My Lovely Girls Orange

sebuah tulisan yang awalnya cuma iseng-iseng tapi kemudian terus di lanjut karena permintaan. walaupun sudah tidak punya waktu luang yang banyak seperti dulu namun cerita ini terus di update di situs orange hingga part dua. gak bisa janji apa-apa karena sudah banyak cerita buatan yang akhir-akhir ini terbengkalai akibat padatnya jadwal dan malah post-delete akibat nggak sanggup menulis. jangan ditanya kapan akan jadwal tiap updatenya, akan tidak terjadwal, namun pasti ada.

—————————–MY LOVELY GIRLS———————–

Jam telah menunjukkan lewat pukul 10 malam. Aku menguap sejenak Sambil melepas jemariku dari keyboard laptopku. Tak terasa sejak pulang dari kantor tadi, aku terus berkutat dengan laptopku demi mengecek data-data yang disetorkan oleh sekertarisku tadi siang. Aku melihat ke foto yang ada di dalam pigura di samping meja kerjaku. Sudah belasan tahun sejak foto itu dibuat, aku tidak pernah memindahkannya dari ruang kerjaku di rumah ini.

Dia, gambaran istriku lima belas tahun yang lalu saat kami tengah bulan madu di Bali, cute, beautiful and aku mencintai dia. Istriku adalah wanita yang sangat baik, setidaknya itu yang dikatakan setiap orang di sekeliling kami berdua. Pasca ayahnya meninggal, dia di dapuk untuk menggantikan posisi sang ayah memimpin perusahaan dan menjadikannya bos yang di segani di kalangan para karyawannya. Sisi baiknya adalah saat kami belum mendapat seorang anak, dia yang waktu itu mengunjungi sebuah yayasan panti asuhan untuk memberi sedikit hasil dari perusahaan, tertarik pada tiga anak yatim yang cukup manis tersenyum kepada kami berdua.

“paa… mama mau adopsi mereka ya? boleh ya?” ujarnya kala itu. Aku sempat bingung, tiga anak sekaligus? Apa bisa kami berdua mengurusnya? Tapi dia menyakinkanku bahwa semua akan baik-baik saja.

Kami membawa pulang ketiga anak perempuan yang imut dan manis itu. Beruntungnya mereka bisa memikat istriku, dan ikut dibawa pulang, tentunya tanpa terencana. Yang paling tua, bernama Melody, dia yang paling lucu saat sedang tersenyum. Melody sudah memiliki karisma sebagai leader dan kakak yang baik dalam menjaga adik-adiknya. Yang kedua Veranda, wajah Blesterannya dengan pipi Chubbynya selalu membuat istriku gemas saat tengah bermain dengannya. Yang ketiga Shinta, memiliki wajah oriental, Shinta lebih sering aku panggil Naomi saat bermain bersamaku. Shinta sangat enerjik, saat bermain dia sering berlarian sambil membawa benda milik kakak-kakaknya, dia satu-satunya dari ketiga anak kesayangan istriku yang paling dekat denganku.

“eehh…” aku merasakan sebuah kepala berada di atas pundakku. Aku melirik ke samping dan sosok anak gadisku itu tengah memasang wajah cemberut di sana.

“papa… sibuk terus ya? lebih sibuk dari aku? papa… belum makan malam kan? Ayo dong pa… papa harus jaga kesehatan papa… aku bawain nasi sama bebek goreng kesukaan papa… papa makan dulu ya?”

“nanti ya Mel, papa makan habis selesain pekerjaan papa…”

“papa… waktunya kerja ya kerja… waktunya istirahat ya istirahat… jangan bikin Imel marah ya sama papa… Imel bawel, cerewet demi kebaikan papa… dan…”

“itu amanat yang mama kamu kasih buat kamu, untuk jaga papa kan? Iya iya, habis ini papa makan sayang”

“nah… nunggu di bawelin dulu, baru mau makan…”

Melody, si sulung yang paling bawel dan cerewet untuk memperhatikan kebutuhanku. Dia yang kini sudah bekerja di sebuah perusahaan di bidang pertanian adalah yang paling bawel kepadaku. Veranda maupun Naomi juga tak kalah bawel dari Melody, tapi keduanya tengah sibuk dengan tugas kuliahnya masing-masing sehingga kini sedikit mengabaikanku.

“adik-adikmu sudah tidur?” tanyaku ke Melody.

“hmm… udah kok pa, mereka tidur sehabis ngerjain tugas kampus mereka…”

“awasin perkembangan adik-adikmu ya, maaf papa sibuk sekali…”

“hmm… iya, papa sok sibuk sama kantor sih”

“tugas kantor papa akan ringan kalau kamu nurut omongan papa buat kerja di kantor mama kamu…”

“itu kantor papa sekarang… Melody mau usaha sendiri pa, gak mau dibilang ndompleng sama mama… lagian sepupu mama kan banyak”

“sayang… mama kamu itu anak tunggal, bahkan sebelum dia meninggalkan kita semua, dia belum sempat ngasih kalian bertiga adik yang kalian pinta sebagai kado ulang tahun kalian”

“hmm… maaf ya pa, Melody belum bisa nurutin kemauan papa…”

“nggak apa-apa, papa coba ngerti…”

“Melody ambilin nasinya ya… sekalian nemenin papa…”

“lho… kamu belum makan?”

“belum pa, nggak selera kalau makan sendiri… harus sama papa”

“Melody… Melody”

“hehehe”

Pada akhirnya Melody kembali ke ruang kerjaku sambil membawa apa yang sudah dia janjikan, kami berdua makan bersama. Aku beruntung sayang meski ditinggal kamu, anak-anak kita berdua begitu menyayangiku sepenuh hati. Namun satu hal yang tidak pernah benar juga terjadi di rumah ini, dan aku tak kuasa melawan kehendak mereka bertiga. Warisan sifat yang ditinggalkan oleh istriku tidak selamanya baik, ada buruknya juga. Keras kepala dan Egois. Dua hal yang turun kepada ketiga anak ini benar-benar membuatku kikuk. Semua berawal tiga tahun yang lalu saat aku berniat menikah lagi dan mengutarakan maksudku kepada ketiganya.

“apaaa??? papa mau nikah lagi?” respon Melody.

“hmmm… papa serius???” respon Veranda.

“ahhh… kenapa sih pa? papa nggak sayang lagi sama mama?” respon Naomi.

Aku menjelaskan kepada ketiganya, kepada Melody, Naomi, Veranda. Papanya ini kesepian, butuh perhatian, butuh pendamping selepas mama mereka meninggalkan dunia ini untuk selamanya, bukan berarti tidak menyayangi mama mereka.

“gak… gak boleh, Veranda nggak setuju” ketus jawab Veranda sambil menatapku marah.

“Naomi juga… alasannya sama kayak kak Veranda” kata Naomi sambil menatap kearah lainnya. Aku menoleh ke Melody, berharap dia membantuku membujuk kedua adiknya.

“hmm… Melody juga nggak setuju pa… maaf” katanya berusaha selembut mungkin agar tidak menyakitiku, mungkin.

“tapi kenapa Mel???”

“kami bertiga bisa memperhatikan papa… itu cukup, itu wasiat mama kepada Melody… untuk jaga papa… memperhatikan papa…”

“tapi kan gak semua kebutuhan papa bisa kalian penuhi… semisal” aku tidak melanjutkan ucapanku karena ketiga putriku itu menatapku dengan reaksi aneh dan kebingungan.

“semisal???” Veranda bertanya, mengharap kelanjutan kata-kataku sebelumnya.

“udah… lupain, papa mau pergi dulu…” ucapku sambil beranjak dari sofa dan mengabaikan panggilan Melody yang berharap aku tetap duduk karena obrolan kami berempat belum selesai. Kembali ke waktu saat ini, aku dan Melody telah menyelesaikan makan malam kami berdua. Melody membawa semuanya ke dapur, sementara aku kembali ke pekerjaanku yang tertunda.

Kreekkk…

Pintu kembali terbuka 15 menit kemudian dan aku melihat sosok Melody kembali masuk tapi kali ini dengan pakaian tidurnya. Dia berdiri di sampingku dengan rambut basahnya dan harum wangi tubuhnya yang sepertinya pertanda di baru saja mandi. Aku mengabaikannya, dan dia masih diam seperti patung.

