The Princess Paradox
Hidup itu unik. Terkadang kita mendapatkan kegembiraan di dalamnya. Namun dalam sekejap dapat berubah menjadi mimpi buruk yang tidak pernah terbayangkan. Bagaikan sebuah lompatan paradoks yang terjadi berulang kali.
Jangan…. deket-deket gua Ci
Ci, pliss jangaann! Serunya lebih keras ketika aku melangkahkan kakiku lagi.
T-tapi a-apa yang bisa gua bantu, Ren? Aku bingung harus bagaimana membantu pria di hadapanku ini. Aku tidak sampai hati melihatnya terus tersiksa seperti itu.
Entah sampai berapa lama lagi efek obat perangsang itu mereda. Aku bisa menduga apa yang mereka rencanakan. Mereka ingin Rendy lepas kendali dan memperkosaku, atau aku yang harus membantu melepaskan hasratnya.
Melihatnya terus tersiksa batin, dan tidak membiarkan diriku mendekatinya walau hanya selangkah, semata agar ia tidak lepas kendali dan melakukan perbuatan hina kepadaku, justru membuatku ikut merasakan sakit di hati.
Aku yang sebelumnya memandang remeh serta memiliki niat buruk dengan memanfaatkan perasaannya kepadaku, untuk membantuku menyelesaikan satu mata kuliah sulit di kampus, sekarang berubah menjadi rasa kagum dan hormat.
Selama ini aku belum pernah menemui ataupun berteman dengan seseorang yang rela berkorban sebesar yang telah dilakukan Rendy kepadaku saat ini. Tidak juga dengan kedua sahabatku, Nina dan Eni.
Ren? Rendy? Apa yang bisa gua bantu? Gua mau bantu lo Ren. Ujarku kembali memohon.
Jangan Ci. Gua takut bakalan nyakitin lo Ci kalo lo deket-deket. Plis Ci, gua gak mau nyakitin lo. Gua sayang lo.
Thats it. Akhirnya kalimat itu terucapkanaku yakin tanpa ia sadari dari mulutnya. Pergulatan batin dalam waktu lama, membuat Rendy tidak menyadari apa yang telah dikatakannya. Namun bagiku, kalimat itu menjadi awal sebuah kebulatan tekad.
Dengan tanda itu meyakinkanku dalam menetapkan sebuah pilihan. Pilihan yang aku pahami merupakan jebakan yang diharapkan oleh pria mesum keparat itu, dan aku juga menyadari bahwa ia sedang melihat melalui CCTV. Hanya saja, aku tidak bisa membiarkan Rendy menderita lebih lama lagi.
Lagipula karena aku lah ia sampai ikut disiksa di tempat biadab ini.
Setelah menghembuskan nafas panjang, aku kemudian berjalan perlahan memutarinya. Berusaha agar Rendy tidak menyadari gerakanku. Ketika aku telah berada cukup dekat darinya, tanpa ragu-ragu aku mulai melepaskan blouse-ku. Jantungku berdegup kencang, menyadari aku telah membuka baju dihadapan Rendy, serta pria mesum itu dan entah siapa lagi yang turut menyaksikan.
Aku melanjutkan dengan membuka kaitan mini skirt-ku. Menurunkan resletingnya dan membiarkan mini skirt itu terjatuh begitu saja ke lantai. Degup jantungku semakin cepat hingga rasanya hampir meledak.
Aku berusaha menarik nafas dan menghembuskannya perlahan-lahan, untuk menenangkan gejolak adrenaline sebelum aku kembali melanjutkan. Dalam sekali raihan, jemariku langsung melepaskan kaitan bra hingga jatuh begitu saja ke lantai dan membuat kedua payudaraku menggantung dengan bebasnya.
Terakhir, aku menurunkan celana dalam berwarna putih, hingga bulu-bulu halus cukup lebat yang menutupi kewanitaanku terpapar tanpa ada penutup lagi. Aku menutup mata berusaha menenangkan diri dari rasa malu.
Selangkah demi selangkah dengan perlahan aku semakin mendekati Rendy. Hingga tinggal beberapa langkah, barulah Rendy menyadari pergerakanku.
Jangan Ci, jangan deket…………, kata-katanya menggantung begitu saja saat kedua matanya menatapku dengan rasa terkejut melihat tubuh telanjangku, terus mendekatinya.
Aaaaaaa-aapp-apaaa yang lo-lo-lo lakuin C-Ci? Rendy jadi semakin panik. Sssshhh. Diam dan jangan nolak Ren. Diem dan biarin gua bantu lo. Sergahku memotong ucapannya.
T-ta-tapi….
Ren…. diam, biarin gua bantuin lo. Gua gak bisa biarin lo menderita lebih lama lagi. Kembali aku memotong ucapannya, saat aku sudah berada dekat sekali terhadapnya. Aku berusaha menahan keinginan untuk menutupi kedua buah payudaraku karena rasa malu.
Tanganku kemudian menarik perlahan tangan Rendy dan meletakan tepat di payudaraku, membuatnya sangat terkejut dan hendak menarik tangannya kembali. Namun aku dengan cepat mencengkram erat lengannya.
Lakuin Ren. Gua mo lo ngelampiasin birahi lo ke gua sekarang. T-tapi…tolong jangan kasar ya. Ujarku dengan suara bergetar saat mengucapkan kalimat yang akan merubah hubungan kami berdua selanjutnya.
Saat Rendy sepertinya masih bingung apa yang harus ia lakukan, tanganku yang satu lagi langsung menarik kepalanya ke arah kepalaku. Bibirku langsung menyambut bibirnya dalam kuluman yang biasa aku lakukan kepada Nabil dulu.
Remas Ren. Toket gua. Mainin putingnya. Lakuin aja sesuka lo. Desisku ditelinganya sebelum aku kembali mengulum bibirnya.
Aku mulai merasakan keberanian Rendy, saat tekanan lembut di payudaraku membuatku sedikit menahan nafas sesaat. Tidak puas terhadap sikapnya yang masih malu-malu, tanganku langsung membantu tangan Rendy meremas payudaraku lebih keras lagi hingga membuatku melenguh pelan.
Rendy mulai terhanyut dalam permainan birahi ini. Sikapnya perlahan tidak lagi pasif. Bibirnya tidak hanya mengulum bibirku, namun mulai bergerak menjalari leherku. Gairahku pun perlahan-lahan mulai bangkit, saat rasa hangat terasa menyebar ke seluruh tubuh.
Rendy bahkan membuat sebuah tanda merah di leherku tanpa aku sadari, saat sedang menikmati remasan tangannya yang semakin aktif meremasi payudaraku. Nafasku semakin berat seiring suara eranganku yang meninggi.
Untuk seorang pria cupu dan tidak pernah mengenal wanita, Rendy memiliki naluri alami bagaimana memancing gairah seorang wanita. Rendy tidak melakukannya terburu-buru seperti mantanku, Nabil, walau ia dalam pengaruh obat perangsang.
Rendy lebih menikmati tubuhku secara perlahan, bagaikan seseorang yang sedang menikmati hidangan lezat seorang chef kelas Michelin. Dan itu membuatku jadi semakin bergairah.
Cumbuannya yang lembut, membuatku merinding nikmat. Bahkan membuat birahiku naik dengan sangat cepat. Dan ketika perasaanku hampir meledak oleh rasa gairah yang menggebu, barulah bibir Rendy mulai membasahi puting payudaraku.
Tidak tertahankan lagi, aku langsung menekan kepala Rendy, berharap Rendy segera memberikan sebuah kuluman dasyat yang akan membuatku menjerit keras. Namun bukan itu yang terjadi, Rendy hanya terus memainkan puting payudaraku dengan bibirnya, sambil sesekali memainkan lidahnya. Hal itu malah membuatku lupa diri. Sedot Ren, pliss…sssshhh. Hisap pentilku yang kuat.
Tidak pernah sekalipun aku bersikap meminta seperti itu kepada seorang pria. Tidak pula kepada Nabil. Namun hari ini, seorang pria cupu yang kupandang sebelah mata awalnya, telah membuatku memintanya menikmati tubuh ini lebih jauh lagi.
Lolonganku keluar begitu panjang saat Rendy akhirnya memenuhi permintaanku, mengulumi serta menyedoti puting payudaraku. Aku membusungkan dadaku berharap Rendy menghisapnya lebih kuat. Aku begitu menikmati kuluman Rendy pada payudaraku sambil memejamkan kedua mataku.
Rintihanku terdengar saling bersahutan dengan rintihan pemeran wanita pada film dewasa yang ditampilkan di dinding. Aku telah melupakan sepenuhnya situasi dimana aku dan Rendy sebenarnya merupakan tahanan orang-orang yang tidak aku kenal. Aku tidak perduli lagi apakah mereka sedang menontoni adegan erotis kami atau tidak.
Nafsu birahi yang memuncak menyebabkan cairan pelumas membanjiri bibir kewanitaanku. Rasanya bibir kemaluanku sudah siap menerima kedatangan pasangannya.
Dengan cepat aku menaikan kaus yang dikenanan Rendy hingga ia bertelanjang dada. Birahi yang menguasai naluriku membuatku menjadi agresif. Aku menciumi bibir Rendy dan mengulumnya dengan kuat, sebelum aku mulai menciumi lehernya hingga dadanya.
Tubuh Rendy bukanlah tubuh atletis cowo-cowo macho. Bahkan Nabil pun masih lebih atletis. Namun lagi-lagi untuk pertama kalinya aku melakukan ini kepada seorang pria. Aku mencumbui tubuh seorang pria, menciumi, membelainya dengan penuh perasaan dan gairah.
Dengan lincah tanganku melepaskan kaitan dan langsung menurunkan celana berikut celana dalam Rendy. Batang kemaluannya yang telah mengeras mengacung tepat di depan wajahku. Tanpa basa-basi lidahku langsung menjalari batang kemaluan Rendy mulai dari ujung hingga ke pangkal.
Lenguhan dan desahan Rendy bagaikan alunan nada yang membangkitkan semangatku untuk memberikan kenikmatan yang lebih kepada pria berkacamata ini.
Aku meyakini ini merupakan pengalaman baru bagi Rendy, namun aku salah menilai. Walau aku telah mengulumnya dengan segala kemampuan yang kudapatkan bersama Nabil dulu, aku belum mampu membuatnya muncrat. Aku bahkan sudah merasakan kaku pada mulutku.
Aku menyerah dan menghentikan kulumanku. Aku berdiri untuk mengecup bibirnya sejenak, sebelum aku memintanya untuk berbaring. Aku lalu menaiki tubuhnya, berusaha memposisikan liang kemaluanku di atas batang kemaluannya.
Aku menggigit bibir bawahku dan menahan nafas ketika liang kemaluanku perlahan mulai menelan batang kemaluannya. Aku tidak pernah membayangkan akan memasukkan batang kemaluan Rendy ke dalam bagian tubuhku paling sensitif.
Tubuhku terasa gemetar selama beberapa saat ketika rasa geli begitu tidak tertahankan. Rasanya begitu nikmat dan membuat lupa diri. Desahan panjangku keluar begitu saja dari mulutku ketika seluruh batang kemaluannya telah berada di dalam diriku.
Aaaaaaaaaaaahhhhhh.
Aku, seorang mahasiswi tingkat akhir, dimana kecantikan dan kemolekan tubuhku membuatku menjadi salah satu primadona di kampus, bisa membiarkan tubuh indahku ini dinikmati seorang pria cupu, yang hampir sama sekali tidak dikenal di kampusku.
Semua berawal mungkin sekitar beberapa jam lalu, atau bahkan beberapa hari lalu, aku tidak bisa memastikannya….
Duhh ampun deh tuh anak lama banget sih kencing doang?
Hihihii…mungkin dia grogi kali, lu ajak dia jalan lagi Ci, celetukan sahabatku Nina, langsung membuat bibirku manyun.
Secara dia kan naksir berat ama lu sejak kita masuk makul Keuangan Ci. Sambung Eni, sahabatku satu lagi.
Aduuhhh. Gua kan ngajak dia emang karena ikutin saran lu En, biar dia bisa bantuin kita UAS nanti. Gerutuku. Lagian apa gak ada gitu cowo yang mendingan lagi apa? Uda muka kutu buku gitu, bajunya juga cupu abis. Duuhhh gak deh gak deehhh.
Huahahahahaa…. ya terima aja kali Ci nasib orang jomblo. Siapa suruh lu putusin cowo lu. Udah ganteng, keren……
….. mata keranjang, maunya ngewe doang. Mending tahan lama, gayanya doang selangit Nin. Aku memotong ucapan Nina.
Iyaaa gua ampe shock tuh, pas si Nabil tiba-tiba maen nyipok lu trus ngobelin lu depan gua gitu. Itu masih di parkiran tau gak sih Nin, pas kita orang lagi nunggu lu di PIM dulu itu. Ujar Eni terlihat sewot.
Nina jadi semakin keras tertawanya. Mentang-mentang gua yang lagi nyupirin, trus dia dibelakang ama Onci beduaan. Emang gua kambing conge apah? Sambung Eni terus menggerutu.
Hahahaa, itu jelas kode En. Si Nabil mikir lu bakalan horny liat dia lagi ngobelin Onci depan lu gitu. Ngajakin threesome tuh, buahahahaha. Goda Nina.
Ihhhhhh amit-amitttt. Sergah Eni.
