agak takut. Namun Winda tidak tahu apa yang membuatnya jadi seperti tadi. Hampir selama sebulan ini Winda tidak melihat Johan di rumah kakaknya, namun truknya masih nongkrong di halaman samping rumah induk itu. Selama itu Winda pulang naik bis yang kadang transit di Bukittinggi. Winda tidak tahu kemana ia pergi, namun Winda menanyakan pada ibu kosnya, dan Winda di beri tahu bahwa Johan sedang mengunjungi mantan istrinya untuk menjenguk anaknya. Windapun larut dengan rutinitasnya seperti biasa. Namun hatinya yang tadinya kesal, dongkol dan marah kepada Johan tanpa sadari Winda perasaannya mulai berubah. Tiba – tiba saja Winda malah sangat ingin bertemu dan ingin numpang pulang dengan truknya. Ya, Winda seakan rindu berat. Hari jumat sore itu dengan masih mengenakan pakaian kerja dan penutup kepala, Windapun mau saja diajak pulang bareng dengan Johan yang mengantarkan muatan truknya ke Padang. Mereka berangkat jam setengah lima. Lalu dalam perjalanan lelaki berbadan tegap tersebut kembali bicara itu, tentangg hubungan laki-laki dan perempuan serta sifat perempuan yang memiliki libido tersembunyi. Juga kekuatannya berhubungan badan dengan lawan jenis. Winda malah mendengar dengan seksama dan sesekali memberi komentar. Mungkin saja karena lama tidak tersalur atau laki – laki itu punya kemampuan lebih dalam hubungan badan, juga mungkin bantuan obat pemanbah perkasaant pria, komentar Winda. Sepertinya wanita muda tersebut tidak peduli lagi akan omongan joroknya Johan. Hingga senja. Sekitar jam 7 lewat mereka turun mampir di rumah makan di pinggiran jalan di Bukittinggi untuk beristirahat sejenak sambil mengisi perut. Anehnya saat itu Winda membiarkan saja saat tangannya di gandeng oleh Johan. Mereka makan dengan lahapnya. Dan setelah makan mereka berkemas dan berangkat untuk melanjutkan perjalanan menuju Padang Mobil mulai jalan meninggalkan rumah makan. Pas melalui daerah Bukit Ambacang daerah yang dulunya tempat pacuan kuda itu mungkin karena perut udah kenyang, dan dinginnya udara malam yang berembus dari celah kaca mobil, Winda jadi mengantuk. Winda menyandarkan kepalanya ke kaca jendela mobil, tetapi karena jalan yang tidak rata, kepala Winda sering terantuk. Lalu Johan menawarkan, supaya Winda tidak terantuk kaca agar Winda mendekat kearahnya, dan bersandar di bahunya. “Win…daripado adiek ndak bisa lalok, labiah elok cubo sanda an kapalo di bahu uda (Winda daripada ga bisa tidur , lebih baik rebahkan kepalamu di bahu abang)” kata Johan. “Ndak usahlah da, kan uda sadang manyopir, beko malah mambuek uda ndak bisa manyopir elok-elok, apolagi iko kan lah malam (nggak usahlah bang,,kan abang sedang nyetir, nanti malah bikin abang tidak bisa nyetir dengan baik.apalagi ini malam bang)” kata Winda menolak dengan halus dan tidak mau mendekat padahal saat itu Winda telah ngantuk berat. Dengan sebelah tangannya Johan meraih tangan wanita muda itu dan menariknya agar mendekat, dan makin mendekat hingga duduk mereka menjadi menempel bersisian dan hanya di batasi handel persneling mobil. Winda akhirnya menurut dan merebahkan kepalanya di bahunya lelaki tersebut. Winda terlelap sesaat. Padahal hati kecil Winda saat itu berbisik bahwa itu salah besar, dan Winda mengetahui itu amat sangat tidak boleh. Namun Winda juga merasakan dorongan yang jauh lebih besar untuk membiarkan itu terjadi. Saat terpejam dan dalam keadaan setengah tertidur itu tanpa Winda menyadari, tiba-tiba sebuah kecupan menerpa pipi dan bibirnyanya. Wanita muda itu kaget dan langsung bereaksi. Langsung ia menolakkan muka Johan dengan tangannya. Johan pun menghentikan kecupannya meskipun tangan kirinya masih merangkul bahu Winda agar tetap rapat menempel pada dirinya. Winda berusaha melepaskan tangan Johan pada bahu kirinya dan mengingatkan agar ia konsentrasi ke jalan. “Da sadarlah da, iko kan di jalan raya bisa cilako beko, caliak tu mobil lain kancang-kancang (Bang sadar bang ini jalan raya bisa kecelakaan, mobil lain pada ngebut tuh)” kata Winda mengingatkan. Johan pun menurut dan kembali berkosentrasi mengemudikan truknya.. Tak lama kemudian saat truknya berjalan perlahan karena macet di daerah Padangpanjang, saat Winda yang masih merebahkan kepalanya pada bahu Johan, terkejut karena tiba-tiba saja karena bibir berkumis Johan menghampiri bibir tipisnya dan mengecupnya sekilas. Winda langsung terbangun dan duduk kembali menjauh dari bahunya. Perasaannya sangat dongkol tidak bisa berkata-kata apalagi berbuat kasar ” Eh da Johan ko ndak mangarati juo, Winda mintak jaan di ulangi, badoso da, apo kato urang beko kalau mancaliak tadi (Eh bang Johan ini tidak juga ngerti, Winda mohon jgn di ulang lagi ini, dosa bang apa nanti kata org jika lihat kita saat itu tadi)?”. Namun, Johan sang sopir dia tetap santai-santai saja, seakan-akan Winda mengizinkan Johan berlaku demikian ” Abihnyo Winda mambuek uda galigaman (habis Winda bikin abang gemas)” jawabnya sambil meminta maaf. Kembali wanita muda tersebut diam membisu selama perjalanan, tidak menggubris apapun yang Johan katakanKembali tangan kiri Johan meraih bahu Winda untuk mrengkuhnya agar kembali rebah pada bahunya. Selama perjalanan itu Johan tidak lagi menciumi Winda, hanya meremas remas jari lentiknya dan mengecupi kepalanya yang masih mengenakan penutup kepala. Rasa hangat dan nyaman menghampiri perasaan Winda saat itu. Hingga… Saat truk mereka memasuki wilayah jalan by pass yang gelap itu dekat simpang bandara yang baru sekarang ini, lelaki itu melambatkan laju truknya dan kembali menciumi dan melumat bibir wanita muda itu. Hanya saja herannya Winda malah membiarkannya saja. Jujur diakuinya ada desir-desir gairahnya yang mulai bangkit. Lalu Johan menghentikan truknya di tengah jalan dan kembali… menciumi, melumat bibir sebelah bawah milik Winda kembali dengan lebih bergairah. Tangan kanannya