“kenapa sih Mel?” aku akhirnya bertanya padanya atas tingkahnya yang berdiri mematung di sampingku.

“nunggu papa…”

“mau ngapain sih? Papa masih ada kerjaan lho…”

“hari ini jadwalku pah… papa lupa?”

“jadwal???”

“ihh… jadwal aku gantiin posisi mama…”

Gleeekk… sialan aku lupa, pantas saja dia nampak tidak senang dan mematung di sampingku, tanda bahwa dia protes aku masih bergelut dengan laptopku.

“paa… buruan ayo… Melody juga besok harus kerja”

“yaudah kamu tidur duluan aja…”

“ihh papa…”

“yasudah… yuk”

Berbalik, dari kebutuhan menjadi mencukupi, itulah yang terjadi sejak Melody dan adik-adiknya mengusulkan hal gila kepadaku agar aku tidak perlu menikah lagi. Melody yang tanggap akan kebutuhan yang tidak bisa mereka cukupi itu adalag urusan di atas ranjang, dengan gilanya datang kepadaku bersama Veranda dan Naomi.

“papa… kami sepakat…”

“sepakat untuk??? Iijinin papa menikah?”

“nggak… papa gak perlu menikah… kebutuhan yang itu… biar Melody dan Veranda yang penuhi”

“kamu waras gak sih Mel??? Nggak, papa gak bisa… mau bilang apa papa sama almarhum mama kamu…”

“tapi paaa….”

“cukup… keluar kamu dari kamar papa” kataku yang kesal saat itu.

Tapi rayuan Melody pada akhirnya juga meruntuhkanku. Dia dan Veranda berhasil menjebakku malam itu dengan memberi minuman aneh yang entah kenapa aku minum. Aku merenggut milik Melody dan Veranda malam itu. Mereka tersenyum dan menyakinkanku bahwa ini kemauan mereka. Mereka hanya bisa membalas kebaikan mama mereka dengan ini, suami mama mereka tidak boleh menikah lagi demi janji sehidup semati sang mama dan papanya. Lalu bagaimana dengan Naomi? Pada akhirnya dia memergokiku dengan Veranda dan protes setelah penjelasan Veranda yang tidak bisa membuat adiknya itu memahaminya, Memang cukup Melody yang bisa memberi penjelasan yang jelas. Naomi akhirnya juga terenggut olehku, aku sempat kecewa, karena Naomi yang paling dekat denganku, meski aku menyayangi ketiganya.

Lama-lama, dari mereka bertiga yang berniat mencukupiku, ketiganya malah ketagihan dan aku yang susah mengatasinya. Apalagi Melody, di usianya sekarang seharusnya dia sudah menikah, tapi malah mencari-cari alasan dengan belum adanya pria yang cocok dengan kriterianya.

“gak ada pria yang sebaik papa…” itulah yang selalu keluar tiap aku tanya soal pacar atau teman dekatnya dan kapan menikah.

Melody tengah berbaring di atas tempat tidur. Tubuh mungilnya bersembunyi di balik selimut kamarku. Entah meski sudah berkali-kali aku melakukannya dengan Melody, aku selalu deg-degan tiap akan melakukannya. Aku keluar dari kamar mandi dengan telanjang bulat. Konyol, tubuhku masih terlihat seperti pria usia tiga puluhan, meski faktanya… aku tidak semuda itu lagi. Melody selalu meledekku tiap kami jogging pagi kalau aku terlihat muda itu karena resep dari dia dan kedua adiknya yang tiap malam memberiku pelayan super. Dia akan langsung marah saat aku balik menggodanya dengan kata “papa mau nikah ah” buru-buru dia akan mencubit pinggangku dan berkata “dasar genit” , aku dan Veranda serta Naomi akan tertawa kalau berhasil menggoda kakak mereka yang bawel ini.

“pa… buruan” rajuk Melody sambil melemparkan Bra dan celana dalamnya dari balik selimut.

Aku yang hafal apa yang terjadi jika aku terlalu lama membiarkannya merengek buru-buru naik keatas tempat tidur, menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya. Aku menatap dalam-dalam wajah Melody yang matanya sudah menuntut jatahnya malam ini. aku membelai lengan mulusnya, kulitnya yang putih dan halus benar-benar mengingatkanku pada istriku. Rasanya bakat merawat tubuh dengan baik tertular pada Melody sehingga aku tak heran kalau tubuhnya bisa sehalus dan seputih ini. Aku segera mendekatkan wajahku ke wajahnya, saat bibirku sudah begitu dekat Melody menyambarnya dan kami berdua pun melakukan Frenchkiss dengan posisi tubuhnya berada di bawahku.

“Eemmhh…mmmhh !” terdengar lenguhan nafasnya di sela-sela ciuman kami berdua ketika tanganku menyentuh bagian kemaluannya yang sudah terbuka tanpa tertutup celana dalam.

Aku melepaskan pagutanku pada bibirnya dan berpindah ke arah payudaranya, sembari kedua jariku memainkan vagina miliknya, Aku menghisap payudara kirinya, sementara tangan satunya mengelusi pahanya. Desahannya keluar sebagai isyarat bahwa dirinya menikmati rangsanga yang kuberikan padanya.

“papa… ihh, nakal… biar Melody yang bikin papa seneng duluan ya?”

Aku pun mengangguk. Melody menunggingkan tubuhnya dan tangannya menggenggam penis milikku lalu mulai menjilati kepala penisnya. Sambil mengoral, tangan kirinya berusaha merangsang kelaminnya sendiri, aku berusaha membantunya tapi dia melarang. di dalam mulutnya, Melody memainkan lidahnya sehingga memberi sensasi nikmat pada penisku. Aku dipaksa melenguh keenakan akibat hisapannya pada penisku itu. Sebagai balasan, aku menjulurkan tanganku ke bawah guns meraih buah dadanya yang menggantung dan meremasnya, tidak sebesar milik Naomi, namun cocok untuk tubuhnya. Aku bisa mendengar desahan halus di sela-sela aktivitas oral seksnya pada penisku.

“Oohh… iyahhh…terus Mel, enak banget… emut terus !” aku melenguh sambil meremasi rambut Melody sesekali juga kembali meremasi payudaranya.

Melody hanya melirik keatas, memberi tatapan nakal kepadaku atas lenguhan nikmatku barusan. Melody mengoral penisku dengan mengkombinasikan antara hisapan dengan kocokan juga belaian pada batang dan buah zakar milikku. Aku cuma merem-melek menikmati perbuatan Melody. Aku yang hanyut oleh permainannya, tak lama kemudian penisku berdenyut-denyut semakin cepat sehingga bersamaan dengan eramanku, muncratlah spermaku ketika Melody tengah mengocok sambil menjilatinya.

Cairan putih kental itu pun membasahi wajah dan tangannya. Sejenak Melody kembali memasukkan kemaluanku ke dalam mulutnya sehingga semprotan berikutnya tertelan olehnya. Ia menghisapnya dengan amat bernafsu sampai penisku berangsur-angsur berkurang ketegangannya, lidahnya membersihkan cairan itu sampai benar-benar bersih dari penisku.

“enak paaa???” tanyanya sambil mengemuti jarinya.

“kamu nih… papa dibikin keluar duluan… sekarang gantian kamu ya” ujarku membalik tubuhnya sehingga kini pantatnya lebih dekat ke wajahku.

Aku memulai dengan menjilati bagian pantatnya dengan gemas. Tubuhnya menggelinjang, tatkala mulutku bertemu dengan vaginanya. aku menyedoit vaginanya hingga menimbulkan suara-suara decapan seperti tengah berciuman. Aku membuka Vagina Melody dengan kedua jariku sehingga kini vaginanya memperlihatkan bagian dalamnya yang berwarna merah basah. Buru-buru kujilati clitorisnya dan tubuh Melody pun makin menggelinjang disertai goyangan pada pantatnya akibat sensasi yang ditimbulkan dari jilatanku barusan.

Aku menengok ke depan, Melody tengah memejamkan mata menikmati aktifitasku pada kelaminnya, aku menjauhkan wajahku dari sana, dan dengan diam-diam aku memasukkan penisku ke vaginanya sehingga dia terkejut dan reflek menjerit.

“aahh… papa… iseng bangeett ihh” ujarnya sambil menengok ke belakang melihat penis milikku yang pelan-pelan memasuki vaginanya.

