Cerita Sex Menikmati Seks Sebelum Berangkat Sekolah
Cerita Sex Menikmati Seks Sebelum Berangkat Sekolah
– Tidurku yang tak nyaman karena dilanda mimpi buruk, terasa makin tak nyaman karena nafasku tiba tiba terasa sesak, dan dadaku seperti terhimpit sesuatu. Tapi aneh sekali, aku yakin kalau aku tidak mengidap penyakit asma.
Namun selangkanganku terasa enak dan nikmat, seperti ada penis yang mengaduk vaginaku. Belum lagi rasanya payudaraku diremas lembut, membuatku perlahan tersadar dari tidurku, untuk kemudian mendapati ternyata Wawan yang membuatku terbangun dengan menyetubuhiku.
Aku yang masih belum sadar betul, terkejut melihatnya ada di kamarku, apalagi sedang menyetubuhiku, membuatku menjerit ketakutan dan mendorongnya, namun ia terlalu berat buat cewek mungil sepertiku.
“Lho Non Eliza, katanya mulai kemarin saya boleh menikmati Non?” tanya Wawan memprotesku.
Aku langsung sadar, teringat kemarin memang aku menjanjikan hal ini.
“Tapi bukan gini caranya Wan! Masa aku lagi tidur kamu ajak beginian. Nggak sopan tahu! Lagian aku tadi masih belum sadar benar, bangun bangun ada orang lain di kamarku, kukira aku sedang diperkosa rampok tau!”, kataku ketus.
Sebenarnya aku merasa cara Wawan membangunkanku seperti ini begitu sexy, tapi jual mahal sedikit boleh dong?
Mendengar omelanku, Wawan terdiam. Tapi penisnya yang menancap di vaginaku tidak mengendur sedikitpun.
Aku menghela nafas panjang, aku sudah tahu hal seperti ini akan terjadi.
“Ya sudah, cepat lanjutkan. Mana kamu ini lama lagi kalau main… Eh… tunggu!!”, tiba tiba aku teringat kokoku, dan aku menurunkan volume suaraku.
“Gila kamu ya Wan, kokoku mana??”, tanyaku panik.
“Tenang Non, liat ini jam berapa? Kokonya non sudah pergi setengah jam yang lalu kok. Dan saya sudah tidak tahan untuk bermain lagi dengan non nih”, kata Wawan sambil cengengesan.
Oh.. aku sedikit lega, dan melihat jam, yang ternyata sudah jam delapan seperempat, masih pagi.
“Lalu, sejak jam berapa kamu nggghh… ” belum selesai aku bertanya, Wawan sudah mulai menggenjotku dengan tak sabar, hingga aku melenguh, keenakan.
“Oh..Wan… kamu… ssshh…”, aku mendesah takluk.
Wawan tersenyum penuh kemenangan, membuatku sedikit jengkel juga, tapi hanya sebentar, karena rasa nikmat langsung melandaku ketika Wawan mengulangi gayanya kemarin.
Ia memeluk pinggangku, dan menarikku berdiri dengan penisnya yang menusuk liang vaginaku.
“Eengghh… ngghhkk…”, aku melenguh lenguh keenakan ketika penis Wawan yang amat kokoh itu terbenam makin dalam pada liang vaginaku.
Bukan hanya karena takut, tapi aku juga tak ingin penis itu lepas dari liang vaginaku, membuatku tanpa sadar kembali melingkarkan kakiku ke pinggangnya.
Akibatnya tusukan penis Wawan itu terasa semakin dalam, membuat gairahku naik dengan cepat. Aku langsung melingkarkan tanganku ke leher Wawan supaya tubuhku tidak terjatuh ke belakang, dan memagut bibirnya dengan penuh nafsu tak perduli dengan wajahnya yang amburadul.
Terakhir aku minum obat anti hamil adalah ketika aku jadi obyek pesta seks di ruang UKS dua hari yang lalu, tapi aku tak kuatir hamil akibat ngeseks dengan Wawan dan yang lainnya ini, sebab kini aku sedang bukan dalam masa subur. Dan aku sudah tak lagi punya niat untuk jual mahal, karena rasa nikmat yang sudah menjalar ke seluruh tubuhku benar benar mengalahkan akal sehatku.
