Sinta Monica Kakakku Yang Imut
Kisah ini hanya ingin meramaikan semproters diseluruh semesta, nama dan tokoh didalam kisah ini hanya fiktif belaka.
Namanya Sinta Monica usia 23 tahun tingginya hanya 152 cm banyak orang yang belum tahu mengira bahwa Sinta itu adikku. Padahal umur saya 18 tahun tinggi saya 170cm.
Menurut pandangan mereka tinggi badan menandakan status, siapa kakaknya dan siapa adiknya.
Jika dilihat dari postur tubuh dan wajah kakakku lebih pantas memang jadi adikku yang duduk dibangku SMP, aslinya kakakku sudah S1.
Sinta Monica
Keluarga saya agak sedikit rumit selain ayah berdarah cina dan ibu berdarah asli pribumi mereka berdua berbeda keyakinan tapi masing-masing pihak sangat bertoleransi dalam ibadah masing-masing.
Tidak ada masalah yang perlu dibesar-besarkan jika masalah hanya keyakinan, bahkan saya dan kak Sinta pun dibebaskan berkeyakinan ataupun tidak.
Saya bersyukur dilahirkan dari orang tua yang berkecukupan tak perlu bersusah-susah mencari uang karena ayah punya tambang batu bara di kota X sedangkan ibu punya usaha butik yang terkenal di kota X, hanya saja kedua orang tuaku saking sibuknya mencari uang sampai kami sebagai anak kurang mendapat perhatian dari segi mental dan spiritual.
Oiya nama saya Rendy hobi fitness dan karate tapi kebiasaan buruknya sering berkumpul di tempat-tempat nongkrong bareng teman-teman sebaya saya sambil minum-minum.
Kalau pulang sampai larut malam sering saya kena omelan kakakku itu nyerocos sambil bertolak pinggang dia menengadah melihatku karena saya lebih tinggi darinya, melihatku diomelin oleh kak Sinta ayah ibu hanya senyum-senyum saja sambil lihat tv seakan biarin aja syukurin diomelin.
Sambil menggaruk kepala yang tidak gatal kudengerin Omelan kakakku sampai kakakku puas, nanti juga diem sendiri. Setelah diomelin kak Sinta, kakak mengajakku makan malam bareng, ketika makan itu saya sama kak Sinta akur lagi seolah melupakan kejadian yang barusan terjadi.
Menanggapi sifat kak Sinta seperti itu saya suka fokus sama bibirnya yang tipis dan payudaranya yang kecil kadang suka ada pikiran ngeres ke kak Sinta, kayaknya enak Hmmm…
Meskipun demikian kak Sinta sangat perhatian membereskan tempat tidurku merapikan kamarku kak Sinta yang membereskan semuanya.
Untuk itulah meskipun tubuhnya kecil umurnya pun jauh diatasku, kak Sinta tetaplah kakakku yang saya hormati.
Apapun yang berhubungan dengan kakakku saya tidak berani membalas omelannya, menjahilinya atau membuatnya menangis.
Melihat kak Sinta yang tubuhnya imut dan mungil itu saya merasa malah saya sendiri yang khawatir pada kak Sinta.
Pernah suatu hari saya menjemput kak Sinta di kampusnya pas ditempat tujuan terlihat kak Sinta diganggu 2 orang pemuda, langsung saya turun dari motor dan menghajar mereka babak belur, kakakku memelukku erat ketakutan secara refleks saya mengelus kepala kak Sinta lalu membawanya pulang.
Sifat kak Sinta memang tegas, keras dan sedikit protektif terhadapku tapi dibalik itu semua kak Sinta sebenarnya sangat menyayangiku. Kadang berantem kadang akur itu semua sudah lumrah kalau didalam rumah, ayah ibupun tidak begitu memikirkan karena saya dan kakak sudah dewasa sudah tidak perlu lagi dileraikan karena ujung-ujungnya setelah panas bertengkar pasti akur lagi dan semakin akrab.
Kak Sinta memang cantik dan putih rambutnya terurai panjang payudaranya mungkin hanya sebesar jeruk Medan yang dibelah menjadi dua.
Tapi di usia kakak yang sudah berusia 23 tahun belum pernah saya melihat kak Sinta berpacaran atau menjalin hubungan spesial dengan pria lain, kalau hanya sebatas teman sih punya itupun hanya sedikit.
Posisi saya kadang sebagai kakak kadang sebagai adiknya tergantung siapa yang butuh duluan.
Kalau ada pelajaran yang sulit dimengerti saya selalu menemui kak Sinta dikamarnya minta tolong diajarkan cara penyelesaiannya, otak saya sama kak Sinta sama kapasitasnya hanya isinya saja yang beda.