mulai naik meraba menemukan bukit padat yang membusung terbungkus di dada wanita muda tersebut . Meremasnya perlahan. Winda diam, matanya terpejam dan menikmati betapa gairahnya yang telah terbit kembali meluap. Dalam keasyikan mereka tersebut. Tiba-tiba… Ada cahaya dari lampu mobil dari arah berlawanan menyorot kepada mereka. Dan langsung Johan menghentikan aksinya, lalu kembali pada posisinya menjalankan mobil tersebut hingga rumah wanita muda tersebut. Sesampainya di rumah, Winda masih saja terbayang akan perlakuan Johan pada dirinya. Untunglah saat itu suaminya sedang berada di Jakarta dan takkan mengetahui perubahan sikapnya tersebut. Hingga pada waktu tidur pada malam itu Winda bermimpi melakukan hal yang sama hingga ia disetubuhi oleh Johan. Dalam mimpinya ia merasa amat puas, puas yang berbeda sekali saat ia melakukan dengan suaminya. Kembali kini Winda ke Pasaman, dan bekerja seperti biasanya. Telah 3 minggu ini ia tak bertemu Johan. Kata kakaknya Johan sedang ada muatan ke Pematang Siantar. Winda sangat berharap untuk bertemu. Dirinya dilanda rindu yang sangat merajam perasaannya. photomemek.com Winda seolah-olah menjadi seorang remaja putri yang amat rindu pada kekasih saat itu. Membuat pikirannya hanya tertuju pada Johan seorang. Beberapa minggu kemudian mereka bertemu dan kembali berangkat bersama saat Winda hendak pulang ke Padang. Saat di perjalanan Johan minta Winda untuk melepas kacamata Winda. Winda heran kenapa dia meminta Winda melepaskan kacamata? “Uda taragak mancaliak mato diek Win indak mamakai kacomato (Abang ingin melihat mata Dik Win tidak mengenakan kaca mata) .” kata Johan. Windapun menurut lantas melepas dan menyimpannya dalam kotak dan kemudian memasukan dalam tas miliknya. Sepanjang perjalanan itu Winda tidak mengenakan kacamata. Kembali tangan kiri Johan merengkuh bahu Winda, menariknya agar duduk berdekatan. Winda yang tidak ngantuk bergeser mendekati dan karena merasa tidak enak dengan hawa kaki lelaki itu dari bawah dashbord dekat stirnya itu kemudian menegakkan kepalanya dan tidak rebah dibahu Johan. Dan kembali dalam perjalanan menuju Padang Panjang Johan meminta Winda melepas penutup kepalanya ” Win uda taragak mancaliak rambuik Winda, salamo iko uda alun pernah mancaliaknyo, sabanta sajonyo, kan hanyo diateh oto iko, ndak ado do nan ka maliek (Win..abang ingin melihat rambut Winda…selama ini abang belum pernah lihat.sebentar aja Win, kan hanya di atas truk ini, tidak ada yang akan lihat)” katanya. dengan alasannya ia sudah sangat lama ingin melihat rambutku. “Jaan daa, Winda alah barumahtanggo.. punyo anak.. Winda taragak manjadi ibu jo istri nan elok.., sabab uda beko bisa barubah pangana.., Winda kuatie da (jangan lah bang,Winda sudah berkeluarga,juga punya anak, jadi Winda ingin, jadi ibu dan istri yang baik, sebab jika Win buka kerudung, nanti,abang bisa berubah pikiran, Winda kuatir bang)”. Winda merasa keberatan, sebab merasa amat telanjang jika kerudungnya lepas. “Alaa, Diek Winda jaan takuik ka uda, uda kan indak jaek, apolagi uda sayang bana ka Winda, walaupun alah punyo laki jo anak (Ala..Dik Winda jangan takut ama abang, abang kan bukan orang jahat, apalagi abang amat sayang pada Winda,meski abang tau Winda sudah punya suami dan anak)” kata Namun Johan menyakinkan. Winda bahwa ini hanya sebentar. Lalu Windapun meluluskan permintaannya. Penutup kepalanya dilepas dan di taruh, di pangkuannya sendiri. Tangan kiri Johan naik dan membelai rambut Winda, dari atas lalu turun ke tengkuknya yang di tumbuhi rambut halus. “Uda suko mancaliak bulu roma di kuduak diek Win (abang suka melihat rambut halus di tengkuk dik Win) ” ujar Johan. “Harum bana (sangat wangi)” lanjut lelaki tersebut seraya menarik leher wanita muda itu mendekat kearah wajahnya. Dan mencium tengkuk berbulu halus itu. Winda merasa geli dan merinding, sebab gairahnya mulai terpicu. Lalu ia merebahkan kepala Winda di bahunya di sepanjang jalan yang macet, pada penurunan Lembah Anai tersebut. Sesekali ia meraba pipi wanita muda tersebut “Pipi diek Win aluih jo barasiah (Pipi dik Win halus dan bersih)” tambah Johan. Winda diam saja. “Biasalah laki – laki, suka menyanjung. Seperti biasa dilakukan suamiku sebelum menciumi aku” batin Winda. Winda pun lalu berusaha memicingkan matanya. Namun saat laju mobilnya terhenti karena macet Johan mencoba menciumi pipi kirinya terus turun hingga menemukan bibir tipis yang tersaput merah dan mengecupnya sesaat. Winda berusaha mengatupkan bibirnya namun tangan kanan Johan berusaha masuk kedalam kaos panjang lengan putih bergaris pakaian atasnya itu melalui bawah kaos. Tangan lelaki itu menyentuh pembungkus dadanya yang membusung. Winda memejamkan matanya “Uhhh…..desah wanita muda itu perlahan. Sehingga Winda tidak dapat berbuat apa apa selain hanya menikmati dan larut karena tangan kanannya saat itu masih memegang penutup kapalanya di pangkuan. Beberapa saat kemudian Johan menarik tangannya dan kembali melajukan truknya menuju arah Sicincin saat macet telah berakhir. Saat di jalan Sicincin itu mobil saat itu berjalan perlahan karena macet, meski tangan kirinya di stir Johan dengan tangan kanannya merengkuh wajah Winda, dan tiba- tiba saja bibir wanita muda tersebut di lumatnya. Winda langsung saja terpana dan kaget, mukanya memerah. Namun Winda tidak bisa marah karena rasa nikmat yang mulai timbul .. Akhirnya Johan melepaskan bibir merah milik Winda. Namun tangan kiri Johan kini meremas jari lentiknya. Sehabis jari wanita muda itu di remasnya, tangannya mulai merayap masuk ke dalam melalui belahan atas kaos kaos panjang lengan yang bergaris putih yang saat itu ia kenakan berpadu dengan celana panjang. Winda sadar dan menahan laju tangan tersebut dengan tangan kirinya. Saat itu baru bagian perutnya yang tersentuh oleh tangan Johan. Terasa hangat dan kasar. Tangan