Wawan terus memompa vaginaku sambil berjalan, rasanya nikmat sekali. Aku heran dan menduga duga ke mana ia mau membawaku, sambil mulai memperhatikan keadaanku. Baju tidurku ini masih melekat, dan ketika aku sadar aku tak memakai bra, aku teringat kalau kemarin aku tak memakainya.
Kadang kala aku memang tidur tanpa memakai bra. Tapi celana dalamku tidak ada, dan sempat aku melihat dari pintu kamarku ketika Wawan membawa tubuhku keluar, kutemukan benda mungil itu tergeletak di lantai kamarku.
Kini Wawan menuruni tangga, rupanya ia hendak mengajak rekan rekannya yang kemarin untuk bersama sama menikmati tubuhku.
Gawat juga nih. Kalau tiap pagi aku harus sarapan sex seperti ini, bagaimana aku bisa konsentrasi di sekolah?
Tapi aku tak kuasa menolak kenikmatan ini dan pasrah saja mengikuti kemauan Wawan. Setiap langkahnya di tangga membuat penisnya memompa dan mengaduk liang vaginaku, dan aku orgasme ringan hingga cairan cintaku mengalir semakin banyak.
Seharusnya cairan cintaku ini membasahi paha Wawan, tapi ia terlihat senang senang saja, dan ia terus melangkah sampai akhirnya kami tiba di kamar tidur pembantu laki laki di rumahku, dimana pak Arifin dan Suwito sudah menunggu untuk mengeksekusi diriku yang masih memakai baju tidur ini.
Sadar kalau aku akan segera jadi obyek pesta seks lagi pagi ini, aku mencoba mengingatkan mereka supaya tak keterusan menyetubuhiku sampai seharian karena aku masih harus pergi ke sekolah.
“Kalian… harus inghh… ingat… yaaah…. ngggh…. aku nantiiii…. harus… sekolah….”, kataku terputus putus di antara desahan dan lenguhanku karena.
“Tenang non Eliza, cuma satu ronde kok. Kami kan juga harus kerja membersihkan bagian luar rumah Non…”, kata Suwito dan disambung tawa yang lain.
“Aduh non, kalau begini non cantik banget lho non, mana ada bintang film porno yang secantik nona kita ini ya?”, kata Suwito lagi sambil membelai bongkahan pantatku.
“Kita ini benar benar beruntung bisa kerja di sini. Di mana lagi kita dapat menikmati nona amoy secantik non Eliza ini… seterusnya lagi. Non Eliza sendiri kan yang minta? Kalau begini mah, bayaran gak naik juga kita betah lho non kerja sampai tua di sini”, timpal Pak Arifin sambil menyibakkan rambutku yang terurai ini ke belakang telingaku.
Mereka tertawa senang sementara aku yang antara malu bercampur terangsang, tak bisa menanggapi gurauan mereka, karena Wawan sudah melanjutkan pompaan penisnya yang sekeras batangan besi itu, membuatku menggeliat dan melenguh dalam pelukannya.
“Nggggh… Waaan… aduuuh… emmpph”, aku melenguh dan merintih, tapi semua itu terhenti ketika Wawan memagutku dengan buas.
Yang lain sabar menanti gilirannya dengan caranya masing masing, Suwito membelai dan meremas pantat dan payudaraku, sementara pak Arifin membelai belai rambutku yang panjang sampai sepunggung ini, sambil menghirup bau harum rambutku.
Dengan tubuh yang dirangsang 3 orang sekaligus seperti ini, membuat orgasme demi orgasme meluluh lantakkan tubuhku, sampai akhirnya datanglah saat saat yang paling nikmat itu, aku kembali mendapatkan multi orgasme.
“Mmmmmph… hnngggh.. oooohhhh… aaa….duuuuuh….” erangku saat tubuhku terlonjak lonjak tak karuan, cairan cintaku membanjir dan membanjir.