Ah masa? Gua liat lu malah asik ngeremesin toket lu sendiri tuh En, pas si Nabil lagi ngobelin gua. Celetukku sambil ngedipin sebelah mataku, membuat Eni langsung tersentak kaget.
Ehhh… ngg-ga-gak gitu kali Ci….
Buahahahahahahaaa….. Tawa Nina membahana lagi melihat kegugupan Eni saat mendengar celetukanku.
Eng-engggaakk. I-itu karena gua juga lagi bayangin pengen di gituin ama Fikri. Bela Eni buru-buru. Fikri adalah pria yang disukai oleh Eni.
Iya deh, iyaa percayaaa. Nina terus saja menggoda Eni yang sudah terlihat memerah wajahnya.
Ihhhh rese deh lu Nin. Ini si Rendy lama banget sih lah. Nyebelin banget. Namun usaha Eni untuk mengalihkan pembicaraan justru membuat aku dan Nina semakin keras menertawakannya.
Eh, pada ngetawain apa nih? Bukan ngetawain gue kan lu orang? Tanya Rendy yang akhirnya kembali dari toilet. Eni benar-benar tertolong oleh kehadiran pria cupu ini dari serangan bully aku dan Nina. Hehehe.
Rendyyyy. Lu coli apa boker sih? Lama banget! Semburku tanpa memberinya jeda sedikitpun untuk duduk setelah membuka pintu mobil.
Ato lu make up-an dulu ya, biar keliatan cantik dan kinclong? Sambung Nina. Memang kami bertiga sering ngecengin orang lain. Just for fun aja sih.
Jangan-jangan lu ngebom di celana ya Ren? Grogi dikelilingin bidadari kaya kita-kita di mobil? Lanjut Eni.
Eh, eng-eng-engg-engga kok. Itu e-emang rame banget di WC-nya. Kami bertiga langsung terbahak-bahak melihat Rendy gelagapan. Tawa kami mungkin terdengar sampai keluar mobil. Dan itu membuat Rendy menjadi semakin kikuk.
Saking kikuknya sampai, Aduuuhhhhhh, seruan keras dan rona wajah yang terlihat kesakitan saat……
BUAHAHAHAHAHAHAHAAAA
Tingkah Rendy yang kikuk membuatnya tanpa sengaja menjepit kakinya sendiri saat sedang menutup pintu.
Parah lu Ren. Aseli paraah. Buahahahahahaaa. Seruku yang terus saja tertawa tanpa bisa kuhentikan.
Aduuuhh Rendy. Kok bisa sih lu nutup pintu pas kaki lu masih nangkring di luar gitu? Ahahahahaha. Sambung Eni yang sampai memegangi perutnya, karena terus tertawa hampir tanpa henti.
I-i-iya nih, Mung-mungkin k-kaki gue pengen ganti propesi jadi ganjelan pintu mobil lu Ci. Sebuah jawaban yang tidak pernah kami sangka akan keluar dari mulut seorang Rendy.
Kami sempat terdiam sesaat sebelum akhirnya kembali tertawa terbahak-bahak.
Setelah puas menertawakan tingkah konyol Rendy, maka kami pun segera melanjutkan perjalanan kami menuju ke sebuah mall untuk melakukan kebiasaan rutin kami bertiga. Ngegosip di Coffee Shop. Bagi kami keberadaan Rendy tidak lebih karena kami ingin memanfaatkannya agar mau membantu kami dalam mata kuliah Manajemen Keuangan.
Obrolan santai sepanjang perjalanan tiba-tiba terhenti saat kami dikejutkan oleh sebuah mobil minivan Luxio, yang tiba-tiba berbelok ke kiri memotong kemudian berhenti tiba-tiba menghalangi jalur, hingga membuat Nina reflek menginjak rem dan membuat ban mengeluarkan bunyi berdecit yang keras.
Kami semua langsung menjerit keras saat mobilku hampir saja menabrak mobil minivan tersebut. Sempat terdiam selama beberapa detik, emosiku langsung memuncak dan langsung turun dari mobil diikuti dengan Nina, lalu kami berdua mengeluarkan segala sumpah serapah kepada pengemudi Luxio tersebut.
Mobil tersebut nampak tidak memiliki kaca di sekeliling bagian belakangnya, mirip seperti mobil-mobil pengangkut uang.
Rendy juga turun dari mobil, hanya saja niatnya untuk meredam emosi kami berdua. Namun disaat sumpah serapah kami masih menggantung di udara, tiba-tiba pintu tengah mobil bergeser terbuka dan 2 orang yang mengenakan topeng hitam langsung berhamburan keluar mobil dan mencengkram erat kedua pergelangan tanganku, serta langsung menariknya masuk ke dalam minivan tersebut.
Emosiku yang tadinya benar-benar tidak terkendali, dengan cepat berubah menjadi ketakutan yang luar biasa saat tubuhku terseret oleh mereka tanpa mampu memberikan perlawanan yang berarti. photomemek.com Nina langsung menjerit keras meminta tolong kepada orang sekitar. Namun suasana jalan yang sepi membuat jeritan Nina menjadi tidak efektif. Hanya Rendy seorang yang dengan cepat langsung bereaksi berusaha melepaskan cengkraman mereka pada pergelangan tanganku.
BUKKKK!!
Sebuah pukulan keras menghantam telak wajah kanan Rendy, dan membuatnya jatuh terpelanting. Namun Rendy bangkit lagi dan kembali mengejarku, dimana setengah tubuhku sudah ditarik masuk oleh salah satu dari mereka.
Rendy menerjang satu orang yang masih berada di luar mobil, hingga membuat orang tersebut terdorong menghantam kaca spion mobilku, dan membuatnya menggeram kesakitan.
Pukulan demi pukulan orang terebut kepada Rendy tidak membuatnya menghentikan usahanya untuk membebaskanku dari cengkraman entah siapa mereka dan apa maksud serta tujuan mereka berusaha menculikku seperti ini.
NINAA!! ENIII!! TOLONGIN GUEE!! Aku berkali-kali berteriak kepada kedua sahabatku itu. Nina sempat berusaha membantu Rendy sebelum sebuah tamparan keras menghantam pipi kanannya. Sementara Eni tidak pernah turun dari mobil. Jelas karena ketakutan, tapi tetap saja membuatku dongkol terhadap sikap sahabatku yang ceriwis itu.
WOYY! CEPETANN!! BAWA SEKALIAN AJA TUH COWO! Seru pengemudi minivan tersebut.
Aku melihat dengan jelas bagaimana sebuah pukulan keras menghantam perut Rendy hingga membuat Rendy kehilangan kesadaran, dan tubuhnya pun langsung dilempar masuk ke dalam minivan, sementara tubuhku sudah terkunci rapat di bangku belakang, oleh cengkraman orang yang menarikku ini.
Nina sempat berusaha menarik tubuh Rendy dan bergulat dengan satu orang di dekat pintu. Namun pada akhirnya perbedaan tenagalah yang membuatnya hanya mampu melihat kepergian-ku bersama 3 orang tidak dikenal ini.
Teriakanku bahkan langsung hilang tak berbekas tidak lama setelah orang yang memegangiku tiba-tiba membekap mulutku dengan sebuah sapu tangan berbau aneh. Detak jantungku langsung berdebar cepat menyadari apa yang sedang dilakukan pria ini.
Aku langsung teringat akan kejadian yang sering diperagakan di film-film penculikan. Aku benar-benar tidak pernah menyangka akan mengalami kejadian ini secara langsung. Kesadaranku langsung hilang saat aku bertanya-tanya sendiri mengapa mereka menjadikanku sebagai target.
Perlahan kesadaranku mulai pulih. Kepalaku rasanya pening sekali, dan saat aku berusaha membuka mata, hanya kegelapan yang nampak. Aku belum benar-benar menyadari mengapa segalanya terlihat gelap.
Aku lalu mencoba menggerakan tubuhku. Sekilas aku mendengar bunyi gemerincing sebelum aku merasakan adanya benda logam yang menggayuti pergelangan kaki kananku. Terkejut dan panik membuat kesadaranku pulih lebih cepat. Kesadaranku semakin cepat mengolah informasi-informasi kecil ini, sehingga aku merasa mulai mampu untuk berpikir lagi.
Dimana ini? Pikiran yang pertama terlintas di benakku. Aku menyipitkan kedua mataku, berusaha untuk mencari setitik cahaya dalam kegelapan.
Tubuhku langsung menegang dan bersikap waspada saat ingatan ketika aku ditarik ke dalam sebuah mobil oleh tiga orang pria, telah kembali. Aku langsung berusaha untuk berdiri, namun entah mengapa kedua kakiku terasa bergetar dan tidak mampu menopang tubuhku hingga terjatuh lemas kembali.
Apa pengaruh obat biusnya masih ada?
Tanganku berusaha untuk meraba-raba dalam kegelapan ke segala arah, berusaha mencari suatu petunjuk dimana aku berada. Aku merasakan adanya dinding di bagian belakang dan juga samping kananku, sementara aku tidak menemukan apapun di bagian depan maupun samping kiri.
Tubuhku kembali terasa mengejang kaku, saat telingaku mendengar bunyi gemerincing lain tidak jauh dari tempatku. Apa mereka ada di dekatku tanpa aku bisa melihat mereka? Pikirku terus menjaga sikap waspada.
Aduuuuhhh.
Aku berusaha meraba-raba siapa pemilik suara rintihan tersebut. Secara reflek aku bergerak mundur memepeti dinding di samping kananku untuk menjaga jarak.
Dan tanpa aba-aba maupun peringatan, lampu di tempat ini tiba-tiba menyala dengan sangat terang, hingga membuatku langsung beringsut dan menutupi kedua mataku yang terasa sakit saat cahaya terang tiba-tiba menerpa retinaku.
Awwww silaauuu! Seru pria yang kudengar tadi sedang meritih itu. Aku mengejap-ngejapkan kedua mataku, agar secepatnya menyesuaikan dengan terpaan cahaya lampu ini.
On-Onci? Aku terkejut saat mendengar pria tersebut memanggil namaku. Secara bayang-bayang aku melihat sesosok tubuh di seberangku. Tidak lama kemudian barulah penglihatanku semakin jelas, hingga aku bisa mengenali sosok pria di seberangku itu.
R-Ren? Rendy? Tanyaku memastikan.
Ahh syu-syukurlah lo gak kenapa-napa Ci. Elo gak apa-apa kan?
Ngg gak kenapa-kenapa sih Ren. Aku baru teringat jika Rendy ikut diculik saat berusaha membebaskanku dari para penculik itu.
Dimana kita Ren? Tanyaku cepat.
G-gua juga gak t-tau nih. Jawabnya sambil melihat ke arah sekelilingnya. Aku bisa melihat sebuah rantai terikat di pergelangan kaki kirinya. Kebalikan dariku. Aku pun akhirnya mengikuti Rendy dan melihat ke segala arah, berusaha memastikan tempat kami ditahan.
Hanya sebuah ruangan kosong berbentuk persegi empat. Aku menduga ruangan ini memiliki panjang lebih dari 6 meter, dan lebar sekitar 4 meter lebih mirip aula kecil.
Lantai keramik berwarna putih beberapa bagian nampak sudah pecah dengan dinding kusam yang berwarna senada, serta 5 buah tempat tidur yang biasa digunakan oleh para pasien di rumah sakit saling berjejeran.
Melihat kondisi tempat tidur-tempat tidur tersebut yang sangat berdebu dan tidak terurus lama. Aku bahkan melihat karat-karat di logam besi tempat tidur tersebut. Seluruh ruangan ini nampak lama tidak terurus. Membuatku menduga kami berdua ditahan di sebuah rumah sakit yang terbengkalai.
Beberapa dus berdebu dan lusuh nampak berada di dekatku. Dan sebuah pintu besi terpasang di antara tempatku dan tempat Rendy terikat. Hanya pintu besi itulah yang masih nampak cukup mengkilat. Tampaknya pintu tersebut baru-baru ini saja dipasang, sebagai persiapan untuk menahan diriku dan juga Rendy, pikirku.
Ini…. rumah sakit? Tanyaku kepada Rendy.
Gua… gak tau Ci. Tapi kemungkinan sih iya, jawabnya setengah meringis sambil memegangi pipi kanannya.
Aku baru ingat bahwa Rendy terkena pulukulan keras di wajah kanannya saat berusaha menolongku dari para penculikku itu. Pipi lu gak pa-pa Ren?
Rendy melihatku dengan sebuah senyuman kecil. G-g-gak… a-apa-apa kok Ci. I-ini gak terlalu sakit kok. Jawabnya malu-malu.
Maaf ya Ren, lu jadi ikut terlibat. Walau gua juga gak tau mereka itu siapa, dan kenapa mereka nyulik gua gini.
L-lu sama sekali gak k-kepikiran Ci, kenapa mereka nyulik lu?
Kali ini aku menjawab dengan menggelengkan kepala, sambil meletakkan dagu di kedua lututku yang terlipat..
Apa…. ngg… apa…. s-sori, gak jadi deh. Aku langsung mengernyitkan dahi.
Apa… apaan Ren? Ngomong aja deh, lagi begini juga. Cetusku.
Ng i-iya s-sori Ci. M-maksud gua…ngg…apa ini, ngg…kejadian ini. Elu diculik gini, apa gak ada hubungannya…ama…ngg sori nih ya Ci, bokap lu? Aku sampai geregetan sendiri melihat Rendy yang terbata-bata seperti itu.