Johan lalu keluar dan dia kembali asyik dengan stir. Saat memasuki jalan by pass.. Jalanan gelap sekali hanya beberapa tempat saja yang di terangi lampu jalan, Johan menepi dan menghentikan truknya di pinggir jalan. “Ko baranti da (kenapa berhenti bang)?” tanya Winda bingung. Johan diam saja tak menjawab, dan kembali merengkuh bahu wanita muda tersebut. Menariknya mendekat kearahnya. Dan diatas mitsubishi colt berwarna kuning tersebut bibir Winda kembali dikecupnya. Tidak saja di kecupnya, kuluman dan lumatan juga dilakukan Johan pada bibir lembut wanita cantik tersebut. Mengelitiki setiap ujung bibir tipis tersebut dengan tekun. Sedikit demi sedikit gairah dalam tubuh wanita muda tersebut bangkit. Winda membalas setiap lumatan bibir Johan, membuka mulutnya memberikan keleluasaan pada lidah Johan untuk menikmati kebasahan di dalamnya. Lidah mereka saling berpilin, membelit di dalam. Tangan kanan Johan merayap masuk kedalam kaos panjangnya melalui bagian bawahnya, bergerak naik keatas menemukan bukit membusung padat di sebelah kanan lalun meremas dan memijit bukit padat milik Winda tersebut dari luar bahan pembungkusnya. Wanita muda tersebut seolah tak mampu menolaknya. Winda berusaha melepaskan tangan Johan, namun keinginannya di kalahkan oleh hasratnya yang telah terpicu. Dirasakannya begitu hangat dan cekatan tangan lelaki itu mengirimkan berjuta-juta sengatan birahi disana. Tubuh indahnya mulai menggeliat-geliat dalam dekapan Johan di dera nikmat pada sekujur pori – porinya. Selang sekitar 25 menit kemudian Johan menghentikan perbuatannya. “Indak usahlah disiko, daerah iko agak angek, acok tajadi parampehan (Jangan disini, daerahnya rawan sering terjadi perampasan)” ujarnya kuatir kemudian. Winda diam, membenahi pakaiannya mulai dari kaos dan penutup kepalanya, juga membenahi napasnya yang sempat memburu disertai gairahnya yang sempat meninggi. Lagi pula persimpangan arah ke rumahnya telah dekat. Mobil Mitsubishi kuning itu pun kembali bergerak. Winda terdiam selama perjalanan menuju persimpangan rumahnya. Ada penyesalan dalam dirinya saat itu bisa terlibat sejauh itu, namun seakan terhapuskan rasa yang timbul akibat perlakuan lelaki tersebut pada dirinya. Begitu sesampainya Winda di rumahnya sekitar pukul setengah sepuluh malam itu Winda langsung mandi. Ternyata suaminya masih berada di kampus. Malam itu Winda sempat bersetubuh dengan suaminya Winda heran malam itu ia kurang bergairah seolah hanya terpaksa menjalankan kewajiban saja. “Alah lamo awak indak bahubuangan diak (sudah lama kita tidak berhubungan dik)” kata suaminya. Winda merasa berhutang pada suaminya karena memang dalam minggu ini mereka belum pernah berhubungan badan. Dengan enggan Windapun menuruti keinginan suaminya. Di ranjang mereka malam itu ditengah kesibukan suaminya mengayuh biduk asmara mereka, tiba-tiba datang sekelebat bayangan berupa sosok Johan .Langsung gairah dan nafsunya mereda. Winda langsung kehilangan gairah di tengah pergumulan mereka, namun demi menjalankan tugasnya sebagai istri, maka Winda berpura-pura menikmati hubungan itu hingga selesai. Aktifitas Winda kembali seperti biasa hingga ia kembali ke Pasaman, daerah tempat bekerjanya. Dan bekerja seperti biasanya. Hari itu hari Selasa. Saat ia pulang ke kost-anya. Didapatinya rumah dalam keadaan kosong. Rupanya sang ibu kost beserta suaminya berangkat ke Palembang mengunjungi salah seorang anaknya di sana. Dan praktis hanya Winda yang berada di rumah itu. Johan dan juga tak kelihatan. Besoknya pada hari rabu Johan muncul namun tidak dengan truknya. “Oto sadang di pelo-an di bengke (truk sedang diperbaiki di bengkel) ” ujarnya Johan menerangkan pada Winda saat menanyakan truknya. Malam itu Johan mengajak Winda. “Win ..alah makan Win (Win udah makan Win)?”tanya Johan. “Alun lai da (Belum bang)” sahut Winda. “Kalua awak makan lah, ado tampek nan rancak untuk makan daerahnyo dingin jo tanang (Ayo kita makan keluar, ada tempat makan yang bagus, daerahnya dingin dan sepi) terang Johan mengajak wanita muda tersebut. “Ndak baa do da (Boleh bang)” sahut Winda. “Tapi jan lamo – lamo yo da (Tapi ga lama kan bang)?” sambung Winda kembali. Lalu Windapun masuk ke kamarnya dan berganti pakaian. Mengenakan kaos panjang lengan berwarna merah muda dan jaket serta bawahan celana panjang berbahan katun hitam kemudian berangkat bersamanya. Kebetulan ada mobil kakaknya yang ditinggal. Sebuah toyota starlet berwarna merah. Mereka berangkat sekitar jam 7 malam itu. Tempat yang mereka tuju terletak agak jauh arah ke Medan tetapi masih di wilayah Lubuk Sikaping sekitar 1 jam perjalanan dari ibukota kabupaten tempat tinggalnya. Saat itu Johan mengenakan kaos oblongnya dan jeans biru Mereka makan di sebuah warung makan yang terbuat dari anyaman bambu menyerupai saung yang dinding setinggi tertutup setinggi bahu orang dewasa. Mereka makan ikan bakar dan duduk secara lesehan. Winda berada pada sisi kanannya Johan. Memang tempatnya amat romantis, apalagi saung itu lampunya redup dan bunyi jangkrik, meningkahi suasana makan mereka. Mereka makan, berbincang, bercanda dan sesekali saling menyuapi. Setelah makan mereka duduk bersantai. Mereka mulai saling berciuman, saling berpelukan erat. Winda terlena oleh suasana. Winda rebah di pangkuan pada paha kirinya Johan. Winda memegang lengan Johan. Wajah mereka saling tatap dalam senyuman. Perlahan Johan membelai wajah wanita muda tersebut. Merabai kehalusan kulitnya. Wajahnya menunduk turun mendekati wajah Winda. Winda merasakan jantungnya berdegup kencang Johan mengecup kepala Winda yang masih tertutup, turun kekeningnya terus ke pipi yang licin dan bergerak naik menjumpai sepasang bibir lembut yang memerah. Di kecupnya perlahan. Winda memejamkan matanya saat bibir berkumis lelaki itu mulai melumat bibir tipisnya. Awalnya Winda hanya diam namun