Karena kak Sinta hobi cosplay dengan tubuhnya yang imut, kulitnya yang putih memang terlihat cocok meniru hero-hero kesukaannya seperti sailor moon, High School DxD Hero dan Lolita. Saya sering minta memfoto kak Sinta sambil memakai seragam sekolah lalu saya koleksi digaleri hape saya.
Tapi bantuan kak Sinta bukan tanpa syarat ada-ada saja keinginanannya, kalau minta dianterin belanja pasti minta saya ngajaknya jalan-jalan. Mau tak mau saya pasti mengabulkannya selain untuk menyenangkan hati kak Sinta, saya juga mengkhawatirkan kakakku ini takut kenapa-kenapa.
Tiga hari setelah ngomel-ngomel kemarin kak Sinta tiba-tiba sakit tipes entah kenapa kakak bisa kena penyakit tipes padahal kami dirumah makan makanan yang bersih dan sehat.
Tanpa bilang ke ayah ibu langsung saya berinisiatif membawanya ke rumah sakit dengan mobil ayah yang satunya lagi.
Setelah sampai di rumah sakit kupangku adikku yang lemah kedalam lalu saya tidurkan ditempat tidur sesuai arahan dokter.
Setelah diperiksa dokter kak Sinta harus dirawat inap selama tiga hari, saya minta ke dokter agar kakak ditempatkan di ruangan VIV uang jajan di ATM kukorbankan.
Ketika didalam ruangan VIV saya duduk dipinggir kasur kak Sinta sambil melihat dokter dan suster mengecek keadaannya.
Saya telpon ayah ibu bahwa saya sedang berada dirumah sakit mengantar kakak yang sedang sakit tipes. Ayah tak bisa datang hanya mentransfer uang ke rekeningku, ibu belum bisa datang paling sore.
Kejadian seperti ini memang sudah biasa, dulu ketika saya sakit kak Sinta yang mengurusiku sampai saya sembuh. Kami saling membantu dan sangat kompak meskipun kadang ada pertengkaran ringan.
Setelah dokter dan suster pergi kak Sinta memegang tanganku lalu diciumnya tanganku sambil diusap ke pipinya, “makasih Ren kamu sudah mengurus dan menjaga kakak disini.. ayah ibu sudah tahu belum kakak disini Ren?” Tanya kak Sinta.
“Udah tadi ditelpon ayah tak bisa menjenguk, ibu nanti katanya sore kak…” Tanganku masih digenggamnya Kulihat raut wajah kak Sinta sedikit kecewa.
Saya mengerti kekecewaan kak Sinta sayapun berusaha menghiburnya, “kakak jangan bersedih selama ada Rendy kak Sinta akan Rendy jaga.. Rendy sayang sama kakak” genggaman saya ke kak Sinta kukuatkan pertanda meyakinkannya.
Kak Sinta mencium tangan kiriku sambil memeluknya, ” Ren.. memang kakak merasa nyaman dan terjaga kamu ada disamping kakak.. makasih udah jagain kakak…”
Tiba-tiba ibu datang menjenguk kakak sambil membawa buah-buahan dan makanan, saya sangat senang ibu datang kesedihan kakak sedikit terobati. Mereka berdua ngobrol panjang sekitar setengah jam lalu ibu ijin pamit karena sedang banyak sekali orderan yang tak bisa ditinggalkan, “Rendy, ibu titip jagain kakakmu yaa, ibu pergi dulu.. ada salam dari ayah semoga lekas sembuh…” Ibu mengusap kepalaku lalu pergi meninggalkan kita berdua.
Sekarang hanya saya dan kak Sinta melanjutkan obrolan yang tadi tertunda, canda gurauan kulontarkan menetralkan suasana yang tadi terasa abu-abu kini gelak tawa mulai menggema dikamar ini.
Sampai kakakku tertidur memeluk tanganku sambil memiringkan tubuhnya menghadapku, kulihat kak Sinta begitu cantik dan imut kucium keningnya sebentar lalu saya pun tidur disampingnya kak Sinta sambil duduk dipinggir kasur.
Ketika sedang enak-enaknya tidur kak Sinta membangunkanku ingin buang air kecil sayapun memapah tubuh kak Sinta yang lemah ke dalam kamar mandi.
“Ren, tunggu kakak diluar kakak mau buka celana…”
“Baik kak…” Belum saya keluar dari kamar mandi kak Sinta sudah melorotkan celana dalamnya, ketika melorotkan celananya itu kak Sinta nungging otomatis vagina, pantat dan pahanya yang putih mulus terpampang di hadapanku, penisku langsung mengeras seketika berkedut-kedut hebat.