Bokap gua? Apa hubungannya ama bokap gua? Tanyaku tidak paham maksud pertanyaan Rendy.
Ngg…anu. Gini lho C-Ci. B-bokap lu kan….orang terpandang. Konglomerat. Apa…mereka mao minta tebusan ama bokap lu? Dan aku langsung tersentak mendengar pertanyaan Rendy ini.
K-kan di film-film, penculik minta tebusan besar ke bapaknya. Lanjut Rendy.
G-gak tau juga Ren. B-bisa juga sih. Jawabku lirih. Apa mereka sudah meminta uang tebusan? Pertanyaan itu sekarang terus melintasi benakku.
Apa papa mau membayar uang tebusan?
Papa tidak mungkin membiarkan aku kenapa-kenapa.
BRAK!!
Tubuhku langsung terlonjak saking terkejutnya, dan membuyarkan lamunanku. Aku melihat sebuah kardus karton bekas bungkus mie instan terlihat berada di dekat kaki Rendy, dengan isi kardus yang berhamburan. IHHHHHH!!!!!
Aku langsung memekik saat serangga paling menjijikan berhamburan keluar dari dalamnya. Bahkan ada beberapa yang bergerak cepat mendekatiku, dan dengan gerakan reflek aku langsung berusaha menendang-nendang serangga tersebut.
Rendy, lu ngapain sihh?! Seruku kepada Rendy yang terlihat sedang mencari-cari sesuatu diantara onggokan sampah tidak jelas.
Ng? So-sori Ci, gua cuma lagi nyari apaan aja. Mungkin kita bisa dapet petunjuk kita lagi dimana, ato dapet barang yang bisa ngebantu kita keluar. K-kaya di film-film. Jawab Rendy terlihat merasa bersalah. Yah memang ada benarnya juga sih, tapi di tempat yang tidak terurus seperti ini, apa yang bisa kita dapatkan untuk membantu kita juga kan?
Ci, c-coba lu cek kardus di depan lu itu deh. Kali aja nemu barang yang berguna.
HAA?? Nanti yang keluar kecoa-kecoa kaya tadi lagi deh, ihhh ogaaah banget. Gila aja kali. Seruku memprotes perintah darinya.
Y-ya kali aja Ci, kita bisa nemu konci rante atau kunci pintu.
Gak mungkinlah Ren. Masa iya mereka sebego itu naro kunci rantai atau kunci pintu di kardus-kardusan gini. Liat aja, udah berdebu gitu kardusnya, keliatan kan udah lama gak pernah kesentuh tuh kardus. Gak mau ihhh. Seruku sengit sehingga membuat Rendy tertunduk lesu.
AAAAHHHHHH!! Secara reflek aku langsung menjerit ketika lampu tiba-tiba padam, hingga kegelapan pekat kembali menghantui diriku. Rasa panik langsung melanda sekujur tubuhku hingga membuatku bersurut mundur ke pojokan dinding.
Hanya beberapa detik, lampu nyala kembali. Namun debar jantungku tidak secepat itu meredanya. Aku melihat Rendy pun terlihat tegang dengan pandangan mata terpaku ke depannya.
Asap tipis entah darimana muncul begitu saja dari seberang ruangan tempatku berdiri. Rasa takut dan kaget membuatku terus bersikap waspada terhadap kejutan-kejutan lain yang mungkin muncul nantinya. Sekilas aku melihat Rendy terus menatap ke arah depan. Bahkan mulutnya terlihat bergetar.
Ren? Panggilku sambil menjaga sikap waspada. Mataku terus melihat kesana-kemari.
Ren?! Kali ini aku memanggilnya lebih keras sambil menatap ke arahnya. Namun Rendy tetap tidak menjawab. Bahkan bibirnya semakin bergetar dan tubuhnya secara tiba-tiba langsung beringsut ke belakang dengan cepat, hingga membuatku penasaran apa yang sedang dilihat oleh Rendy. Karena saat aku mengikuti arah pandangannya, aku tidak melihat apapun.
SREKK!!
Tubuhku langsung mengejang kaku ketika aku mendengar suara gesekan di arah yang sama dengan pandangan mata Rendy. Mungkin karena pandanganku terhalang oleh jejeran tempat tidur sehingga aku tidak melihat apapun. Secara reflek aku menundukan kepala untuk melihat melalui bawah tempat tidur.
YA TUHAAANN!! Walau tubuhku sudah cukup menempel dengan dinding, namun secara reflek aku masih berusaha melontarkan diriku ke belakang, hingga kepalaku terbentur. Rasa nyeri yang berdenyut dibelakang kepalaku menjadi terlupakan, dan bahkan aku merasa jantungku seolah berhenti berdetak, saat aku melihat satu sosok yang tidak pernah aku bayangkan akan melihatnya secara langsung.
YA TUHAANN! YA TUHAN YA TUHAN YA TUHAAANN!! Aku terus menjerit sambil terus mendorongkan tubuhku ke belakang dinding, berharap dinding di belakangku ini akan segera terbuka sebuah jalan untukku bisa segera lari dari sini.
Aku baru menyadari alasan mengapa Rendy terlihat begitu pucat, dan tidak bisa berkata apa-apa. YA TUHAANNN!! PLISSS JANGAN DEKET-DEKET!! PERGIIII!!! Jeritku melenking, saat sosok berwujud wanita dengan rambut panjang hingga menjuntai ke depan, menutupi sebagian wajahnya yang terlihat pucat dan berdarah-darah, mengenakan pakaian putih yang juga penuh dengan noda darah terlihat bergerak maju ke arahku sambil menyeretkan tubuh bagian bawahnya.
Suster ngesot. Aku selama ini mengira suster ngesot ini hanya urban legend belaka. Aku sama sekali tidak menduga sedikitpun akan bertemu dengan mahluk menyeramkan seperti ini.
Aku tidak bisa bernafas..
Ya Tuhaann.
Suasana jadi semakin mencekam ketika lampu ruangan kembali mati secara tiba-tiba. Kemudian seperti tadi, lampu kembali menyala beberapa detik kemudian. Dan yang langsung terlihat oleh kedua mataku adalah….
WAJAH SANG SUSTER MENYERAMKAN ITU TEPAT DI HADAPANKU.
TIDAAAAAAKKKKKKKKK!!
Aku hanya ingat suara pekik jeritanku sebelum aku kehilangan kesadaranku secara tiba-tiba.
…ci….
…nciiii…… nguunn…
Sayup-sayup aku seperti mendengar suara seseorang memanggilku.
…..ncciiii…..
ONCIII! BANGUN!!!
Dan aku langsung terlonjak bangun saat mendengar sebuah jeritan seorang pria. Nafasku langsung tersengal-sengal. Bangun dengan terkejut seperti ini, membuat aku tidak mampu untuk langsung berpikir dengan jernih.
Ci? Onci? Aku kembali mendengar seseorang memanggil namaku, dan reflek aku melihat ke arah asal suara tersebut. Rendy?
Saat melihat Rendy, ingatan mengerikan berupa sosok suster ngesot kembali memenuhi benakku. Secara naluriah aku langsung merapat lagi ke pojokan. Aku tidak lagi melihat sosok keberadaannya. Namun aku tidak mau dikejutkan lagi oleh sosok mengerikan itu. Aku terus bersikap waspada.
U-u-udah g-gak ada Ci, gak tau ilang kemana. T-ti-tiba-tiba ilang gitu aja. Ujar Rendy yang masih terlihat shock juga dengan kemunculan tiba-tiba sosok menyeramkan tadi. Namun rasa trauma mencegahku untuk percaya begitu saja tanpa aku memastikannya sendiri. Aku terus mencari-cari sosok tersebut walaupun aku sebenarnya sangat ketakutan.
L-lu liat Ren? Dia ngilangnya gimana? Tanyaku kemudian.
Rendy hanya menggelengkan kepalanya saja, ng-nggak s-sih. Pas d-dia tiba-tiba ada di depan lu, g-gua juga reflek nutupin muka saking takut lu kenapa-kenapa. Dan waktu mati lampu lagi, gua jadi ketakutan dia bakalan ada di depan gua tiba-tiba, PERSIS kaya kejadian lu gitu. Tapi pas lampu nyala lagi, gua coba liat, tiba-tiba u-udah ngilang.
Ya Tuhaaan, tempat apa sih ini sebenernya? Kita ada dimana sihh? Seruku panik.
K-kita musti cepet cari cara buat keluar dari sini Ci. Kita musti cari petunjuk ato barang apapun yang bisa bantu kita keluar dari sini. Setidaknya yang bisa bantu kita ngebuka borgol ini. Ujar Rendy yang terlihat lebih tenang. Walau rona ketakutan masih terpancar cukup jelas dari wajahnya, namun Rendy terlihat berusaha memberanikan diri.
Tanpa menunggu jawabanku, Rendy bangkit berdiri dan mendekati satu dus tersisa di hadapannya. Aku sebenarnya sungguh pesimis Rendy akan menemukan apapun dari kotak-kotak kardus di ruangan ini seperti pemikirannya itu.
Tapi ucapan Rendy ada benarnya juga. Kita harus secepatnya mencari cara untuk keluar dari tempat terkutuk ini. Maka aku pun kemudian memberanikan diri mengikuti langkah Rendy.
Jika Rendy masih memiliki keberanian dengan membuka kardus menggunakan tangannya, maka aku cukup menendang ke depan kardus dihadapanku hingga isinya pun berhampuran di atas lantai.
Aku melihat beberapa perban baik yang masih baru maupun yang bekas. Ada cukup banyak botol-botol bekas penyimpanan obat. Aku bahkan melihat beberapa jarum suntik bekas. Sepertinya ini memang di sebuah rumah sakit yang sudah tidak terpakai lagi.
Bila melihat model tempat tidur-tempat tidur pasien ini, sepertinya belum terlalu lama terbengkalai. Karena modelnya sudah cukup modern menurutku. Hanya saja karena tidak lagi terpakai jadi tidak terurus dan menimbulkan karat-karat di beberapa bagian.
Elu dapet apaan Ren? Tanyaku kepada Rendy yang saat ini hanya terlihat duduk saja, karena tidak menemukan apapun dari tiga buah kardus di dekatnya.
Gak ada Ci. Lu a-ada nemu yang berguna? Tanya Rendy balik.
Mungkin, kalo lu junkies. Banyak jarum bekas nih. Ada perban juga. Yang bekas, yang baru. Botol-botol bekas obat. Gak ada laen lagi. Jawabku sambil kembali menendang kardus yang tadi berada di bawah kardus pertama yang aku tendang.
Kardus kedua hanya berisikan kain-kain kusam. Mungkin bekas seprai ataupun gordyn pembatas, entahlah. Tapi seperti yang sudah aku duga, tidak mungkin kami menemukan sesuatu yang bisa membantu kami dari kardus-kardus berisikan sampah. Mereka tidak mungkin sebodoh itu, bukan?
Ini juga gak ada apa-apa isinya. Cuma kain-kain seprai mungkin. Dah gak ada kardus lagi yang bisa gua cek, cuma dua ini doang. Ujarku sambil iseng menendang lagi kardus pertama, untuk melepaskan emosiku.
TRAK!!
Bunyi benturan benda kembali membuat nyaliku ciut. Aku langsung mundur beringsut ke pojokan dinding lagi. Jantungku berdebar sangat cepat.
Ya Tuhaaann dia datang lagi.
Kumohooonnn jangan datang lagi, ya Tuhaaann.
Tanpa sadar aku terus berdoa dengan tubuh gemetaran ketakutan. Aku masih sempat melihat Rendy ternyata dalam posisi bersiaga juga. Ia pun pasti menduga suara itu merupakan tanda kedatangan mahluk itu lagi. Namun sudut mataku sekilas melihat sesuatu di lantai. Dekat tumpukan botol-botol bekas obat.
Reflek aku memusatkan perhatianku kepada benda kotak kecil berwarna biru tersebut. Tidak mungkin… itu kan…..
Penemuan tidak terduga tersebut membuat perhatianku sedikit teralihkan, dan aku bergerak maju untuk memastikannya. Ada apaan Ci? Tanya Rendy.
Hatiku langsung bersorak saat aku sudah memastikan benda tersebut. Aku bahkan setengah terpekik sambil menutupkan mulutku dengan kedua tanganku.
Ada apaan Ci Rendy kembali mengulangi pertanyaannya. Aku tidak langsung menjawabnya. Aku kemudian berjongkok perlahan, takut mahluk tersebut tiba-tiba berada di kolong tempat tidur.
Setelah memastikan mahluk tersebut tidak ada, baru aku mengulurkan tanganku untuk memungut benda tersebut. Sebuah benda yang sejak dulu sampai saat ini sudah menjadi kebutuhan yang tidak terpisahkan lagi dalam kehidupan manusia. Sebuah mobile phone atau handphone.
Itu masih bisa nyala Ci? Rendy menjadi lebih bersemangat saat ia menyadari sebuah handphone model klasik yang berada di tanganku ini.
Aku melihat bagian depan ponsel sudah kusam. Angka-angka pada keypad bahkan sudah pudar. Layar display terlihat sedikit retak. Lalu aku melihat di atas layar, terdapat sebuah logo merk klasik yang dahulu sangat terkenal, di masa-masa penggunaan handphone baru booming. Nokia. Aku tidak ingat typenya, karena semenjak aku menggunakan ponsel, sudah jamannya ponsel Android.