akhirnya Winda mulai menerima dan bereaksi dan ikut arus lumatannya. Ada hawa kuat yang menggiringnya untuk mengikuti alunan gairah yang diberikan Johan. Lidah mereka telah saling belit dalam kebasahan mulut Winda. Sedangkan tangan kiri Johan telah mulai merayap. Awalnya mengelus leher bagian dalam terus turun masuknya lewat lobang krah ke arah dada dan masuk kebalik bra dan meremasputing bukit padatnya yang membulat dengan perlahan. Rabaan tangan kanan Johan merayap di sepanjang batang paha Winda mengelusnya bergantian paha kiri dan kanan tak terlewatkan meski kedua kaki Winda tetap rapat. Menurun pada bagian dalamnya dan mengelusnya dengan lembut. Lecutan gairah segera meletup dalam diri Winda. Napasnya mulai memburu, tersengal -sengal. Kurang lebih 1 jam kemudian baru mereka pulang ke rumah. Saat di mobil kejadian itu terjadi lagi pada perjalanan pulang sekitar 5 menit. Mobil starlet merah itu sengaja di hentikan Johan. Didalam mobil itu masih di kursi depan Johan kembali meraba dengan tangan kirinya. wajah dan terus ke dada Winda yang saat itu masih terbungkus kaos panjangnya. Johan pun melumat bibir tipisnya. Winda hanya bisa diam meski lidah Johan dengan leluasa telah mengait-ngait lidahnya dalam mulutnya… agak lama…. sebelah tangan Johan lalu berusaha masuk kedalam celana panjang katun yang Winda kenakan, tangan kiri itu menyelinap masuk dan mulai menyentuh bagian kewanitaannya diluar pakaian dalamnya Winda seperti tersengat… geli. namun Winda menariknya kembali tangan tersebut beraksi beberapa saat. “Jaan lah da… ,Winda alah punyo laki jo anak (jangan bang Winda udah mempunyai suami dan anak)” ujar Winda lirih. “Winda malu…”tambah Winda mencoba menahan keinginan Johan saat itu disela –sela napsunya yang telah bangkit hampir membakar dirinya. Johanpun menurut dan kembali menghidupkan mesin mobil berangkat menuju rumah. Dan begitu sampai mereka langsung masuk rumah. Winda masuk kerumah pavilunnya dan terus masuk ke dalam kamar. Sedangkan Johan pergi lagi, ada urusan katanya. Padahal saat itu Winda sudah sangat terangsang, batinnya menuntut pelepasan dan kalaupun dia datang menemuinya kembali untuk menuntaskan apa yang mereka telah mulai… Winda pun takkan kuasa menolak rasanya. Tetapi tampaknya Johan memang tengah berusaha memancingnya. Paginya Windapun kembali menjalankan aktifitasnya di kantor seperti biasanya Malamnya, malam Jumat itu mereka kembali makan malam bersama diluar namun tidak di tempat kemaren malam itu. Denag arah yang sama ke arah Medan, tapi berbelok kekanan. Suasana tempatnya seperti umumnya restoran, ada beberapa orang singgah untuk makan. Tempatnya juga tidak begitu ramai. Winda maklum Johan mengajaknya ke luar dari kota itu agar mereka tidak di pergoki oleh temannya ataupun teman sekantornya Winda. mereka hanya makan saja, kemesraan mereka tidak seperti kemaren malam. Malam ini mereka hanya saling berpegangan tangan saja. Dan setelah itu mereka langsung pulang. Sampai di rumah sekitar jam 21.00 WIB. Winda masuk langsung masuk ke paviliun kamarnya, sedangkan Johan masuk ke dalam rumah kakaknya. Saat Winda telah bersalin pakaian dengan, mengenakan kemeja tidur yang panjang berwarna merah muda dan setelannya berupa celana panjang bercorak sama. Tapi tak lama kemudian terdengar ketukan di pintu pavilunnya. Terdengar suara Johan memanggilnya. Winda menutup rambutnya dengan bergok yang biasa Winda pakai jika ada tamu dan membuka pintu untuk mempersilakan lelaki itu masuk mengingat selain dia adik pemilik rumah mungkin dia mempunyai keperluan yang harus disampaikan. Rupanya Johan habis mandi malam itu. Terlihat dari rambutnya yang basah dan anehnya ada sedikit bau – bauan yang agak menyengat menyemburat di hidung Winda. Ya, wanita muda itu masih ingat baunya seperti wangi bunga mawar… mereka duduk di ruang depan faviliun itu, bersebelahan pada sofa sudut. dengan Johan berada di sebelah kirinya. Sambil berbincang- bincang apa saja. Tak disadarinya pembicaraan Johan mulai bergeser pada hal yang sangat pribadi dan cenderung intim. Dari pembicaraan mengenai kesepian dirinya setelah bercerai, godaan – godaan saat ia membawa truk keluar daerah, juga bercerita bahwa ia pernah berhubungan dengan wanita di kota yang ia singgahi, termasuk dengan pelayan rumah makan di Medan, juga berkata mengenai keperkasaannya saat bersetubuh katanya cukup mampu melayani wanita itu hingga beberapa kali . Kemudian Johan pindah duduk disamping wanita muda itu, duduk disebelah kirinya. Lalu lelaki itu meraih jemari lentiknya dan membawanya ke pahanya. Winda diam tak bereaksi. Perlahan menarik bahu Winda, memutar nya agar menghadap dan menjatuhkan kecupan ringan pada bibir tipis wanita muda tersebut. Winda merasa sedikit jengah langsung menunduk malu sebab itu berlangsung tiba tiba dan mengejutkan dirinya, meskipun hal itu telah diduganya akan terjadi. Namun… sentuhan bibir saat itu tidak seperti biasanya, Winda merasakan sengatan listrik mengalir pada sekujur tubuhnya. Tetapi Johan terus mengulum dan melumat bibir tipis wanita muda tersebut. Perlahan Windapun mulai membalasnya… menerima bibir lelaki berkumis itu dengan membuka mulutnya, memberikan ruang bagi lidah Johan untuk menerobos masuk di sela â €“sela giginya yang berbaris rapi. Menikmati betapa lidah kasap itu menggelitik di dalam rongga mulutnya, menemukan lidah Winda yang lancip untuk saling bercengkrama dan saling palun dalam kebasahan mulut Winda. Winda memejamkan matanya menikmatinya. Lalu tangan Johan naik pada leher Winda, berusaha melepas penutup kepala Winda saat mereka berhadapan. Setelah lepas wajahnya mendekat, napasnya terasa hangat menembus kemeja tidur pada pundaknya. Johan dengan lembut mencium pundak dan di bagian belakang leher wanita muda berkulit putih tersebut. Sambil mendorong perlahan agar wanita muda itu rebah di sandaran