Sambil tersenyum, aku mulai menggerakkan pinggulku maju-mundur, gesekan-gesekan nikmat langsung terasa olehku, dan aku yakin Melody juga merasakan sensasi yang sama dilihat dari desahan dan ekspresi wajahnya. Ia menggelinjang, tubuhnya melengkung ke belakang, sementara mulutnya mengeluarkan erangan yang meledakkan nafsuku kian meluap-luap.

Aku menaikkan tempo pompaanku sambil memindahkan tanganku yang tadi berpegangan pada pinggangnya merayap ke depan meremasi kedua payudara miliknya.

“eemmh… aah… papa…” lirih terdengar keluar dari mulut Melody yang tengah menikmati sodokan penisku pada vaginanya.

Aku bisa merasakan cairan pada vaginanya makin banyak dan membuat penisku makin mudah keluar masuk di vaginanya. Tubuh Melody mulai mengejang seiring nafasnya yang nampak makin memburu. Di tandai dengan Sebuah erangan panjang, dia pun menjemput orgasmenya. Aku pun tak ingin ketinggalan dengan menyodoknya makin liar, dan sambil mendekap erat tubuh Melody, aku melenguh sambil menyemburkan spermaku yang hangat mengisi liang kemaluan Melody. Tubuhku pun ambruk dan jatuh menindih Melody yang terengah-tengah di bawahku.

“sorry sayang… papa gak sempat nyabut…” kataku dengan penuh penyesalan, bagaimana pun juga, aku tidak bisa menghamili Melody, karena orang akan menghakimiku jika dia sampai dia hamil anakku.

“don’t worry papa… aku tidak pernah lupa mempersiapkan segalanya untuk kecelakaan seperti ini…” ujarnya sambil tersenyum, masih tertindih tubuhku.

“hmm… papa sayang kamu Mel…”

“Melody juga sayang papa…”

—– PART 2 —–

Jadi gitu pa, mau kan? Kan papa sendiri yang pingin Imel buru-buru nikah, jadi sebelum acara tunangan, Keluarga Nathan mau kenal sama keluarga kita, jadilah Nathan bikin acara liburan ini, supaya bisa kenal satu sama lain… Bisa kan pa? Begitulah kata-kata Melody sewaktu dia mengunjungiku ke kantor setelah aku selesai rapat.

Memang kini putri sulungku itu telah menjalin hubungan jarak jauh dengan seorang pemuda bernama Nathan, seorang lelaki yang memiliki usaha perhotelan di beberapa wilayah, salah satunya Bali.

Bersama Ve dan Shinta, aku pun menyusul Melody yang sudah datang lebih dahulu di sana guna menyambut calon mertuanya. Aku sendiri ditawari menginap di hotel milik Nathan, tapi aku menolak dan malah memilih sebuah rumah di dekat pantai kuta. Lumayan untuk harga sewanya tidak masalah.

Jadi pa kita nanti langsung gabung makan malam sama keluarga kak Nathan gitu? tanya Shinta yang duduk di sebelahku, sementara Ve di depan sembari menyetir.

Shinta, ini bukan jadwal kamu… Jauh-jauh dari papa, aku aduin kak Melody… hardik Ve.

Issh… Veranda gak boleh galak-galak sama Shinta, kamu nyetir yang benar, fokus ke depan… kataku dan sukses membuat Shinta tertawa puas.

Ih papa belain Shinta mulu ah… Tah gini males jadinya nyetir di depan… ujarnya sambil sewot.

Beginilah situasinya ketika Melody tidak ada diantara keduanya. Memang semenjak Melody jalan dengan Nathan, aku tidak pernah lagi mengusik dirinya dalam hal seks lagi. Melody sendiri secara terbuka berkata dirinya sudah melakukannya dengan Nathan semenjak keduanya jadian. Sesekali Melody tetap melakukan seks denganku, namun frekwensinya kini berubah 10:2 alias jarang.

Aku tiba di hotel Nathan jam 7 malam sesuai undangan. Langsung bertemu dengan ayah dan ibu Nathan serta adik perempuannya. Kedua orang tua Nathan sangat ramah dan baik, aku senang melihat cara mereka memperlakukan Melody yang seperti putri mereka sendiri.

Usai makan malam dan obrolan singkat soal acara pertunangan, aku meminta ijin kembali duluan ke rumah yang ku sewa, sementara Ve dan Shinta ingin lama tinggal karena asyik mengobrol dengan Nathan dan adiknya.

Papa kenapa? tanya Melody yang nampak lesu.

Kenapa apanya Mel?

Papa kurang suka ya sama keluarga Nathan? Atau kurang sreg gitu?

kok kamu bisa menyimpulkan begitu?

habis Papa kayak gak tertarik dan buru-buru balik, padahal Imel mau papa stay dulu buat ngobrol sama Nathan… Toh tadi kan berangkat bareng sama Ve dan Shinta, kenapa gak balik bareng mereka pa?

Mel… Kamu salah paham, papa Cuma kebetulan dihubungi sama salah satu rekan bisnis yang lagi ada di Bali, masa iya papa kudu bawa-bawa kerjaan di depan Nathan dan keluarganya? Gak pas kan?

selalu saja gak bisa ya paa? Ninggalin kerjaan sebentar saja buat keluarga? Imel kecewa sama Papa… Tapi Imel coba mengerti, yang penting papa cocok juga sama pilihan Imel… Ngomong-ngomong hari ini jatah Imel, tapi…

Kamu temani saja Nathan

Papa gak apa-apa? Gak cemburu?

kok cemburu? Ya enggaklah, Imel anak papa mau menikah tahun ini, cita-cita papa akan segera terwujud kok malah cemburu, gimana sih? Ada-ada saja kamu ini…

Hehe… Kali saja papa begitu saking sayangnya sama anak papa ini…

Ya sudahlah, papa pulang dulu… Bilangin sama Ve sama Shinta jangan pulang malam-malam”

iya, papa hati-hati… Tenang saja nanti kan yang nganter supir hotel, bye papa… ucap Melody sambil kemudian memagut bibirku. Cepat kemudian ia lepas agar tak dilihat orang lain.

Aku kemudian mengendarai mobil yang aku sewa kembali ke rumah sewaanku. Tapi memang benar salah satu rekan bisnis sempat menawariku untuk bertemu. Akhirnya karena merasa tak enak, berpedoman Maps pada handphoneku, aku pun datang ke tempat dimana rekan bisnis berada.

ah bapak ternyata sudah datang… Saya pikir nggak datang… ujar kolegaku ketika dilihatnya aku berjalan kearahnya.

Rasanya tidak baik menolak ajakan partner bisnis kataku sambil tersenyum.

Ah kenalkan ini Sandra, masih ingatkan? Yang dulu sempat satu Project sama kita pak…

Sandra yang mana ya? Kok aku lupa… kataku sambil mengacak-acak rambutku yang kini mulai menipis dan tidak setebal dulu.

Ah, kelihatan muda tapi pikun begini ternyata… sindir kolegaku.

namanya juga menua pak… Hahaha

Sandra Cuma tersenyum tipis, ia lalu mengulurkan tangan sembari mengenalkan diri sekali lagi. Akhirnya aku ingat setelah dia menyebut nama perusahaannya. Sandra adalah bos anak perusahaan milik ayahnya yang bekerja sama dibidang tourism dan perhotelan di Osaka, keberadaannya di bali jelas sebuah kebetulan, mungkin mau membuat hotel barukah? Batinku demikian.

Pada akhirnya, jam menunjukkan pukul 10 malam saat ku baca chat dari Veranda bahwa dia tidak kembali ke rumah karena dirayu kakaknya menemani di hotel. Aku Cuma tersemyum tipis, untung mereka tidak pulang duluan, pasti bakal dimarahi kalau ketahuan di bar dengan beberapa gelas botol di atas meja. Sungguh, meski aku Cuma minum dua sampai tiga gelas tapi jika Melody dilapori oleh Veranda, dia pasti bakal marah besar. Memang Melody adalah copy paste dari istriku.