Aku mencari tombol untuk menyalakan ponsel ini. Berharap ponsel ini masih nyala dan masih memiliki pulsa untuk membuat panggilan. Hatiku langsung melonjak kegirangan ketika layar display nampak menyala. Nyala Ren! Seruku.
Hatiku bahkan nampak semakin gembira ketika layar manampilkan informasi bahwa persediaan daya baterai masih 50%. Artinya cukup untukku membuat panggilan meminta pertolongan kepada keluarga ataupun kepada polisi. Mereka bisa melacak sinyal ponsel ini untuk mencari lokasi kami.
Namun semangatku langsung drop ketika menyadari bahwa keypad ponsel sama sekali tidak berfungsi. Hanya ada 2 tombol yang berfungsi pada ponsel ini. Tombol untuk membuat panggilan dan tombol untuk mengakhiri panggilan, sekaligus tombol untuk menyalakan ataupun mematikan ponsel.
Keypad-nya gak bisa Ren. Cuma bisa buat nelepon ato matiin telepon doang. Kita gak bisa teken nomor-nomor Ren. Ujarku putus asa.
Namun Rendy memiliki ide yang berbeda. Coba teken tombol call-nya deh Ci. M-mungkin ada nomor yang pernah dihubungi pake hape itu. Kita bisa coba minta tolong sama itu orang.
Hm, bener juga yah. Semoga jika memang benar ada nomor-nomor yang masih tersimpan pada call list, nomor tersebut masih aktif digunakan.
Dan semoga masih ada pulsa buat nelepon.
Aku kemudian mencoba mengikuti saran Rendy barusan. Ada Ren, lumayan banyak nih. Tapi tombol atas-bawahnya ga bisa. Kita cuma bisa nelepon nomor paling atas aja. Seruku.
Y-yah dicoba aja Ci. C-cu-cuma itu harapan kita buat minta bantuan. Suara Rendy terdengar pasrah, pikirku.
Dengan berdebar-debar aku pun akhirnya menekan tombol panggilan tersebut. Lalu dengan ragu-ragu aku menempelkan ponsel itu ke telingaku.
NYAMBUNG REN! Pekikku merasakan gejolak semangat yang meluap seketika.
Tapi panggilan itu tidak ada yang mengangkatnya, membuat berdebar-debar. Aku sekali lagi membuat panggilan, dan nada sambung kembali terdengar. Plisss ya Tuhaaan, pliisss jawab teleponnya. Doaku dengan penuh kesungguhan. Aku tidak ingin berdiam diri di tempat ini lebih lama lagi. Lalu tiba-tiba nada sambung itu berhenti dan terdengar keheningan total.
Apa ada yang angkat?
H-ha-halo? halo? Aku kemudian berinisiatif untuk memulai pembicaraan terlebih dahulu.
Halo? Pliss jawab dong!
Siapa ini? Hatiku langsung lega rasanya.
Siapa ini? Jangan main-main ya!! Bentak orang itu kemudian, dan aku pun langsung berupaya untuk menenangkannya.
Ma-maaf mmmas? Maaf. S-saya Onci. Tolong jangan ditutup dulu mas, pliss mas jangan ditutup. Tolongin saya mas.
Apaan ini? Mao nipu gua? Mao minta pulsa? Lu dapet nomor ini darimana? Rentetan pertanyaan langsung terucap dari mulut pria asing ini.
Bu-bukan mas. Beneran saya mao minta tolong, bukan minta pulsa. To-tolong jangan ditutup, tolong dengerin saya dulu mas. Saya gak sengaja nemu hape ini, dan keypad-nya rusak. Saya cuma bisa hubungi nomor ini aja mas. Tolongin saya mas. Ujarku memelas.
Nemu dimana? Ini nomor mantan gua. Almarhumah mantan gua. Kok bisa ada ama lu nomor dia? Aku terhenyak hingga tanpa sadar mundur menabrak dinding belakangku. artikelbokep.com Aku bahkan hampir saja melepaskan ponsel ini dari genggamanku. Debaran jantungku berdetak semakin cepat. Aku langsung teringat dengan wajah menyeramkan yang membuatku pingsan tadi.
Gak mungkin kan? Gak mungkin ini hape milik itu sus-suster ngesot tadi kan? Ya Tuhaaaann, kenapa jadi gini sih?
Tubuhku tidak bisa berhenti gemetar ketakutan. Panggilan Rendy bahkan sama sekali tidak kuhiraukan. C-Ci? K-kenapa Ci? Ci??
Halo? Elu masih disana? Elu nemu hape ini dimana? Aku mencoba menenangkan diriku, karena nafasku masih tersengal-sengal akibat rasa takutku yang berlebihan ini.
M-m-ma-maaf m-m-mas. A-apa m-maksud mas, almarhumah mantannya mas? Tanyaku terbata-bata.
Ini nomor tunangan gua dulu. Udah lama banget. Gua gak pernah delete nomor dia sejak dia meninggal tragis di tempat dia kerja, di rumah sakit Medika Center.
Ya Tuhaaaaaannnn…. huuuuuuuu. Aku pun tidak kuasa menahan tangisanku lagi. Memang benar dugaan kami bahwa kami berada di sebuah gedung bekas rumah sakit. Tapi aku tidak pernah mengharapkan satu fakta lagi, bahwa ada kemungkinan pemilik ponsel ini adalah suster ngesot itu, ketika ia masih hidup dan belum menjadi arwah gentayangan.
Mba? Mba kenapa mba? Mba? Tanya orang tersebut.
M-ma-maaf mas. Terus terang, saya tadinya mau minta tolong sama siapapun yang nyambung dari hape ini. Saya dan temen saya diculik dan disekap gak tau dimana ini mas. Tapi kayanya sih bekas rumah sakit gitu.
Diculik? Ini candaan ato serius ya? Tentu akan sulit dipercaya orang lain ceritaku ini.
Ini seriusan mas. Saya tadinya mao minta tolong panggilin polisi atau siapapun buat nolongin saya sama temen saya mas. Jelasku berusaha meyakinkannya.
Terus mbanya kenapa nangis gitu?
Itu… s-saya…. lidahku terasa kelu ingin menyebutkan kalimat suster ngesot kepadanya, saya… takut banget mas. Tadi… ketemu s-setan gitu di ruangan tempat saya disekap mas.
Ahhhh ini pasti becandaan. Ya udah ya….., aku benar-benar terkejut orang tersebut tetap tidak percaya kepadaku.
Tunggu mas, peliss jangan ditutup. Saya ga bisa telepon kemana-mana lagi selain ke nomor mas. Pelis mas! Ujarku lagi dengan memelas.
Ya lalu mba mao bilang, almarhum mantan tunangan saya itu jadi setan gitu?! Serunya terdengar emosi.
Bukan gitu mas. Maaf saya gak bermaksud seperti itu. Saya hanya ketakutan aja mas. Abis ketemu gituan, trus mas bilang tunangannya meninggal tragis di rumah sakit. Ya saya panik lah mas. Jelasku.
Heh! Ya maaf mba. Trus apa yang bisa saya bantu mba? Aku begitu lega setalah ia terdengar mempercayai penjelasanku. Tapi aku jadi bertanya-tanya, sampai berapa lama lagi sambungan telepon ini bertahan sebelum pulsanya habis.
Mas maaf sebelumnya. Karena saya gak tau ini ponsel pulsanya tinggal berapa, kalau nanti terputus saya minta tolong hubungi saya ke nomor ini lagi ya mas? Peliss ini bukan penipuan kok. Saya beneran diculik ini. Gak tau ama siapa. Ada tiga orang yang menculik saya dan teman saya ini.
Saya gak tau dimana saya sekarang. Tapi kalau berdasarkan omongan mas, bahwa nomor ini merupakan nomor almarhumah tunangan mas, lalu ponsel ini juga saya temukan ditempat saya disekap. Jadi kemungkinan besar saya berada di rumah sakit tempat almarhumah mas kerja. Jelasku.
Apa rumah sakit almarhumah mas itu masih buka atau sudah tutup? Tanyaku baru kepikiran.
Hmm…emang udah ditutup sih sejak kasus itu dulu. Saya juga udah berusaha ngelupain masalah itu. Tapi telepon mba pake nomor ini bener-bener ngagetin saya tadinya mba. Makanya tadi saya ragu mao jawab teleponnya.
Iya mas, maaf mas. Tapi saya gak tau lagi musti gimana biar bisa kabur dari sini. Saya takut banget mas.
Ya sudah, saya coba hubungi polisi. Awas ya kalo kamu bohong! Terima kasih ya Tuhaan, kami akhirnya bisa terselamatkan. Ucapku dalam hati.
Kamu ama temen cowo kamu itu tunggu kabar saya ya. Saya ke kantor polisi dulu sekarang.
Iya mas. Terima kasih ya mas. Terima kasiiihh bang………, sesuatu langsung terlintas di benakku.
Darimana mas tau temen saya itu cowo?
Y-ya saya hanya berasumsi aja kok. Kamu berdua ama temen kamu, pasti temen kamu itu cowo.
Asumsi bagaimana ya mas? Saya gak paham. Gimana mas bisa menyimpulkan kalau temen saya itu cowo? Saya gak pernah nyebutin sama sekali lho. Tapi mas bisa langsung yakin kalau temen saya itu cowo. Aku semakin menekannya.
Elu kok jadi singit sih? Mao gua tolongin kagak? Ato lu mao ditemenin aja ama itu suster ngesot? Aku terhenyak mendengar ucapannya itu.
Elu siapa? Kenapa elu tau masalah itu juga? Elu yang nyulik gua?! Elu yang ngerjain gua pake suster ngesot? Seruku dengan emosi yang tidak menentu. Harapanku satu-satunya, diluar ekspektasi malah jadi seperti ini.
Hanya keheningan yang aku dengar kemudian melalui ponsel ini.
Bagus. Cepet juga lu nyambungnya. Aku dan Rendy benar-benar terkejut tiba-tiba mendengar suara di atas kepalaku. Aku tidak menyangka terdapat speaker di ruangan ini.
Gimana? Lu suka ama permainan setan-setanan tadi? Jadi berasa kaya di film-film Hollywood kan? Hahahahahahaha.
Badanku seolah langsung kehilangan tenaga dan harapan. Langsung jatuh terduduk dengan ponsel yang juga jatuh berdebum di lantai.
Tidak ada yang bisa kulakukan dalam situasi yang membuat putus asa ini, selain mejerit sekeras-kerasnya.
AAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHHH!!!
Apa kalian sudah siap?
Mari kita lanjutkan permainan kita.
Suara pria yang paling aku benci saat ini, kembali terdengar.
Kenapa? Tanyaku dengan pandangan mata hampa. Aku seolah tidak lagi memiliki harapan setelah dipermainkan begitu rupa olehnya tadi.
Hm? Apa maksud lu kenapa? Aku sedikit terkejut dia merespon pertanyaan tanpa maknaku barusan.
Lu. bisa denger omongan kita? Rendy rupanya juga sedang memikirkan hal yang sama sepertiku.
Ya pasti dong. Lu kan bahan eksperimen gua. Jadi gua butuh respon elu orang buat permainan-permainan yang udah gua susun.
Apa maksud lu kita orang bahan eksperimen elu? Tanya Rendy.
Ini gua kasih obat semangat buat lu dulu sebelum kita mulai babak ke dua. Ujarnya tanpa menghiraukan pertanyaan Rendy.
SREEKKK!!!
Aku terkejut saat pintu besi di dekatku terbuka sebuah pintu kecil di bagian bawahnya, dan kemudian terdorong sebotol air bening, dan dua buah bungkusan. Aku bisa menduga apa isi bungkusan tersebut dari bentuknya, hanya saja sejak aku dipermainkan melalui telepon seperti tadi membuatku mencurigai segala sesuatunya sekarang.
5 menit. Itu waktu elu berdua buat ngabisin itu makanan. Gua gak perduli elu orang bakalan mati kelaperan kalo gak mau makan.
5 menit lagi. Ulangnya sebelum ia memutuskan pembicaraan. Aku melihat ke arah Rendy, aku ingin mendengar pendapatnya mengenai ini. Karena aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan saat ini.
G-gu-gue rasa kita harus makan makanan ini. Aku langsung mengernyitkan dahiku, mempertanyakan pendapatnya itu.
Yakin Ren? Yang ada nanti dia ngasih racun ato apaan lagi buat ngerjain kita. Sanggahku.
Te-te-terlepas be-benar atau gaknya, faktanya kita emang kelaparan kan Ci? Ucapannya harus aku akui ada benarnya. Aku memang kelaparan dan kehausan saat ini. Aku yakin aku bahkan bisa menghabiskan daging sapi satu ekor. Entah sudah berapa lama aku ditahan di sini.
G-gimana Ci?
Yah emang bener sih Ren. Jujur gue emang laper. Tapi gue takut dia ngerjain kita lagi. Jawabku.
Y-ya udah. Kalau gitu, biar aku yang coba duluan deh. Ujar Rendy sambil berjalan menuju bungkusan itu, sambil kakinya menyeret-nyeret rantai yang mengikat pergelangan kakinya itu.
Panjang rantai yang mengikat kaki Rendy rupanya cukup untuk membuat Rendy berjalan hampir mencapai pintu, walau Rendy harus berlutut untuk meraih satu bungkusan itu.
Aku terus memperhatikan Rendy yang membuka isi bungkusan itu. Aku pun juga sebenarnya ingin makan, namun rasa trauma menahanku.