sofa. Winda larut dalam dekapan dan cumbuan lelaki gagah itu. Ia semakin… terlena… pasrah.. lemas… menyerah pada birahi yang timbul oleh perlakuan Johan pada dirinya kemanapun arah yang diingininya. Tangan Winda memegang bahu Johan yang tengah menahan kepala Winda dengan kedua tangannya. Sambil terus saling lumat dan kulum itu… tangan kanan lelaki tersebut turun dari belakang kepala dengan perlahan, menyusuri bahu yang telah terbuka, melewati belikatnya dan menemukan bukit membusung padat di dada wanita muda tersebut. Masih dari luar tangannya mulai meremas bukit padat yang terbungkus itu. Dengan sedikit kasar ia memilinnya…!!!Wajah dan tubuh wanita muda itu mulai berkeringat. Kehangatan bara birahi yang dialirkan oleh perlakuan Johan pada dirinya mulai membakar setiap titik syaraf kewanitaannya. Tangan kanan Johan kemudian turun… merasakan hangatnya perut yang terselimuti pakaian… terus turun menemukan ujung bawah kemeja tidur wanita berkulit putih tersebut… menyelinap kebaliknya dan naik menyusuri perut terus ke atas. Menyelinap ke balik pembungkus bukit membusung di dada Winda. Meremas dengan lembut beberapa kali lalu memjit putiknya dengan intens. “Ohh…..” Winda mendesah… matanya terpejam dikarenakan rasa malu dan rasa nikmat yang bercampur baur… Tubuhnya serasa terbang melayang lepas dari tempat berpijaknya. Kedua tangan Winda semakin erat memeluk leher Johan. Bibir Johan merayap turun dan menciumi leher jenjang yang mulai basah… basah oleh keringat. Bibir berkumis lelaki itu menjejali lehernya dengan gigitan-gigitan kecil yang kurang pahaminya, namun membuat Winda semakin larut… Sementara itu tangan kiri Johan telah berada pada pertemuan paha wanita muda itu… meski diluar saja dan tidak masuk kedalam celana tidurnya… Winda amat kaget dan tubuhnya terlonjak kaget… serasa tersengat listrik… Tangannya meraba raba mengelus… dengan lincah meskipun pada posisi kaki Winda yang masih merapat. Winda meraih tangan tersebut berusaha melepaskan tangan lelaki itu pada pertemuan pahanya. belum pernah di perlakukan demikian oleh lelaki manapun termasuk suaminya. Johan menurut dan menarik tangannya dan menjauh dari Winda. Kembali mereka duduk lagi seperti biasa.. begitu juga Winda pun kembali duduk sewajarnya. Johan bangkit melangkah keluar kembali ke rumah kakaknya. Beberapa saat kemudian kembali dengan sebotol air putih beserta 2 gelas beling. Menuangkan air putih tersebut dan memberikannya segelas pada Winda. Dia meminum air tersebut begitu juga Winda. Tubuhnya yang telah menghangat dan berkeringat oleh percumbuan barusan membutuhkan penawar menyegarkan. Kemudian Johan berdiri, melangkah ke pintu dan menutupkan pintu paviliun tersebut sekaligus menguncinya… dari dalam. Melangkah menghampiri Winda yang masih duduk dan menariknya agar berdiri. Winda menurut dan seakan jadi manusia idiot yang mau saja saat di bimbing lelaki gagah itu ke dalam kamar tidurnya sendiri. Sesampainya dikamar, Johan menutupkan pintu kamar dan menghidupkan lampu tidur yang bersinar temaram. Winda di dudukan oleh lelaki itu dipinggiran ranjang dari besi yang sudah lama dan bermodel antik … diatas spreinya yang berwarna putih. Johan lalu berdiri dan melepas kaos putih berlengannya hingga ia tinggal bercelana santai yang pendek saja…. Kembali dihampirinya wanita muda, meraih dagu lancip Winda dengan tangan kanannya dan menjatuhkan kecupan pada bibir tipis itu. itu Kecupan itu berubah menjadi lumatan dan kuluman menghisap bibir tersebut hingga membuat Winda hampir kehabisan napas sehingga terpaksa membalas karena lidah Johan telah menyelusuri bagian dalam mulutnya… Johan berhenti… memberikan waktu bagi wanita muda itu untuk mengatur napasnya yang tersengal sengal. Tangan Johan meraih kancing kemeja tidur wanita muda berrkulit putih tersebut. Mencoba melepaskannya dengan perlahan satu demi satu. Winda menahan laju tangan lelaki itu dengan tangannya. Johan tak menggubrisnya dan tetap melakukan hal itu. Setelah kancing tersebut lepas semuanya, disibakkannya kemeja tidur tersebut pada bahunya sehingga bahan tersebut meluncur turun… lepas dari tubuh pemakainya.. dan langsung jatuh ke lantai. Praktis tubuh mulus atas Winda telanjang…!!! hanya sebuah kalung yang biasa dipakainya dan dua cup menutupi bulatan padat yang membusung di dadanya Johan mulai mengecupi bahu telanjang wanita berkulit putih itu. “Ohh……” Winda mengeluh, tangannya terpaku pada pinggiran ranjangnya… ada rasa geli..dan gairah yang datang menghampirinya lewat ciuman itu. Ciuman itu merayap ke leher jenjangnya dan turun menyusuri belikatnya ke bawah menemukan lembah kedua bukit dadanya yang mulai berkeringat. Lalu tangan Johan merayap ke belakang menemukan kait pengikat benda pembungkus dada Winda. Satu sentakan kecil membuat kait benda tersebut lepas dan membiarkannya meluncur turun meninggalkan tubuh yang sintal dan mulus itu untuk tergolek menemani kemeja tidur yang telah berada di lantai. Winda berusaha memiringkan tubuhnya agar tidak terlalu terekspos pada lelaki itu… namun dengan kedua tangannya yang berada di balik lengkung punggung Winda. Johan mencoba menahan gerakan itu. Wajah lelaki itu mendekat pada dada Winda. Lidahnya mulai menjilati permukaan licin dada yang membusung indah tersebut. Bergantian bukit yang kiri dan kanan tak satupun tertinggal… hingga akhirnya bibir berkumis itu mampir pada puncak bukit padat di dada Winda. Kepala Winda langsung terlontar rebah kebelakang…!!! Menggigit dan mengulumnya dengan intens… saat ia menggigit… Winda merasa geli dan segera gairahnya terlecut. “Ahh….”rintih Winda terlepas begitu saja dari bibir tipisnya. Tubuhnya mulai hangat dan berkeringat, menggeliat-geliat dalam dekapan Johan. Tak kuat ia rasakan deraan nikmat yang melanda segenap penjuru tubuhnya. Tubuhnya lunglai dan seiring dengan itu Johan mulai merebahkan tubuh