Betisku melejang lejang, pinggangku tertekuk ke belakang ketika aku menikmati orgasmeku dengan sepuas puasnya. Tubuhku pasti sudah jatuh kalau tak ditahan Suwito dan pak Arifin, yang memanfaatkan kesempatan itu untuk menyusu pada payudaraku sambil meremas remas dengan gemas, membuat orgasmeku yang susul menyusul ini makin terasa nikmat.
Dentang grandfather clock dari dalam ruang tamu di rumahku menunjukkan sekarang ini adalah jam sembilan pagi!
Entahlah, mungkin sudah satu jam kali aku digenjot Wawan, kalau ditambah dengan waktu aku masih tertidur. Ia memang perkasa untuk urusan sex, membuatku semakin kagum padanya. Beberapa menit setelah aku orgasme, Wawan tak tahan lagi.
“Oooh… memeknya non Eliza ini…. rasanya kontolku kayak diurut urut… aaah… “, erangnya sambil menyemprotkan spermanya yang hangat itu di dalam liang vaginaku.
Aku memejamkan mata ingin menikmati sepuas puasnya rasa hangat yang memenuhi relung relung vaginaku. Kurasakan tubuhku dibaringkan di salah satu ranjang mereka, dan penis Wawan sudah terlepas dari vaginaku.
Aku membuka mataku, untuk melihat giliran siapa berikutnya. Sedikit beda dari kemarin, sekarang gilirannya Suwito, yang sudah mengambil posisi di selangkanganku, dan segera membenamkan penisnya ke dalam vaginaku yang masih sangat basah oleh cairan cintaku dan sperma Wawan.
Aku hanya bisa menggeliat pasrah dibawah tindihan Suwito, yang dengan penuh semangat menggenjotku sepuas puasnya. Pak Arifin masih memainkan dan membelai rambutku, yang menurutnya sangat indah.
Tiba tiba aku teringat penis Wawan yang pasti masih belepotan spermanya sendiri yang bercampur dengan cairan cintaku.
“Wan, sini aku oralin bentar”, aku memanggil Wawan untuk mendekat dan menikmati servis oral dariku.
Entah apa yang mendorongku, tapi aku hampir tak bisa mempercayai bahwa itu adalah suaraku sendiri ketika aku memanggil Wawan.
Wawan yang sedang duduk di lantai beristirahat, tentu saja tak perlu kuminta dua kali, ia segera bangkit mendekatiku dan menyodorkan penisnya untuk kuoral, dan tanpa malu malu aku memegang penis yang sudah mengendur itu, kukulum kulum dan kuseruput hingga pipiku seperti kempot, sampai tak ada sperma yang tersisa, sementara Wawan melenguh lenguh keenakan.
Benar benar edan! Bagaimana mungkin aku bisa seliar ini? Bahkan aku merasa sperma itu begitu enak dan gurih, apakah ini karena aku mulai ketagihan minum sperma?
Entahlah, tapi sekarang ini aku sudah tak sabar lagi menunggu Suwito orgasme, karena aku ingin segera merasakan nikmatnya sarapan sperma lagi.
Maka setelah penis Wawan selesai kuoral sampai bersih, aku segera menggerakkan pinggulku menyambut tusukan demi tusukan Suwito. Tak sampai sepuluh menit Suwito sudah menggeram dan badannya bergetar getar.
Ingin aku meminta Suwito untuk menyiramkan spermanya di dalam mulutku, namun aku takut dianggap tidak adil karena tadi Wawan sudah merasakan nikmatnya mengeluarkan spermanya dalam liang vaginaku.
Aku diam saja, membiarkan Suwito memuaskan hasratnya untuk menyemprotkan spermanya dalam liang vaginaku. Setelah kurasakan tak ada semprotan lagi, aku segera mendorong tubuhnya sampai penisnya terlepas dari jepitan liang vaginaku
”Suwito, cepat sini…”, aku memanggil Suwito sambil memintanya duduk di samping kananku.
Suwito pun segera menghampiriku, dan aku segera menelan penisnya dalam mulutku, menyedot nyedot sisa sperma dari penisnya itu sambil memejamkan mataku, merasakan tetes demi tetes sperma yang teroleskan di lidahku. Rasanya nikmat sekali, asin dan begitu gurih.