Iniburger. Ujar Rendy dan aku bisa melihatnya dari tempatku berdiri.
Baunya sih normal. Lanjut Rendy yang sedang menciumi bau burger tersebut, setelah membalik-balikan burger tersebut. Rendy bahkan sampai melepaskan rotinya dari daging burger tersebut, sepertinya mencoba memastikan apakah burger tersebut layak dimakan atau tidak.
Rendy kemudian membuka mulutnya dan memasukkan burger tersebut ke dalam mulutnya. Rendy terlihat terdiam selama sesaat, mungkin ia merasakan keraguan sebelum akhirnya mulai menggigit daging burger beserta rotinya tersebut.
Ia mengangguk-angguk pelan sambil terus mengunyahnya, gak ada masalah sih Ci sejauh ini. Burger ini enak juga rasanya. Dalemnya juga keliatan normal-normal aja. Ujarnya kemudian setelah ia menelan potongan burger yang telah ia kunyah itu.
Bisa aja dia ngasih racun ato apaan ke dalam burger kan? Tanyaku masih tetap mencurigai burger tersebut.
Hm, ada kemungkinan sih. Tapigua aseli kelaperan Ci. Kalaupun ada racun ato apa, nanti aja deh, biar gua makan dulu. Ujarnya sebelum ia benar-benar melahap burger tersebut dengan kecepatan yang luar biasa.
Rasa kelaparan memang bisa membuat seseorang melakukan hal-hal yang diluar kebiasaan. Aku bisa melihat bagaimana Rendy yang begitu kelaparan bisa melahap habis burger itu kurang dari dua menit.
Dan itu tentu saja menggoyahkan keteguhanku untuk menahan diri tidak memakan makanan pemberian orang yang telah menculik dan mengerjai kami.
Rendy kali ini berusaha meraih botol yang berisikan air bening tersebut. Ia membuka tutup botol tersebut dan menciumi bagian dalam botol. Gak berbau, ujarnya memberikan informasi kepadaku sebelum ia mulai meminumnya.
Rasanya sih normal-normal aja Ci. Lanjutnya kemudian terus meneguk minuman tersebut hingga habis sepertiga botol.
L-lu yakin Ci lu ga-gak mau makan? Waktunya gak lama lagi lho Ci.
Aku terus memperhatikan Rendy, berusaha memastikan bahwa burger dan air tersebut tidak memberikan efek-efek kejutan kepadanya.
Berdasarakan pengamatan singkatku, Rendy terlihat normal-normal aja sih. Sehingga membuat pendirianku benar-benar goyah. Aku ingin bertahan, namun menyadari bahwa perutku butuh asupan.
Aku memejamkan mata sambil menarik nafas panjang sebelum mulai melangkahkan kaki, menyeret rantai yang mengikat kakiku. Masih dengan ragu-ragu aku berusaha meraih bungkusan berisikan burger tersebut.
Aku membuka bungkusannya hingga terlihat sebuah burger di dalamnya. Dan memang aromanya terlihat normal selayaknya burger. Dan aku pun kemudian mulai membuka mulutku dan menggigit sebagian kecil burger tersebut.
Sambil memejamkan mata, aku mulai mengunyah potongan kecil burger tersebut. Berusaha mencari rasa yang aneh pada burger tersebut. Tapi ucapan Rendy memang benar, rasanya normal-normal saja, sehingga membuatku memiliki keberanian untuk menggigit potongan burger lebih besar lagi.
Dan sepertinya rasa kelaparan juga telah membuatku melakukan hal-hal di luar kebiasaanku. Aku tidak pernah membiarkan diriku makan selahap ini sebelumnya, namun rasa kelaparan membuatku tidak lagi memperdulikan norma-norma maupun sikap-sikap yang harus diperlihatkan seorang wanita.
Aku tidak menyangka aku mampu menghabiskan sebuah burger dalam waktu sesingkat ini. Rasanya lega sekali saat perut sudah terisi kembali. Ini minumnya Ci. Aku baru menyadari Rendy terus memperhatikan diriku selama melahap burger. Ia menggelindingkan botol air tersebut ke arahku.
Kali ini tanpa banyak berpikir aku langsung membuka tutup botol dan menenggak isinya. Membilas tenggorokanku yang baru saja dilewati oleh sebuah burger. Aku bersyukur kali ini aku tidak menemukan kejutan lainnya.
Sudah kenyang? Jadi mari kita lanjutkan permainan kita. Aku dan Rendy kembali terkejut saat suara orang tersebut kembali menggema di dalam ruangan. Disaat mood-ku mulai membaik, langsung kembali merasakan kewaspadaan.
Permainan kita kali ini. truth or dare. Aku tidak mengerti. Aku mengetahui permainan truth or dare ini, namun apa maksudnya melakukan permainan ini kepada kami saat ini.
Siapa yang mau memulai pertama? Tanyanya kemudian kepada kami.
Kenapa lu mikir gua mao ngikutin permainan lu? Aku bertanya balik kepadanya. Perut kenyang rupanya cukup menumbuhkan keberanian di dalam diriku.
KYAAAAAAAAHHHH!!
Rasa sakit yang menyengat sekujur tubuhku secara tiba-tiba membuatku menjerit sekeras-kerasnya. Aku juga melihat Rendy pun mengalami hal yang sama denganku. Dia pun terlihat meringkukkan tubuhnya, yang sepertinya sedang menahan rasa sakit sama sepertiku.
Gua ulangin sekali lagi. Elu berdua itu bahan eksperimen gua. Bahan eksperimen gak punya hak nanya-nanya. Apalagi sok ngelawan. Rantai lu berdua itu udah gua sabungin ke kabel listrik. Sekali lagi lu bersikap kaya gitu lagi gua setrum lu ampe kering.
Aku tidak mampu membalas ucapannya. Dengan nafas tersengal-sengal, aku masih merasakan sakit yang terus membekas rasanya.
Kenapa? KENAPA GUA YANG ELU TANGKEP? APA ELU TAU SIAPA GUA? Jeritku kembali meluapkan rasa emosiku.
AAAAARRRGGGHHHH!! Kali ini Rendy yang menjerit dengan tubuh kejang-kejang.
Gua kasih tau. Kalau elu bikin ulah, temen lu itu yang bakalan gua kasih hukuman. Begitu juga sebaliknya. Jadi kalau gak mau temen lu mampus kering gara-gara kelakuan lo, mending lu jaga sikap.
Aku langsung didera rasa bersalah saat melihat bagaimana Rendy nampak kesakitan. Aku mengetahui dengan jelas bagaimana rasa sakit yang ia rasakan, karena aku juga baru merasakannya.
Dia kembali membuatku merasa tidak berdaya. Dan yang bisa aku lakukan lagi-lagi cuma bisa menangis. Huuuuuu.kenapa? Kenapa gua yang lu tangkep? Huuuuu.
Karena elu anak tunggal dari Darmono Setyahadi. Salah satu orang terkaya di Indonesia. Aku tersentak terkejut. Jadi mereka memang mengincar diriku karena harta papa.
Kalau lu emang ngincer duit, kenapa lu gak minta tebusan aja? Kenapa lu pake maen-maen kaya gini? Tanyaku lagi.
UWAAAAAAAAAAAA!! Dan aku lagi-lagi tersentak saat mendengar Rendy menjerit keras. Orang tersebut kembali menyiksa Rendy karena pertanyaanku.
STOOOOPPP!! Jeritku berusaha agar ia menghentikan siksaan terhadap Rendy.
Stopp pliss uhuhuhuuuu. Stopp pliisss huuuuu. Aku hanya mampu menangis sambil bersujud dengan kedua tanganku menutupi wajahku.
Bagus. Karena sikap lu, elu yang pertama mulai permainan ini. Jadi elu milih truth atau dare? Tanyanya kemudian.
Ya Tuhaaaannn, sampai kapan aku harus ngalamin hal kaya gini sihh? Aku terus meratapi kemalangan yang menimpaku ini tanpa memperdulikan pertanyaan orang tersebut.
AAARRRGGGHHH!!! STTOPPPP PLISSSSAAAAARRGGHHH!!
Aku kaget menyadari ia kembali menyiksa Rendy. TUNGGU!! STOOOPP PLISSS!!! TRUTH!! GUA PILIH TRUTH!! Jeritku berusaha menghentikan siksaan terhadap Rendy lagi.
Bagus. Kalo lu nurut kan temen lu gak perlu kesakitan kaya gitu. Pilihan yang bagus.
Oke kalau elo milih truth. Pertanyaannya adalah.
Apa elu masih perawan?
Apa?! Pertanyaan macam apa itu?? Pikirku membuat emosiku naik.
Apa gak ada pertanyaan selain pertanyaan cabul kaya gitu? Tanyaku merasa sebal sekali mendengar pertanyaan menjijikkan seperti itu.
Hadeuh. Gua males ngomong hal yang berulang-ulang terus. Apa perlu temen lu kesakitan lagi biar lu bener-bener nyadar? Aku sedikit tersentak mengingat bagaimana Rendy terllihat begitu kesakitan.
Aku menyadari lagi-lagi aku tidak dapat berbuat apa-apa selain menuruti keinginan cabulnya ini. Aku memalingkan muka membelakangi Rendy. Aku tidak kuasa menahan rasa malu harus menjawab pertanyaan paling pribadi di depan seorang pria, yang bahkan bukan pria dekatku.
1.
2
Masih. Gua masih perawan. PUASS??!! Jawabku dengan penuh emosi.
UWAAAARRRRGGGHHHH!!! Lalu aku kembali terkejut saat melihat Rendy kejang-kejang lagi. Aku tidak mengerti mengapa ia kembali menyiksa Rendy seperti ini.
STOOOOPPP!! Jeritku lagi.
Gua kan udah jawab pertanyaan lu!! Ujarku mempertanyakan alasan ia menyiksa Rendy lagi seperti itu.
Elu yang kayanya gak paham-paham apa yang gua omongin. Serius, apa anak Darmono emang se-idiot itu sampe gak paham apa arti dan maknanya truth? Aku langsung menelan ludahku mendengar jawabannya itu. Keringat dingin seketika merambat menjalari pori-proriku.
Gua tau segalanya tentang elu, Oktarina Kaylila Setyahadi. Memiliki nama kecil dan nama panggilan Onci. Lahir tanggal 12 Oktober 1999. Di rumah sakit Pondok Indah. Dari pasangan Darmono Setyahadi dan Monika Priscillia. Golongan darah B. Dari TK sampai SMA sekolah di Rafles International School. Kuliah di Universitas Indonesia semester 6. Dan belum lama putus dari cowo yang namanya Nabil Prasetyo.
Dan gue jelas tau apa yang terjadi di hotel Grand Hyatt lantai 24 kamar 23 waktu tahun baru kemarin. Jadi kalau elu milih tantangan truth dan elu bohong, gua jelas bakalan tau. Aku terhenyak dan terdiam. Aku tidak mengerti darimana ia mengetahui cukup detil tentang diriku.
Bahkan sampai kejadian waktu itu, entah bagaimana ia bisa mengetahui hal yang hanya diketahui olehku, Nabil, dan juga.. kedua sahabatku.
Apa mungkin Nina atau Eni..
Jadi gua ulang sekali lagi dan untuk terakhir kali. Apa elu masih perawan? Pertanyaan orang itu kembali langsung menghentikan semua pemikiranku.
Haruskah aku menjawab pertanyaan menjijikkan ini?
Jelas dia tahu semuanya. Bohong juga gak ada gunanya lagi kalau begini.
Ja-j-jangan Ci. Jangan lu jawab pertanyan dia Ci. Lu gak sepantesnya dipermainkan kaya gini ama orang cabul kaya dia. Aku terkejut dan menatap ke arah Rendy yang juga sedang menatap tajam ke arahku.
Kita jangan ikutin permainan murahan kaya gini lagi. Kita harus bertahan. Aku gak apa-apa Ci. Kamu gak usah mikirin aku Ci. Yang penting kita harus kuat Ci.
Re-Rendy? Harus aku akui, bahwa aku terkejut Rendy bisa terlihat dapat diandalkan seperti ini jika ia mau. Aku tidak melihat sikap kikuk dirinya yang biasa. Yang aku lihat adalah seorang pria dengan sorot mata tajam serta sikap tubuh yang tegap.
Wah wah waah. Gua jadi terharu. Ujar pria brengsek itu sebelum Rendy tiba-tiba berteriak kembali dengan tubuh kejang-kejang. Namun kali ini aku melihat Rendy berusaha sekuat tenaga menahan sakit terkena sengatan listrik yang aku tahu pasti sangat menyakitkan.
Cukup. Desisku sambil memalingkan wajahku, tidak tega melihat Rendy yang kesakitan.
CUKUUUUUUPP!! IYA GUA UDAH GAK PERAWAN LAGI. NABIL UDA NGERENGGUT PERAWAN GUA. DIA UDAH BERKALI-KALI MAKE GUA. PUAAASS LO HAH? PUAAASSS??!! jeritku sebelum tubuhku jatuh berlutut dan menangis menggerung-gerung. Mengeluarkan segenap emosiku.
Onci. kenapa lu jawab? Ujar Rendy dengan tubuh yang masih meringkuk kesakitan. Aku tidak bisa menghentikan tangisanku.
Bukannya perasaan lu jadi lebih enak, setelah lu udah ungkapin penyesalan lu? Lu ngerasa nyesel kan, udah nyerahin perawan lu ke cowo yang lu sebut lemah itu? Ujar pria brengsek itu melalui speaker.