Pak, saya boleh minta tolong… Bisa mengantar Sandra balik ke hotelnya? Bapak bawa mobil kan? Saya menginap dekat sini soalnya, mana ada istri saya, bisa perang dunia kalau bawa wanita mabuk seperti Sandra…

Waduh, saya nggak hafal daerah Bali, ini kalau dia mabuk berat seperti ini tahu jalan pulang gak ya?

pasti tahu… Nanti minta dia tunjukin jalan saja… Ya pak? Maaf merepotkan, saya sudah di telpon istri nih…

Apa boleh buat, aku pun akhirnya mengurusi Sandra sendirian. Celakanya, Sandra yang mabuk berat Cuma membuatku berputar-putar di jalanan. Dia sendiri malah lupa apa nama hotelnya menginap, akhirnya dengan terpaksa setelah memastikan Veranda dan Shinta tidak pulang, aku membawa Sandra ke rumah yang kusewa. Menidurkannya di kamar yang di pakai Ve dan Shinta.

Jantungku berdegup kencang. Tidak, bukan karena hasrat, tapi karena khawatir kalau tiba-tiba Ve dan Shinta pulang. Sekalipun aku bisa menjelaskan kalau Sandra Cuma tamu, tapi kurasa mereka tidak akan percaya. Ku berusaha menenangkan diri, sambil duduk di sofa tengah, menonton acara Tv yang membosankan karena Cuma di isi film lawas jaman mudaku dulu. Karena saking bosannya akupun tertidur di atas sofa.

Aku kemudian terbangun saat kudengar suara gemericik air dari arah kamar mandi. Aku kembali panik, apa itu kedua putri kesayanganku yang sudah pulang, lalu dimana keadaan Sandra? Aku buru-buru melompat dari arah tempat tidur guna mengecek gadis itu. Kulihat Sandra masih di sana, diatas tempat tidur dengan kini terselimuti. Seingatku semalam aku tidak menyelimutinya, kok bisa? Terus yang dikamar mandi siapa? Aku keluar dari kamar dan bermaksud mengecek ke kamar mandi, tapi rupanya Melody yang keluar dari sana dengan kimono.

Papa kok berani bawa cewek sih? tanya Imel padaku.

Adu Mel, jangan salah paham pa… pa… Cuma?

Nggak apa-apa, kayaknya dia juga numpang tidur aja ya? Masih rapi semua, Imel capek pa, mau tidur, Ve sama Shinta nginep di hotel, di kamar Imel… Jadi gausah khawatir…

Melody berjalan ke arah kamar yang di tempati Shinta dan Ve. Dia mengabaikanku yang niat bertanya kenapa dia di sini sementara kedua adiknya ada di sana. Kulihat baru jam 4 pagi, aku kembali ke sofa dan mencoba untuk tidur lagi, tapi bayangan sekilas raut wajah Imel barusan membuatku penuh tanda tanya, ada kesedihan tersirat di sana. Apakah dia diam-diam berfikir aku melakukannya dengan Sandra? Kuharap bukan itu.

Sang Surya sudah nampak tinggi saat aku mengintip dari jendela. Melody nampak membuat sarapan, kudengar suara Shinta dan Ve nampak berisik dari kamar mereka. Pikiranku langsung tertuju ke Sandra, tapi Melody kemudian berkata kalau Sandra sudah pamit sebelum Ve dan Shinta datang.

Semuanya, sarapan dulu… ujar Melody memanggil kami semua.

Aku yang paling dekat yang datang paling awal. Sementara Ve dan Shinta datang berbarengan dari kamar mereka. Ku melihat senyum Imel nampak berbeda dari biasanya. Apa yang sebenarnya terjadi ke dirinya.

Kak… Kok malah pulang sih, jangan-jangan semalam habis gituan sama papa? Inget mau nikah ujar Ve sambil menyantap sarapannya.

Pensiun dong, biarin kita aja yang ngurus papa celetuk Shinta.

Emang siapa yang main sama papa? Aku pulang soalnya kalian tidur gak beraturan sih, aku sampai jatuh dari atas, akhirnya ku cabut deh… ujar Melody atas ucapan adik-adiknya.

terus ngapain aja sama kak Nathan semalam? Kok gak balik-balik ke kamar, lama banget

Aku menghentikan suapanku ke dalam mulut. Menunggu jawaban Imel dari pertanyaan adik bungsunya. Aku mulai berfikir bagaimana jika semalam Melody dan Nathan saling merengkuh birahi. Jika benar, maka terjawab alasan malas nya Melody untuk bawel tadi malam. Tapi kalau mereka semalam begituan kenapa Melody kelihatan sedih.

rahasia dong, sok mau tahu aja… Makannya pacaran biar gak sendirian mulu… jawab Melody sambil menyatap sarapannya.

ihh… Jawabannya… Pasti kalian habis ngentot ya?

heh Naomi bahasanya vulgar bener… Gak sopan di meja makan juga!!! kata Melody dengan nada tinggi dan tatapan tajam ke Shinta, seolah dia tidak suka ucapan Shinta barusan.

Sudah-sudah, makan sarapan kalian… Habis ini jalan jalan kan? Takutnya Nathan keburu sampai dan kita belum siap-siap kataku berusaha mengakhiri tensi panas di atas meja makan.

Iya papa… jawab ketiga putriku bersamaan.

Sejam kemudian Nathan tiba dengan Rover miliknya. Dengan ramahnya dia berbicara padaku, menanyai aku ingin kemana, aku bilang kemana saja asal nyaman dikunjungi untuk kami berlima. Orang tua sepertiku tidak bertele-tele ingin pergi ke puncak sebuah gunung, tidak, cukup melihat anak gadisnya bersenang-senang, hati ini pun akan senang.

Akhirnya kami jalan-jalan ke beberapa tempat di Bali. Mulai dari danau Batur hingga pantai Jimbaran sebagai penutup, untuk menikmati terbenamnya matahari. Saat makan siang, tanpa sadar aku melihata gelagat tidak beres dengan Melody. Sebagai orang tua yang sudah bersama dirinya cukup lama, aku merasa dia tidak bahagia dengan jalan-jalan kami hari ini, maka inisiatif, aku pun mendekat kearahnya, duduk di sampingnya yang nampak memandang hamparan sawah.

Imel… Kenapa duduk sendirian di sini?

Eh papa, nggak, Imel udah kenyang terus kepingin melihat pemandangan pesawahan aja… Kangen aja

Masa? Papa amati kamu lagi nggak happy, bener kan?

enggak kok papa…

Imel… Kamu itu anak papa, meski kamu mungkin berfikir bukan darah daging papa, tapi papa selalu perhatiin kamu, perkembangan kamu dan adik-adikmu selalu papa awasi, itu sebabnya papa tahu kamu lagi sembunyiin sesuatu, dan itu membuat kamu sedih… Kamu bisa berbagi dengan papa…

Aku melihat Melody tersenyum tipis. Dia lalu memelukku, dengan eratnya sambil berkata.

papa… Aku baik-baik saja kok… Tolong papa jangan khawatir terus sama Imel, itu malah bikin Imel sulit buat nanti pisah sama Papa, tapi makasih kalau Papa sudah perhatian sama aku… Selama ini, Imel yakin papa selalu mengawasi Imel, makasih buat kalian berdua yang udah ngajak aku pulang ke rumah kalian hari itu… Sehingga kini aku bisa jadi anak paling bahagia saat ini…

Aku entah kenapa merasa terharu mendengar ucapannya. Tapi instingku sebagai orangtua masih saja merasa Imel menyembunyikan sesuatu dariku. Maka itu sepanjang jalan-jalan hari ini pun aku merasa tidak tenang. Pandanganku kemudian tanpa sengaja melihat sosok Nathan yang mengendap-endap pergi dari kerumunan Melody dan adik-adiknya. Aku ingin bertanya, tapi Melody memanggilku dan menarikku untuk berfoto bersama berlatar belakang pantai.
Nathan mengantar kami pulang setelah makan malam. Pemuda itu tidak menawari Melody untuk tinggal di hotel karena kedua orang tua Nathan sudah kembali ke Jakarta, kini dia ingin fokus ke pekerjaannya. Akhirnya kami semua masuk ke rumah dan langsung masuk kamar masing-masing. Aku tidak muda lagi dan tentu saja jalan-jalan tadi membuatku lelah dan terlelap, ingin kutahan dan berjalan ke kamar mandi, tapi rasanya malas dan memilih memejam sesaat.