Pak Arifin yang sempat tak kulihat batang hidungnya, kulihat kembali, sambil membawa sebuah sendok teh dan piring kecil. Aku tak terlalu memperdulikan hal itu, dan terus mengulum penis Suwito. Tiba tiba, aku melepaskan kulumanku, sambil melenguh pelan karena merasakan nikmat pada selangkanganku.
Tak apa apa, toh penis Suwito sudah bersih. Tapi bukan itu yang harus kupikirkan, maka aku melihat ada apa dengan selangkanganku.
Ternyata pak Arifin sedang menyendoki lelehan sperma yang bercampur cairan cinta yang mengalir keluar dari vaginaku, dan ditadahi dengan piring kecil tadi. Aku hanya diam menahan nikmat, ketika sendok kecil itu mengorek ngorek vaginaku dengan lembut, menyendoki sisa cairan cintaku dan sperma sperma dari Wawan dan Suwito.
Setelah beberapa saat, mungkin setelah vaginaku sudah tak terlalu becek lagi, pak Arifin menghentikan ulahnya itu dan duduk di samping kiriku.
“Non Eliza, non suka peju ya? Saya suapin peju mau ya?”, tanya pak Arifin yang memegangi sepiring kecil yang berisi campuran cairan sperma dan cairan cintaku itu.
Aku dengan sedikit malu, mengangguk pelan, dan pak Arifin mulai menyuapiku dengan lembut seperti menyuapi anaknya yang sedang sakit.
Kembali aku merasakan sperma yang bercampur cairan cintaku sendiri. Walaupun aku belum makan pagi, suapan demi suapan cairan yang gurih dan nikmat ini seperti menggantikan sarapanku, membuat aku tak merasa begitu lapar lagi.
Setelah jatahku habis, pak Arifin mulai bersiap menggenjotku.
“Non Eliza, non mau nggak kalau nanti saya mengeluarkan peju dalam mulut non?”, tanya pak Arifin.
Aku mengangguk senang, kemudian melebarkan kedua pahaku selebar lebarnya, karena aku ingat penis pak Arifin ini berukuran raksasa. Kurasakan penis itu sudah mulai melesak sedikit, dan gairahku langsung naik cepat. Apalagi Wawan dan Suwito ikut menyusu pada payudaraku dengan remasan remasan kecil.
“Aduh… oooh…”, erangku antara sakit dan nikmat.
Tetap saja ada rasa sakit yang melanda vaginaku, karena ukuran penis pak Arifin sangat besar. Tapi kini aku bisa lebih cepat beradaptasi, dan mulai mengimbangi genjotan sopirku ini. setelah rasa sakit itu lenyap, aku mulai mendesah dan melenguh keenakan.
Penis itu seolah menancap begitu erat, sehingga ketika pak Arifin menarik penisnya, seolah vaginaku yang menjepit penisnya ikut tertarik, dan tubuhku terangkat sedikit. Namun ketika penis itu menghunjam, rasanya vaginaku serasa sedang dimasuki daging keras yang besar hingga sesak sekali.
Tak sekeras punya Wawan memang, tapi masih keras untuk ukuran orang seumur pak Arifin. Dan cukup keras untuk membuat aku serasa melayang ke awang awang.
Rasa nikmat ini akhirnya membuat aku orgasme, kembali kakiku melejang lejang membuat jepitan vaginaku pada penis pak Arifin makin erat, dan ini membuat pak Arifin kelabakan, penisnya berkedut kedut. Ia segera menarik penisnya lepas dari vaginaku dengan tergesa gesa, dan segera membenamkan penisnya dalam mulutku.
Segera semprotan spermanya yang juga terasa asin dan gurih, membasahi kerongkonganku. Aku terus melahap sperma itu, menjilati dan mengulum penis itu hingga bersih. Aku sudah tak merasa begitu lapar lagi setelah sarapan sperma dan cairan cintaku sendiri.
Mereka bertiga akhirnya duduk mengatur nafas mereka yang masih memburu, sedangkan aku sendiri tergeletak lemas dalam kepuasan seksual di ranjang mereka. Wawan kelihatannya sudah pulih karena penisnya itu sudah mengacung kembali, tapi sesuai janji mereka, Wawan tak berbuat apapun padaku.