Dalam tangisanku pun rupanya aku masih mampu untuk berpikir. Mengenai Nabil lemah juga hanya pernah aku ceritakan kepada dua orang sahabatku itu.
Siapa dia sebenarnya sih? Aku berusaha memikirkan jawaban dari pertanyaanku itu, namun dengan cepat kembali disela oleh pria brengsek itu.
Sekarang giliran lo, Rendy Christofer Suryadarma. Sama seperti Onci, gua juga tau segalanya tentang lu. Jadi kalo lu ada ide aneh-aneh kaya yang Onci lakuin tadi. Yah karena Onci itu wanita, gua tetep bakalan nyetrum lo Ren, HAHAHAHAHAHAHA.
Aku langsung menatap wajah Rendy saat mendengar ucapannya itu dengan wajah khawatir. Aku bisa melihat bagaimana wajah Rendy terlihat begitu tegang. Apa maksudnya ini? Bukankah tadi dia bilang kalo Rendy macem-macem, yang kena dampaknya adalah aku?
Lu pilih truth? Atau dare?
G-g-gua pilih dare. Ujar Rendy kembali terlihat kikuk. Berbeda sekali dengan Rendy yang tadi sedang menyemangatiku.
Pilihan yang bagus. Gua tahu jelas kenapa lu lebih milih dare daripada truth. Pengecut kaya elu udah bisa langsung kebaca ama gua. Tapi gua bakalan bikin lu nyesel udah milih dare. Tubuhku langsung merinding mendengar ancamannya seperti itu.
Gua tantang lu untuk….. coli di depan Onci sambil bayangin Onci. Lu sebut-sebut nama Onci ampe elu ngecrotin muka Onci pake pejuh lu.
Bagaikan petir yang menyambar telak tubuhku dan juga Rendy, kami benar-benar terkejut sampai tak mampu berkata apa-apa mendengar tantangan dari pria mesum itu. Aku bahkan sempat berpikir bahwa orang itu memiliki kelainan seksual, atau bahkan sering mengalami pelecehan seksual selama hidupnya yang menyedihkan itu.
Gua gak akan ngikutin permainan menjijikkan lo itu. Seru Rendy aku lihat dengan sorot mata tajam. Aku kembali melihat sosok Rendy yang tegap saat ini, dan itu membuatku sedikit merasakan takjub. Rendy bagai memiliki dua kepriabadian yang bertolak belakang.
UAAAARRGGGGHHHHH!! NGGGHHHH!!!
Pria mesum itu langsung menghukum Rendy dengan menyetrum tubuhnya kembali, dan itu langsung membuatku menjerit-jerit, STOOOOPP!!! HENTIKAN!!! PLISSS STTOOOOOPP!. Rendy terlalu sering menerima sengatan listrik itu. Aku tidak tahu sampai kapan tubuhnya akan bertahan seperti ini. Dia bisa mati.
RENDY! LAKUIN AJA REN! LAKUIN DEPAN GUA, CEPEETT!! LU BISA MATI RENN! Jeritku kepada Rendy. Aku lebih rela dipermalukan dengan Rendy melakukan masturbasi di depanku, bahkan bila Rendy sampai menodai tubuhku dengan semburan spermanya sekalipun, daripada melihatnya tewas sia-sia, terlebih lagi Rendy ikut diculik karena ingin menolongku awalnya.
NGGGHH!! GAKKK. Gua…. gak ba-kal…. nodain… ke-hormatan…lu. NGGHHH!! Rendy terus bersikukuh untuk menahan rasa sakit. Aku sampai meremasi pahaku sendiri melihat perjuangan Rendy itu.
Nafas Rendy langsung tersengal-sengal dan terbatuk-batuk ketika pria tersebut akhirnya melepaskan siksaannya. Tubuhnya masih gemetaran, bahkan sesekali masih terlihat kejang-kejang. Aku kesal sekali merasa tidak berdaya untuk membantu dirinya.
Apa susahnya sih? Lu tinggal buka celana trus lu ngocok di depan Onci. Lu suka kan sama dia? Ini gua kasih lu kesempatan buat ngecrotin pejuh lu di muka Onci, goblok. Sok-sokan nolak. Ujar pria mesum tersebut membuatku geram sekali jadinya.
Lu tetep gak mau ngelakuin tantangan dare gua? Perlu gua setrum ampe bodi lu kering? Ancamnya lagi.
Gu-gua gak akan nodain kehormatan Onci seperti itu. Dasar laki-laki mesum cabul sakit jiwa. Gua justru akan ngelakuin challange dare dengan menolak semua challange yang elu kasih ke gua. Terutama challange yang akan mempermalukan Onci. Aku benar-benar terkejut sampai ternganga mendengar keteguhan hati Rendy. Aku tidak menyangka Rendy memiliki sifat teguh dan terhormat seperti ini. Ternyata Rendy bukanlah pria cupu seperti yang aku kira selama ini. Dia bahkan jauh lebih terhormat daripada si brengsek Nabil.
Suasana seketika hening setelah Rendy menetapkan keputusannya itu. Si pria mesum itu bahkan tidak mampu membalas kata-kata Rendy.
Gua… salut ama lu. Jarang gua liat cowo yang punya keteguhan kaya elo. Ujarnya kemudian, memecahkan keheningan. Nada suaranya bahkan terdengar tenang, tidak seperti sebelumnya.
Aku pun ikut tergerak hatinya, melihat keteguhan Rendy mempertahankan keputusannya itu walaupun terus disiksa. Benar apa yang dikatakannya, aku tidak pernah menemukan satu pun pria dengan keteguhan hati sepertinya.
Gua… akan udahin permainan hari ini. Karena jujur gua salut ama lu Ren. Ucapannya memberikan rasa lega di hati. Walaupun kenyataannya aku dan Rendy masih tetap sebagai tahanan pria tersebut.
Sayangnya itu cuma harapan elu berdua doang.
KYAAAAAAAAAAAAA!!
AAAAARRGHHH!!
Belum selesai aku mencerna ucapannya tersebut, tanpa terduga ia kembali menyetrumku dan juga Rendy. Rasa sakit dan panas seolah membuat seluruh darahku mendidih dan menguap. Kepalaku rasanya sudah hampir meledak. Pandangan mataku juga sudah menggelap. Aku bahkan sudah memasrahkan diriku jika memang ini adalah waktuku.
Namun secara tiba-tiba pula sengatan menyakitkan tersebut lenyap. Hanya tinggal menyisakan rasa shock yang hebat. Jantungku sudah tidak lagi beraturan rasanya. Aliran darahku terasa mendidih hingga membuat tubuhku tetap kejang-kejang walaupun pria mesum tersebut telah menghentikan sengatan listriknya terhadapku.
Aku sudah tidak merasakan apa-apa lagi sebelum mataku benar-benar menggelap dan aku pun kehilangan kesadaran lagi.
Entah berapa lama aku tidak sadarkan diri, tapi aku langsung terbangun ketika mendengar bunyi gesekan logam berderit cukup keras. Rasa trauma yang membekas membuatku reflek bergeser ke pojokan lagi.
Aku melihat dua buah botol menggelinding dari luar, sebelum aku melihat ke arah Rendy, yang ternyata juga sedang menatapku. Lo gak apa-apa, C-Ci?
Karena aku terbangun tiba-tiba, membuat kemampuan berpikirku belum bisa berfungsi normal. Butuh waktu sebelum aku mulai mengingat lagi kejadian-kejadian yang telah aku alami. Saat aku mengingat kejadian sebelum aku pingsan, itu membuat bulu kudukku kembali merinding. Rasa sakit disetrum, begitu membekas pada tubuh dan pikiranku.
O-onci. Lo gak apa-apa? Masih berasa sakit? Tanya ulang Rendy.
Engg iya Ren, gak sakit lagi sih, tapi kayanya masih ngebekas aja rasanya Ren.
Kamu gimana? Kamu kan lebih parah dari aku Ren? Tanyaku balik. Pandanganku terhadap Rendy kini sudah berubah 180 derajat.
G-gak. Gu-gua gak apa-apa juga kok.
Dia mau bikin apa lagi? Ngasih dua botol air. Satu agak kemerahan, satu bening. Ujar Rendy kemudian membahas dua buah botol air yang baru diberikan kepada kami itu.
Apaan yang merah itu Ren? Tanyaku.
Rendy tidak langsung menjawabku, dan segera beranjak untuk meraih botol tersebut.
Namun suara pria mesum itu melalui speaker menghentikan gerakan Rendy. Good morning ladies and gentlemen.
Atau good night? Hm, gak masalah lah morning atau night. Iya kan? Karena sudah saatnya kita lanjutkan permainan kita ke babak berikutnya. Sebuah suara terompet menyalak sesaat setelah pria mesum itu berbicara. Seolah-olah merupakan sebuah tanda dimulainya acara.
Seperti yang pasti udah lu berdua lihat. Ada dua buah botol yang berisikan air berwarna kemerahan, dan air bening. Permainan kali ini adalah A Deathly Hallow.
Aku dan Rendy saling menatap satu sama lain. Sepertinya kami sama-sama tidak memahami maksudnya.
Pasti kalian udah pernah nonton film Harry Potter and the Half-blood Prince kan? Ada satu adegan dimana sang profesor harus berkorban demi Harry Potter untuk mendapatkan sebuah harta penting di sebuah Gua. Harta penting untuk bisa meraih kebebasan dari cengkeraman si penyihir hitam Voldemort. Nah, ini adalah permainan yang mirip. Ingat, salah satu dari elu berdua harus ngelakuin persis caranya seperti yang dilakuin si Profesor buat dapetin harta itu.
Gua ulangin sekali lagi. Lu berdua harus melakukan PERSIS CARANYA, seperti yang dilakuin si Profesor. Kalau ada yang melanggar, yah lu tau lah gua bukan orang yang seneng ngumbar ancaman kosong.
Selamat berjuang.
Suara terompet kembali menyalak nampak menjadi penutup narasi yang ia lakukan.
E-elo paham Ci maksud dia? Tanya Rendy kepadaku.
Gua emang pernah nonton film Harpot itu. Tapi udah rada-rada lupa. Udah lama banget. Si profesor yang dimaksud pasti Profesor Dumbledore. Di seri Half-blood Prince Profesor Dumbledore ngorbanin diri mati di tangan Profesor Snape. Maksudnya salah satu dari kita…. musti mati? Aku berusaha mengartikan ucapan si pria mesum brengsek itu.
Gua rasa bukan begitu. Apa Profesor Dumbledore itu ngorbanin diri mati di tangan Profesor Snape di Gua? Tanya Rendy lagi.
Hmm, kalo gak salah di Hogwarts sih, bukan di Gua.
Tadi dia bilang si Profesor harus berkorban demi Harry Potter untuk mendapatkan harta di Gua, Ci. Ada adegan yang berhubungan ama Gua gak?
Aku langsung menyadari sesuatu. Kami melupakan petunjuk awal si pria mesum tersebut. Aku lalu melihat dua buah botol tersebut. Aku paham Ren maksudnya.
Emang di Half-blood Prince itu ada adegan di Gua. Profesor Dumbledore ama Harry datang ke gua buat nyari kalung di dalem gua itu. Di situ Profesor Dumbledore harus minum cairan beracun di sebuah wadah ampe habis, buat dapetin kalung yang adanya di dalem wadah itu.
Oh, jadi… kita musti minum air merah itu, sebagai perumpamaan racun, untuk bisa dapetin apapun yang ada di dalem botol. Bener gak? Sambung Rendy kemudian.
Mungkin…
Rendy lalu berjalan dan meraih botol berisikan cairan berwarna merah itu, dan kemudian membolak-balikan botol tersebut. Matanya menyipit saat ia sepertinya melihat sesuatu di dalam botol.
Kunci… Ci. Di dalemnya ada kunci. Seru Rendy.
Kita buang aja airnya, Ren. Daripada diminum. Kita juga gak tau air apaan itu kan? Ujarku.
T-tunggu Ci. Elo tahu kan dia selalu merhatiin kita lewat kamera. Dia juga bisa denger ucapan kita. Jadi kalau kita buang, dia pasti bakalan nyetrum kita lagi. G-gua sih gak masalah kena setrum lagi. Tapi gua… gak mau elo kesakitan kaya tadi lagi, Ci.
Ngeliat lo begitu kesakitan disetrum kaya gitu ampe pingsan. Itu…. bagaikan pemandangan horor banget buat gua Ci. Mending gua yang disiksa. Gua gak punya pilihan, Ci.
Aku hanya bisa menatap Rendy. Belum pernah ada pria yang benar-benar perhatian terhadapku selain karena harta dan juga tubuhku. Rendy terlihat berbeda dari pria lainnya. Walaupun ia terlihat cupu, namun kedewasaannya sungguh jauh berbeda.
Rendy….. Rasanya aku sudah hampir menangis. Pria yang selama ini tidak pernah aku anggap, bisa memiliki perasaan sedalam ini terhadapku. Membuatku jadi merasa malu sendiri pada sikapku terhadapnya dulu.
Gak apa-apa Ci. Gua yakin kok air merah ini gak seburuk dugaan kita. Bentar aku lihat dulu. Ujarnya sambil membuka tutup botol dan membaui aroma air di dalam botol tersebut.
Ini…. air cabai.