sintal tersebut perlahan di ranjang bersprey putih. Sedangkan kedua kaki wanita itu masih menjejak lantai. Kini Winda terbaring di ranjangnya sendiri… dengan peluh yang muncul di setiap porinya, tersengal-sengal dalam gemuruh nafsu yang telah membubung…!!! Johan rebah diatas tubuhnya, diantara kedua kakinya yang masih mengenakan celana tidur telah membuka naluriah. Terasa oleh wanita muda pada perutnya betapa sebuah batang mulai mengeras. Kembali bibir dan lidah lelaki itu mencumbui bukit padat milik Winda yang mulai mengeras dalam nafsu… tak ketinggalan wajah… bibir… leher jenjangnya mendapat kecupan… lumatan yang bertubi-tubi… kedua tangan Johan terkadang menggantikan aksi bibirnya pada dada Winda. “Uhhh……”desah Winda mulai sering terdengar. Rasa nikmat perlakuan Johan pada tubuhnya membubungkan nafsunya pada titik yang tak bisa kembali… kedua tangan Winda hanya bisa meraih dan mencengkeram pada bahu berkeringat lelaki gagah tersebut… bisa dia rasakan betapa dirinya telah basah disana sini… juga pada kewanitaannya yang mulai berdenyut. Lalu Johan bergerak lagi.. diangkatnya tubuh mulus yang telah telanjang hingga pinggang tersebut… menggesernya lebih keatas hingga kedua kaki Winda kini tergolek di atas ranjang bersprey putih tersebut. Kembali berbaribg di samping kiri Winda, tangan kanan Johan meraih ke bawah, menemukan karet celana tidur wanita muda itu. Mencoba menariknya. Kaget Winda berusaha mencegahnya… tetapi telah terlambat karena karet celananya telah turun hingga lututnya… dan terus turun hingga akhirnya hanya sehelai kain tipis berwarna putih yang telah basah yang masih menutupi pertemuan batang pahanya. Bulu roma Winda berdiri di dera oleh nafsu yang berkesangatan… seakan ikut merasakan apa yang kan terjadi malam itu. Kini tangan Johan kiri meraba bagian kewanitaan Winda yang masih terbalut itu dengan jarinya… menekan lepitan belahan kewanitaannya yang basah… itu di luar. Sambil kedua tangan Winda hanya bisa mendekap kepala Johan.. Winda berusaha tetap merapatkan kedua batang pahanya. Namun Johan bergerak ke lain arah menemukan karet kain tipis pembalut pertemuan paha Winda, menariknya perlahan.. dan dengan mudah kain yang berbentuk segitiga tersebut lolos dan meninggalkan tubuh pemakainya menyusul pakaian lain yang telah terlebih dahulu lepas. Semuanya berjalan lancar seolah-olah Winda tak bisa kuasa menolak setiap perlakuan Johan. Semuanya telah terbuka.. tidak ada lagi ditubuh Winda yang masih tertutup…, terbaring telanjang dalam napas bergemuruh dengan tubuh yang berpeluh disana-sini…!!! Bukit padat di dadanya dengan puncaknya yang berdiri tegak mengkilat di di bawah sinar temaram lampu kamar itu. Winda merasa heran saat itu.. hentakan dalam tubuhnya amat mengelora… ingin semuanya terjadi sesegera mungkin.. Lalu Johan berdiri, melepaskan celana pendek dan sekaligus pakaian dalamnya… hingga tubuh tegapnya telanjang. Ada rasa takut… dalam diri wanita muda yang tergolek di ranjang itu saat melihat sosok Johan dengan dada dan tangannya yang berbulu… lebat. Apalagi dengan pakaian yang telah lepas dari tubuhnya saat itu… membuatnya amat kuatir… melihat batang kelelakian yang amat panjang milik lelaki gagah itu..!!! Jujur diakuinya milik suaminya tak berarti di bandingkan dengan milik Johan. Jauh didalam hati kecilnya Winda menyesali kejadian yang tengah berlangsung itu. Ini baru pertama kalinya dalam hidupnya… telanjang di hadapan lelaki lain yang bukan suaminya. Namun gairah… nafsu… dan rasa yang Winda tak dipahaminya itu terus membutakan hati kecilnya saat itu. Johan mulai merayap naik di atas tubuhnya tak mempunyai pilihan kedua batang paha Winda naluriah membuka memberikan ruang pada pinggul lelaki tersebut untuk menempel. Kembali Johan mengecupi bibirnya dengan bernafsu dan kini Winda tak kalah lincah menyambut bibir dan mulut lelaki itu… Sedangkan tangannya telah bermain di bukit padat di dada Winda. Meremasnya berkali- kali.. kadang menggesek dengan gemas menggunakan kumisnya… “Ouhh…” rintih Winda. Perasaannya serasa terbang tinggi ke angkasa dengan tubuh menggeliat-geliat bak cacaing kepanasan…Kedua tangan Johan tak henti – hentinya meremas… memilin.. bukit membusung di dada Winda hingga kedua bukit padat itu menegang dengan putik yang mengeras… seolah tegak… membuatnya memerah di setiap permukaan licinnya. Terasakan juga oleh wanita muda itu betapa hangat dan tegapnya batang pejal milik Johan… menyentuh di bawah pusarnya. Lalu Johan turun dan berlutut bertumpu di atas kasur ranjang. Meraih kedua betis putih milik Winda yang tengah terbuka… mengangkat keduanya keatas. Kemudian lidah Johan meluncur sepanjang kedua kaki Winda, mulai dari ujung kaki hingga ke pangkal paha bagian dalamwanita muda itu tanpa sedikitpun ketinggalan… Lidah kasapnya terasa kasar, kesat dan basah. Winda masih memejamkan matanya menikmati gelombang biraai yang menderu-deru melandanya… kemudian ia terus turun, Winda seakan telah tergolek… kalah… rasa pasrahnya… membuat tubuhnya seolah menerima perlakuan dia saat itu.. Terus Johan membungkukkan wajahnya hingga jatuh pada kewanitaan Winda. Lidahnya masuk… menjilat … lepitan basahnya.. ada rasa hangat, geli, oleh jilatannya itu. Kadang lidahnya menghisap dan mengulum tonjolan sebesar kacang tanah di sana. Winda tidak mampu lagi berkata kata saat itu hanya bisa merintih dan mendesis… dengan tubuh menggeliat- geliat… Telapak tangan Winda berada dikepalanya menggenggam rambutnya dengan gemas…. sebagai tempat berpegang.. kedua kakinya berusaha dirapatkan karena rasa geli yang menghujam namun… terganjal.. kepalanya… rasa basah itu mulai datang dan seakan meledak… Lidah dan bibir masih di lepitannya, tidak ada sedikitpun rasa jijik pada dirinya saat itu.. “Ohh………” dengus Winda. Beberapa saat Winda klimaks… Winda mengejang..!!!. tubuhnya serasa melayang seringan seperti kapas.. Winda basah.. dan terkulai lemas… Johan lalu berhenti, lalu bangkit dan berdiri melangkah pergi mengambil air minum diluar kamar, dan kembali masuk dengan botol minuman dan gelas tadi. ia pun minum, namun tidak… menawari Winda.. Lalu lelaki tegap itu kembali ke tempat tidur, dan berbaring di sampingnya di sisi kirinya. Winda masih terbaring lemas dan berusaha menghirup udara sebanyak banyaknya untuk meredakan gairahnya. Merasakan kewanitaannya basah dan lengket, juga tubuhnya telah basah oleh peluh yang bercucuran di sekujur tubuh telanjangnya mulai dari ujung kaki, paha perut, dada dan wajahnya. Winda telah merasakan kembali klimaks yang lama tak di alaminya, hanya saat… baru – baru menikah hingga bulan ke lima saat mulai hamil.. setelah itu tidak pernah lagi.. “Win adiek pueh..