Dini hari aku terbangun dan berniat ke kamar mandi. Tak terasa hari ini sudah waktunya kembali ke Jakarta. Aku berjalan ke kamar mandi, namun di meja makan, aku melihat Melody nampak duduk dengan handuk di atas pundaknya. Dia sesenggukan? Kenapa dia menangis? Kecurigaanku makin menguat ada sesuatu.

Mel… Kamu kenapa?

papa? Eh enggak kok katanya yang nampak terkejut sambil berusaha menghapus air mata di kedua kelopak matanya.

Bohong… Papa sudah curiga pasti kamu lagi ada masalah… Dan ternyata memang benar…

Papa jangan keras-keras nanti yang lain kebangun dengar suara papa…

Sekarang kamu jelasin… Kenapa kamu menangis dan apa masalah yang kamu sembunyiin dari papa…

Hmm… Tapi papa jangan marah ya?

Papa nggak akan marah…

Dan Melody mulai bercerita awal mula dia bertemu Nathan. Menurutnya, Nathan adalah pemuda yang baik, mereka bertemu saat Melody ke Jogjakarta, mengunjungi sebuah kampus untuk memberi seminar pada mahasiswa di sana. Terkesan pada pertemuan itu, Imel jatuh hati pada Nathan. Setelah beberapa kali bekersempatan bertemu, dia pun menjalin hubungan.

Namun beberapa hari yang lalu, Melody menyadari sikap Nathan berubah. Rupanya Nathan menjalin hubungan dengan seorang gadis tanpa sepengetahuan Melody. Gadis itu kini ada di Bali dan berusaha meminta tanggung jawab Nathan karena menghamilinya.

Jujur aku nggak tahu harus putusin ini gimana? Keluarga Nathan baik sama aku pa… Sementara Nathan bilang dia nanti mau besarin anak itu sama aku… Karena dia cinta sama aku dan dia maunya aku… Tapi aku tahu Nathan punya masalalu lebih kelam dari cerita cewek itu… Dan mau nanya ke Nathan pun aku nggak berani…

kalau kamu merasa ragu… Coba dengarkan suara hatimu, mungkin dia yang akan menuntun kamu Mel, papa kecewa mendengar ini… Tapi entahlah, papa bingung juga…

Aku bingung menanggapi semua ini. Disisi lain aku sangat marah karena perilaku Nathan, tapi aku tahan demi putri kesayanganku ini. Aku khawatir jika kutunjukkan emosiku saat ini, Imel bisa tambah sedih dan merasa bersalah karena memilih orang yang tidak tepat untuk masa depannya.

Jika papa diposisi aku… Papa akan melakukan apa?

Maksudnya?

Apa papa akan berada di sisi Nathan atau melepasnya untuk Bertanggung jawab dengan gadis itu?

lebih baik membuat dia jadi laki-laki yang gentle… Bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya… Demi masa depan dia juga…

Thanks papa… Papa benar-benar seperti kunci jawaban buat aku… Aku akan bicara empat mata sama Nathan… Oh iya pa… Sebenernya Imel punya masalah lain…

Masalah apa lagi?

Imel lagi butuh papa… Buat itu, Cuma karena belum mandi jadinya rada malu mau minta ke papa…

kamu mau papa gituin kamu sekarang? Asli kamu ini aneh banget, tadi nangis sesenggukan, sekarang malah minta jatah… Perubahan mood mu cepet banget sih Mel…

ayo dong pa… Soalnya Imel kangen sama papa…

tapi Mel??

Tanpa banyak bicara Imel melepas pakaianku secara bertahap. Kemudian dia melepas juga piyama yang dia pakai dan lantas menarikku masuk ke dalam kamar mandi. filmbokepjepang.com  Sambil tersenyum centil, dia memutar tubuhnya memunggungiku dan menutup pintu kamar mandi. Diputarnya keran shower sehingga air langsung menghujani kami. Kemudian dia meraih kedua tanganku dan menggiring keduanya ke payudaranya miliknya. Aku lalu meremas puting gumpalan kenyal itu sambil sedikit mengusap-usap dengan gerakan melingkar yang lembut. Bibirnya yang indah mengeluarkan desahan yang membuat birahiku semakin membara.

Aaahh… Papaaa… eemmhh… eemmhh… desah Melody. Saat dia sedikit menoleh ke samping, kesempatan itu kumanfaatkan langsung dengan melumat bibirnya.

Desahannya sedikit tertahan dan bercampur dengan lenguhanku. Lalu tangan kiriku mulai mencari klitorisnya dan mulai menggesek-gesekkan jariku ke daging sensitif itu dengan lembut. Desahan Melody semakin menggema di dalam mulutku dan dipantulkan oleh dinding kamar mandi. Aku sudah tak sabar lagi memasukkan penisku segera ke vaginanya. Maka setelah lima menitan ber-french kiss dan meraba-raba tubuhny, aku lalu membalikkan tubuhnya hingga menghadap ke arahku. Tapi ia menolak sambil melepas pagutanku. Sambil sedikit mendesah ia berkata.

begini saja papa, lebih terasa sodokannya! ujar Imel sembari menunggingkan pantatnya ke arahku dan menyandarkan lengannya ke tembok.

Aku sebenarnya merasa kaget akan keagresifan Melody hari ini, namun kalau dipikir-pikir wajar dia agresif karena dia sedang lagi ingin-inginnya. Aku pun menuruti kemauannya. Sambil mendorong punggungnya supaya ia lebih menunduk. Tangan kananku memegang batang penisku dan mengarahkan ke vaginanya yang telah siap menanti. Setelah menempel pas di bibir vaginanya, langsung saja kutekan batang kemaluanku yang sudah tegang hingga amblas ke dalamnya dengan perlahan.

Aaarrgghh..!! Melody mengerang panjang.

Kenapa Mel? Sakit? tanyaku sambil meremas payudaranya.

Agak sih Pa tapi enak banget pa… uuhh.. aargghh…

Memang batang kemaluanku terjepit cukup ketat di antara dinding vaginanya yang berdenyut-denyut sehingga terasa seperti dipijat. Sekali lagi Melody mengerang lumayan keras waktu aku mulai mendorong pinggulku maju mundur. Vaginanya makin becek sehingga penisku semakin enak keluar-masuk liang senggamanya itu.

Sensasi yang kuperoleh pun rasanya luar biasa sekali membuatku juga mulai mendesah-desah keenakan. Aku memegangi pantat indahnya dan sesekali menamparnya dengan gemas. Lalu kutempelkan dadaku ke punggungnya dan mulai meremas-remas payudara miliknya yang nampak menggantung.

Uuuhh… aahh… Mel desahku yang kemudian ditimpali pekikan Melody.

Tiba-tiba aku merasa ada cairan hangat mulai menjalar ke ujung kepala batang kemaluanku. Tanpa sempat kutahan, spermaku pun keluar sebagian di dalam vagina putriku karena belum sempat tercabut keluar, sedangkan sebagian lainnya bercipratan di pantat miliknya. Pada semburan berikutnya Melody sempat berputar dengan cepat, berlutut di depanku dan menerima semprotan spermaku di wajah cantiknya. Ia membuka mulutnya menerima spermaku yang menyemprot semakin lemah. Setelah itu ia mulai menjilati seluruh cairan putihku di wajahnya dan mengusap-usap pantatnya untuk menyeka spermaku yang ada di punggung dan pantatnya lalu itu dijilatnya sampai habis.

Papa kita lanjutin di kamar aja yuk, dingin nih

tapi nanti kedua adikmu kebangun gimana ?

Kamar papa saja deh… Kamarku kan gak memungkinkan papa… katanya sambil tersenyum nakal.
Aku lalu mengangkat tubuhnya dan kugendong Melody ke kamarnya.

Tubuhnya yang masih sedikit basah dengan air semakin membuatnya tampak menggairahkan karena nampak berkilauan di bawah sinar lampu. Sesampainya di kamarnya aku rebahkan dia di ranjangnya dan kembali mulai menjilati semua sisa-sisa air yang menempel di tubuhnya.

Dia mulai mendesah-desah lagi saat kujilati putingnya yang sudah kembali mengeras. Melody lalu meraih kepalaku dan menekannya sehingga aku terbenam dalam-dalam ke payudaranya. Aku yang sudah kembali terangsang mulai mengenyot dan mengigiti putingnya sambil meremasinya. Desah kenikmatan Imel pun mengisi seluruh kamar. Setelah merasa puas menyusu payudaranya, aku mulai mengarahkan batang kemaluanku yang sudah keras lagi ke dalam vaginanya. Dia memekik kaget saat penetrasi dan langsung kugenjot habis-habisan.