Ha? Serius Ren? Ohhh aku paham sekarang. Air racun di dalam film Harry Potter and the Half-blood Prince itu diganti dengan air cabai. Walau mungkin tidak beracun seperti di dalam film, namun tetap saja meminumnya sebanyak itu membutuhkan usaha keras bagi kami berdua.
Mungkin bagi sebagian kecil penyuka masakan pedas tidak seberapa dampaknya. Tapi pria mesum ini jelas memang mengetahui segala hal tentang kami berdua. Termasuk dimana kami berdua tidak tahan terhadap cabai. Aku mengetahui hal ini tentang Rendy saat aku sedang memanfaatkan dirinya bersama sahabat-sahabatku dulu, ketika kami sedang makan bakso. Dan Eni dulu sering mengatakan bahwa kami berjodoh dan sebagainya hanya karena kami sama-sama tidak suka makanan pedas.
Jangan lo minum Ren! Elu kan gak kuat ama pedes. Seruku cepat, berusaha untuk mencegah tindakannya yang sudah menempelkan ujung botol di bibirnya.
Rendy menatapku sesaat, seperti yang gua bilang tadi Ci, gua… gak punya pilihan lagi. G-gua gak bisa lihat lu kesiksa lagi. Dan Rendy langsung menenggak air cabai itu tanpa dapat aku cegah lagi. Aku hanya menatapnya dengan tatapan ngeri dan khawatir. Aku bahkan sampai meremas-remas bajuku sendiri.
Baru beberapa teguk, Rendy langsung melepaskan botol itu dari mulutnya dan langsung muntah-muntah. Rendy! Renn udah jangan lu terusin. Seru diriku kuatir dan berusaha mendekatinya.
G-g-gua m-masih kuat. Jawabnya sambil mendorongkan tangannya ke arahku, memberikan tanda agar aku menjauh.
Rasa kesal karena merasa tidak berguna, membuatku langsung teriak sekeras-kerasnya, hingga membuat Rendy terkejut dan menatapku. Emosi yang meluap tanpa mampu berbuat apapun untuk membantunya, akhirnya hanya bisa menangis.
O-O-Onci?
Gua kesel Ren. Elu ngelakuin hal yang ngebahayain diri lo gitu. Gua benci dia, si bajingan mesum. GUA BENCIIII!!! Jeritku lagi menumpahkan segala emosi.
M-ma-makasih Ci. Se-seneng rasanya diperhatiin ama lo gini, Ci. Dan itu malah b-bikin gua makin semangat, biar lo gak disiksa lagi ama itu orang. Jawab Rendy sambil tersenyum kecil.
RENDY JANGAN!! Teriakanku tidak mampu menghentikan Rendy yang kembali menenggak cairan cabai itu. Kali ini aku melihat bagaimana Rendy benar-benar berusaha keras menghabiskan air cabai di dalam botol air mineral ukuran 600 ml.
Rendy langsung melompat ke belakang, terbatuk-batuk dan kembali muntah-muntah usai menghabiskan air cabai tersebut. Ren, cepet minum air putih itu Ren. Seruku sambil mendorongkan botol air bening ke arahnya.
Rendy langsung menenggak air mineral tersebut, sebelum tiba-tiba ia menghentikan ketika air masih tersisa lebih dari setengah. Ma-maaf Ci gua… ampir keterusan minum ini air. Ini… buat lu.
Ya ampun Rendy, kamu masih tetap mikirin aku…
Gak apa Ren. Lo abisin aja airnya. gua gak haus kok. Beneran. Jawabku dengan nada lembut. Tidak pernah aku merasa selembut ini terhadap pria manapun sebelumnya, termasuk dengan Nabil.
Rendy terlihat ragu-ragu. Ia menatapku, seolah ingin memastikan aku memang sedang tidak membutuhkan air. Aku langsung tersenyum kecil sambil menganggukkan kepala. Rendy pun langsung kembali menenggak air mineral tersebut sampai habis.
Haaahh… Ma-maaf airnya gua habisin. Saat melihat kelegaan pada wajah Rendy, aku pun seolah bisa ikut merasakannya.
Gak apa Ren. Elu gak apa-apa?
Rendy yang masih sedikit terangah-engah hanya menggelengkan kepalanya sebelum ia menjawab pertanyaanku itu, gak Ci, g-gak apa-apa.
Sesaat kemudian Rendy langsung terlonjak dan meraih botol bekas berisikan air cabai tadi. Ia mengeluarkan sebuah kunci dari dalam botol.
TEEEETTTTT!!
Bunyi terompet keras kembali mengejutkan kami berdua. Yak, kalian lulus. Silahkan kalian menikmati hidangan selanjutnya.
Apa maksudnya menikmati hidangan selanjutnya? Permainan menyebalkan apa lagi yang ia rencanakan terhadap kami berdua?
Ci… ini… tangkap kuncinya. Ujar Rendy membuyarkan lamunanku, sambil tangannya bersiap-siap untuk melempar kunci.
Elu aja dulu coba Ren.
Gak Ci, elu itu prioritas gua sekarang. Ini, tangkap ya…
Belum sempat aku membantahnya, Rendy telah melemparkan dengan pelan kepadaku kunci tersebut. Kunci yang diperoleh melalui pengorbanan Rendy.
Hatiku sempat merasakan kegembiraan ketika kunci tersebut memang pas dengan gembok di kakiku. Namun aku langsung kecewa ketika aku tidak dapat memutar kunci tersebut.
Gak bisa Ren. Kuncinya bukan buat gembok gua. Ujarku lemas. Coba di gembok lu mungkin Ren?
Aku melemparkan kunci itu kembali kepada Rendy. Rendy pun langsung mencoba kunci itu untuk membuka gembok yang membelenggu kaki kirinya tersebut.
KLEK!
B-bi-bisa Ci. Kebuka. Aku terkejut sekaligus sedih ternyata kunci tersebut bisa untuk membuka gembok di kaki Rendy.
Oh? Ya bagus deh Ren, jadi kaki lo gak terbelenggu lagi. Rendy langsung menatapku dengan pandangan mata sedih.
Mustinya gembok elu yang kebuka Ci. Gua rela. Ujarnya pelan. Dan aku pun hanya membalas dengan sebuah senyuman kecil.
Sama aja Ren. Sekarang lu kan bisa bebas. Lu mungkin bisa cari cara biar kita bisa keluar dari tempat sialan ini. Ujarku sungguh-sungguh.
I-iya… juga ya. Mungkin gua bisa dapet cara bebasin lo Ci. Tu-tunggu ya.
Rendy kemudian berdiri dan mulai berjalan mengelilingi ruangan kembali mencari-cari sesuatu diantara tumpukan-tumpukan dus ataupun barang-barang lain.
Mengingat kejadian sebelumnya, membuat rasa pesimis merajai hatiku. R-Ren…kamu ngapain? Hati-hati Ren, inget kasus handphone sebelumnya kan?
Ucapanku menghentikan langkah Rendy, dan kemudian menghadap ke arahku. I-iya juga sih. Tapi g-gua gak bisa diem aja Ci. G-gua musti cari cara bebasin lu dulu.
Tiba-tiba lampu meredup dan membuat kami waspada seketika. Aku kembali teringat akan suster ngesot sebelumnya, dimana mirip dengan sekarang keadaannya. Aku langsung bersiaga hingga merapat ke dinding belakang. Begitu juga aku lihat Rendy langsung bergerak mundur dan mencari-cari sesuatu yang bisa ia jadikan senjata.
Kemudian sebuah sinar muncul dari atas pintu. Aku baru menyadari jika di atas pintu besi ini ada sebuah lubang kecil. Sinar itu memancar ke arah dinding di seberangnya.
Aku terkejut melihat ada tulisan di dinding tempat jatuhnya sinar tersebut. Sepertinya sinar itu merupakan sinar dari sebuah proyektor.
Shall we begin our next game?
Be prepared
For the Game of Lust
Belum sempat aku memahami apa maksudnya, layar kemudian berganti dan mulai memutar sebuah film. Aku dan Rendy terpaku melihat film itu dengan perasaan berdebar-debar menantikan permainan apa lagi yang ia rencanakan.
Di film itu aku melihat ada seorang wanita Asia yang terikat rantai kaki dan tangannya. Mirip dengan keadaanku sekarang. Kemudian ada seorang pemeran pria Asia yang datang mendekati sang pemeran wanita tadi. Pemeran pria tersebut kemudian mulai menjamahi tubuh sang pemeran wanita.
Ya Tuhan, apa maksudnya ini? Ujarku dalam hati menyadari film apa itu sebenarnya. Dan aku yakin Rendy pun menyadari film tersebut saat ia menatapku dengan pandangan mata bertanya-tanya.
Suara desahan sang pemeran wanita ketika pemeran pria mulai mencumbunya membuatku merasa risih sekali berada di dekat Rendy. Aku memang pernah beberapa kali menonton film-film dewasa, terutama ketika bersama Nabil dulu. Namun aku tidak pernah menyaksikan film dewasa bersama pria lain sebelumnya.
Aku merasa Rendy pun memikirkan hal yang sama. Itu terlihat dari sikapnya yang semakin kikuk. Ia berusaha mengabaikan film tersebut dan kembali mencari-cari diantara tumpukan barang.
Aku tidak paham apa maksudnya memutar film dewasa seperti ini. Apakah dia bermaksud memancing gairahku ataupun Rendy? Walau kami hanya berduaan saja tapi mana mungkin kami terpancing dalam situasi seperti ini. Bahkan dalam situasi normal sekalipun. Ini menjijikan sekali, dan trik murahan, pikirku.
Kondisi seperti ini membuatku mengurangi kewaspadaanku. Aku kemudian terduduk sambil menunggu Rendy yang sedang mengelilingi ruangan. Saat aku memikirkan bagaimana agar dapat bebas dari sini, tiba-tiba aku teringat sesuatu.
Kalau memang setan suster ngesot itu hanya permainan dari si pria mesum, artinya ada orang yang berpura-pura menjadi suster ngesot itu.
Bagaimana cara ia tiba-tiba menghilang dari ruangan ini tanpa kami sadari sama sekali?
Tidak mungkin ia melewati pintu besi ini. Aku jelas akan menyadari apabila pintu besi ini bergeser terbuka. Tapi saat itu lampu hanya padam selama sesaat, dan setan jadi-jadian itu tiba-tiba saja menghilang.
Apakah ia masih bersembunyi di sini? Di ruangan ini?
Bulu kudukku langsung merinding memikirkan pertanyaan itu.
RENDY STOP! Seruku cepat menghentikan Rendy.
Rendy melihat ke arahku perlahan. Nafasnya sedikit memburu aku lihat, mungkin karena kelelahan berkeliling kesana-kemari. Dengan sebuah isyarat tangan, aku memanggilnya untuk mendekatiku.
Ren, ada yang jadi pikiran gua sekarang. Bisikku di telinganya. Menyadari pria mesum itu pasti mendengarkan tiap pembiracaan kami.
Masalah suster ngesot waktu itu. Aku bisa merasakan Rendy sedikit tersentak terkejut awalnya.
Kalau memang suster ngesot waktu itu bagian dari permainan si mesum, artinya itu bukan setan beneran kan? Gimana caranya ia lenyap gitu aja waktu lampu tiba-tiba mati?
Rendy terlihat berusaha memikirkan pertanyaanku itu.
Lampu mati cuma sesaat, tapi itu setan jadi-jadian tiba-tiba lenyap dari pandangan kita kan? Bagaimana kalu setan jadi-jadian itu masih sembunyi di sekitar kita?
Rendy sedikit tersentak begitu mendengar pertanyaanku itu. Dia langsung terlihat waspada, walau aku melihat ada sedikit keanehan pada diri Rendy. Gerakannya terlihat begitu kikuk.
Elo gak apa-apa? Tanyaku kemudian.
Eh? Engg gak apa-apa kok Ci. Aku menyipitkan mataku karena melihat Rendy menjawab pertanyaanku tanpa melihat ke arahku
Ren? Tanyaku lagi penasaran.
Gu-gua g-gak tau Ci. J-jantung gua berdebar-debar gini. Gua rasanya… maaf Ci. Jawaban kikuk Rendy ini semakin membuatku penasaran.
Elu sakit Ren? Tanyaku sambil meletakan tanganku di dahinya untuk memastikan apakah Rendy terkena penyakit demam atau tidak. Tanganku terus bergerak ke lehernya kemudian ke tangannya.
Tiba-tiba Rendy dengan cepat melepaskan paksa tanganku dan menjauh, hingga membuatku semakin heran. Ren? Kenapa? Tanyaku.
Rendy, elu kenapa? Tanyaku merasa kuatir kepadanya.
Eng ma-maaf Ci. Gua. gak bisa deket-deket lu dulu deh.
He? Apa maksud lu Ren? Kenapa gitu? Tanyaku.
Namun Rendy tidak menjawab pertanyaanku itu. Rendy seperti sedang bergulat dengan batinnya sendiri. Ia berjalan kesana-kemari seperti gak ada tujuan. Nafasnya terdengar berat. Bahkan ia seperti mendengus.
Perhatianku kemudian beralih ke layar yang sedang memutar film dewasa. Dimana adegannya sekarang sang pemeran pria sedang menjilati bagian kewanitaan si pemeran wanita. Suara lenguhan dan desahan pemeran wanita terdengar begitu menggema di dalam ruangan ini.
Masa iya Rendy… Tanyaku dalam hati sambil terus memperhatikan kondisi Rendy dari jarak yang cukup jauh.