(Win, kamu puas)? Tanya Johan memecah kebisuan diantara mereka. Winda diam dan hanya mengangguk jujur seraya memandang matanya. Melihat pada kedalaman mata tersebut percik nafsu yang membara, berniat sangat ingin menyetubuhinya malam itu. Kembali Johan meremas dan memilin bukit padat di dada Winda yang telah memerah disana sini. Gairah wanita muda itu yang tadi telah surut kembali memuncak dengan cepat. Lincah sekali ia memperlakukan tubuh wanita muda itu. Dikulumnya bibir tipis itu… Awalnya Winda hanya diam lalu ikut membalas, bibbirmereka saling lumat, kulum.. Tangan kanan Johan… turun ke arah kembali ke kewanitaan Winda. jarinya masuk… mengorek – korek kebasahan yang timbul di sana membuat tubuh Winda terlonjak-lonjak diatas ranjang besi itu. Kewanitaannya mulai basah seolah tau saatnya untu permainan sesungguhnya akan di mulai.. Johan mengangkat kedua paha Winda dan menahan dengankedua tangannya, berlutut memposisikan pinggulnya diantara kedua batang paha wanita muda itu. Winda hanya bisa memejamkan mata, merapatkan kedua pahanya dan menutup kewanitaannya dengan tangannya. Winda merasa ketakutan sekali jika batang pejal Johan yang telah tegak kaku itu akan memasukinya, karena sempat dilihatnya tadi ukurannya saat belum berada pada ketegangan penuh. “Apo nan diek Winda takuik-an (Apa yang dek Winda takutkan)?” tanya Johan. “Itu da Winda takuik jo punyo uda tu (Itu bang Winda takut dengan milik abang)” jawab Winda. “Diek Winda jan takuiik jo punyo uda ndak sakik do (Dek Winda jangan takut dengan kepunyaan abang, ga akan sakit ko) jelasnya berusaha memberikan pengertian. “Kan Winda,,, alah pernah malahiakan..(kan Winda sudah pernah melahirkan)? Tambah Johan. “Jadi punyo diek Winda pasti bisa (jadi kepunyaan Winda pasti mampu) katanya lagi menenangkan Winda. “Winda indak malahiakan normal da, lewat badah sesar, iko ado jajaknyo (Winda tidak melahirkan secara normal bang tapi lewat bedah caesar, ini ada bekasnya) ” sahut Winda sambil menunjukkan bekas jahitan operasinya. Johan terdiam. Winda tau sekali Johan sangat menginginkan…, begitu juga dirinya juga amat sangat menginginkan persetubuhan yang sebenarnya namun rasa takut dapat mengalahkan keinginan Winda saat itu. “Baiko sajolah, baa kalau awak cubo dulu jo gesekan, siapo tau indak ka mambuek diek Winda kasakiek-an (begini sajalah, bagaimana kalau kita coba dengan gesekan, siapa tau tidak membuat Winda kesakitan)” pinta Johan. “Uda bajanji indak ka mamaso diek Winda do (Abang tidak akan memaksa dek Winda ko). Tambah Johan. “Kalau beko taraso sakik, doroang kan sajo badan uda (Kalau nati terasa sakit dorongkan saja tubuh abang) lanjutnya memohon. Dalam bimbangnya Winda mengalah. Mengalah pada permintaan Johan.. mengalah pada nafsunya dan membunuh rasa takutnya terhadap batang tegar milik Johan yang luarbiasa itu Seperti apa dilihatnya pada film – film semasa kuliahnya bersama dengan gengnya. Winda merasakan jantungnya berdegup keras… menunggu saat – saat pertemuan kelamin mereka. Kini Johan berada di atas tubuh Winda yang terlentang telanjang…!!! Membuka kedua batang paha milik wanita itu dan menekuknya keatas… bersiap untuk masuk… Johanpun mulai… menempelkan… mengesekan ujung membola kepala kejantanannya di belahan kewanitaan wanita muda itu. Awalnya hanya gesekan-gesekan saja, terasa geli .. gatal di pintu kewanitaannya… rasa kaget dan hangat membuat Winda tidak sadar lagi apa yang sedang terjadi….. dan perlahan Johan sambil menggesekkan juga mendorong pinggulnya sedikit demi sedikit, menyebabkan ujung membola kejantanannya menyibakkan lepitan kewanitaan Winda yang telah basah guna memperlancar lajunya, dan mendesak. terus… yang membuatnya makin lama makin masuk… Winda merasakan seperti ada kulit bergesekan ketat. “Ouhh……” wanita muda itu mengeluh. Dan secara bertahap masuk di perlancar oleh kebasahan yang timbul dalam kewanitaan Winda Winda menahan dengan tangan gerakan pinggul Johan. Kembali Johan mendorong masuk.. Winda tau batang pejal yang kokoh milik Johan itu telah masuk meski belum seluruhnya baru seperempatnya…… ada rasa sempit dan nyilu di kewanitaannya saat itu.. rasanya penuh sekali. Johan terus memajukan pinggulnya dan melepaskan kedua kaki Winda, meletakkannya di kasur, tangannya kembali ke bukit padat yang membusung di dada Winda… memilin… dan meremasnya kembali. ceritaseksbergambar.com Sedangkan kedua tangan Winda menggengam pinggul lelaki itu… agar jika terasa dan sakit dan nyeri bisa menahan dan mendorong batangnya agar tetap diluar.. Lalu Johan menjangkau bantal yang terletak tidak jauh dari tubuh Winda, Dan mengangkat pinggul padat Winda untuk meletakkan bantal di bawahnya… sementara batang tegarnya masih menancap… Winda merasakan posisinya jadi agak rileks… Johan bergerak kembali. Dengan mata yang di kernyitkan Winda melihat batang tegap milik lelaki tersebut kembali mendesak masuk perlahan. Lalu…. pas semua hampir masuk rasa nyilu mulai datang.. terasakan oleh wanita muda itu otot-otot di dalam kewanitaannya berderik – derik seperti cincin