Saya tertegun agak lama melihat kak Sinta mengeluarkan air kencingnya. Pantat yang putih, suara air kencing perawan yang merdu memancar menerjang keramik juga bau air kencingnya kak Sinta dadaku berdetak kencang sampai menelan ludah ketika mata saya disuguhkan pemandangan yang menggugah birahi ini.
Sebelum kak Sinta sadar saya masih didalam kamar mandi saya cepat-cepat keluar pura-pura membelakanginya, tapi belum lama saya membelakangi kak Sinta tiba-tiba GUBRAAKK!! karena kaget saya membalikan badan. Alangkah terkejutnya saya melihat kak Sinta tergeletak dilantai kamar mandi, cepat-cepat saya menghampiri kak Sinta dan mengangkat tubuhnya dengan celana dalam masih menggantung dimata kakinya.
Kulepaskan saja celana dalamnya dan celana tidurnya yang seukuran mungkin anak SD karena memang mungilnya tubuh kakak.
Kak Sinta hanya melihatku dengan tubuhnya yang lemah kuangkat tubuhnya lalu kusirami tubuh kak Sinta bagian pusar kebawah termasuk vaginanya yang bersih tanpa bulu sehelai pun. photomemek.com
Saya tidak berani menyentuh vaginanya meskipun dengan alasan mencebokinya, takut nanti disangka tidak sopan.
Setelah membasuh tubuh kak Sinta saya angkat tubuhnya yang setengah telanjang keluar kamar mandi menuju tempat tidurnya.
Tubuh kak Sinta mungkin sekitar 30 kiloan begitu ringan mengangkatnya.
Kubaringkan tubuhnya dengan pelan, melihat tubuh kakak yang imut mungil bersih dan putih sebenarnya saya sangat-sangat ingin merasakan vaginanya, menyambungkan penisku yang besar dengan vagina kakak yang kecil sehingga tubuh kami menyatu.
Tapi akal sehat saya masih normal dan berfungsi saya berusaha menahannya sekuat tenaga sampai gemetar tubuhku menahan gejolak hawa nafsu yang meledak-ledak.
Untungnya sebelum ke rumah sakit saya membawa perlengkapan pakaian kak Sinta termasuk celana dalamnya.
Nanti jika sudah pulih kembali kondisi tubuhnya biar kak Sinta yang memakai celananya sendiri karena tidak mungkin saya yang memakaikannya untuk kak Sinta.
Saya selimuti tubuhnya dengan selimut tebal lalu saya kecup keningnya.
“Ren makasih yaa… Kamu baik sekali sama kakak padahal kakak suka marahin kamu…” Tangan kak Sinta memegang tanganku.
“Itu belum seberapa kak, Seandainya kakak ingin menyebrang sungai berduri tentu akan Rendi gendong kakak untuk menyebranginya, Rendy sangat menyayangimu kak cepat sembuh yaa…” Ku usap-usap kepalanya.
“Iyaa Ren, kakak percaya kok sama kamu..”
“Kak, boleh Rendy tidur meluk kakak disini..? Kalau gak boleh Rendy tidur di sofa..”
“Boleh Ren, tapi jangan masuk selimut yaa soalnya kakak gak pake celana…”
Akhirnya saya pun tidur seranjang sambil memeluk kakak berhadap-hadapan, kak Sinta memelukku erat wajahnya ditempelkan ke dadaku sedangkan saya hanya bisa mencium kepalanya.
Setelah tiga hari dirawat inap akhirnya kakak diperbolehkan pulang saya sangat senang sekali, kuangkat kak Sinta lalu kupeluk tubuhnya saking senangnya kami sampai berciuman “kak, akhirnya kita bisa pulang yaa? Yuk kita pulang kak?” Kataku.
“Iya Ren kakak senang, tapi turunin dulu kakak masa mau dipangku keluar dari rumah sakitnya, malu ahh…”
“Ywdh Rendy gendong aja ya kak, boleh yaa?? Plisss…” Kataku memohon.
“Baiklah kakak juga sebenarnya males jalannya..” kak Sinta turun lalu naik ke punggungku payudara kak Sinta berasa menekan punggungku kakinya melingkar diperutku, hangatnya vagina kakak sampai terasa dipunggungku yang berbalut celananya.
Sesampainya dirumah saya sangat memanjakan kak Sinta bagaikan orang yang ngidam semua permintaannya selalu saya turuti, makan saya suapi hanya memandikannya saja tidak.
Ibu pun merasa bangga padaku perhatiannya begitu besar ke kak Sinta, ayah belum pulang karena memang setiap akhir bulan saja pulangnya itupun kalau dirumah hanya 3 hari saja setelah itu berangkat lagi.
Sejak melihat paha dan vagina kak Sinta waktu dirumah sakit saya selalu terbayang-bayang kehangatannya dipunggungku, sampai saya terobsesi ingin menyetubuhinya, apakah mungkin?,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,