Jepitan dinding vaginanya benar-benar legit sampai aku mengerang-erang nikmat sekali dan ia sendiri menjerit-jerit keenakan. Lalu aku melumat bibir tipisnya dan dia juga membalas dengan bergairah. Dada kami bergesekan dan sensasi yang ditimbulkan benar-benar aduhai. Lalu selang beberapa menit kemudian aku keluar lagi tanpa sempat kutahan.

Mel… enngghh… Papaaaa… keeluuaar… dii.. dalammm… kata-kataku terputus-putus oleh erang nikmat dan sensasi orgasme.

Aaaaa… iyaaa… papa…
Setelah mencapai klimaks, aku pun ambruk di sampingnya untuk istirahat. Melody pun juga nampak lelah.

papaaa..

Ya?

makasih ya… Udah jadi papa yang pengertian buat aku…

Sama-sama Mel… Papa yang harus berterimakasih karena punya anak secantik dan sebaik kamu… Tapi papa menyesalkan karena papa harus menelan pil pahit gagal ngelihat kamu menikah secepatnya…

maafin Melody pa… Imel juga kaget tahu Nathan seperti itu, rumit, dan Imel bakal makin sedih kalau papa seperti ini… Maaf ya pa…

Aku mau membalas ucapannya, tapi buru-buru pintu dibuka dari luar dan dua orang putriku yang lain nampak kaget melihatku dan Melody sedang berbaring tanpa busana. Namun Cuma sebentar, mereka berdua kemudian nampak pura-pura marah ke kami.

Oh jadi masih kurang… Kak Melody katanya udah gak sama papa… Eh ternyata masih juga… Kak inget mau nikah…

Melody terdiam. Entah kenapa dia tidak membalas ucapan adiknya. Dia menghabiskan waktu dengan diam selagi Ve dan Naomi terus berucap soal kecurangan dirinya.

Papa juga curang… Kan bukan jadwal kak Imel kenapa papa mau dilayanin juga? Ih papa… protes Shinta si bungsu yang paling dekat denganku.

Jangan pada salahin papa… Salahin kakak aja, yang minta ke papa… Oh iya karena ada kalian, sekalian aja biar kalian tahu… Kakak mungkin gak jadi nikah sama kak Nathan…
Ucapan Melody barusan membuat Ve dan Shinta melongo. Shinta mengalihkan pandangannya ke arahku. Akupun mengangguk dan mengiyakan ucapan Melody. Keduanya langsung memeluk Melody dan dengan mata berkaca-kaca terus meminta Melody memberi penjelasan.

Aku pun keluar dari kamar. Membiarkan ketiga putriku itu bersama di dalam kamar dan kudengar suara Shinta terisak terdengar sedikit lebih jelas. Kurasa Melody menjelaskan segalanya dengan sedikit berlebihan sampai membuat adiknya menangis, dasar.

Pintu kembali terbuka beberapa saat kemudian. Melody, putri sulungku itu mendekat ke arahku. Dia berjongkok di depan pahaku.

Papa… Kayaknya memang kita udah gak adil sama mereka, aku tahu keadaannya pasti berbeda setelah papa keluar dari kamar, tapi aku gamau adik-adikku enggak dapat giliran, bisakan papa?
Melody berkata dengan tatapan penuh pengharapan bahwa aku akan setuju dengan permintaannya. Tapi saat ini nafsuku sudah tidak tersisa lagi. Tapi apa boleh buat, aku juga harus adil. Ini bukan jadwalnya Melody, dan tentu yang lain akan protes karena perlakuanku pada Melody barusan.

iya, tapi papa butuh waktu…

Yuk…

Kami berdua kembali ke dalam kamar. Dimana dua putriku yang lain tengah menunggu. Perasaan aneh mulai mengganggu. Sungguh aku bahagia memiliki putri yang cantik-cantik seperti mereka. Kehadiran ketiganya seperti melengkapi satu sama lain seolah ketiganya menjelma menjadi ibu mereka, istriku.

Tapi ada yang beda kali ini… Hihihi kata Shinta.

Ada apa memangnya Shin? tanyaku penasaran.

semua anak-anak papa akan tetap menemani papa… Jadi kita nggak akan pergi… Tapi juga gak akan mengganggu papa…

Lho kok??? ujarku panik saat mendengar penuturan Shinta.

Semua akan menghormati gilirannya kok… Kak Imel juga mau nambah juga katanya hahaha ujar Ve sambil tertawa.

Kita penasaran juga, siapa diantara kita bertiga yang paling bisa bikin papa keenakan… Apa itu Shinta, kak Imel atau aku… Papa nurut aja ya… tambah Ve lagi sambil memberi isyarat jari telunjuk.

Papa ayo sama aku duluan… Berani nggak? Apa masih lemees gara-gara kak Imel hihihi…

Dasar anak nakal… kataku yang langsung mendekat kearahnya.

Kudorong tubuhnya ke dinding dan kupagut bibirnya yang disambut Ve dengan panas. Sambil bercumbu, tangan kami saling raba tubuh masing-masing. Aku menggerayangi tubuhnya, roknya kusingkap dan kedua tanganku meremas bongkahan pantatnya yang masih terbungkus celana dalam hitamnya. Selang beberapa menit kemudian nafsu mulai terasa memenuhi isi kepalaku, tubuhku kini siap memulai pertempuran lagi.

Ih udah keras lagi…
kata Ve yang memijat penisku yang mengeras perlahan-lahan dalam genggamannya.

Kemudian ia langsung berjongkok di depanku, tanpa basa-basi dicaploknya batang kemaluanku. Setelah mengusap-usap batang penisku yang di dalam mulutnya dengan lidahnya, dia mulai mengocoknya dengan memaju-mundurkan kepalanya.

Kadang-kadang lidahnya menyusuri bagian bawah batang kemaluanku dan mengemut buah zakarnya.

Aahh… yaahh… teruss… terus Ve! aku mendesah-desah, tidak kuat menahan birahi dan aktivitas itu berlangsung agak lama.

Aku yang tidak sabar lagi segera menarik tubuh Veranda dan mendudukkannya di tepi meja di dekat pintu kamar, kuposisikan diriku di antara kedua belah paha jenjangnya.

Ve, Papa udah gak tahan nih! pintaku di tengah kecupan-kecupan liar kami.

Aku juga Papa! Cepat masukin pa! balas Ve dengan tatapan sayu memelas penuh nafsu.

Nnngghh.. Give me that papa! Please… pinta Ve kepadaku agar buru-buru memasukkan penisku.

Aku memagut kembali bibirnya, sambil berciuman kupeloroti celana dalam hitamnya, lalu kurenggangkan posisi kakinya agar mengangkang lebar. Terlihatlah kini di hadapanku vagina putri cantikku yang merekah merah segar, kontras dengan kulitnya yang putih. Bulu-bulu di sekitar vaginanya terpotong rapi, menandakan bahwa Ve memang cukup telaten merawat organ kewanitaannya tersebut.

Aku duduk di kursi dan membenamkan wajahku ke selangkangan milik Ve dan mulai menjilati liang kenikmatannya sambil kepalaku terus dipegang dan dijambakinya. Sementara itu tanganku menyusup ke bawah kemejanya yang masih belum terbuka, sampai di dadanya tanganku terus menyusup ke balik branya, akhirnya kupegang dan kuremas payudaranya yang indah dan berkulit halus, putingnya kupermainkan hingga terasa makin keras.

Tak lama kemudian, kurasakan daerah vagina Ve pun bergetar dan makin lama getarannya makin hebat, hingga akhirnya saat aku sedang menggigit-gigit kecil klitorisnya, Ve pun mengerang panjang disertai tubuhnya mengejang.

Ooghh iiyyaahh… Terrusshh… Mmmppffhh… papaaaaa… desah Ve mengeluarkan cairan orgasme dari vaginanya.

Wajahku langsung tersembur oleh cairan bening yang hangat dari liang surganya. Dengan lahapnya aku menyeruput lelehan lendir kenikmatan yang tak henti-hentinya meleleh dari dalam vagina miliknya. Hal ini tentunya membuat Ve yang baru saja mencapai orgasme dilanda rasa geli yang amat sangat.