Ren? Elu.. horny? Tanyaku cukup perlahan tapi masih dapat didengar Rendy.
Aku menunggu cukup lama jawaban Rendy, sebelum ia akhirnya mau menjawab pertanyaanku. G-gak tau Ci. Ra-rasanya. gua. horny gi-gini Ci. Hampir gak tahan rasanya.
Tubuh Rendy semakin membungkuk, hampir seperti sedang bersujud, namun yang aneh tubuhnya terus bergerak maju mundur. Apakah ia sedang menutupi bagian kemaluannya yang sedang menegang? Pikirku. Gak mungkin kan Rendy… mastur?
Gara-gara bokep? Ren?
G-gak tau Ci. E-e-entah kenapa gua jadi horny banget. Apalagi pasehmmaaf ya Ci, gua gak maksud ngelecehin lo. Tapi pas tangan lo nyentuh kulit gua, rasanya.engg.gua.langsung..yah gitu deh.
Ma-maaf Ci. Lo-lo tolong jangan salah paham dulu ya. Rendy buru-buru memberikan penjelasan kepadaku. Aku lebih mengkhuatirkan keadaanya ini, dan bertanya-tanya mengapa Rendy bisa terpancing birahinya hanya dari film dewasa seperti ini? Tidak masuk di akal, terutama dalam situasi sedang disekap seperti sekarang. Tidak mungkin, kecuali.
Obat perangsang kah?
Tapi darimana kalau memang Rendy dalam pengaruh obat perangsang?
Pandanganku langsung beralih ke sebuah botol kosong dengan mulut ternganga.
Kita kejebak Ren! Desisku menyadari sesuatu.
Ren? Boleh gua tanya sesuatu? Tanyaku sambil mendekatinya dan memintanya untuk mendekatiku.
Elu tiba-tiba horny gitu kan, Ren? Gak sebab dari bokep itu kan? Tanyaku dengan suara pelan.
Eeh? gak tau Ci. Ta-tadi gua lagi nyari-nyari di sana, gua gak perhatiin sama sekali, tapi lama-lama jantung gua jadi makin berdebar-debar. Gua rasanya gak bisa berhenti gerak, dan makin… ho-horny. Apalagi pas kesentuh tangan lo. Ma-maaf ya Ci. Jawabannya telah menegaskan analisaku.
Gak usah minta maaf gitu, Ren. Gua tahu ini bukan kemauan lo. Lo kena pengaruh obat perangang, Ren. Rendy terlihat terkejut mendengar ucapanku.
Darimana Ci? Apa dari air cabai itu? Tanya Rendy.
Bukan Ren. Kita bener-bener kejebak ama permainan si pria mesum itu. Kita gak bener-bener perhatiin clue yang dikasih dia. Jelasku.
M-mak-maksudnya?
Persis seperti film Harry Potter, Half-blood Prince, ada adegan si Profesor Dumbledore malah masuk ke dalam jebakan waktu ia terpaksa minum air danau.
Dalam kasus lo, gua yakin dia pasti sengaja bikin lo kepedesan. Biar lo minum air bening itu. Air itu pasti dicampur obat perangsang.
Rendy terlihat sulit mencerna penjelasanku. Tidak bisa menyalahkannya dalam kondisinya seperti ini. Gi-gitu ya? ya udah, elu jauh-jauh duluu Ci. Ujarnya sebelum ia kembali menjauh dan berjalan kesana-kemari. Tidak lama kemudian ia memukul-mukulkan tangannya ke lantai. Aku benar-benar tidak tahan melihat dirinya yang kembali tersiksa oleh pria keparat itu.
SREGG!!
Pintu kecil pada pintu besi itu kembali terbuka, dan sebuah botol berisikan air bening di dorong masuk. Karena airnya bening aku jadi bisa melihat dengan jelas terdapat sebuah kunci lagi di dasar botol.
Gua gak perduli siapa yang lagi haus. Sama kaya tadi, kalo lu buang itu air atau lu gak minum sekarang, gua bakalan nyetrum lu ampe kering. Dan sekali lagi gua bilang, gua gak pernah ngasih anceman kosong.
Ohjadi dia mau bikin gua minum air biadab itu sekarang?
Lu mao nyetrum gua? SETRUM AJA GUA. BUNUH GUA. TAPI GUA GAK BAKALAN NYENTUH AIR YANG UDAH LU CAMPURIN OBAT PERANGSANG ITU! LU DENGER?! Jeritku kepadanya.
Ho? Kayanya lu gak sebego yang gua duga. Tapi resepnya bukan cuma itu. Gua juga campurin ama inex biar makin nampol. Hahahaha. Asal lu tau ya, gua jauh lebih cerdas dari elu. Gua tahu segalanya tentang elu berdua. Mungkin elu gak masalah gua setrum. Tapi temen lu itu jelas gak bakalan biarin lu mati sia-sia. Nah, resep sama, cara sama. Hasilnya? tergantung permainan elu berdua, dan gua tinggal nikmatin adegan serunya nanti.
AARRRRRGGHHH!! ANJINGG LU! BANGSAAAATT!! BANGSAAAAAATTTT!! Aku menjerit-jerit dengan emosi yang meluap.
Belum sempat aku berpikir macam-macam, aku melihat Rendy sudah berada di dekat botol air tersebut. Rendy stop! Jangan lu minum. Biar gua aja yang minum. Elu udah cukup berkorban, Ren. Ujarku dengan cepat, berusaha untuk menghentikan Rendy meminum air biadab itu.
Dia bener, Ci. Kalau bener ini juga berisi campuran obat perangsang ama inex, gua gak akan pernah biarin lo minum air ini, ataupun disetrum lagi. Gua akan terus berusaha menjadi tameng buat lo. Sebuah senyum lembut di bibirnya, sebelum ia langsung menenggak air yang sudah bercampur dengan campuran obat perangsang dan inex itu.
RENDY JANGAN! LU BISA OD REN! LU GILAA!! Aku benar-benar sudah putus asa berusaha menghentikan Rendy. Aku jelas tidak ingin terjadi apa-apa terhadapnya.
Rendy tetap mengacuhkanku dan terus menenggak air tersebut hingga akhirnya habis. Ia berhasil mengeluarkan kuncinya dan melemparkannya kepadaku, sebelum ia lalu melemparkan botol tersebut dan berteriak keras. Air mataku pun tak terbendung lagi Sementara itu film dewasa yang diputar pria mesum bajingan tersebut semakin liar, dan aku kuatir akan membuat Rendy semakin tidak bisa menahan birahinya.
Sekilas terlintas dalam pikiranku, bisa saja Rendy kalah dalam pergulatan batinnya dan memperkosaku, namun segera ku tepis pemikiran seperti itu. Tidak pantas bagiku berpikir buruk terhadapnya.
Aku sudah melepaskan gembokku, namun aku tidak kuasa membantunya selain hanya bisa menatapi dirinya, yang tengah berjuang melawan pengaruh obat perangsang serta psikotropika. Tubuhnya terus bergoyang serta kepala yang terus menggeleng. Rendy bahkan sudah hampir tidak menyadari sosokku.
Namun ketika aku hendak mendekatinya, ia langsung menyadari dan memintaku untuk menjauhinya. Gua gak mau ngelukain atau nodain lo, Ci. Itulah kalimat yang selalu dikatakannya kepadaku.
Hingga akhirnya aku tidak tahan lagi ketika Rendy menyatakan perasaanya kepadaku dan membuatku mengambil sebuah keputusan. Aku akan membiarkan diriku masuk ke dalam perangkap pria mesum keparat itu. Aku berusaha tidak memperdulikan fakta orang mesum tersebut sedang melihat atau tidak saat aku menjadikan diriku alat pemuas nafsu bagi Rendy.
Tanpa aku duga, aku justru terlena dari cara Rendy memperlakukanku. Cara dia mencumbui maupun memberikan rangsangan dengan kedua tangannya itu benar-benar membuat gairahku tidak terkendali. Dalam seketika aku berubah menjadi sosok wanita yang haus akan gairah erotis. Aku bahkan yang menuntun batang kemaluan Rendy memasukin bagian tubuh paling pribadiku.
Dengan liar dan penuh semangat menggoyangkan pinggulku. Tanganku menarik kedua tangan Rendy dan meletakannya di payudaraku, kembali memintanya untuk meremasinya. Dan cara Rendy meremasi payudaraku dengan lembut dan perlahan, membuat goyanganku semakin ekspresif.
Aku menuntun Rendy setiap kali kami berganti posisi. Diawali ketika Rendy menyetubuhiku dari belakang dalam posisi doggy style. Posisi yang menjadi favoritku. Juga ketika dengan Rendy menggendong tubuhku, kemudian menaik-turunkan tubuhku bagaikan sedang menggendong anak kecil. Aku tidak menyangka Rendy sekuat ini. Aku sungguh tidak berdaya dalam posisi ini. Aku bahkan sampai harus menjerit cukup keras, meluapkan rasa geli yang tidak tertahankan.
Dalam posisi inilah aku mendapatkan orgasme pertamaku. Aku kehilangan kesadaran selama beberapa detik saat sekujur tubuhku terasa mengejang kaku dan meledak bertubi-tubi. Tubuhku langsung terasa lemas sekali saat badai orgasme sudah mereda.
Aku baru menyadari bahwa selama aku mendapatkan puncak kenikmatan, Rendy menghentikan gerakannya dan sedang menatapi wajahku. Dan hal itu langsung membuatku merasakan malu. Ihhhhh…kamu kok liatin aku gitu sih? Aku kan lagi jelek pasti tuh mukanya. Rajukku manja kepadanya.
Namun Rendy hanya tersenyum kecil sambil mengecup bibirku. Kamu adalah wanita tercantik yang pernah aku liat, Ci. Aku gak pernah bosen mandangin kamu.
Ihhhh gombal. Kamu sekarang bisa ngegombal nih? Ujarku kembali bermanja-manjaan kepadanya. Membuatnya sedikit terkejut dan membuat wajahnya langsung merona merah.
Ehh..e..eng-enggak gitu sih. T-tapi kamu emang cantik banget kok Ci. Aku sedikit tersenyum mendengar jawaban kikuknya seperti biasa. Saat ini aku merasakan kasih sayang yang begitu besar kepadanya. Entah apa karena dia telah menaklukanku dalam birahi, atau aku memang menyayanginya darii relung hatiku yang terdalam.
Rendy lalu membaringkan tubuhku, sementara dia menaiki tubuhku. A-aku boleh mulai lagi gak? Tanyanya seolah dia membutuhkan persetujuanku.
Ingin aku mengatakan betapa aku telah takluk sepenuhnya kepadanya. Namun yang keluar dari mulutku malah sebuah perkataan yang tidak kusangka akan bisa aku katakan kepada seorang pria. Hamili aku sepuas kamu, sayang.
Entah sudah berapa lama Rendy memacu tubuhku dari atas, sementara kedua kakiku melingkari pinggang Rendy. Permainan Rendy yang tenang dan menghanyutkan ini membuat gairah naik dengan cepat. Desahan-desahan kami seolah saling bersaut-sautan. Peluh benar-benar telah membasahi sekujur tubuh telanjang kami berdua.
Hingga akhirnya tubuh Rendy mengejang kaku, dan menyodokkan batang kemaluannya sedalam-dalamnya di liang rahimku. Aku menyadari bahwa Rendy sedang menggapai puncak kenikmatannya.
Kedutan-kedutan batang kemaluan Rendy ketika berejakulasi menimbulkan sensasi yang luar biasa, membuat badai orgasme kembali melanda tubuhku.
Tubuhku mengejang kaku, kedua kaki menjepit erat tubuh Rendy, sementara badanku melenting ke belakang. Tubuhku berkejat-kejat saat liang kemaluanku menyemburkan cairan kenikmatan, membuatku sesaat serasa hilang kesadaran.
AAAAAAAAHHHHHHHHHH lolongan panjangku bagaikan penutup pada drama persetubuhan kami.
Sebagian tulang ditubuhku rasanya hampir rontok setelah melayani Rendy. Aku tidak pernah menduga Rendy akan seperkasa ini.
Astaga gua gak berdaya sama sekali. Gak pernah gua ngerasa setakluk ini ama cowo.
Aku bahkan membiarkan Rendy membuahi rahimku yang dalam masa subur. Mungkin aku akan menyesalinya nanti, tapi aku tidak kuasa mencegahnya. Aku bahkan membandingkan keperkasaan Rendy dengan mantan kekasihku, Nabil.
Aku lalu mencoba berdiri dan memunguti pakaianku. Aku yakin pria mesum itu pasti puas menyaksikan percintaan erotisku dengan Rendy tadi. Film dewasa yang ia putar juga telah lama hilang dari dinding. Sehingga aku merasa tidak ada perlunya lagi bersikap malu-malu.
Tiba-tiba aku mencium sesuatu. Bau yang pernah aku hirup sebelumnya, hingga aku reflek berbalik untuk mencari sumber aroma ini. Aku terkejut melihat asap tipis keluar dari lubang yang tadinya digunakan untuk menyorot lampur proyektor.
Beberapa saat kemudian mataku tiba-tiba merasa ngantuk. Tubuhku seolah kehilangan tenaga. Disaat seperti ini aku baru menyadari aroma ini dan mengapa aku begitu mengenal aromanya.
Ini.. obat bius yang ….
Hanya itu yang terlintas dalam pikiranku sebelum kehilangan kesadaranku.,,,,,,,,,,,,,,,,,