Tiba tiba Sulikah masuk ke dalam kamar ini dengan nafas tersengal sengal hingga kami semua menoleh padanya.
“Non, kokonya non sudah pulang. Cepetan non”, seru Sulikah panik.
Aku juga ikut panik dan segera keluar dari kamar ini berlari kembali ke kamarku. Entah dengan yang lain, yang penting aku tak boleh sampai ditemukan oleh kokoku di kamar tadi.
Untung Sulikah memberitahu tepat pada waktunya, aku sudah di dalam ruang makan ketika kudengar deru mesin mobil kokokku di garasi. Mungkin dosen yang mengajar mata kuliahnya pagi ini tidak datang hingga kokoku pulang cepat.
Aku naik tangga dengan jantung berdegup kencang, akhirnya sampai juga aku ke dalam kamarku yang kulihat sudah rapi, pasti Sulikah yang merapikan.
Sempat kulihat jam, ternyata sudah jam setengah sepuluh. Dan aku segera masuk ke kamar mandi, membersihkan tubuhku dari keringatku dan keringat tiga orang tadi, juga tak lupa liang vaginaku ini kucuci bersih dengan cairan pembersih vaginaku, hingga terasa kesat dan pasti berbau harum ^^
Mungkin karena cuma satu ronde, tubuhku tak terlalu lelah. Selesai mandi, aku mengeringkan tubuhku sambil memastikan tak ada tanda tanda aku baru saja ngeseks dengan seseorang. Lalu aku memakai baju santai, dan turun ke ruang makan.
Di sana sudah menunggu kokoku, yang membawakan aku sebungkus nasi campur yang dijual di dekat sekolahnya, kesukaanku. Yah, kebetulan deh. Aku kan belum makan pagi, cuma sarapan sperma dari mereka bertiga tadi. Dan sekarang tiba tiba aku jadi merasa lapar lagi.
“Thanks ya kokoku yang baik”, kataku sambil memeluk kokoku dengan senang.
“Iya me. Tapi baik kalau bawain makanan aja ya? Kalau nggak jadi nggak baik?”, kokoku tertawa dan menggodaku.
Aku memukul lengannya manja, lalu kami makan bersama. Kami ngobrol kesana kemari, dan tak terasa akhirnya selesai juga kami makan.
Kokoku kembali ke kamarnya, mungkin mengutak atik komputernya. Aku juga kembali ke kamarku, mempersiapkan diri ke sekolah. Sekarang masih jam sepuluh, aku biasanya berangkat ke sekolah jam setengah dua belas siang.
Berarti masih ada satu setengah jam lagi sebelum aku harus berangkat, dan dengan santai aku menyiapkan seragamku, putih abu abu. Juga tas sekolahku, yang membuat perasaanku berkecamuk karena aku teringat tentang obat perangsang itu.
Lalu aku menyisir rambutku rapi, dan duduk manis di ranjangku. Sambil menunggu, aku menelepon temanku yang bernama Jenny, dan kami ngobrol sampai tak terasa sudah waktunya aku harus berangkat.
Setelah berpamitan pada Jenny, aku mengenakan seragam sekolahku. Lalu aku berpamitan pada kokoku dan turun ke garasi. Seperti biasanya, pak Arifin menawarkan diri untuk mengantarku, tapi kutolak halus karena aku ingin menyetir mobil sendiri.
Dalam perjalanan, aku mengingat ingat kejadian pagi ini, dan membayangkan besok itu besar kemungkinan aku harus melayani mereka bertiga lagi karena kokoku kuliah pagi sampai siang. Hmm, sarapan sex tiap pagi sebelum ke sekolah?
Aku menggelengkan kepala tak habis pikir, bisa bisanya ada pembantu dan sopir yang berani memakai tubuh anak majikannya untuk memuaskan nafsu seks mereka. Aku tahu mereka akan terus melakukan hal yang sama seperti tadi setiap situasi di rumahku memungkinkan bagi mereka.
Entahlah, dan yang lebih gila lagi, anak majikannya ini tak merasa keberatan alias bispak gitu loh…,,,,,,,,,,,,,,,