Hhhaahh ssttoopp!! Sttoopp!! Paaaa… Ohh Sttoopp Sshh… erang Ve sambil berusaha menjauhkan selangkangannya dari wajahku.

Tetapi aku justru tak mau memindahkan mulut dan jilatannya sedikit pun dari vagina yang sedang dibanjiri cairan nikmat itu. Aku tidak mau melewati setetespun cairan gurih itu. Mulut dan wajahku pun belepotan oleh lendirnya. Baru setelah kurasakan vaginanya telah bersih, aku beranjak ke bibirnya.

Dengan masih mengulum lendir dari vaginanya itu aku menyuapkannya ke bibir indah di hadapanku. Ve langsung mengerti apa yang akan kuperbuat terhadapnya. Ia pun langsung membuka mulutnya seraya berkata,

Ludahin! Ludahin ke aku Paaa! pintanya dengan tatapan sayu menggairahkan sambil meremas-remas lembut payudaranya sendiri. Gila, sejak kapan putriku yang ini jadi seliar ini.

Aku langsung meludahkannya ke dalam mulut putri cantikku ini dan tentunya langsung disambutnya dengan desahan bergairah.
Aku yang semakin terbakar gairah, langsung melucuti pakaian atasnya yang masih tersisa. Kemeja dan bra-nya pun langsung berceceran di meja kamar hingga Ve pun telanjang di hadapanku. Tubuh molek milik Ve jelas sama indahnya dengan kakaknya, Melody, namun lebih tinggi, dan payudaranya lebih kecil sedikit.

Pemandangan indah itu membuatku tak sabar lagi untuk memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Aku pun lalu menempelkan tubuhku ke tubuhnya yang terduduk di tepi meja sambil menggesekkan penisku yang sejak tadi telah menegang penuh di vaginanya.

Woow punya papa kerasnyaa! Padahal habis sama kak Imel tapi… engghh berasa beda dari biasanya paaa… kagum Ve sambil menggenggam penisku.

Aaahh.. Vee.. lenguhku saat jemari lentiknya menggenggam dan meremas lembut penisku.

Ve pun langsung mengocok penisku di genggaman tangan kanannya itu dengan penuh kelembutan. Sementara itu tangan kirinya mengusap-usap vaginanya sendiri yang mulai basah kembali. Rupanya putri kesayanganku yang sering dipanggil almarhum istriku Vedadari ini pun tak sabar ingin segera disetubuhi. Dipindahkannya tangan kirinya yang sudah dibasahi lendir kenikmatannya ke penisku dan dibalurinya penisku itu dengan lendirnya.

Eeemmmh Hangatnya Jes, enak! bisikku sambil memejamkan matanya. Ve nampak kaget aku memanggil namanya dengan nama depannya, Jessica. Dia tersenyum malu-malu.

Hhhmm?? Papa, Aku punya yang panas kok! kata Ve sambil menempelkan penisku ke bibir vaginanya.

Cepat Pa! Masukin punya papa, Jessie udah gak sabar! Please… katanya dekat telingaku.

Ooowwhh… Mmmhh… desahnya ketika kudorong penisku membelah bibir vaginanya.

Ve mendongak sambil memejamkan matanya menikmati penetrasi yang kulakukan. Tanpa buang waktu lagi aku mulai menggoyangkan pinggulku menghujam-hujam vaginanya.

Penisku terasa seperti ditarik dan diremas bersamaan karena seretnya vagina miliknya. Payudara Ve yang berukuran sedang itu berguncang-guncang di hadapanku seolah mengundangku melumatnya. Aku pun menyambar putingnya dengan gigiku dan menggigitnya tanpa berhenti menggenjotnya. Beberapa barang yang ada diatas meja berjatuhan ke bawah karena tersenggol tangan Ve yang sedang seperti cacing kepanasan.

Sshh enak Paa, enak bangethhh!! ujar Ve mendesis.

Bagaikan kuda liar, Ve juga aktif menggoyangkan pinggulnya sampai meja di bawahnya ikut bergoyang dan berderit. Keringat menetes di kening dan dadanya. Wajahnya yang cantik terlihat semakin cantik meluapkan gairah di dalam dirinya.

Ooohh… Iyaahh terusshh Jes Ssshh! aku pun semakin meracau tak karuan.

Ve memelukku dengan erat, kuku-kuku di jarinya kadang menggores punggungku dan kakinya melingkar di pinggangku, merapatkannya sehingga penisku terasa semakin rapat di vaginanya. Tak henti-hentinya mulutnya mengeluarkan desahan nikmat. Sembari menggenjot penisku dalam vaginanya, tangan kananku meremasi payudaranya.
Aroma parfum miliknya pada tubuhnya menambah sensasi erotis persetubuhan kami berdua.

Beberapa lama kemudian kami mencapai puncak berbarengan, aku ejakulasi dalam vagina Ve, spermaku muncrat mengisi liang vaginanya. Sementara Ve memekik keras sambil mencengkeram pundakku, wajahnya terlihat sangat menikmati orgasme yang baru saja dialaminya.

Aaahh aaahhh ternyata masih terdengar suara desahan lain dari belakangku.

Wah, saking asyiknya dengan Ve, aku sampai lupa dengan Shinta dan Melody. Ternyata dari tadi mereka menonton kami sambil saling bantu satu sama lain hingga orgasme. Dengan sisa-sisa tenagaku, aku mengangkat tubuh Ve yang sudah lemas ke ranjang. Setelahnya aku berganti bermain-main dengan si bungsu, Shinta.

Papa mau ngapain? Bentaran paa… cegah Shinta.

Papa juga harus kasih bagian kamu kan, nanti kamu protes lagi… kataku sambil mengelap keringat di dahinya.

Memang Jessie… Masih kurang ya paa? tanya Ve yang masih lemas disebelah Shinta.

nggak, kamu hebat kok Jes, tapi papa kudu adil… Hehe

Ih papa kesurupan ya kok jadi mesum gini… ledek Melody yang nampak keheranan.

Papa Cuma gak mau bidadari papa ada yang protes kalau bagiannya gak dikasih… Makannya harus semesum ini biar bisa imbangin kalian bertiga yang entah kenapa malam ini buas banget… Beda dari biasanya…

Jariku kemudian dengan liar mengelus-elus wilayah sensitif milik Shinta yang sudah becek.

Aaahhh Paapaaa!! erangnya ketika kugesek-gesekkan jariku pada bibir vaginanya yang sudah becek.

Kuintensifkan serangan jariku pada vaginanya untuk menaklukkannya. Tubuh Shinta pun menggeliat-geliat menahan sensasi itu.

Naomi… Papa masukin ya?

Eh bukannya Papa barusan udah keluar banyak ya, masa udah tegang lagi?

Kamu ngeremehin papa ya? Sini papa kasih bukti…kataku sambil menempelkan kepala penisku ke bibir vaginanya.

Ooohh… oohh… jaanggaann dulu paaa… jaannggaann! tolaknya namun dengan suara mendesah.

Aaaaahh! Paaaaapaaaa… sebuah desahan panjang terlontar dari mulutnya saat kutekan penisku hingga amblas ke dalam vaginanya.

Setelah semakin lama penisku semakin lancar keluar masuk ke vaginanya karena daerah itu semakin berlendir. Aku dapat merasakan penisku masuk hingga menyentuh ke dalam rahimnya. Aku menyetubuhinya dengan tempo sedang sambil memberikan sentuhan-sentuhan erotis pada tubuhnya dengan lembut. Lama-lama Shinta pun terhanyut dalam permainanku dan mulai mengikuti iramanya. Kedua puting payudaranya kupilin-pilin sampai terasa semakin keras di tanganku. Kuperhatikan roman wajahnya yang manis itu semakin merah dan semakin menggairahkan kalau lagi horny begitu.

Ooohh… Mmmhh… desah Shinta mengiringi persetubuhan kami.

Aku melirik Melody dan Ve nampak kaget dengan caraku menyetubuhi Shinta. Aku pun menyadari tatapan penuh tanya mereka.

Kalian jangan heran… Shinta memang suka cara seperti ini… Sedikit rada kasar… Tapi dia menikmatinya kok… ujarku pada keduanya yang kemudian nampak tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing.