karet yang diregangkan paksa. Kembali Winda menahankan gerakan pinggul Johan dengan tangannya, Johan terus berusaha mendorong.. Winda bersikeras menahan dengan tangannya sehingga posisinya tetap tak berubah. “Ndak lamo lai diek Win (ga akan lama lagi dik Win)..”ucap Johan sambil terus berusaha mendorong. Winda tidak peduli dan terus bertahan dengan tangannya karena merasakan nyilu dan nyeri…, Winda meringis dan mengernyitkan keningnya…!!! Johan mengalihkan serangannya, meremas-remas kembali dada membusung milik Winda dan menciumi bibirnya dengan gemas bernafsu sekali… Kini kedua tangan Winda lepas dari pinggul lelaki itu dan memeluk punggung lelaki tersebut dan kembali larut dalam deraan nikmat yang membuatnya lengah dan terlena sehingga lupa menahankan pinggul Johan. Johan bergerak kembali mendorong dengan tiba – tiba. Dan seiring rasa sakit yang datang makin menyesakan maka amblaslah seluruh batang pejal milik Johan pada kewanitaan Winda… terbenam didalam tubuhnya. “Aahhh…….”erang Winda. Matanya memejam menikmati sensasi luarbiasa yang dialaminya saat itu, sakit sekaligus nikmat merajam pertemuan pahanya…!!! Terasa oleh Winda kini paha mereka sudah rapat menempel dan tidak ada jarak lagi.. Johan diam sejenak. Winda merasa nafasnya serasa berat amat… rasanya batang pejal itu menyesak sampai ke ulu hati. Winda mulai membuka matanya memandang mata Johan, mengungkapkan rasa salutnya, dan amat suka caranya memperlakukan dirinya, amat pengertian… sekali “Indak sakik kan diek Win (Tidak sakit kan dik Win)? Tanya Johan.Winda diam tak menjawab. Kemudian Winda memiringkan wajahnya ke samping, merasa malu dipandangi Johan seperti itu. Kembali Johan masih meraih wajahnya dan menciumi Winda. Terkadang menggigit dengan gemas bukit padat yang membusung telah memerah di dada wanita muda itu. Johan kembali bergerak, menarik pinggulnya hingga akhirnya batang pejalnya yang kokoh perlahan keluar sedikit demi sedikit, perlahan sekali Terasa nyilu dan geli sekaligus…!!! lalu mendorong masuk lagi… mulanya perlahan dan amat terasa nyilu… sekaligus nikmat… Beberapa saat kemudian… ia mulai bergerak makin cepat, naik turun pinggulnya menghujamkan batang tegarnya. Telah lancar memang keluar masuknya pada liang kewanitaan Winda sehingga… seluruh tubuh Winda berguncang “Ouh….” Rintih Winda berulang- ulang. Iya… Winda malu bila mengingat saat itu terdengar kecipak – kecipuk suara dari benturan pangkal paha mereka… sedangkan tangan Winda sudah lepas dan memegang kain… selimut dengan mata terpejam. Posisi Johan tetap dengan berlutut.. Kini pinggul padat Winda juga bergerak mendesak keatas….!!! menyambut setiap hujaman batang pejal kejantanan Johan pada liang kewanitaannya..Winda pun mulai merasakan ada gelombang besar yang akan meledak didalam tubuhnya.. Tiba-tiba Winda merasa semua menjadi gelap.. tubuhnya melenting keatas… Winda menggigit bibir bawahnya dengan kedua kaki yang menjepit pinggang Johan di belakang tubuh lelaki itu bak tang raksasa. Merasakan… gelombang klimaks datang menggulungnya… melemparkannya ke awang-awang dan kembali terkulai lemas. di atas ranjangnya yang telah kusut., Keringatnya sudah membasahi sprei yang sudah kusut semua… Namun Johan masih tetap bergerak mengayunkan… pinggulnya maju mundur… beberapa menit kemudian Winda merasakan tubuh Johan mulai menegang dan… sepertinya ia akan klimaks.. Winda tau… Johan akan segera membasahi rahimnya… “diek Win ka uda kalua-an dima, di dalam atau di lua (dik Win akan dikeluarkan di mana, dalam atau di luar)? Tanya Johan. Winda tidak sempat menggeleng atau mengiyakan. Tubuhnya masih terlonjak-lonjak dalam hunjaman Johan… saat bergerak memompa naik turun dan … Sambil mendengus Johan menekankan pinggulnya sedalam mungkin, merasakan lecutan birahinya melambung dan akhirnya materi kental itu memancur keras membasahi seluruh permukaan dalam kewanitaan Winda. Terasa hangat… Untunglah Winda masih ingat bahwa saat itu ia masih menggunakan kontrasepsi sehingga tidak terlalu kuatir… Johan rebah menggelosoh di atas tubuh telanjang wanita muda itu. Bobotnya amat berat sehingga Winda harus memiringkan tubuhnya menyebabkan tubuh Johan meluncur turun terbaring di sisinya. Winda memejamkan matanya merasa bersalah dan menyesal. namun segera hilang oleh rasa puas yang datang. Tubuhnya amat capai… Windapun meraih selimut dan menutupkan pada tubuh telanjangnya. Karena merasa malam itu sangat dingin meski hujan tak turun. Berdua mereka tidur di ranjang yang telah kusut itu hingga pagi harinya. Pagi harinya Winda heran kenapa tak merasakan adanya penyesalan yang dalam pada dirinya malah semakin suka kepada Johan sehingga membuatnya menelpon kepada suaminya di Padang untuk tak bisa kembali dalam minggu itu karena ada urusan kantor yang harus di selesaikannya. Lagi pula ia merasa kuatir jika pulang ke Padang dapat dipastikan suaminya saat meminta berhubungan badan akan mengetahui perbuatan mereka di karenakan di seluruhnya masih ada jejak-jejak memerah di dada dan leher akibat persetubuhan mereka yang bergelora malam itu. Malam Jumat itu Winda telah jatuh dalam pelukan dan takluk pada keperkasaan Johan di atas ranjang. Ya.., semalaman mereka berhubungan hingga pagi. Pagi hari Johan bangun terlebih dahulu, meninggalkan Winda masih terlelap di ranjang yang telah acak- acakan tersebut. Saat Winda bangun ada sedikit rasa sesal di hatinya, selangkangannya terasa sedikit nyilu. Masih tertera dalam benaknya bagaimana perlakuan Johan pada setiap sudut tubuhnya, terutama saat-saat penetrasi yang dramatis. Pagi Jumat itu Winda mandi sebersih-bersihnya, berusaha agar jejak – jejak di tubuhnya hilang. Ya.., Winda kuatir jika jejak-jejak itu akan terlihat. Jejaknya mungkin bisa hilang, tapi nikmatnya tidak akan pernah hilang, juga sprei tempat tidurnya direndamnya juga..,,,,,,,,,,,,,,

Related posts