Ihh… Papa… Bohong, kata siapa aku suka diginiin… Nggak ah… Sakiit tahu paa… Shinta menolak perkataanku barusan.

Melody dan Ve melotot kearahku. Duh, Shinta ini putri kesayanganku dan yang paling dekat denganku, tapi keisengannya benar-benar membuat diriku terlibat dalam masalah. Dia nampak mengedip, isyarat kalau dia sudah sukses membuatku jadi enemy kedua kakaknya. Awas saja, kukerjai dia tanpa ampun. Di tengah genjotan tiba-tiba aku berhenti dan kucabut perlahan penisku.

Loh kok? Kok papa stop? Shinta menatapku heran, terlihat sekali ia merasa kecewa dan tanggung, ia pasti masih menginginkan penisku berada dalam relung kewanitaannya dan mengobok-oboknya dengan ganas.

Udah ya… Kalau menurut kamu papa terlalu kasar, kita akhiri saja sekarang… Maaf… kataku pura-pura merasa bersalah.

Pa aku kan… katanya terhenti sambil tetap meremas-remas payudaranya.

Apa? Tadi katanya kamu… Gak suka cara papa, ya udah… Papa stop aja…

Pa aku kan bercanda… Please Pa! ucapnya pelan.

Please apa??? Papa gak ngerti…

Jarinya bergerak menggantikan penisku bermain di sekitar kemaluannya. Digosok-gosoknya vaginanya yang sudah benar-benar becek itu. Ia benar-benar menginginkan penis milih papaanya ini terus mengobok-obok vaginanya. Sambil mengelus-elus dan mengeluar masukkan jari tangan kanannya ke dalam vaginanya, ia menggelinjang dan merintih. Sementara itu tangan kirinya mulai meremas-remas payudaranya sendiri.

Please paaa… Kerjain aku sesuka papa… Semau papa… Aku gak peduli kalau harus kasar atau apalah sebutannya…

Aku kemudian mencium mulutnya, kumainkan lidahnya. Sambil terus berciuman aku lalu mendekap tubuhnya. Mulutku turun ke dadanya dan menciumi payudaranya, menghisap kedua payudaranya bergantian sampai basah kuyup karena keringat dan juga air liurku. Kemudian aku bangkit dan menarik Shinta untuk ikut bangun. Kemudian kuperintahkan dia untuk naik ke atas pangkuanku.

Naik sini Shin! kataku sambil memegang penisku.

Tanpa buang-buang waktu, Shinta pun menaiki batang kejantananku hingga benda itu terbenam dalam vaginanya.

Aahh… Papaaa… aahh.. ! erangannya menahan nikmat.

Shinta pun mulai menaik-turunkan tubuhnya dari tempo lambat berangsur-angsur naik dan cepat sekali sampai terdengar suara becek seiring dengan suara benturan alat kelamin kami. Ekspresi wajahnya yang sedang menikmati genjotan penisku dalam vaginanya benar-benar seksi.
Kedua payudaranya yang bergoyang-goyang di depan wajahku kembali kuhisap sekaligus kuhirup aroma tubuhnya yang berkeringat bercampur wangi parfumnya, membuat gairahku bertambah. Wajah Shinta menengadah ke atas sambil terus mendesah, leher jenjangnya basah oleh keringat. Gerakan pinggul nya semakin tak beraturan, kadang berputar kadang naik-turun. Penisku pun makin basah oleh cairan yang keluar dari liang kemaluannya. Sambil terus bergerak naik-turun, ia meremasi rambutku dan menekan wajahku ke payudaranya

Isepin Paaa, isep yang kuat.aahhh enak!! desahnya lirih.

Akupun menghisap payudaranya semakin liar, tanganku juga terus menggerangi bagian tubuh lainnya. Tak lama kemudian Shinta pun merintih.

Ooh paa, aku mau keluar uuhhhhh

Dengan menahan sekuat tenaga agar tidak orgasme duluan, aku yang tadinya pasif, kini menggerakkan pinggul menyambut genjotan dalam vaginanya. Dan

arrrggghk… keluar Paaaaaaa!! Shinta mendesah panjang seperti melepaskan suatu beban berat dalam dirinya.

Sedangkan aku hanya bisa menambah 2-3 sentakan lagi sebelum kutarik keluar penisku. Aku ingin keluar di mulutnya dan merasakan teknik oralnya.

hisapin punya papa… Naomi! kataku dengan memanggil Shinta dengan panggilan kesayanganku padanya.

Aku menurunkan Shinta dari pangkuanku, kemudian berdiri sementara Shinta berlutut di hadapanku meraih penisku yang sudah basah. Ia membuka mulutnya dan mengarahkan senjataku ke sana, dan

Aaakkhh… erangku saat ia mulai mengulum kepala penisku.

Eeemmmm… mmhhh gumam Shinta saat mengulum penisku.

Tangannya tidak diam saja, kadang mengocok, kadang membelai lembut batang penisku. Mataku setengah terpejam menikmati pelayanan mulut Shinta terhadap penisku. Putriku pun kelihatannya sangat menikmati mengoral penisku. Sensasi yang ditimbulkan akibat sapuan lidahnya pada kepala penisku membuatku tegang sehingga tanganku meremas rambut Shinta. Tangan kananku meraih payudaranya dan memijatinya lembut, sementara tangan kiriku mengelusi kepalanya.

Tidak sampai lima menit kemudian, spermaku muncrat di dalam mulutnya.
Shinta sempat kaget ketika penisku memuntahkan lahar putihnya karena aku tidak memberinya peringatan, tapi selanjutnya ia dapat menguasai semprotan-semprotan itu, tidak terlalu banyak memang karena sudah terkuras sebagian ketika bersama Melody dan Veranda sebelumnya. Mulutnya baru lepas ketika penisku berhenti ejakulasi dan menyusut. Setelah itu ia menelan semua sperma yang tersisa di mulutnya.

Aduh papa… Bener-bener deh… Kasian Shinta… Sampai gelagapan gitu… omel Melody.

Iya papa bener-bener deh…

ya habis enak sih hehehe… Makasih ya Naomi… Kesayangan papa… ujarku sembari membelai kepalanya.

Seketika bagai anak kucing yang dibelai kepalanya oleh pemiliknya, tingkah Shinta menjadi lucu, manja nan menggemaskan.

Terus aku sama Ve bukan kesayangan papa gitu? protes Melody.

Mungkin kalian bosan mendengarnya, tapi kalian adalah kado terindah yang ditinggalkan sama mama kalian untuk papa… Kalian semua adalah kesayangan Papa… ujarku dan disambut dekapan dari ketiga putriku.

***
Liburan di Bali meninggalkan kesanmenyenangkan dan hal-hal yang sedih juga. Melody, dengan keberaniannya akan memutuskan Nathan. Aku menawarkan diri untuk menemaninya, namun dia menolak. Dia ingin menyelesaikan sendiri masalahnya. Aku akhirnya menuju kembali ke kantor pasca menurunkan Ve di kampusnya. Kebetulan hari ini dia masuk siang dan sebelumnya kami bertemu untuk makan siang. Sementara Shinta sedang ada turnamen basket di luar kota, dia memang ikut tim basket putri kampus.

Sampai di kantor langsung membuka laptop di meja. Melanjutkan pekerjaan yang tertunda. Baru memulai sesaat, pintu sudah di ketuk.

Maaf pak… Mengganggu, calon sekertaris baru sudah ada di lobby, bapak mau saya suruh dia masuk atau menunggu dulu?

suruh masuk saja…

Baik pak…

Beberapa saat kemudian. Pintu diketuk kembali dan seorang perempuan tinggi semampai masuk dan aku pun mempersilahkan dia untuk duduk. Aku pun meminta dia memperkenalkan diri.

Baik perkenalkan diri kamu…

Nama Saya Shania Junianatha…

Note: biasakan menekan tombol like dan membuat mood penulis itu selalu baik agar lekas ada update. tulisan ini diketik memakai handphone, jadi bersabarlah dalam menanti update, karena akan memakan banyak waktu. upayakan kritikan dengan bahasa yang baik dan pakai fitur Dm untuk kritik yang bahasanya cenderung negatif, tajam, dan keras ala smash Jojo. terimakasih.,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts